A. Pendahuluan
abad 21 datang ditandai dengan perubahan yang sangat signifikan dalam
tatanan kehidupan umat manusia, perubahan ini merupakan akibat ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih, segala apapun yang terjadi di
dunia begitu cepatnya menyebar ke seluruh pelosok. Begitu mudahnya untuk
mendapatkan informasi dengan ditemukannya alat-alat canggih yang dapat dibeli
oleh siapa saja dengan harga yang relative terjangkau.
Kenyataan tersebut ternyata berdampak kurang baik (dengan tidak
menafikan dampak baiknya) bagi kehidupan manusia, khususnya umat islam,
dengan menyebarnya alat-alat elektronik di setiap rumah banyak hal negative juga
yang ikut tersebar dan mempengaruhi kehidupan social masyarakat.
Dunia pendidikan pun mau tak mau harus menerima perkembangan
zaman dan kemajuan teknologi yang sebagian besar bersumber dari negara-negara
barat seperti: televisi, handphone, computer, projector dan lain-lain, tidak terkecuali
pendidikan Islam yang tidak bisa lepas dari bias fenomena ini, karena tidak mungkin
pendidikan Islam hanya disampaikan melalui cara-cara tradisional seperti ceramah
dalam menyampaikan materi. Tetapi haruslah pendidikan yang berbasis teknologi
dan sesuai dengan kebutuhan serta kemampuan peserta didik dalam
penyampaiannya seperti dengan menggunakan LCD, laboratorium bahasa,
praktikum dan video.
Walaupun demikian umat Islam harus bisa membentengi pendidikan Islam
itu sendiri. apabila tidak bisa melakukannya maka yang akan terjadi adalah
pendidikan Islam akan melenceng dari ajaran-ajaran Islam.
Ketika perjalanan hidup tidak lepas dari teknologi yang berjalan cepat
dihadapan umat Islam maka tidak seharusnya mereka hanya menyibukkan dirinya
dengan kehidupan yang berbau teknologi tetapi yang harus mereka lakukan yaitu
1
Oleh: Mantazakka, B.Sh
1
memanfaatkan tekhnologi ini untuk mempermudah aktivitas dan ibadah demi
mendapat kebahagiaan dunia akhirat.
2 http://kbbi.web.id/didik
3 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Karya,1987), hlm. 11.
4 http://kbbi.web.id/Islam
5 Zakiyah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), Cet. 4,hlm. 86.
2
Menurut Ahmadi PAI merupakan usaha yang lebih khusus ditekankan
untuk mengembangkan fitrah keberagamaan agar lebih mampu memahami,
menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam6.
Dalam peraktek sehari-hari orang sering kali mencampur adukan antara
pengertian “pengajaran” dan “pendidikan” atau “mengajar” dan “mendidik” agama.
Sebenarnya keduanya memiliki pengertian yang berbeda, walaupun terdapat
hubungan yang erat.
Menurut Sardiman (1987:52) kalau dilihat dari asal katanya, antara
mengajar dan mendidik memiliki arti yang sedikit berbeda. Mengajar itu cenderung
kepada penanaman atau penyampaian pengetahuan kepada anak didik, sedangkan
mendidik cenderung sebagai upaya pembinaan pribadi, sikap mental dan akhlak
anak didik.
Dengan demikian pengajaran agama hanya berorientasi pada penanaman
ilmu pengertian agama, bukan jadi orang yang taat beragama. Sedangkan kalau
pendidikan agama, orientasinya adalah pembentukan pribadi muslim yang taat,
berilmu pengetahuan dan beramal shalih (Zuhaerini, 1987:27).
Adapun rumusan pengertian Pendidikan Agama Islam menurut Zuhaerini
(1987:27) adalah usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu
anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam.
Sedangkan menurut rumusan Dirjen Kelembagaan Agama Islam7
Pendidikan Agama Islam diartikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan siswa
dalam menyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk
menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam
masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Jadi kesimpulannya Pendidikan
Agama Islam adalah usaha sadar dari pendidikan terhadap perkembangan fisik dan
psikis anak didik sesuai dengan ajaran Islam menuju terbentuknya kepribadian
Muslim yang utuh.
6
Ahmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Adyka, 1992), hlm.20.
7
Depag,1994:1
3
Atau dengan bahasa lain Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar
dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati, hingga mengimani, ajaran agama islam, dibarengi dengan tuntunan
untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan
antar ummat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa8
C. Era Globalisasi
Menurut kamus besar bahasa Indonesia kata “Globalisasi” berarti proses
masuknya ke ruang lingkup dunia9, sedang menurut Wikipedia10 “Globalisasi”
adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan
dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Kemajuan
infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan
Internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling
ketergantungan (interdependensi) aktivitas ekonomi dan budaya.
Setiap manusia tidak bisa terhindar dari arus globalisasi ini, kecuali dia
tidak menjalin kontak dengan orang lain, tidak melihat acara-acara di televisi, tidak
mendengarkan radio, dan dia hidup dengan apa adanya. Namun, hanya segelintir
manusia bisa melakukan hal seperti itu karena manusia mempunyai sifat makhluk
sosial yaitu selalu membutuhkan orang lain.
Perkembangan zaman mengakibatkan gaya hidup manusia menjadi
berubah yang semula mereka saling membutuhkan menjadi bersikap individualis
dan tak peduli dengan orang lain, yang semula masih terjaga moralnya menjadi
hancur moralnya karena pengaruh tontonan televise yang sudah sangat jauh dari
kaedah ketimuran atau bahkan keislaman. Globalisasi selain menghadirkan dampak
‘positif’ untuk hidup mudah, nyaman, murah, indah, maju. juga mendatangkan
dampak ‘negatif’ yaitu menimbulkan keresahan, penderitaan dan penyesatan.
Bagi masyarakat, Globalisasi merupakan sebuah fenomena yang banyak
menimbulkan dampak negatif yang di bawa oleh negara-negara Barat (terutama
8
kurikulum PAI, 3: 2002
9
http://kbbi.web.id/globalisasi
10
http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi
4
Amerika Serikat) dengan tujuan agar masyarakat mengikuti cara hidup di negara
mereka.
D. Pembahasan
Pendidikan Agama Islam di era Globalisasi
Azyumardi Azra mengatakan “pendidikan Islam merupakan pendidikan
manusia seutuhnya, akal dan ketrampilan dengan tujuan menyiapkan manusia
untuk menjalani hidup dengan lebih baik11. Namun hal itu tidak berjalan dengan
lurus, karena pendidikan Islam dipengaruhi oleh arus globalisasi yang terjadi saat
ini. Globalisasi merupakan ancaman besar bagi pendidikan Islam untuk
mempertahankan nilai-nilai agama yang murni.
“Perubahan dalam bidang pendidikan meliputi isi pendidikan,
metode pendidikan, media pendidikan, dan lain sebagainya. salah satu aspek
yang amat besar pengaruhnya adalah kurikulum.12”
Kurikulum bersifat fleksibel sehingga bisa menerima perubahan-
perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Namun mengakibatkan para guru
kebingungan dalam menyampaikan materi. Hal ini tidak dirasakan guru saja tapi
juga dialami para peserta didik. Terutama mereka yang berada pada tingkat TK
(taman kanak-kanak). Mereka yang seharusnya masih bermain dan bernyanyi
sesuai dengan alam mereka malah dituntut untuk bisa membaca dan menulis, yang
bahkan anak tingkat SD pun masih dalam proses belajar, ini berlaku juga di TK
Islam.
Dalam salahsatu hadits disebutkan “الناس على قدْر عقو ِلهم
َ ِ ُأ ُ ِم ْرنا أن ن.”13
كلّ َم
Kami diperintahkan untuk berbicara kepada manusia sesuai dengan kemampuan
mereka”
Hal ini sesungguhnya juga diterapkan dalam hal pendidikan,
bagaimana mungkin anak kelas TK cara berfikirnya masih sangat konkret dituntut
11
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. 1995. Pendidikan, Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium
Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. hlm. 5.
12 Prof. Dr. A. Haidar Putra Daulay, MA. 2009. Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:
6
Rosulullah SAW طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة 14 yang artinya menuntut ilmu itu
merupakan kewajiban bagi orang muslim baik itu laki-laki ataupun perempuan.
Maka jika demikian dapatlah dikatakan bahwa menuntut ilmu matematika
dasar itu hukumnya wajib bagi seorang muslim, demikian juga ilmu pengetahuan alam,
ilmu pengetahuan social, ekonomi, geografi dan cabang ilmu pengetahuan lainnya,
adapun yang hukumnya Fardhu Kifayah itu mendalami cabang-cabang ilmu
pengetahuan umum tersebut.
14
1543 رقم، البيهقى فى شعب اإليمان
15
QS. Al Baqoroh: 30
7
memakmurkan dunia, bukan pemimpin yang korup dan otoriter serta tidak berpihak
kepada kepentingan agamanya.
Pendidikan Islam di zaman ini menghadapi tantangan-tantangan yang
serius untuk tetap eksis di dunia pendidikan. Adapun tantangannya adalah sebagai
berikut: “Pertama, orientasi dan tujuan pendidikan. Kedua, pengelolaan (manajemen)
sistem manajemen ini yang akan mempengaruhi dan mewarnai keputusan dan
kebijakan yang diterapkan dalam sebuah lembaga pendidikan. Ketiga, hasil (out put).
Bagaimana produk yang dihasilkan dari sebuah lembaga pendidikan bisa dilihat dari
kualitas luaran (out putnya)16
Dalam pandangan Haidar Putra Daulay menjelaskan “tantangan
globalisasi bagi pendidikan Islam yaitu masalah kualitas. era global adalah era pesaing
bebas. Maka akan terjadi pertukaran antar negara baik resmi maupun tidak 17.
pertukaran manusia, barang, jasa, teknologi dan lain-lain adalah hal yang dipersaingan
dalam era global ini. Untuk itu perlu dibentuk manusia yang unggul jadi kualitas SDM
sangat penting untuk menentukan kualitas lembaga pendidikan, negara dan agama.
Selain tantangan kualitas juga tantangan moral era globalisasi banyak
membawa dampak negatif generasi muda sekarang sudah terpengaruh dengan
pergaulan yang global. Hal-hal yang tidak semestinya dilakukan oleh generasi muda
seperti minum miras, menggunakan narkoba, melakukan seks bebas malahan menjadi
kebiasaan bagi mereka. moral mereka bisa dikatakan seperti moral syaitan. Mereka
hanya mengikuti hawa nafsu belaka tanpa memikirkan akibatnya. Berkenaan itu maka
pendidikan Islam harus semakin diefektifkan dengan berbagaia metode baik itu di
lingkungan lembaga pendidikan Islam atau lembaga pendidikan umum.
Dr. A. Qodri Azizi menyatakan “pada prinsipnya globalisasi mengadu pada
perkembangan-perkembangan yang cepat dalam teknologi, komunikasi, transformasi
dan informasi yang bisa membawa bagian-bagian dunia yang jauh menjadi mudah
untuk dijangkau18”.
16
Prof. Dr. A. Haidar Putra Daulay, MA. 2009. Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta. hlm.104-105
17
Ibid hal 20
18
Dr. A. Qodri Azizy, MA. 2003. Melawan Globalisasi: Interpresi Agama Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. hlm. 19.
8
Dari perkembangan yang cepat di berbagai bidang inilah, pendidikan
Islam bisa berpeluang besar untuk menyebarkan ajaran Islam dengan cepat pula.
Menurut tim penyusun IAIN Sunan Ampel19, agar Islam dapat berarti bagi masyarakat
global maka Islam diharapkan tampil dengan nuansa sebagai berikut:
Pertama, menampilkan Islam yang lebih ramah dan sejuk, sekaligus
menjadi pelipur lara bagi kegerahan hidup modern.
Kedua, menghadirkan Islam yang toleran terhadap manusia secara
keseluruhan agama apapun yang dianutnya
Ketiga, menampilkan visi Islam yang dinamis, kreatif, dan inovatif.
Keempat, menampilkan Islam yang mampu mengembangkan etos kerja,
etos politik, etos ekonomi, etos ilmu pengetahuan dan etos pembangunan.
Kelima, menampilkan revivalitas Islam dalam bentuk intensifikasi
keislaman lebih berorientasi ke dalam (in mard ariented) yaitu membangun
kesalehan, intrinsik dan esoteris daripada intersifikasi ke luar (out wad oriented)
yang lebih bersifat ekstrinsik dan eksoteris, yakni kesalehan formalitas.
Untuk terciptanya hal tersebut maka diperlukan pendidikan islam yang
komprehensif dan sesuai yang dapat mengantarkan pribadi muslim kepada tujuan akhir
pendidikan yang ingin dicapai.
Diantara langkah yang mungkin dapat ditempuh untuk mencapai tujuan
tersebut adalah:
a. Fokus untuk membangun karakter sejak dini.
yaitu dengan memberikan contoh dan membiasakan melakukan
ibadah/ hal-hal yang bernilai kebaikan/ moral selama peserta didik
mengikuti pendidikan sehingga terbentuk karakter unggulan yang
diinginkan, seperti jujur, tertib, mengucapkan salam, berjalan yang
rapi, kebersihan diri dan lingkungan serta lainnya.
hal ini merupakan inti ajaran islam itu sendiri sejalan dengan
salahsatu hadits Rosulullah SAW:
20
إنما بعثت ألتمم صالح األخالق
19
Tim Penyusun. 2009. Pengantar Studi Islam. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press. hlm. 236-237.
20
7608 شعب اإليمان رقم،البيهقي
9
“sesungguhnya tidaklah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan
akhlak manusia”.
Lingkungan pendidikan dijadikan wadah pembentukan karakter
idaman karena sesungguhnya pendidikan karakter itu dilakukan
dengan pembiasaan bukan dengan drill hapalan, pelaksanaannya pun
melibatkan seluruh pihak yang berada di lingkungan pendidikan maka
karakter yang diterapkan akan terjaga dan dapat dipantau dengan
lebih baik.
Terkait dengan pembentukan karakter maka pengajaran materi
praktikum dalam agama pun seyogyanya dilakukan dengan praktek
seperti ketika mengajarkan wudhu, akan kelihatan bedanya
pengajaran yang dilakukan dengan men-drill materi tersebut sehingga
peserta didik hapal dan pengajaran yang dilakukan dengan praktek
berwudhu itu sendiri dan diulangi secara rutin ketika waktu sholat tiba,
begitu juga dengan pengajaran Sholat, Doa dan Dzikir akan jauh
menempel pada peserta didik pengajaran yang dilakukan dengan
pemberian contoh, praktek dan pembiasaan.
Dalam literature agama sendiri disebutkan bahwa Rosulullah
mengajarkan tatacara beribadah dengan memberikan contoh dan
meminta para sahabat melakukan sesuai dengan apa yang dilakukan
oleh beliau, sebagaimana disebutkan dalam hadit tentang Sholat:
21
صلّوا كما رأيتموني أصلّي
“sholatlah kalian seperti kalian melihat aku sholat”
Di dalam hadit lain tentang Haji disebutkan:
خذوا عنّي مناسككم
“ambillah contoh dari manasik yang telah aku lakukan”
b. Meng-orientasi-kan pendidikan pada pentingnya proses bukan hasil
saja.
Dengan melakukan pembiasaan diharapkan pendidik dan orangtua
lebih fokus kepada proses yang dengan proses yang baik tentu
21
7246 صحيح بخاري الحديث رقم،البخاري
10
hasilnya juga akan baik. Karena pendidikan bukanlah proyek sehari
jadi tapi lebih kepada investasi yang akan dinikmati hasilnya setelah
beberapa waktu.
c. Meng-integrasi-kan nilai moral ke semua cabang ilmu.
Dengan tidak memilah antara ilmu agama dan ilmu umum maka
merupakan suatu keniscayaan bahwa dari setiap ilmu yang dipelajari
akan menuntun sang penuntu ilmu kepada tuhannya yaitu dengan
menonjolkan pembangunan karakter yang didapat setelah mempelajari
cabang suatu ilmu tertentu.
Ambil contoh misalnya ilmu pengetahuan alam akan menuntun
seseorang untuk dekat kepada tuhannya karena setelah mempelajari
ilmu tersebut ia akan faham betapa detail dan sempurnanya ciptaan
sang Pencipta.
Sama halnya dengan ilmu Matematika, setelah menghitung angka
dan memformulasikannya akan difahami bahwa dengan mengetahui
banyak angkan dan formulanya tetap saja tidak mampu menghitung
betapa banyak pasir di lautan atau bintang di angkasa atau bahkan
nikmat yang telah diberikan kepada manusi. Begitu juga dengan ilmu-
ilmu lainnya.
d. Memanfaatkan kemajuan tekhnologi untuk menunjang pembelajaran.
Dampak dari globalisasi adalah berkembangnya tekhnologi dengan
sangat pesat, tidak ada yang luput dari perkembangan tersebut, dari
yang tinggal di desa sampai kota menikmati perkembangan ini
sehingga menjadi suatu keniscayaan pendidikan islam juga harus
memposisikan diri sehingga tidak tersisih oleh kemajuan tekhnologi.
Diantaranya dengan memanfaatkan kemajuan tekhnologi sebagai
wasilah untuk mempermudah pendidikan islam seperti penggunaan
video dalam sosialisasi pelajaran Wudhu, menampilkan slide dengan
gambar bergerak dalam pengajaran bahasa arab dan memanfaatkan
permainan anak-anak ketika mengajarkan hafalan Qur’an.
11
E. Kesimpulan:
Dari pembahasan yang telah lalu dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
Daftar Pustaka
12
Departemen Agama RI, Qur’an dan Terjemahnya, Pustaka Agung Harapan
http://kbbi.web.id
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Karya,1987)
Zakiyah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), Cet. 4.
http://id.wikipedia.org
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. 1995. Pendidikan, Islam, Tradisi dan Modernisasi
Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Prof. Dr. A. Haidar Putra Daulay, MA. 2009. Pemberdayaan Pendidikan Islam di
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Ismail as Syafii al Ajluni, Kasyf Al Khafa wa Muzil Al Ilbas, ebook PDF dari www.al-
mostafa.com
Abu Bakar Ahmad bin Husai Al Baihaqy, Aljami Li Syuab Al Iman, maktabah Rusyd,
Saudi Arabia
Dr. A. Qodri Azizy, MA. 2003. Melawan Globalisasi: Interpresi Agama Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tim Penyusun. 2009. Pengantar Studi Islam. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al bukhori, 2002, Shohih Bukhori, Dar Ibn Katsir,
Damaskus dan Beirut.
13