SKRIPSI
Oleh:
Martiah
NIM: E93217114
PENDAHULUAN
alam semesta), salah satu bentuk rahmat itu adalah pengakuan Islam terhadap
perintah untuk menutup aurat. Dengan maksud menjaga harga diri, martabat
dan kehormatannya.1
ayat 59.
1
Isnawati, Aurat Wanita Muslimah, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing,2020), 6.
2
Kementrian Agama RI, Al-qur’an Tajwid dan Terjemahnya Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul
dan Hadith Sahih, (Jakarta: PT. Madina Raihan Makmur, 2010), 426.
1
2
diri, dan menjaga sifat malu sebagai bentuk ketaatan kepada Alla>h dan
menutup aurat.
sendiri merupakan bagian tubuh yang tidak boleh ditampilkan sesuai dengan
arahan agama Islam.4 Secara definitif, aurat adalah bagian dari tubuh
dinyatakan dalam banyak riwayat, aurat wanita adalah seluruh tubuh selain
wajah dan kedua telapak tangan. Menurut Fuad Mohd Fachruddin, aurat
sedangkan ia memiliki kehormatan yang dibawa oleh rasa malu yang harus
ditutup dengan rapi dan dijaga agar tidak mengganggu manusia lain.5
yang mempunyai arti dalam ayat 31 surat al-Nu>r, yaitu berarti sebagian
anggota tubuh yang dalam pandangan umum buruk atau malu apabila
sesksual.6 Menurut Shahrur, aurat adalah apa saja yang jika diperlihatkan
3
Ummu Abdillah, Berhijablah Saudariku, (Surabaya: Pustaka Elba, 2015), 33.
4
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), Cet. 7, 66.
5
Fuad Mohd Fachruddin, Aurat dan Jilbab dalam Pandangan Mata Islam, (Jakarta: CV Pedoman
Ilmu Jaya, 1984, 1.
6
Husein Muhammad , Fiqih Perempuan, (Yokyakarta: Ircisod, 2019), 124.
3
akan membuat seseorang merasa malu, dan pemahaman ini telah disepakati
oleh mayoritas tokoh yang ahli dalam bahasa Arab, seperti al-Sa'labi. Aurat
adalah bagian tubuh yang tidak bisa dibuka dan diperlihatkan. Berdasarkan
hal tersebut, muncul pendapat bahwa kata tersebut adalah majas tentang aurat
laki-laki dan perempuan yang jika diperlihatkan akan mengganggu pihak lain.
Selain itu, aurat juga berarti aib dan bangkai,7 sebagaimana firman Alla>h:
dasar hukum aurat perempuan, antara lain larangan tabarruj, menutup aurat
dengan kerudung, dan tidak telanjang di tempat umum. Para sarjana telah
menghasilkan berbagai interpretasi dari ayat-ayat ini karena sifat umum dari
tubuh mereka sebagai batas maksimal, tetapi dalam kondisi tertentu, seperti
dalam kegiatan sosial tidak diperbolehkan bagi mereka untuk menutupi wajah
9
Kementrian Agama RI, Al-qur’a>n Tajwid dan Terjemahnya Dilengkapi dengan Asbabun Nuzu>l
dan Hadi>th S{ahi>h, 353.
10
Muhammad Shahrur, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer terj. Sahiron Syamsuddin dan
Burhanuddin, 257.
5
dan telapak tangan, karena wajah merupakan ciri manusia. Jika seorang
wanita keluar dengan hanya menutup aurat atau hanya aurat yang merupakan
aurat kasar, maka hal itu dianggap telah melewati batas minimal Alla>h.
Begitu juga ketika mereka keluar tanpa memperlihatkan sedikit pun anggota
tubuh mereka, itu juga dianggap telah keluar dari batas maksimal Nabi
Muhammad.11
namun mereka berbeda pendapat tentang sejauh mana hal ini dapat diterima.
Hal ini dapat dipahami karena dipengaruhi oleh pendidikan keilmuan, kondisi
kedua telapak tangan, dan kedua telapak kaki. Tetapi jika yang dimaksud itu
anggota badan yang tampak karna tidak sengaja maka yang diinginkan oleh
11
Muhammad Shahrur, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer terj. Sahiron Syamsuddin dan
Burhanuddin 259.
12
Muhammad Shahrur, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer terj, 260.
6
melainkan sebagai ilmu dan contoh pemikiran yang menyimpang dari makna
al-Qur’a>n.
Shahrur telah banyak dibahas baik itu berupa jurnal, skripsi, artikel dan
sebagai berikut:
batas minimal dan maksimal, dengan membatasi pembahasan hanya pada alat
C. Rumusan Masalah
perspektif Shahrur
D. Tujuan Penelitian
ayat 31
E. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
8
2. Secara Praktis
F. Kerangka Teoritik
1. Aurat
Aurat merupakan kata serapan dari bahasa Arab yang berasal dari
ini juga bisa bermkna aib atau cela, juga bisa bermakna menimbun
dengan tanah hingga terhambat mata airnya. 13 Sesuai dengan ini dapat
diartikan bahwa aurat adalah sesuatu yang dapat ditutup agar tidak dilihat
yang bermakna jelek, buruk atau jahat. Kata saw’ah memiliki arti
min hasna’a ‘a>qimi>n (perempuan yang buruk rupa namun subur lebih
baik dari pada perempuan cantik tapi mandul). Secara konotatif, kata
saw’ah berarti aurat, yaitu bagian tubuh yang tidak boleh diperlihatkan.15
2. Muhammad Shahrur
13
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 984.
14
Fuad Mohd Fachruddin, Aurat dan Jilbab dalam Pandangan Mata Islam, (Jakarta: CV Pedoman
Ilmu Jaya, 1984), 10-11.
15
Muhammad Shahrur, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, Terj. Sahiron Syamsuddin dan
Burhanuddin, ((Yokyakarta: Elsaq Press), 484.
16
Ahmad Sharqawi> Ismai>l, Rekonstruksi Konsep Wahyu Muhammad Shahrur, (Yokyakarta:
Elsaq Press, 2003), 43.
10
Moskow, Uni Soviet untuk mempelajari teknik sipil, dan pada tahun
pada tahun 1965 Shahrur kembali ke Syiria dengan gelar sarjana teknik
Irlandia yang kemudian memperoleh gelar Magister pada tahun 1969 dan
G. Kajian Pustaka
mengenai batas aurat perempuan, sebenarnya telah banyak dikaji dan diteliti
17
M. Aunul Abied Shah, Isla>m Garda Depan: Mosaik Pemeikiran Isla>m Timur Tengah,
(Bandung: Mizan , 2000), 237.
11
buya Hamka dan Muhammad Shahrur)” yang ditulis oleh Teuku Bordan
tersebut. 18
Shihab dan Ahmad Mustafa al-Maraghi (surah al-A’raf: 26, al-Nu>r: 31,
ajaran al-Qu’an. sebab berdalih seni dan trend masakini. Pakaian bukan
Shahrur (Kajian atas Tafsir Q.S an-Nu>r Ayat 31). Yang ditulis oleh Octri
18
Teuku Bordan Toniadi, Batas Aurat Wanita (studi perbandingan pemikiran Buya Hamka dan
Muhammad Shahrur), Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry Darussalam Banda
Aceh 2017.
19
12
(Kajian Tafsir Ayat Pakaian Wanita Dalam al-Qu’a>n)” ditulis oleh Tri
Ushuluddin dan Studi Agama Uin Raden Intan Lampung 2022. Skripsi
5. Jurnal sosial, politik, kajian Islam dan Tafsir yang berjudul “kritik
tentang auat perempuan yang sudah pernah diteliti, namun mereka punya
fokus kajian masing-masing dan peneliti rasa belum ada yang secara spesifik
20
Octri Amelia Suryani, Konsep Aurat Perempuan Menurut Muhammad Shahrur (Kajian atas
Tafsir Q.S An-Nur Ayat 31), Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Peikiran Islam UIN Sunan Kalijaga
Yokakarta 2017.
21
Tri Arni Paramita, Pakaian Wanita Dalam Perspektif Muhammad Shahrur (Kajian Tafsir Ayat
Pakaian Wanita Dalam Al-Qur’an), Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Uin Raden
Intan Lampung 2022.
22
Mohammad Rasid Ridho, Kritik terhadap teori hudud Muhammad Shahrur dan implementasinya
dalam ayat-ayat hudud, Jurnal sosial, politik, kajian Islam dan Tafsir, Vol. 1, No. 2, Desember
2018.
13
wacana baru.
H. Metodologi Penelitian
agar penelitian ini menjadi lebih sistematis. Adapun dalam metode penelitian
terdiri dari tiga unsur yaitu: metode penelitian, pendekatan penelitian, dan
teori penelitian.
1. Model penelitian
2. Pendekatan Penelitian
kondisi sosial yang terjadi pada saat pernerimaan al-Qu’a>n pertama kali.
3. Sumber Data
data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yakni sumber
yang berkaitan dengan topik yang dibahas, seperti buku, tesis, disertasi,
artikel, atau publikasi ilmiah lainnya. Dalam penelitian ini, sumber data
yang jelas mengenai permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini, penulis
yang memiliki beberapa makna. pertama, kata tersebut dapat mengacu pada
arti tampak, lahir, atau muncul, yang mengindikasikan sesuatu yang dapat
terlihat atau diamati secara fisik. Dalam konteks menutup aurat, arti ini
menunjukkan bahwa aurat adalah bagian tubuh yang seharusnya tidak terbuka
atau terlihat oleh orang lain. Selain itu, kata aurat juga dapat memiliki makna
aib atau cela, yang menggambarkan sesuatu yang dianggap memalukan atau
tampilan yang dianggap tidak sopan. Dan juga dalam konteks yang berbeda,
kata aurat juga dapat merujuk pada menimbun tanah sehingga mata airnya
terhambat. Namun, dalam konteks menutup aurat, makna ini tidak relevan
dan tidak berkaitan dengan pengertian aurat sebagai bagian tubuh yang perlu
didefinisikan sebagai sesuatu yang perlu ditutup agar tidak terlihat atau
diamati oleh orang lain, dengan tujuan menjaga kehormatan dan kemuliaan
individu serta menjauhkan diri dari tampilam yang di anggap tidak sopan.25
24
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 984.
25
Fuad Mohd Fachruddin, Aurat dan Jilbab dalam Pandangan Mata Islam, (Jakarta: CV Pedoman
Ilmu Jaya, 1984), 10-11.
16
17
Dalam bahasa Arab aurat juga disebut as-saw’ah, yang memiliki akar
kata sa’a yasu’u saw’an yang berarti buruk atau jelek. Dalam kontek
penelitian ini, kata tersebut digunakan dalam konotasi yang merujuk pada
aurat, yaitu bagian tubuh yang seharusnya tidak boleh dilihat oleh orang lain.
bahwa aurat merupakan sesuatu yang dianggap buruk atau tidak pantas
min hasna’a ‘aqimi>n (perempuan yang buruk rupa tetapi subur lebih baik
menggambarkan sifat fisik yang dianggap buruk atau tidak menarik secara
dan aspek kehidupan yang lebih penting, seperti kesuburan dan keturunan.
Namun, penting untuk diingat bahwa penggunaan kata saw’ah dalam hadis
tersebut tidak secara langsung berkaitan dengan konsep aurat atau menutup
Jadi, kata saw’ah dalam konteks aurat menekankan pentingnya menjaga aurat
pemahaman bahwa aurat dianggap buruk atau tidak pantas untuk dilihat oleh
orang lain.26
26
Muhammad Shahrur, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, Terj. Sahiron Syamsuddin dan
Burhanuddin, ((Yokyakarta: Elsq Press), 484.
18
Didalam al-Qu’a>n kata aurat disebut sebanyak empat kali, dua kali
dalam bentuk mufrad dan dua kali dalam bentuk jama’. Berikut makna aurat
menyerang. Makna ini terdapat dalam surat al-Ahza>b ayat 13. Kedua, aurat
pandang akan membuat malu, atau dianggap buruk jika diperlihatkan. Makna
ini terdapat dalam surat al-Nu>r ayat 31 dan juga surat al-Nu>r ayat 58.27
dan kesucian diri serta melindungi dari fitnah dan godaan seksual. Dalam
agama Islam, aurat wanita mencakup bagian tubuh tertentu yang harus
ditutupi dengan pakaian yang longgar dan tidak transparan di hadapan orang-
orang yag bukan mahram. Prinsip ini bertujuan untuk memelihara moralitas
hadis mengandung petunjuk dan nasehat mengenai aurat, sopan santun, dan
etika berpakaian bagi umat Islam. Referensi sejarah mengenai aurat dalam
konteks kisah Nabi Adam adalah salah satu cara untuk menjelaskan bahwa
27
A. Halil T}ahir, Ijitihad Maqa>sidi> Rekonstruksi Hukum Islam Berbasis Interkoneksitas
Masalah, (Yokyakarta: LkiS, 2015), 146.
19
dari kesadaran dan pengertian akan kehormatan diri. Dalam Islam, dianggap
kesadaran akan hal tersebut menjadi bagian fitrah yang ada dalam diri
manusia.
َفَوْس َوَس ُهَلَم ا الَّش ْيٰطُن ِلُيْب ِدَي ُهَلَم ا َم ا وِٗرَي َعْنُه َم ا ِم ْن َس ْوٰء ِهِتَم ا َو َق اَل َم ا َنٰه ىُك َم ا
َرُّبُك َم ا َعْن ٰه ِذِه الَّش َج َرِة ِآاَّل َاْن َتُك ْو َنا َم َلَك ِنْي َاْو َتُك ْو َنا ِم َن اٰخْلِلِد ْين
“Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepada mereka agat
menampakan aurat mereka (yang selama ini tertutup). Dan (setan)
berkata, “Tuhanmu hanya melarang kamu berdua mendekati pohon
ini, agar kamu kamu berdua tidak menjadi malaikat atau menjadi
orang yang kekal (dalam surga).”
Pada ayat diatas Alla>h menggambarkan bagaimana setan
dengan berbagai tipu daya. Salah satu tipu daya tersebut adalah dengan
sebelumnya tertutup. Ayat ini menunjukkan bahwa sejak awal, Nabi Adam
dan Hawa memiliki kesadaran akan aurat mereka yang harus tetap tertutup,
dan mereka tidak melihat aurat satu sama lain sebelum terpengaruh oleh
setan. Setan menggoda mereka dengan memberikan janji palsu bahwa dengan
memakan buah dari pohon terlarang tersebut, mereka akan menjadi malaikat
terbuka.28
َفَد ّٰلى ا ِبُغ ٍۚر َلَّم ا َذاَقا الَّش َة َدْت ا ٰء ا َطِف َق ا ْخَيِص ٰفِن َل ِه ا ِم َّو ِق
َع ْي َم ْن َر َج َر َب ُهَلَم َسْو ُتُه َم َو ُه َم ُرْو َف
ا َّنِۗة
َجْل
“Dia (setan) membujuk mereka dengan tipu daya. Ketika mereka
mencicipi (buah) pohon itu, tampaklah oleh mereka auratnya, maka
mulailah mereka menutupinya dengan daun-daun surga.”
Dalam penggalan ayat diatas, Alla>h menggambarkan bahwa setelah
Nabi Adam dan Hawa memakan buah dari pohon terlarang, mereka
menyadari bahwa aurat mereka terbuka dan mereka merasa malu. Dalam
surga. Hal ini menunjukkan bahwa naluri rasa malu dan kesadaran akan
kebutuha n untuk menutup aurat telah ada pada manusia sejak awal.
Meskipun pada saat itu belum ada aturan atau petunjuk tentang pakaian atau
sebagai penutup aurat mereka. Tindakan mereka untuk menutup aurat dengan
berusaha menciptakan suatu penutup yang tebal agar aurat mereka tidak
dapat menyebakan rasa malu, bahkan jika tidak ada orang lain yang melihat
28
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Bandung: 2007), 159.
29
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Tematik…, 159.
21
menutup aurat merupakan bagian dari kesadaran dan naluri rasa malu yang
dimiliki manusia.
Dan dasar hukum aurat yang lain adalah surat al-Nu>r ayat 30-31,
Alla>h berfirman:
30
Kementrian Agama RI, al-qur’a>n Tajwi>d dan Terjemahnya Dilengkapi dengan Asbabun
Nuzul dan Hadith Sahih, 353.
22
tidak melihat hal-hal yang tidak senonoh atau melihat dengan penuh nafsu
bagian tubuh perempuan yang harus dijaga dengan menutupinya, baik dengan
pakaian atau dengan penutup yang sesuai. Ketiga, perempuan tidak boleh
termasuk perhiasan seperti emas, perak, atau perhiasan lainnya yang menarik
Ahzab:
pemakaian jilbab ini adalah agar mereka dapat dikenali sebagai perempuan
yang beriman dan agar terhindar dari gangguan atau pelecehan. Dalam
konteks ini, jilbab merujuk pada pakaian yang meliputi seluruh tubuh
perempuan, menutupi rambut, leher, dan dada, serta longgar sehingga tidak
َعْن َعاِئَشَة َرِض َي الَّلُه َعْنَه ا َأَّن َأَمْساَء ِبْنَت َأيِب َبْك ٍر َدَخ َلْت َعَلى َرُس وِل الَّلِه َص َّلى
ا وُل الَّل ِه َّلى الَّل َل ِه ِث ِه
ُه َع ْي َص الَّل ُه َعَلْي َوَس َّلَم َو َعَلْيَه ا َي اٌب ِرَق اٌق َف َأْع َرَض َعْنَه َرُس
َوَس َّل َو َق اَل َي ا َأَمْسا ِإَّن اْلَم ْرَأَة ِإَذا َبَلَغْت اْلَم ِح يَض ْمَل َتْص ُلْح َأْن ُي ى ِم ْنَه ا ِإاَّل
َر ُء َم
َه َذ ا َوَه َذ ا َوَأَش اَر ِإىَل َوْج ِه ِه َوَك َّف ْيه
“Dari Aisyah Rad}ialla>hu ‘anha bahwa sesungguhya Asma binti
Abu Bakar masuk kerumah Rasulullah dan ia memamaki baju
yang tipis, lalu Rasulullah berpaling padanya dan bersabda: wahai
Asma, jika seorang perempuan telah datang masa haidlnya ia
tidak dibenarkan menampakkan auratnya kecuali dan inisambil
menunjukkan kereng dan pergelangan tangannya.” (H.R. Abu
Daud)32
Hadis di atas memberikan pedoman bagi perempuan yang telah
mencapai masa dewasa dan mengalami haid untuk menutup aurat mereka.
32
Nuraini dan Dhianuddin, Islam dan Batas Aurat Wanita, (Yokyakarta: Kaukaba, 2013), 25.
33
Syekh Muhammad Nashiruddin Albani, Jilbab Wanita Muslimah, (Solo: At-Thibyan, 2016), 143.
24
laki yang bukan mahram. Namun, jika ada bagian yang terlihat tanpa
3. Pakaian harus tebal dan tidak transparan agar tujuan menutup aurat
berbusana adalah untuk menghindar godaan, dan ini hanya bisa tercapai
6. Tidak boleh meniru pakaian laki-laki atau perempuan kafir. Ini untuk
buruk.
menghindari riya.
tersebut, tanpa perlu menilai bentuk, jahitan, atau modelnya. Yang penting
pakaian harus menutupi aurat dan tidak di haramkan baik secara fisik mau
lainnya.34
disekitarnya.salah satu aspek yang diatur adalah terkait batasan aurat laki-laki
potensi fitnah atau godaan yang dapat menganggu ketentraman dan kesucian
antara individu.
satunya dalam hal batasan aurat wanita, walaupun para ulama sepakat
mengenai batasan-batasannya.
34
Shekh Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, Adab Berpakaian dan Berhias, (Jakarta:
Darussalam, 2006), 13.
26
aurat dan bagian tubuh yang boleh terlihat, terutama pada perempuan. Para
fuqaha memiliki pend apat berbeda dalam menentukan batasan aurat, baik
sahnya s}alat adalah menutup aurat, dan juga wajib menutup aurat diluar
dari area bawah pusar hingga bawah lutut. Menurut pandangan yang
sedang melakukan salah satu rukun shalat, baik itu bagian yang dianggap
berat seperti kemaluan depan dan belakang, atau yang dianggap ringan
seperti bagian aurat lainnya, maka s}alatnya danggap tidak sah. Mereka
shalat.36
35
Wahbah al-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie al-Kattani dkk, (Jakarta:
Gema Insani, 2010), jilid 1, 617.
36
Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam…, 618.
27
atara pusar dan lututnya, tetapi pusar dan lutut tidak dianggap sebagai
bagian tubuh yang terletak antara pusar dan lutut, tanpa memasukkan
pusar dan lutut itu sendiri sebagai bagian dari aurat. Selain itu, menurut
pandangan yang shahih adalah bahwa aurat laki-laki adalah bagian tubuh
antara pusar dan lutut, tetapi pusar dan lutut tidak termasuk bagian aurat.
berpendapat bahwa pusar dan luttu juga termasuk aurat laki-laki. Ketiga,
sebagai aurat. Kelima, pandangan yang lebih ketat, yaitu aurat laki-laki
sesuai dengan pandangan yang terdapat dalam kitab Imam Shafi’i adalah
bahwa aurat laki-laki terletak antara pusar dan lutut, sementara pusar dan
lutut tidak termasuk bagian dari aurat laki-laki. Lebih lanjut, disebutkan
menjadi batal.
wanita yang tidak boleh terlihat oleh laki-laki yang bukan mahram
ال:عن صفية بنت احلرث عن عائشة قال رسول اهلل صلى اهلل علي ه وسلم
)يقبل اهلل صالة حائض اال خبمار (رواه أبو داود
“Dari S}afiyah binti al-Haris dari Aishah, Rasulullah bersabda:
s}alat seorang perempuan yang telah memasuki masa haidnya
tidak akan diterima kecuali dengan memakai kerudung.” (HR.
Abu Daud)
Dalam hadis ini, dengan jelas disampaikan bahwa
عن ام سلمه أ هنا سألت النيب صلى اهلل علي ه وسلم أن تصلي املرأة يف درع
اذا كان الدرع سابغا يعطي ظهور قدميها (رواه:ومخار ليس عليها ازار؟ قال
)أبو داود
“Dari Ummu Salamah bahwa ia telah bertanya kepada Nabi
apakah seorang perempuan diperbolehkan untuk shalat hanya
dengan mengenakan hijab kepala tanpa mengenakan kain
sarung? Nabi menjawab: selama baju yang dikenakan itu cukup
panjang untuk menutupi bagian atas telapak kaki”. (HR. Abu
Daud).
Dari hadis ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi
auratnya saat melaksakan shalat, dan prinsip ini sama dengan yang
diterapkan saat berada dalam ihram haji dan umrah. Jika perempuan
حدثنا امسا عيل بن ابرهيم عن هبز بن حكيم عن أبيه عن جده قال قلت
يا رسول اهلل عوراتنا ما نأيت منها وما نذر قال أحفظ عورتك اال من
زوجتك أوما ملكت ميينك قلت فاذا أكان القوم بعضهم يف بعض قال ان
استطعت أن اليراها أحد فال يراها قلت أرايت ان كان أحد نا خاليا قال
.)فا هلل تبارك وتعاىل أحق أن يستحيا (رواه أمحد
“Isma’il bin Ibrahim menceriakan bahwa Bahz bin Hakim,
dari Ayahnya, yang juga menceritakan dari kakeknya, pernah
bertanya kepada Rasulullah, Dimana seharusnya kami
menutup aurat kami dan dimana kami boleh melepaskannya?
31
seseorang berada dalam situasi di mana tidak ada orang lain yang
rambut dan kaki boleh, namun dengan batasan yang bervariasi sesuai
32
telapak kaki.38
tubuh yang biasa terlihat di rumah, seperti kepala, tangan, dan kaki.
37
Isnawati, Aurat Wanita Muslimah, (Jakarta: Rumah Fiqh Publishing, 2020), 18.
38
Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala Madhahibi al-Arba‘ah, 335.
33
privasinya.
seperti kedua telapak kaki, kedua telapak tangan, dan leher, atau
ini dianut oleh beberapa ulama, seperti imam Malik dan Imam
dalam bertransaksi dan interaksi sosial. Oleh karena itu, larangan ini
tertentu.
wajah dan telapak tangan. Ada pandangan lain, seperti dari madhhab
40
Imam Zaki al-Barudi, Tafsir Wanita, (Jakarta: Pustaka al-Kauthar, 2007), 580.
41
Imam Zaki al-Barudi, Tafsir Wanita, 202.
BAB III
Damaskus, Syria. Pada 11 April 1938. Ayahnya bernama Deyb Ibn Deyb
Shahrur dan ibunya adalah Siddiqah Binti Salih Filyun. Karir akademiknya
dari tahun 1959 hingga berhasil meraih gelar Diploma pada tahun 1964.
setelah kejadian “Perang Juni” antara Shria dan Israel sehingga kesempatan
36
37
Pada taun 1969, Shahrur meraih gelar Magister. Dan pada tahun 1972,
yang kuat, pada tahun yang sama, Univertas Damaskus secara resmi
menjadi dasar bagi Shahrur dalam membaca dan menafsiran ayat-ayat al-
Qu’a>n.
Qu’a>n, ilmu sosial, politik, serta teknik sipil dan arsitektur. Berikut adalah
42
Muhyar Fanani, Fiqih Madani: Konstruksi Hukum Islam di Dunia Modern (Yokyakarta: Lkis,
2009), 32.
38
Buku ini adalah karya pertama Shahrur, terdiri dari 822 halaman dan
dicetak pada tahun 1990, dan kemudian dicetak ulang pada tahun 1992.
Eickleman mencatat bahwa pada tahun 1993, buku ini berhasil terjual
1994. Buku ini terdiri dari sembilan pembahasan dengan 375 halaman.
Dalam buku ini membahas isu-isu sosial dan politik yang terkait dengan
jihad. Semua ini selalu dihubungkan dengan kerangka teoritis yang telah
diajukan dalam bukunya yang pertama, dan konsep-konsep ini akan terus
kesimpulan baru yang berbeda dari pandangan ulama terdahulu. Buku ini
terdiri dari 401 halaman yang terbagi menjadi dua bagian. Yang pertama
43
M. In’am Esha, “M. Shahrur; Teori Batas” Pemikiran Islam Kontemporer (Yokyakarta: Jendela,
2003), 295.
39
hrur yang tgeas dan jelas mengenai aspek politik dalam Islam.
Buku ini ditulis pada tahun 2000, memiliki 383 halaman yang
kembali fiqih Islam Klasik dengan fokus pada isu kesetaraan gender.
sepenuhnya terselesaikan hingga saat ini.44 Dalam buku ini, Shahrur juga
fiqih, yang disebut sebagai teori limit (hudud). Pendekatan baru dalam
fiqih ini didasarkan pada pemahaman bahwa ajaran Nabi setelah Nabi
perempuan dalam ayat 31 surat al-Nu>r, mari kita hubungkan juga dengan
ayat 30 surat al-Nu>r yang ada sebelumnya. Kedua ayat ini memiliki
keterkaitan yang sangat erat dan berperan penting dalam membentuk batas-
ُق ْل ِّلْلُم ْؤ ِمِنَنْي َيُغُّض ْواِم ْن َأْبصاِرِه ْم وحيفظوا ُفُرْوَجُه ْم َذِل َك َأْزَك ى ُهَلْم ِاَّن الَّل َه َخ ِبْيٌرَمِبا
َيْص َنُعْو َن
“Siapa yang berbuat demikian dengan cara melanggar aturan dan
berbuat zalim kelak Kami masukkan dia ke dalam neraka. Yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
Dan surat al-Nu>r ayat 31:
yang berlaku secara umum tanpa membedakan antara mukmin laki-laki dan
kata ارهمXXوا من أبصXX يغضdalam ayat ini, dimana ada unsur “min”yang
mengindikasikan “sebagian dari suatu hal” atau merujuk pada “sebagian dari
situasi. Dalam ayat tersebut juga menggunakan kata غض yang dalam
bahasa Arab memiliki arti “tindakan yang lemah lembut” dan tidak
dan lemah lembut. Seperti dalam kalimat غصن غض yang merujuk pada
mengubah desain pakaian yang biasa dipakainya dan ia tidak ingin orang lain
sekelompok orang melihatnya, akan muncul perasaan tidak enak dalam hati.
Sama halnya dialami oleh seorang perempuan yang merasa tidak nyaman
ketika bagian tubuhnya dilihat oleh orang lain, meskipun yang melihatnya
juga perempuan. Ini adalah situasi yang ingin Alla>h sampaikan, yakni agar
tidak dilihat. Saat ini, hal ini dikenal sebagai etika sosial yang baik, yang
menuntut kita seolah-olah tidak mengetahui saat sengaja atau tidak sengaja
melihat wilayah tersebut. Inilah makna dari kata غض. Shahrur juga sepakat
45
Muhammad Shahrur, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, 512.
42
situasi sesuai dengan ajaran kitab Alla>h. Pertama, menjaga diri dari
perbuatan zina dan segala bentuk hubungan seksual yang tidak sesuai dengan
ini dijelaskan dalam surat al-Nu>r ayat 30. “memandang” (al-bas}ar) adalah
tanpa perlu ada tindakan memandang secara langsung. Oleh sebab itu Shahrur
dalam berpakaian.47 Kemudian, Alla>h menutup ayat dengan kalimat اّن هّللا
sun’u dalam ayat tersebut merujuk pada “hasil dari pekerjaan”, seperti dalam
ayat: wayasna’ul fulk yang berarti “...dan dia membuat perahu” (Q.S. Hud
[11]:38). Atau dapat pula mengacu pada “hasil pendidikan”, seperti dalam
surat Taha ayat 39 waltusna’a ‘ala ‘aini yang artinya “...supaya kamu diasuh
tersebut, Alla>h tidak menggunakan gaya bahasa yang kasar dan membatasi,
46
Muhammad Shahrur, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, 513.
47
Muhammad Shahrur, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer,519.
43
tetapi memilih gaya bahasa yang bersifat mendidik. Gaya bahasa ini dianggap
dan menjaga kemurnian. Shahrur juga menjelaskan bahwa dalam ayat dari
kewajiban.48
dua bagian. Pertama, bagian tubuh yang terbuka secara alami (qism az} z}ahir
bi al-khalq), seperti kepala, perut, punggung, kedua kaki, dan kedua tangan.
perut, kepala, punggung, kedua tangan, dan kedua kaki. Pandangan ini
Kedua, bagian tubuh yang tidak terlihat secara alami, yang telah
yang berlubang atau bercelah. Kata al-jayb berasal dari kata ja-ya-ba, seperti
saku baju. Istilah al-jayb memiliki makna ganda, mengacu pada lubang pada
suatu benda dan juga pada dialog tanya jawab dalam bahasa Arab. Dalam
pada dua bagian antara payudara, bagian bawah ketiak, area genital dan
pantat. Semua bagian ini, menurut pandangan Shahrur, adalah batas minimal
yang telah disebutkan dalam surat al-Nu>r ayat 31, bagian-bagian tersebut
termasuk perhiasan yang terlihat dan tidak wajib ditutupi. Karena itulah
Alla>h berfirman: ... ( َوْلَيْض ِرْبَن ُخِبُم ِرِه َّن َعلَى ُج ُيْو ِهِبَّنhendaklah mereka mengulurkan
kata kha-ma-ra yang artinya adalah menutup. Istilah al-khimar tidak hanya
terbatas pada arti penutup kepala, tetapi mencakup segala bentuk penutup,
baik itu untuk kepala atau bagian tubuh lainnya. Oleh karena itu, Alla>h
tubuh mereka yang termasuk al-juyub. Ini merujuk pada bagian-bagian yang
bagian tersebut.49
laki-laki dan perempuan merupakan bagian yang paling menonjol secara fisik
dan memiliki peran penting sebagai ciri khas manusia. Beberapa bagian dari
49
Muhammad Shahrur, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, 516.
45
al-juyub ini disebut secara eksplisit oleh Alla>h seperti dalam firman-Nya:
pandangannya, tidak ada indikasi baik secara tegas maupun tersirat yang
Dalam ayat tersebut Shahrur melihat ada aspek signifikan saat membicarakan
Rasul.
dibalik hijab. Alla>h telah menjelaskan bahwa aturan ini tidak berlaku untuk
perlu mengikuti ketentuan khusus yang hanya berlaku bagi isteri-isteri Nabi
dengan ketat, terutama dalam interaksi sosial. Jika tetap ingin mencontoh
ini tidak berkaitan dengan perhiasan yang tersembunyi atau yang tampak
serta lingkungan, namun tidak berkaitan dengan cara berbicara melalui hijab.
47
Adapun ayat yang juga termasuk penafsiran Shahrur yaitu surat al-
atau pakaian untuk berintraksi sosial, yang disebut dengan jilbab. Istilah
jilbab berasal dari kata Arab jalaba yang memiliki dua makna pokok:
pertama, membawa sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain, dan kedua,
seuatu yang menutupi dan melindungi yang lain. Istilah al-jalabah merujuk
pada sepotong kain yang digunakan untuk menutup luka agar tidak semakin
parah sebelum berkembang menjadi luka bernanah. Kain medis yang diolesi
obat juga digunakan untuk melindungi dari kotoran luar. Dari makna ini, lahir
istilh al-jilbab yang merujuk pada pakaian luar sebagai bentuk perlindungan,
seperti celana panjang, baju, seragam resmi, mantel, dan sejenisnya. Semua
tersebut terdapat dua alasan utama, yaitu untuk pengenalan dan adanya
dan bukan sebagai penetapan hukum. Oleh karena itu, perempuan mukminat
sosial sesuai dengan norma yang berlaku, sehingga ia tidak menjadi objek
sindiran dan gangguan dari orang lain. Jika tidak melakukannya, bisa jadi ia
akan mengalami gangguan dalam interaksi sosial. Dalam situasi ini, hukuman
perempuan hanya menutup bagian intim (aurat berat) dan membiarkan bagian
yang lain dari tubuhnya terbuka di depan orang lain. Jika situasi ini terjadi
karena kelalaian atau keadaan terpaksa, maka tidak ada yang dianggap
50
Muhammad Shahrur, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer 532.
BAB IV
ANALISIS PENAFSIRAN SHAHRUR TENTANG AURAT
Qu’a>n tetap relevan dan kontekstual selama berada dalam batas hukum
Alla>h.
yang terdiri dari batas bawah (al-hadd al-adna) dan batas atas (al-hadd al-
a’la). Kontribusi dari teori ini, seperti yang disebutkan dalam buku
limit untuk membuka ruang baru dalam interpretasi ayat-ayat hukum yang
sama halnya dengan tindakan yang melampaui batas maksimal. Jika batas-
49
50
esensi teori ini, Shahrur menggunakan analogi bermain bola, di mana para
mengelola bola mereka selama tetap berada dalam ruang dan batas lapangan
Qu’a>n dengan mengacu pada konteks saat ini. Pendekatan diperlukan agar
tentang batasan aurat bisa bervariasi karena Ipengaruhi oleh latar belakang
untuk memahami teks keagamaan, terutama dalam memahami arti dari firman
Alla>h: ....منها اّال ما ظهر.... “kecuali yang (biasa) tampak dari padanya”
51
penentuan bagian tubuh mana yang termasuk aurat pada wanita. Beberapa
tangan tidak termasuk aurat. Penda pat ini didukung oleh mayoritas ulama,
seperti Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Aisyah, Imam Malik, dan Imam Shafi’i. dalil
.. وليضربن خبمرهن على جيوهبن.… وال يضربن بأرجلهن ليعلم ما خيفني من زينتهن
kedua kaki tidak termasuk aurat. Pendapat ini di anut beberapa ulama, seperti
Sufyan al-Tsauri, Abu Abbas, dan Imam Abu Hanifah. Argumen yang
aktivitas.
termasuk aurat. Ini merupakan pendapat dari Imam Ahmad bin Hambal dalam
satu riwayat, juga diperkuat oleh pandangan Daud al-Z{ahiri. Dalil yang
Fadl bin al-Abbas dari seorang wanita cantik dan setelah itu, tidak pernah
51
Kementrian Agama RI, Al-qur’an Tajwid dan Terjemahnya Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul
dan Hadis Shahih.
53
penting diingat bahwa sebelumnya ulama telah mengakui bahwa adat istiadat
dan budaya masyarakat dapat dijadikan pijakan hukum selama sesuai dengan
wajah dan kedua telapak tangan tidk termasuk dalam bagian aurat, sehingga
tidak diharamkan untuk dilihat dalam keadaan terbuka, kecuali jika hal itu
menambahkan bahwa kedua telapak kaki juga termasuk aurat. Pandangan ini
merujuk pada para sahabat, seperti Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan Aisyah.
tangan dianggap wajar, dan tidak ayat atau hadis yang membatalkan hukum
dan tidak resmi di tempat umum. Ini mencerminkan kebebasan dan peran
mencakup semua bagian tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan. 52 al-
yang biasa terlihat dengan perhiasannya, yaitu wajah dan kedua telapak
tangan.53 Sementara itu, Hamka menyatakan aurat sebagai bagian tubuh yang
tidak boleh ditampakkan kecuali yang terlihat secara nyata, seperti wajah dan
telapak tangan. Pendapat semua mufassir tersebut diperkuat oleh Imam Malik
dan Imam Shafi’i yang berdasarkan pada pendapat para sahabat dan tabi’in,
dalam situasi tersebut aspek wajah dan telapak tangan dikecualikan dari
al-Nu>r ayat 31 mencakup wajah dan kedua telapak tangan. Ia merujuk pada
haji menggunakan sarung tangan dan cadar. Jika wajah dan telapak tangan
untuk menentukan aurat wanita, yakni mencakup bagian al-juyub, dan hadis
yang menyatakan bahwa hanya wajah dan kedua telapak tangan yang boleh
sejalan dengan pandangan mayoritas ulama yang berasal dari berbagai bidang
keilmuan. Meskipun mayoritas ulama juga mengambil dasar dari hadis untuk
dan kedua telapak tangan dianggap hanya sebagai penjelasan ulang terhadap
redaksi al-Qu’a>n yang dianggap masih bersifat umum. Selain itu, hadis yang
digunakan Shahrur dalam pendapatnya tidak diakui oleh ulama. Oleh karena
itu, dalam konteks ini, Shahrur dianggap hanya memanipulasi dalil tanpa
54
Abdul Karim Zaidan, Ensiklopedia Hukum Wanita dan Keluarga (Jakarta: Robbani Press,
1997), 243.
56
A. Kesimpulan
Bagian pertama mencakup area terbuka secara alami, seperti perut, punngung
dua kaki, kepala, dan dua lengan, sesuai dengan surat al-Nu>r ayat 31. Dalam
dengan nroma masyarakat mulai dari batas minimal hingga batas maksimal
yang hanya menampilkan wajah dan dua telapak tangan, tanpa menimbulkan
gangguan sosial.
B. Saran
57
58
bukanlah ketentuan hukum Alla>h yang tegas dan pasti. Dapat diakatakan
dengan tepat bahwa masalah batas aurat perempuan termasuk dalam ranah
Fachruddin, Fuad Mohd. Aurat dan Jilbab dalam Pandangan Mata Islam.
Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1984.
Fanani, Muhyar. Fiqih Madani: Konstruksi Hukum Islam di Dunia Modern.
Yokyakarta: Lkis, 2009.
59
60
Zuhaili, Wahbah . Fiqih Islam Wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie al-Kattani dkk.
Jakarta: Gema Insani, 2010.
61
LAMPIRAN
62
63