Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam, suatu pendidikan yang melatih perasaan murid-murid
dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan
pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali
oleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam (Syed Sajjad Husain dan
Syed Ali Ashraf, 1986 : 2), atau "Pendidikan Islam mengantarkan manusia pada
perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah
[Abdurrahman an-Nahlawi, 1995 : 26]. Pendidikan Islam bukan sekedar "transfer
of knowledge" ataupun "transfer of training", tetapi lebih merupakan suatu sistem
yang ditata di atas pondasi keimanan dan kesalehan; suatu sistem yang terkait
secara langsung dengan Tuhan (Roehan Achwan, 1991 : 50). Pendidikan Islam
suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai
atau sejalan dengan nilai-nilai Islam.

Dari pengertian di atas, pendidikan merupakan sistem untuk


meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan. Dalam
sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak
menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatan kualitasnya.
Pendidikan dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi menunjang
perannya di masa datang. Upaya pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa
memiliki hubungan yang signifikan dengan rekayasa bangsa tersebut di masa
mendatang. Dengan demikian, "pendidikan merupakan sarana terbaik untuk
menciptakan suatu generasi baru pemuda-pemudi yang tidak akan kehilangan
ikatan dengan tradisi mereka sendiri tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh
secara intelektual atau terbelakang dalam pendidikan mereka atau tidak menyadari
adanya perkembangan-perkembangan disetiap cabang pengetahuan manusia"
(Conference Book, London,1978 : 15-17).
Keluarga didefinisikan sebagai unit masyarakat terkecil yang terdiri atas
ayah, ibu dan anak. Setiap komponen dalam keluarga memiliki peranan penting.

1
Dalam ajaran agama Islam, anak adalah amanat Allah. Amanat wajib
dipertanggungjawabkan. Jelas, tanggung jawab orang tua terhadap anak tidaklah
kecil. Secara umum inti tanggung jawab itu adalah menyelenggarakan pendidikan
bagi anak-anak dalam rumah tangga. Allah memerintahkan :

‫يياَ أييييهاَ الذذيين آيمننوُا قنوُا أينَمينفيسنكمم يوأيمهلذيِنكمم ينَاَررا‬


Artinya: “Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksaan neraka”. (Q.S. At-
Tahriim: 6)
Kewajiban itu dapat dilaksanakan dengan mudah dan wajar karena orang
tua memang mencintai anaknya. Ini merupakan sifat manusia yang dibawanya
sejak lahir. Manusia diciptakan manusia mempunyai sifat mencintai anaknya.

َ‫الميماَنل يوالمبْييننوُين ذزينيةن امليييِاَذة اليدنَميييِا‬


Artinya: “Harta dan anak-anak merupakan perhiasan kehidupan dunia”. (Al-
Kahfi ayat 46).
Pendidikan anak di jaman kesejagatan dan modern ini tidaklah mudah.
Di satu sisi jaman ini memberikan berbagai banyak kemajuan teknologi yang
memungkinkan anak-anak kita memperoleh fasilitas yang serba “canggih” dan
“wah”. Anak-anak sekarang sejak dini sudah mengenal HP, camera, dan berbagai
peralatan yang amat jauh dengan jaman “ aku si anak singkong”. Kemajuan yang
demikian cepat juga ditengarai membawa dampak negatif seperti tersedianya
informasi negatif melalui media masa dengan teknologi yang sulit untuk
dihindari. Misalnya: porno, kekerasan, konsumerisme, takhayul, klenik dan
kemusyrikan melalui berbagai media informasi seperti internet, handphone,
majalah, televisi dan juga vcd.
Berbagai kenyataan modernitas dan ketersediaan tersebut faktanya tidak
sulit bahkan setiap hari disediakan baik oleh keluarga, masyarakat dan juga dunia
informasi. Maraknya dunia periklanan memaksa informasi beredar lebih mudah,
lebih seronok dan juga lebih merangsang rasa ingin tahu, rasa ingin mencoba
sebagai akibat “rayuan maut” publikasi yang memang dirancang secara apik oleh
para ahli komunikasi dengan biaya yang mahal dan dengan dampak meluas dan

2
mendalam. Dapat dikatakan informasi-informasi tersebut dapat lebih cepat hadir
daripada sarapan pagi kita, atau lebih cepat disantap daripada nasehat orang tua.
Informasi tersebut masuk melalui jendela-jendela ICT (information
communication technology).
Banyak orang entah karena kesibukan atau karena salah menafsirkan
tentang pendidikan sehingga Orang tua sering melimpahkan tanggung jawab
mendidik pada sekolahn yang notabene tugas tersebut terlimpahkan oleh seorang
Guru.
Dalam hal pendidikan sebenarnya tidak semua dibebankan pada Guru di
sekolah, karena Keluarga dilihat dari perspektif pendidikan merupakan lembaga
pendidikan yang pertama dan utama dalam kehidupan manusia, kedua orang tua
berperan sebagai gurunya dan anaknya berperan sebagai muridnya. Semua
mengetahui bahwa pendidikan itu sangat penting, agar akhlak, prilaku, sifat, dan
pikiran menjadi lebih baik.
Dalam Islam pun pendidikan di Keluarga juga telah diterangkan dalam
ayat-ayat Al-Qur’an yang merupakan pedoman bagi Kaum Islam yang di
dalamnya tiada keragu-raguan sedikitpun karena merupakan Kalam Illahii Allah
SWT. Rabbul ‘Izzati wa Rabbul ‘Alamin.
Al-Qur’an telah menjelaskan bagaimana cara mendidik Keluarga, agar
tercipta keluarga yang benar-benar aman damai dan tentram serta sesuai dengan
tuntunan dan petunjuk dari Allah SWT. Sehingga kita dan keluarga kita selamat
dari siksa dan Azab Allah yang Maha Pedih.
Dari objek permasalahan di atas pemakalah mencoba untuk menjelaskan
bagaiman konsep pendidikan dalam Keluarga dan peran Keluarga dalam mendidik
sebagaimana yang telah disebutkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang tak lain dan
tak bukan merupakan pedoman kita umat Islam sehingga kita tak menjadi orang-
orang yang sesat. Karena pada zaman sekarang ini, tanggung jawab tersebut
menjadi semakin penting mengingat banyaknya sendi kehidupan sosial yang
melenceng dari tujuan pendidikan, khususnya tujuan pendidikan Islam, baik itu
pengaruh dari media masa, tayangan radio atau televisi atau tempat-tempat yang
dilegalisasi untuk pelecehan seksual. Jika peran orang tua tidak siaga dan

3
waspada, berarti mereka telah menyerahkan putra-putrinya pada genggaman setan
dan pengikutnya.

B. Rumusan Masalah
1. Konsep Pendidikan Islam.
2. Konsep Islam Tentang Lingkungan Keluarga.
3. Konsep Pendidikan dalam Keluarga.
4. Peran Keluarga dalam Pendidikan Islam.
5. Konsep Pendidikan Keluarga dalam Hadits.

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk mengetahui Konsep Pendidikan dalam Keluarga.
2. Mengerti dan memahami Peran Keluarga dalam Pendidikan Islam
sebagaimana di sebutkan dalam Ayat-ayat Al-Qur’an.
3. Memenuhi tugas makalah Sirah Tarbawi.

BAB II
PEMBAHASAN

4
A. Konsep Pendidikan Islam
Sebelum membahas tentang pendidikan Islam, terlebih dahulu
membahas apa itu pendidikan? Menurut M.J. Langeveld; “Pendidikan merupakan
upaya manusia dewasa membimbing yang belum kepada kedewasaan.” Ahmad
D.Marimba, merumuskan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara
sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik
menuju terbentuknya keperibadian yang utama (Ahmad D. Marimba, 1974, h. 20).
Demikian dua pengertian pendidikan dari sekian banyak pengertian
yang diketahui. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2
Tahun 1989, “pendidikan dirumuskan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi
perannya di masa yang akang datang”. Sedangkan, “pendidikan dalam pengertian
yang luas adalah meliputi perbuatan atau semua usaha generasi tua untuk
mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta
keterampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka
agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah
(Zuhairini, dkk, 1995, h. 2).
Secara etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab
“Tarbiyah” dengan kata kerjanya “Robba” yang berarti mengasuh, mendidik,
memelihara. (Zakiyah Drajat, 1996: 25)
Menurut pendapat ahli, Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntutan
di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan adalah menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia
dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya (Hasbullah,2001: 4).
Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan
anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah
kedewasaan (Ngalim Purwanto, 1995:11). HM. Arifin menyatakan, pendidikan
secara teoritis mengandung pengertian “memberi makan” kepada jiwa anak didik

5
sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan
menumbuhkan kemampuan dasar manusia.(HM.Arifin, 2003: 22)
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab
1 pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara (UU Sisdiknas No. 20, 2003).
Pendidikan memang sangat berguna bagi setiap individu. Jadi,
pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar yang membiasakan warga
masyarakat sedini mungkin menggali, memahami, dan mengamalkan semua nilai
yang disepa kati sebagai nilai terpuji dan dikehendaki, serta berguna bagi
kehidupan dan perkembangan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara.
Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu
al-Tarbiyah (pengetahuan tentang ar-rabb), al-Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas,
komitmen tinggi dalam mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung
tinggi nilai-nilai ilmiah), al-Ta’dib (integrasi ilmu dan amal). (Hasan Langgulung:
1988).
1. Istilah al-Tarbiyah
Kata Tarbiyah berasal dari kata dasar “rabba” (َّ‫)رربَبى‬, yurabbi (َّ‫)ييررببى‬
menjadi “tarbiyah” yang mengandung arti memelihara, membesarkan dan
mendidik. Dalam statusnya sebagai khalifah berarti manusia hidup di alam
mendapat kuasa dari Allah untuk mewakili dan sekaligus sebagai pelaksana
dari peran dan fungsi Allah di alam. Dengan demikian manusia sebagai bagian
dari alam memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang bersama alam
lingkungannya. Tetapi sebagai khalifah Allah maka manusia mempunyai tugas
untuk memadukan pertumbuhan dan perkembangannya bersama dengan alam
(Zuhairini, 1995:121).

2. Istilah al-Ta’lim

6
Secara etimologi, ta’lim berkonotasi pembelajaran, yaitu semacam
proses transfer ilmu pengetahuan. Hakekat ilmu pengetahuan bersumber dari
Allah SWT. Adapun proses pembelajaran (ta’lim) secara simbolis dinyatakan
dalam informasi al-Qur’an ketika penciptaan Adam as oleh Allah SWT, ia
menerima pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan langsung dari
penciptanya. Proses pembelajaran ini disajikan dengan menggunakan konsep
ta’lim yang sekaligus menjelaskan hubungan antara pengetahuan Adam as
dengan Tuhannya.
3. Istilah al-Ta’dib
Menurut al-Attas, istilah yang paling tepat untuk menunjukkan
pendidikan Islam adalah al-Ta’dib, konsep ini didasarkan pada hadits Nabi:

{‫اذلد بيذ من يربب فيأيمحيسين تييأمذديمذ مب }رواه العسكرى عن على‬


Artinya : “Tuhan telah mendidikku, maka ia sempurnakan pendidikanku”
(HR. al-Askary dari Ali r.a).
Al-Ta’dib berarti pengenalan dan pengetahuan secara berangsur-angsur
ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang
tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini
pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan
pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya.
Pendidikan Islam menurut Zakiah Drajat merupakan pendidikan yang
lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud
dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain
yang bersifat teoritis dan praktis (Zakiah Drajat, 1996: 25).
Dari bahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam
adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat
mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam.

B. Konsep Islam tentang Lingkungan Keluarga

7
Bagi kebanyakan anak, lingkungan keluarga merupakan lingkungan
pengaruh inti, setelah itu sekolah dan kemudian masyarakat. Keluarga dipandang
sebagai lingkungan dini yang dibangun oleh orangtua dan orang-orang terdekat.
Dalam bentuknya keluarga selalu memiliki kekhasan. Setiap keluarga selalu
berbeda dengan keluarga lainnya. Ia dinamis dan memiliki sejarah “perjuangan,
nilai-nilai, kebiasaan” yang turun temurun mempengaruhi secara akulturatif (tidak
tersadari). Sebagaian ahli menyebutnya dbahwa Pengaruh keluarga amat besar
dalam pembentukan pondasi kepribadian anak. Keluarga yang gagal membentuk
kepribadian anak biasanya adalah keluarga yang penuh konflik, tidak bahagia,
tidak solid antara nilai dan praktek, serta tidak kuat terhadap nilai-nilai baru yang
rusak.
Lingkungan kedua adalah lingkungan masyarakat, atau lingkungan
pergaulan anak. Biasanya adalah teman-teman sebaya di lingkungan terdekat.
Secara umum anak-anak Indonesia merupakan anak “kampung” yang selalu
punya “konco dolanan”. Berbeda dengan anak kota yang sudah sejak dini terasing
dari pergaulana karena berada di lingkungan kompleks yang individualistik.
Secara umum masyarakat Jawa hidup dalam norma masyarakat yang
relatif masih baik, meskipun pergeseran-pergeserannya ke arah rapuh semakin
kuat. Lingkungan buruk yang sering terjadi di sekitar anak, misalnya: kelompok
pengangguran, judi yang di”terima”, perkataan jorok dan kasar, “yang-yangan”
remaja yang dianggap lumrah, dan dunia hiburan yang tidak mendidik.
Sebenarnya masih banyak pengaruh positif yang dapat diserap oleh
anak-anak kita di wilayah budaya masyarakat Jawa, seperti: tutur kata bahasa
Jawa yang kromo inggil ataupun berbagai peraturan hidup yang tumbuh di dalam
budaya Jawa. Masalahnya adalah bagaiamana mengelaborasi nilai-nilai tersebut
agar cocok dengan nilai-nilai modernitas dan Islam.
Namun pada masa kini pengaruh sesungguhnya mana yang buruk dan
bukan menjadi serba relatif dan kadang tidak dapat dirunut lagi. Banyak anak
yang mengalami kesulitan menghadapi anak bukan karena keluarga mereka tidak
memberikan kebiasaan yang baik. Demikian juga banyak anak yang tetap dapat
menjadi baik justru tumbuh di keluarga yang kurang baik.

8
Meskipun demikian secara umum berdasarkan penelitian, bahwa anak-
anak akan selalu menyalahkan kondisi keluarga manakala mereka menghadapi
masalah apa saja, apakah karena keluarganya telah melakukan yang benar apalagi
kalau buruk.

C. Konsep Pendidikan dalam Keluarga


Usaha Pendidikan keluarga perlu adanya pengenalan terhadap agama
secara ketat terhadap diri anak, agar anak mempunyai pribadi yang baik yang
sesuai dengan agama, yang semua itu dapat dimulai dengan mendidik anak pada
waktu masih kecil melalui pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya bersama
keluarganya yang berperan sebagai pendidik. Sebagaimana yang diungkapkan
oleh Zakiyah Daradjat dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama bahwa, “ Perkembangan
Agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang
dilaluinya, terutama pada masa-masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) dari
umur 0-12 tahun” ( Zakia Dradjat, 1991:74).
Dengan demikian, jelaslah bahwa pendidikan keluarga (informal) sangat
diperlukan dalam membina kepribadian anak terutama pribadi muslim. Karena
pendidikan tersebut dilakukan dalam keluarga, maka orang tualah yang
bertanggung jawab dalam pendidikan anaknya demi tercapainya pribadi anak
yang kuat.
Karena Pendidikan adalah mengusahakan supaya lebih baik, untuk itu para
pembina (Orang tua, Guru dan Keluarga) harus mencari cara yang tepat untuk
melaksanakan aktifitas tersebut. Oleh karena keluarga khususnya orang tua
mempunyai peranan yang sangat penting dalam membina kepribadian anaknya
dan mempunyai kedudukan sebagai pendidik yang pertama dan utama dalam
kehidupan anaknya, maka kepribadian orang tua seperti sikap dan cara hidup
mereka itu merupakan unsur-unsur pendidikan secara tidak langsung akan tumbuh
dan berkembang dalam diri anak baik dari segi jasmani maupun rohani
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996: 134).
Anak merupakan rahmat dari Allah SWT, kepada orang tuanya yang harus
disyukuri, dididik dan dibina agar menjadi orang yang baik, berkepribadian yang
kuat dan berakhlak terpuji, merupakan keinginan setiap keluarga terutama orang

9
tua dan semua guru. Sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits Nabi yang
berbunyi sebagai berikut:
‫ )رواه‬.‫ممما مممن مولممود ال يولممد علممى الفطممرة فممابواه يهممودانه او ينص مرانه او يمجسممانه‬

(‫مسلم‬
Artinya: “Tidak seorang anak dilahirkan kecuali dalam keadaan suci, maka
kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi atau Nasrani atau
Majusi” (HR. Muslim) (Imam Muslim, Juz II: 458).
Dari Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di atas
dapat di tarik kesimpulan bahwa, seluruh anak yang dilahirkan ke dunia, itu dalam
keadaan suci tiada berdosa dan tiada hukum yang terkait dengannya hingga dia
beranjak baligh (dewasa), di situ anak biasanya mengikuti orang tua, misalnya
orang tua beragama Kristen, Hindu, Budha, Islam atau Komunis sekalipun akan
menurun pada anak-anaknya, seperti pepatah Bahasa Indonesia mengatakan: “Air
Cucuran Atap Jatuhnya Kepelimbahan Juga, Sifat Orang tua Biasanya Menurun
pada Anak-anaknya. Kecuali mereka yang mendapatkan Hidayah dari Allah SWT.
dan mereka yang benar-benar mencari kebenaran yang sejati (Agama Islam).
Dengan demikian jelaslah bahwa konsep pendidikan dalam keluarga yang
pertama adalah, membentuk pribadi anak dan selalu mengikuti perkembangan
anak, karena anak adalah generasi penerus yang akan membawa keluarga tahap
berikutnya. Anak yang terdidik baik tentu akan membawa kebaikan pula bagi
keluarganya, begitupun sebaliknya.

D. Peran Keluarga dalam Pendidikan Islam.


Dalam Islam, keluarga dikenal dengan istilah usrah, nasl, ‘ali, dan nasb
(Abdul Mujib, 2008:226). Lingkungan keluarga adalah lingkungan pendidikan
yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama mendapatkan
pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya atau anggota keluarganya. Di dalam
keluarga inilah tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak didik pada usia
yang masih muda, karena pada usia ini anak akan lebih peka terhadap pengaruh
dari pendidikannya (orang tua dan anggota yang lainnya) (Zuhairini dkk,
2008:177).

10
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan pengertian orang
tua, menurut penafsiran Muhammad Quraisy Shihab menguraikan definisi orang

tua diantaranya ialah: Al-Walidain. Kata ini adalah bentuk dual dari kata ‫الوالممد‬
(al-Walid) yang biasa diterjemahkan Bapak/ Ayah. Ada juga kata lain yang

menunjukkan kepada Ayah/ Bapak, yaitu kata ﴿‫ ﴾اب‬Bapak/ ayah dan ﴿‫﴾ام‬
Ummi/ Ibu. Akan tetapi sepanjang penelusuran, kata Waalid digunakan secara

khusus kepada Ayh/ Bapak biologis (kandung), demikian pula kata ‫ الوالدات‬untuk
makna Ibu kandung. Berbeda halnya dengan kata Abb dan Umm yang digunakan
baik untuk ayah dan Ibu kandung maupun bukan, seperti Contoh Firman Allah
SWT (M. Quraish, Sihab, 2002:437):

﴾233﴿ ....... ‫ضلعون أولودلودتهنن وحلولوليلن كاولملوليلن‬


‫ت يمر ل‬ ‫ل‬
‫ووا لدولدد ت ت ل‬
Artinya: “Para Ibu hendaknya menyusui Anak-anaknya selama dua tahun
penuh,...” (Q. S. Al-Baqarah: 233)
Orang tua adalah orang yang paling bertanggungjawab dalam suatu
keluarga atau rumah tangga, yang dalam kehidupan sehari-hari lazim disebut
dengan ibu bapak. Mereka inilah yang berperan dalam kelangsungan suatu rumah
tangga. Sedang anak-anaknya atau semua orang yang berada dibawah pengawasan
maupun bimbingan dan asuhannya disebut sebagai anggota keluarga (Ahmad,
Nurwadjah, 2007:176)

Dalam Al-Qur’an surat At-Tahrim ayat 6, Allah SWT Berfirman:

‫س ووا للحجماوورةت وعلوليهماو وملأئلوكمة‬ ‫ل‬ ‫نل‬


‫ديأييهاو الذيلون داومتنوال تقوال أونلمتف و‬
‫ستكلم وو أولهلليتكلم نوارا ووقتملوتدهاو النما ت‬
.﴾6﴿ ‫صلوون الو ماأ أوومورتهلم وويوملفوعلتلوون ماو يتملؤ ومترلوون‬
‫ليوملع ت‬ ‫لغلو ة‬
‫ظ لشداوةد و‬

11
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman..! peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.
Penjaganya Malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan”. (Q. S. At-Tahrim: 6)
Pada ayat tersebut dalam Tafsir Al-Maraghi terdapat kata (Qu
anfusakum) yang artinya jadilah dirimu pelindung dari api neraka dengan
meninggalkan maksiat-maksiat (Ahmad Mustafa al-Maraghi, 1993:259), (wa
ahlikum), maksudnya yaitu membawa keluargamu kepada hal itu dengan nasihat
dan pelajaran. Kemudian (al-waqud) maksudnya adalah kayu bakar. Sedangkan
(al-hijarah) adalah batu berhala yang biasa disembah. (Malaikatun) dalam ayat
tersebut yaitu para penjaga neraka yang sembilan belas orang.Sedangkan
(ghiladzun) maksudnya adalah kesat hati dan tidak mau mengasihi apabila mereka
dimintai belas kasihan. Dan (syidadun) artinya kuat badan (Ibid : 260).
Sedangkan dalam Tafsir Fi Dzilalil Qur’an mengatakan: Sesungguhnya
beban tanggung jawab seorang mukmin dalam dirinya dan keluarganya
merupakan beban yang sangat berat dan menakutkan (Sayyid Quthb, 2004:338).
Sebab neraka telah menantinya di sana, dia beserta keluarganya terancam
dengannya. Maka merupakan kewajibannya membentengi dirinya dan
keluarganya dari neraka ini yang selalu mengintai dan menantinya, sesungguhnya
dia adalah neraka dan api yang menyala-nyala serta membakar hangus.
“Hai orang-orang yang beriman!! peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”.
Manusia di dalam neraka itu sama persis dengan batu, dalam nilai batu
yang murah dan rendah, dan dalam kondisi batu yang terabaikan tanpa
penghargaan dan perhatian sama sekali. Alangkah sadis dan panasnya api neraka
yang dinyalakan bersama dengan batu-batu! alangkah pedihnya azab yang
dihimpun dengan kerasnya sengatan kehinaan dan kerendahan! setiap yang ada di
dalamnya dan setiap yang berhubungan dengannya sangat seram dan menakutkan.
“Penjaganya Malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan.”

12
Diantara karakter mereka (Malaikat Penjaga Neraka) adalah ketaatan
mutlak terhadap perintah Allah atas mereka. Dan diantara karakter mereka adalah
mampu melaksanakan segala yang diperintahkan kepada mereka oleh Allah.
Mereka dengan segala tabiat bengis, kejam dan keras, mereka diserahkan tugas
untuk melaksanakan azab neraka yang keras dan kejam. Maka hendaklah setiap
mukmin melindungi dirinya dan keluarganya dari azab neraka ini.

Mengenai Firman Alllah SWT. ﴿ ‫نوارا‬ ‫ستكلم وو أولهللليتكلم‬


‫“ ﴾تقوال أونلمتف و‬peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api Neraka,” Mujahid mengatakan: “Bertakwalah
kepada Allah dan berpesanlah kepada keluarga kalian untuk bertakwa kepada
Allah.” Sedangkan Qatadah mengemukakan: Yakni, hendaklah engkau menyuruh
mereka berbuat taat kepada Allah dan mencegah mereka durhaka kepada Naya.
Dan hendaklah engkau menjalankan perintah allah kepada mereka dan
perintahkan mereka untuk menjalankannya, serta membantu mereka dalam
menjalankannya. Jika engkau melihat mereka berbuat maksiat kepada Allah,
peringatkan dan cegahlah mereka.”
Demikian pula yang dikemukakan oleh Adh-Dahhak dan Muqatil ibn
Hayyan, merka mengatakan: “setiap muslim berkewajiban mengajari keluaranya,
termasuk kerabat dan budaknya, berbagi hal berkenaan dengan hal-hal yang
diwajibkan Allah SWT kepada mereka dan apa yang dilarang-Nya.”
‫وا ل ل‬
Firman-Nya lebih lanjut, ﴿‫حج م ماوورةت‬ ‫س‬
‫و‬ ‫“ ﴾ووقتم م ملو تده م ماو النم مما ت‬yang bahan

bakarnya adalah maanusia dan batu.” Kata ‫ ووقتملوتد‬berarti bahan bakarnya adalah

tubuh umat manusia yang dilempar kedalamnya (Neraka). ‫ووا للحجاوورةت‬ “dan batu,”

ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata itu adalah patung yang
dijadikan sembahan. Hal itu didasarkan pada Firman Allah SWT:
‫ل ل‬ ‫ل‬
.﴾98﴿ ‫ب وجوهنوم أونلمتتلم ولهاو دولرتدلوون‬ ‫إلنتكلم ووماو توملعبتتدلوون ملن تدلون ال وح و‬
‫ص ت‬
Artinya: “Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah adalah
umpan Jahanam, kamu pasti masuk kedalamnya.”

13
Dan Firman Allah SWT selanjutnya, ‫﴾وعلوليه م ماو وملَئلوك م مة لغلو ة‬
﴿‫ط لشم ممداوةد‬
“Penjaganya Malaikat-Malaikat yang kasar, yang keras.” Maksudnya karakter
mereka sangat kasar, di hatinya telah dihilangkan rasa belas kasih terhadap orang-

orang yang kafir kepada Allah SWT. ‫“ لشممداوةد‬yang keras,” maksudnya, susunan
tubuh mereka sangat keras, tebal dan penampilannya menakutkan.

Firman-Nya lebih lanjut, ﴿‫صمون الم مماو أوومورتهملم وويتملفوعلتملوون مماو يتملؤومترلوون‬
‫﴾لو يوملع ت‬
“yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” Maksudnya, apapun
yang diperintahkan Allah kepada mereka, mereka segera melaksanakannya, tidak
meninggalkan meski hanya sekejap mata dan mereka mampu mengerjakannya,
tidak ada kelemahan apapun pada mereka untuk melaksanakan perintah tersebut.
Mereka itulah Malaikat Zabaniyah- semoga Allah SWT melindungi kita semua
dari mereka (Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, 2000:751).
Ada tiga Aspek orang tua dalam mendidik anak-anaknya antara lain aspek
Akidah, syari’at dan akhlak sebagaimana tuntunan tersebut terdapat pada Ayat-
ayat dalam Al-Qur'an di sini Pemakalah mengambilkan contoh dari Surat Al-
Luqman: 13-19.
1. Akidah
Aspek aqa’id (akidah) ini menyangkut masalah keimanan kepada Allah,
ketika disebut iman kepada Allah, hal ini sudah mencakup iman kepada malaikat,
kitab-kitab-Nya, para Nabi, hari kiamat, qodlo’ dan qodar Allah.
Pemakalah akan memberikan contoh beberapa ayat dalam aspek akidah.
Allah telah berfirman dalam surah Al-Luqman antar lain pada ayat 13 dan 16:
 Q. S. Al-Luqman: 13;
‫كككك ب إببٱلل نههه إ إ ن‬
‫ن‬ ‫ي لل ت ت كككش‬
‫رإ‬ ‫ن ل إٱكبن إهإۦ ولهتببول ي لعإظ ت ت‬
‫هببۥ ي يلب تن لبب ن‬ ‫م ت‬ ‫ولإ إكذ لقا ل‬
‫ل ل تكق لي‬
١٣ ٞ‫ظيم‬ ‫م عل إ‬ ‫ك ل لظ كتل م‬‫شكر ل‬‫ٱل ش‬
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan

14
Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman
yang besar”
Dalam tafsiran ayat di atas pertama-tama Luqman berpesan agar anaknya
menyembah Allah SWT, tiada sekutu bagi Nya kemudian dia mewanti-wanti
anaknya bahwa “sesungguhnya mempersekutukan Allah itu benar-benar
merupakan kezaliman yang besar”. Syirik merupakan perbuatan terzalim di antara
kezaliman.
 Q. S. Al-Luqman: 16
ِ‫صخرخررةة أررو ففخي‬
‫حنبةٖ بمرن رخخررردلَٖ فرتريكخن ففخيِ ر‬ ‫ل ل‬ ‫قا ل‬‫مكث ل‬ ‫ي إ إن نلها إإن ت ل ت‬
‫ك إ‬ ‫ي يلب تن ل ن‬
‫لي إفبَن ٱبَلر لرفطيِ ف‬
١٦ ٞ‫ف رخفبيِر‬ ‫ض يررأ ف‬
‫ت بفرهاَ ٱ بَ ل‬ ‫ر‬
‫ت أررو ففيِ ٱلررر ف‬‫ٱلبَسورمورو ف‬
Artinya: “(Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu
perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau
di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).
Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui”.
Kemudian Luqman menjelaskan sebagaimana yang termaktub dalam Al-
Qur'an surah Al-Luqman: 16: “Hai anakku, sesungguhnya walaupun ia seberat
biji sawi (jika kezaliman atau kesalahan seberat biji sawi), niscaya Allah akan
membalasnya pada hari kiamat”. Jika yang seberat biji sawi itu kebaikan maka
dibalas kebaikan pula dan bila berupa keburukan maka dibalas dengan keburukan
juga. Penggalan ini seperti firman Allah, “Barangsiapa yang mengerjakan
kebaikan seberat dzarrahpun niscaya dia akan melihat (balasan) nya Dan
barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan) nya pula”. (Az-Zalzalah: 7-8) walaupun zarah itu samar dan
tersembunyi di pelataran langit dan bumi, niscaya akan ditampilkan oleh Dzat
yang Maha Mengetahui. Karena itu Allah Berfirman: “Sesungguhnya Allah Maha
Halus lagi Maha Mengetahui”. Yakni, Maha Halus pengetahuan-Nya atas
berbagai perkara yang lembut dan halus dan Maha Mengetahui terhadap segala
sesuatu, termasuk pada sayap nyamuk di malam gulita. Segala makhluk, baik
yang nampak manusia maupun tidak, semuanya dapat diketahui oleh Allah SWT
(Muhammad Nasib Ar-Rifa’I, 2000: 789-792.

15
Dari penjelasan Surat Al-Luqman ayat 13 dan 16 di atas adalah penting
sekali para orang tua menanamkan Akidah pada anak-anaknya agar anak-anak
mereka mengenal Allah SWT. semenjak dini. Dengan demikian anak tidak akan
tersesat kepada jalan kedzaliman dengan menyembah selain Allah dan diperbudak
Harta sehingga lupa akan tanggung jawab pada Allah yang Maha Mengetahui.
2. Syari’at
Kedua, Aspek Syari’ah, yakni suatu sistem Ilahi yang mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan
manusia dengan alam, aspek syari’ah ini termaktub dalam ayat 14, 15, dan 17.
 Q. S. Al-Luqman: 14-15
‫ل‬ ‫ووصكينا ٱكلإنسن بول إدكيه حمل كلت ت‬
‫نٖه روفف و ر‬
‫صخخخليهۥُي‬ ‫ى ول ككك ك‬ ‫هۥ ولكهننا ع لل ي‬
‫م ت‬
‫هأ م‬ ‫ل ل ن ل إ يل ل إ يل ل إ ل ل ت‬
‫ك رعلرخخ و ىىَّ رأن‬ ‫يِ ٱرلرم ف‬
‫ روفإن ورجهرخخرداَ ر‬١٤ ‫صخخيِير‬ ‫ففيِ رعاَرمريِفن أرفن ٱرشيكرر فليِ رولفورولفردري ر‬
َ‫ك إفلرخخ ب‬
َ‫صاَفحربهيرماَ ففخخيِ ٱلخخددرنريِاَ رمرعيروفٗٗٗاا‬
‫م فررل تيفطرعهيرمااَ رو ر‬ ٞ ‫ك بففهۦِ فعرل‬ ‫س لر ر‬ ‫تيرشفر ر‬
‫ك فبيِ رماَ لرريِ ر‬
١٥ ‫يِ رمررفجيعيك رم فرأ ينرببئييكم بفرماَ يكنُتي رم تررعرميلورن‬ َ‫ب إفلر ل ب‬
َ‫يِ ثيبَم إفلر ب‬ ‫روٱتبَبفرع رسفبيِرل رمرن أررناَ ر‬
Arinya: 14. “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu”.
15. “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan
Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan
baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan”.
Dalam surah ini ayat 14-15 Allah berfirman: “Dan kami perintahkan
kepada Manusia agar berbuat baik kepada kedua Orang Tuanya. Ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang teramat sangat dan menyapihnya
dalam dua tahun”. Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT. “Hendaknya para
Ibu menyusui anaknya dua tahun penuh, bagi siapa yang hendak

16
menyempurnakan penyusuan.” (Al-Baqarah: 233) dari ayat ini Ibnu Abbas
menyimpulkan bahwa, masa minimal kehamilan ialah enam bulan, sebab dalam
ayat lain Allah berfirman, “mengandung dan menyapihnya adalah 30 bulan.”
Allah menceritakan bahwa perawatan Ibu, keletihan dan kesulitannya terjadi siang
dan malam selama bulan-bulan tersebut dimaksudkan agar anak senantiasa
teringat akan kebaikan Ibu yang telah diberikan kepadanya. Karena itu Allah
berfirman, “Syukurlah kepada-Ku dan kepada kedua Orang tuamu. Hanya Aku
lah tempat kembali,” karena aku akan membalasmu dengan balasan yang
berlipat.
Kemudian Allah melanjutkan firmanNya dalam ayat selanjutnya: “dan
jika keduanya (orang Tua) memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan
sesuatu yang tidak kamu ketahui maka janganlah kamu mentaati keduanya”. Jika
keduanya memaksamu agar mengikuti agamanya maka janganlah menaatinya.
Namun, hal itu jangan menghalangimu untuk berbuat baik kepada keduanya
(Ibid,. 790-791).
 Q. S. Al-Luqman: 17
‫ك‬ ‫ل‬
‫ص‬
‫ككككك‬ ‫ن ٱكل ت‬
‫من ل‬
‫كبرإ ول ٱكرككب إ ك‬ ‫ف ولٱكن ل‬
‫ه عل إ‬ ‫مكعترو إ‬ ‫مكر ب إٱكل ل‬
‫صل لوية ل ولأ ت‬ ‫ي أقإم إ ٱل ن‬‫ي يلب تن ل ن‬
‫ت‬ ‫ل‬
١٧ ‫مورإ‬ ‫مكن ع لكزم إ ٱكلأ ت‬
‫ك إ‬ ‫ن ذ يلل إ ل‬ ‫صاب ل ه ك‬
‫ك إإ ن‬ ‫ما أ ل‬
‫ى ل‬ ‫ل‬
‫ع لل ي‬

Arinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan


yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”.
“Hai anakku, dirikanlah shalat” sejalan dengan kewajiban, hukum, rukun,
dan waktunya, “dan suruhlah Manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah dari
perbuatan yang mungkar” sesuai dengan kesanggupanmu “serta bersabarlah
taerhadap apa yang menimpamu” sebab orang yang menyeru ke jalan Allah, pasti
mendapatkan gangguan. “sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-halhal
yang ditetapkan” sesungguhnya kesabaran dalam menghadapi gangguan manusi
merupakan ketetapan yang diberikan Allah kepada para penyeru Agama Allah
(Ibid,. 792).

17
3. Akhlak
Ketiga, Aspek Akhlaq, secara etimologis, akhlaq adalah perbuatan yang
mempunyai sangkut paut dengan Khaliq, aspek ini termaktub dalam ayat 14, 15,
18 dan 19.
 Q. S. Al-Luqman: 18-19
‫ك للناس ولل تكمش في ٱكلأ ل‬
‫ن ٱل ل ن ل‬
‫ه‬ ‫حها إ إ ن‬
‫ملر ن‬
‫ض ل‬‫إ‬ ‫ر‬ ‫ك‬ ‫إ إ‬ ‫خد ن ل إ ن إ ل ل‬ ‫صعشكر ل‬‫وللل ت ت ل‬
‫ض فمخخن‬ ‫ضخخ ر‬ ‫ روٱرق ف‬١٨ ٖ‫مكخلتالٖ فريخخخور‬
‫صخخرد ففخخيِ رمرشخخيِف ر‬
‫ك روٱرغ ي‬ ‫ل ت‬‫ب كت ن‬
‫ح م‬ ‫لل ي ت إ‬
١٩ ‫ت ٱرلرحفميِفر‬
‫صرو ي‬ ‫صورو ف‬
‫ت لر ر‬ ‫صروتف ل ر‬
‫ك إفبَن رأنركرر ٱرلر ر‬ ‫ر‬
Artinya: 18.“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri”.
19.“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”.
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong)”. Asal makna Sha’ara ialah penyakit yang menimpa leher unta hingga
kepalanya borok dan kaku, unta yang demikianlah diserupakan dengan orang
sombong yang memalingkan wajahnya dan khalayak, tatkala dia berkata kepada
mereka atau sebaliknya karena memandang mereka hina dan karena
kesombongannya sesungguhnya Allah melarang berbuat demikian.
Kemudian Firman Allah selanjutnya: “dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi dengan angkuh”. Yakni dengan congkak dan sombong. Janganlah
kamu berbuat demikian. Allah akan memurkaimu. Karena itu, Allah Berfirman
dalam surah Al-Isra’: 37
‫ك للن تكخرق ٱكلأ ل‬ ‫ه‬ ‫ولل تكمش في ٱكلأ ل‬
‫ض ولللن ت ك لبل تغل‬
‫ل‬ ‫ر‬‫ك‬ ‫ل‬ ‫إ‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ن‬ ‫ن‬‫إ‬ ‫إ‬ ‫ا‬ ‫ح‬
‫ن‬ ‫ر‬‫م‬‫ل‬
‫إ ل‬ ‫ض‬ ‫ر‬‫ك‬ ‫إ إ‬ ‫ل ل‬
‫ل ت‬
٣٧ َ‫طولٗا‬ ‫ٱكل إ‬
‫جلبا ل‬
Artinya: “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong,
karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan
sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung”.

18
Ayat selanjutnya Allah Swt berfirman: “Dan sederhanalah kamu dalam
berjalan”. Yakni tidak lambat tidak pula cepat, namun pertengahan diantara
keduanya. Pada penggalan berikutnya Allah berfirman: “dan lunakkanlah
suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. Yakni
janganlah kamu meninggikan suaramu tanpa guna. Karena itu Allah berfirman:
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai yaitu, tidak ada suara
yang buruk selain suara yang keras yang diserupakan dengan suara keledai dalam
hal melengking dan kerasnya. Disamping buruk, hal itu juga dimurkai Allah Swt.
Penyerupaan suara keras dengan suara keledai (Ibid,790-793).
Dari pemaparan tafsiran Al-Qur’an surah Al-Luqman ayat 13-19
dijelaskan bahwa pendidikan dalam keluarga penting dalam hal membentuk
karakter anak Mulai dari Akidah, Syari’at dan Akhlak. Selain menyerahkan
tanggung jawab pendidikan pada Guru di sekolah, akan tetapi jika sudah berada
dalam lingkungan keluarga tanggung jawab tersebut telah menjadi tanggung
jawab Orang tua.
sepenggal surah di atas hanyalah sebagian contoh kecil yang pemakalah
sajikan, selebihnya masih banyak lagi keterangan-keterangan yang berkaitan
tentang pendidikan dalam keluarga.

E. Konsep Pendidikan Keluarga dalam Hadits


Pendidikan keluarga mencakup seluruh aspek dan melibatkan semua
anggota keluarga, mulai dari bapak, ibu dan anak-anak. Namun yang lebih penting
adalah pendidikan itu wajib diberikan orang tua (orang dewasa) kepada anak-
anaknya. Anak bukanlah sekedar yang terlahir dari tulang sulbi, atau anak cucu
keturunan kita saja, namun termasuk juga anak seluruh orang muslim dimana pun
mereka berada atau berasal dari kebangsaan mana pun. Kesemuanya adalah
termasuk generasi umat yang menjadi tempat bertumpu harapan kita, untuk dapat
mengembalikan kesatuan umat seutuhnya (Aba Firdaus Al-Halwani, 1999:13).
Sabda Rosululloh Saw sebagai berikut ;

ُ‫ي يحلدثَّيييناَ إذمسيعذيِنل يعمن يسلوُا ر أيذب يحميزية يقاَيل أينبو‬‫يحلدثَّيييناَ نميؤلمنل بمنن ذهيشاَرم يييمعذن الميِيمشنكذر ل‬
‫ب يع من أيبذيِ ذه‬ ‫ف يعيمن يعمميذرو بميذن نش يعميِ ر‬
‫صيميِييرذ ي‬
‫يدانود يونهيوُ يسلوُانر بمنن يدانويد أينبوُ يحميزية المنميزذني ال ل‬

19
‫صييلذة يونهيمم‬
‫صللى اللهن يعليميِذه يويسيليم نمينروا أيمويليدنكيمم ذباَل ل‬ ‫ذ‬ ‫ذ‬
‫يقاَيل يرنسوُنل الله ي‬, ‫يعمن يجبده يقاَيل‬
) ‫ضيياَذجذع‬‫ضذرنبوُنهمم يعليميِييهاَ يونهيمم يأبمينييياَءن يعمشير يوفييبرقنيوُا بييميِينيينهيمم ذفي الميم ي‬
‫ذذ‬
‫يأبمييناَءن يسمبْذع سن ي‬
‫ي يوا م‬
( .Abu Dawud, Sunan Abu Dawud ,Al Maktabah As Syamilah: As Sholat, 418
Artinya: “Berkata Mu’ammal ibn Hisyam Ya’ni al Asykuri, berkata Ismail dari
Abi Hamzah, berkata Abu Dawud dan dia adalah sawwaru ibn Dawud
Abu Hamzah Al Muzanni Al Shoirofi dari Amru ibn Syu’aib dari
ayahnya dari kakeknya berkata, berkata Rasulullah SAW: Suruhlah
anakmu melakukan sholat ketika berumur tujuh tahun. Dan pukullah
mereka karena mereka meninggalkan sholat ketika berumur sepuluh
tahun. Dan pisahlah mereka (anak laki-laki dan perempuan) dari tempat
tidur.” (H.R. Abu Dawud). (Aba Firdaus Al-Halwani, : 101).
1. Konsep Pendidikan Kontemporer Berdasarkan Hadits-Hadits tentang Pendidikan
Keluarga
Sesuai dengan penjelasan hadits-hadits di atas, maka dapat kita ambil
beberapa konsep pendidikan kontemporer yang sesuai dengan hadits-hadits
tentang pendidikan keluarga. Di antaranya seperti penjelasan di bawah ini:
1) Pendidikan tentang berbakti kepada orang tua
Menghormati dan bersikap santun kepada orang tua, diperintahkan
oleh Allah dan Rasul-Nya. Rasa hormat dan santun tidak boleh berkurang
kendatipun berbeda agama dengan orang tua itu (ibu-bapak). Agama Islam
membedakan antara pergaulan dan akidah. Pergaulan berhubungan dengan
sesama manusia, termasuk ibu bapak. Sedangkan akidah (iman)
berhubungan dengan Allah SWT (M. Ali Hasan, 2003:180).
Cara berbakti kepada kedua orang tua ibu-bapak di antaranya:
a. Bersikap sopan santun, berkata lemah lembut yang menyejukkan hati
keduanya.
b. Perlihatkan muka yang jernih bila berhadapan dengan keduanya.
c. Berilah keperluan hidupnya yang layak.
d. Tempatkan keduanya pada tempat (rumah) yang layak.

20
Perhatian, sikap lemah lembut dan sopan santun lebih diutamakan.
Sebab, materi, bukan segala-galanya. Walaupun kedua orang tua kaya
raya, tetapi pemberian anaknya sangat tinggi nilainya dimata ibu-
bapaknya. Orang tua tidak melihat harga barang yang diterimanya dan
tidak pula melihat besar kecilnya. Keiklasan anaknya yang paling utama
(M. Ali Hasan, :183-184).
Perlu diketahui bahwa berbakti kepada ibu adalah lebih berlipat
pahalanya dari kebaktian terhadap ayah. Begitulah maksud dari sebuah
riwayat hadits. Hal ini disebabkan karena sang ibu telah mangalami
kesusahan dan kepayahan mengandung yang diikuti dengan sakitnya
melahirkan anak, menyusui dan mengasuhnya hingga menjadi besar, dan
seterusnya senantiasa memberikan penuh perhatian, belas kasih dan kasih
sayang.
Sebagaimana seseorang itu wajib berbakti kepada kedua orang tua
semasa mereka masih hidup, maka wajib pula berbakti kepada keduanya
sesudah mereka mininggal dunia. Mendoakan orang yang sudah mati,
dengan istighfar dan memohon ampunan bagi mereka, bersedekah bagi
pihak mereka adalah terkandung faedah dan manfaat yang besar bagi
orang-orang yang sudah mati. Maka, hendaknya setiap orang tidak
melalaikan perkara-perkara itu khususnya bagi kedua ibu-bapaknya,
kemudian kepada keluarga dan orang-orang yang telah berbaik budi
terhadap kita, dan sesudah itu kepada kaum muslimin sekalian (Imam
Habib Abdullah Haddad, 1993:296).
2) Pendidikan tentang tanggung jawab kepala rumah tangga
Seorang ayah mempunyai tugas dan kewajiban terhadap
anaknya yaitu, mengurus segala hajat dan keperluan mereka manakala
membutuhkan. Seperti dalam hadits Nabi SAW:

21
‫صييللى الني يعليميِيذه يويسيليم‬ ‫عن أيذب مسعوُرد البْمدذر ب ذ‬
‫ي يرضيى الن يعمنهن يعيمن النلذبي ي‬ ‫ي م ي م نم ي‬
‫ص ييدقية )رواه متفييق‬ ‫ذذ ذ‬ ‫ذ‬
‫َ ايذا اينَمييف ييق اللرنج ينل يعليييى ايمهليه يميتيس يبْنييهاَ فيينه ييوُ لييهن ي‬:‫قييياَيل‬
(‫عليِه‬
Artinya: “Dari Abu Mas’ud Badri r.a. dari Nabi SAW bersabda:
apabila seorang lelaki memberikan nafkah kepada
keluarganya dengan rela maka yang demikian itu suatu
sedekah baginya.” (HR. Mutafaq ‘Alaih). (Romdoni
Muslim, 2004:173).
Lebih dari itu, seorang ayah harus mendidik anak-anaknya,
mengurus segala keperluan hidupnya, membimbingnya kepada akhlak
yang terpuji, kelakuan yang baik dan perangai yang mulia, di samping
memelihara dan menjauhkan mereka dari perkara-perkara yang
sebaliknya. Juga , memuliakan semua perintah dan larangan agama,
menyampingkan urusan keduniaan, melebihkan dan mengutamakan
urusan akhirat.
Tugasnya yang lain ialah, memberi nama yang baik kepada
anaknya, memilihkan istri dari keturunan orang-orang yang berbudi
pekerti yang baik dan sholih, agar menjadi ibu yang diberkati oleh
anaknya kelak. Hendaklah seorang ayah berlaku adil dalam
pemberiannya kepada anak-anaknya. Tidak boleh melebihkan seorang
atas lainnya, karena membedakan kasih sayang dan mengikuti
kehendak hawa nafsunya sendiri.
Orang yang mengabaikan pendidikan anak-anaknya
sebagaimana tersebut di atas, tidak memperhatikan pengajaran atas
mereka, malah membuka pintu hatinya agar senantiasa cinta dunia dan
tunduk di bawah kekuasaannya, sehingga anak-anak itu mendurhakai
mereka dan tidak mengikuti petunjuk ajarannya, maka janganlah ia
menyalahkan orang lain selain diri sendiri. Kerugian itu selalu
menimpa orang yang alpa dan lalai. Di zaman ini, terlalu banyak anak-
anak yang durhaka dan tidak mau mendengar perkataan ibu-bapaknya

22
tersebar dimana-mana. Apabila kita teliti, penyebabnya tidak lain
karena kelalaian ibu-bapaknya yang telah menyia-nyiakan
pemeliharaan anak-anak itu sejak kecil (Imam Habib Abdullah
Haddad: 298).
3) Pendidikan tentang tugas-tugas istri atau ibu
Tugas-tugas istri ialah fardhu’ain. Para ulama dalam hal ini
sepakat, Syaikh Al Ghazali ulama Mesir kontemporer yang sering
membela hak-hak perempuan menyatakan: ”Betapapun juga, prinsip
dasar yang harus kita ikuti atau kita upayakan agar selalu dekat
padanya ialah “rumah”. Saya benar-benar merasa gelisah pada
kebiasaan para ibu rumah tangga yang meninggalkan (membiarkan)
anak-anaknya tinggal dan diasuh oleh para pembantu atau diserahkan
pada tempat penitipan anak. Nafas seorang ibu memiliki pengaruh
yang luar biasa dalam menumbuhkan dan memelihara perilaku
kebajikan dalam diri anak-anaknya (Husein Muhammad, 2001:126).
Tugas seorang ibu yang paling utama adalah melahirkan,
menyusui hingga membesarkan anak. Setelah melahirkan peran ibu
sangat dibutuhkan oleh bayi yaitu pemberian ASI yang cukup. Mulai
dari mengandung hingga proses menyusui, pendidikan sudah mulai
diajarkan. Berdasarkan pandangan yang diteliti, bahwa bayi yang baru
lahir khususnya pada hari-hari dan bulan-bulan pertama, akan
ditemukan sosok tubuh yang tulangnya masih lemah dan urat-uratnya
masih lemas. Dia ibarat adonan roti yang terhidang di hadapan kita,
siap dipolakan sesuai dengan keinginan kita. Setiap aspek kesehatan
yang berkaitan dengan pertumbuhannya secara wajar, wajib diikuti dan
harus diperhatikan, khususnya mengenai kebersihan dan kesucian,
waktu musim, pergantian udara dan lain sebagainya.
Bayi bukanlah hanya sekedar badan, akan tetapi bayi itu
tersusun atas badan wadak (tubuh) serta badan halus (ruh).
Pengembangan potensi yang dimiliki keduanya sangat dipengaruhi

23
oleh bentuk perlakuan dan kebiasaan keseharian. Yakni sebagaimana
dilukiskan dalam sebuah syair:

‫ضيياَذع يواذمن تييمفذطممي ينه‬


‫ب اللر ي‬ ‫س يكاَلطبمفي يذل اذمن تنيمهذمملي يهن يشي ي ل‬
‫ نح ي ب‬#َ‫ب يعليييي‬ ‫في ياَيملنييمف ن‬
# ‫يييمنييفذطنم‬
Artinya: “Jiwa, bagaikan bayi mungil. Jika engkau biarkan menyusu,
cenderung untuk menyusu hingga dewasa. Dan andaikan
engkau sapih, niscaya dia akan tersapih.”
Demikianlah, kehidupan kejiwaan akan merekam berbagai
isyarat, nada, gerak, profil, gambaran serta wajah. Dari sini akan
tampak peranan seorang ibu dalam mewarnai perilaku sang anak. Dia
adalah lembaga pendidikan yang pertama, yang mengajar muridnya
secara individual. Sedangkan gerak dan kebiasaan keseharian,
merupakan mata pelajaran. Pelajaran yang disapaikan oleh sang ibu
terhadap anaknya merupakan peletakan batu pertama bagi pondasi
kehidupan sang bayi untuk masa sekarang maupun masa yang akan
datang (Aba Firdaus Al-Halwani, : 57-58).
4) Pendidikan terhadap anak
Pengertian hadits tentang pendidikan terhadap anak di atas
mengandung pengertian yang sangat dalam dan bermakana luas, lagi
mencakup pembahasan yang dimaksud, yakni:
a. Pembahasan tentang kedudukan ibadah dan pengaruhnya sangat
besar terhadap pendidikan.
b. Hadits di atas memberi petunjuk dan mengandung hikmah serta
tujuan yang sangat dalam.
Secara rasional, ibadah berupa shalat, puasa maupun yang lain,
berperan mendidik pribadi manusia hingga kesadaran dan pikirannya
terus-menerus berfungsi dalam semua pekerjaan. Pada hakikatnya
semua pekerjaan yang dilakukan oleh manusia, apabila tidak
ditimbang dengan neraca keridhaan Allah, maka perbuatan tersebut

24
akan berubah menjadi malapetaka bagi yang melakukannya (Ibid,
101).
Sejak dini, seorang anak sudah harus dilatih ibadah, diperintah
melakukannya dan diajarkan hal-hal yang haram serta yang halal.
‫وأممي ير أيهليي يك ذباَل ل ذ‬
‫ك‬ ‫صي يطيذ مب يعليميِييهي يياَ يل نَيمسي يأيلن ي‬
‫ك ذرمزقير يياَ يمني ينن نَييمرنزقني ي ي‬ ‫صي ييلة يوا م‬ ‫ينم م ي‬
‫يوالميعاَقذبْيةن ذللتليمقيوُى‬
Artinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat
dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak
meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki
kepadamu. Dan akhirat (yang baik) itu adalah bagi orang
yang bertaqwa.” (Q.S. Thaha: 132) ( Moh. Rifa’I, 1997:571).
Kalau shalat belum diwajibkan atas anak-anak yang masih
kecil mengingat mereka belum berstatus mukallaf. Islam mewajibkan
kepada orang tua atau walinya untuk melatih mereka dan
memerintahkannya kepada mereka. Islam menekankan kepada kaum
muslimin, untuk memerintahkan anak-anak mereka menjalankan shalat
kepada mereka telah berusia tujuh tahun. Hal ini dimaksudkan agar
mereka senang melakukannya dan sudah terbiasa semenjak kecil.
Sehingga apabila semangat beribadah sudah bercokol pada jiwa
mereka, niscaya akan muncul kepribadian mereka atas hal tersebut.
Dengan demikian, diharapkan ia punya kepribadian dan
semangat keagamaan yang tinggi. Tujuan mengajarkan wudhu dan
menunaikan shalat fardhu pada waktunya, pada dasarnya adalah
mengajarkan ketaatan, disiplin, kesucian dan kebersihan. Demikian
pula dengan membiasakan anak-anak kecil menunaikan puasa, adalah
dalam rangka supaya mereka sabar dalam beribadah dan dalam
menghadapi beban-beban kehidupan (M. Jalaluddin Mahfudz, t.t.:126-
128).
2. Analisa tentang Konsep Islam dalam Pendidikan Keluarga

25
Keluarga merupakan batu bata dalam bangunan bangsa. Satu
bangsa terdiri dari kumpulan keluarga, bangsa itu akan lemah bila rumah
tangga itu rapuh dan lemah (Mahmud Syahid, 1990:149). Oleh sebab itu,
setiap komponen dalam keluarga memiliki peranan penting. Dalam ajaran
agama Islam, anak adalah amanat Allah. Amanat wajib
dipertanggungjawabkan, Allah memerintahkan: “Jagalah dirimu dan
keluargamu dari siksaan neraka” (Q.S. At-Tahriim: 6). Kewajiban itu
dapat dilaksanakan dengan mudah dan wajar karena orang tua memang
mencintai anaknya. Manusia diciptakan oleh Allah mempunyai sifat
mencintai anaknya. “Harta dan anak-anak merupakan perhiasan
kehidupan dunia” (Al-Kahfi ayat 46).
Uraian diatas menegaskan bahwa:
1) Wajib bagi orang tua menyelenggarakan pendidikan dalam rumah
tangganya.
2) Kewajiban itu wajar (natural) karena Allah menciptakan orang tua
yang bersifat mencintai anaknya.
Agama Islam secara jelas mengingatkan para orang tua untuk
berhati-hati dalam memberikan pola asuh dan memberikan pembinaan
keluarga sakinah, seperti yang termaktub dalam QS Lukman ayat 12
sampai 19. Dan apabila kita kaji isi ayat di atas, maka kita akan
menemukan beberapa point-point penting di antaranya adalah :
1) Pembinaan jiwa orang tua
Pembinaan jiwa orang tua di jelaskan dalam Surah Luqman
ayat 12 : “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada
Luqman, yaitu “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang
bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk
dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
2) Pembinaan tauhid kepada anak
Makna tentang pembinaan tauhid, Luqman Ayat 13 : Dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia

26
memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah kezhaliman yang besar”. Luqman Ayat 16 : (Lukman berkata) :
Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji
sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau dalam bumi, niscaya
Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah
Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”
3) Pembinaan akidah kepada anak
Mengenai pembinaan akidah ini, Surah Luqman memberikan
gambaran yang begitu jelas. Dalam surat tersebut pembinaan akidah
pada anak terdapat dalam empat buah ayat yaitu ayat 14, 15, 18 dan
ayat ke 19.
4) Pembinaan sosial pada anak
Pembinaan sosial pada anak dalam keluarga, dijelaskan dalam
surat Luqman ini melalui ayat ke 16 dan ayat ke 17. Untuk ayat ke 16
telah disebutkan pada point ke dua. Sedangkan ayat ke 17 dari surat
Luqman berbunyi : “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
patut diutamakan.”(Zarkasih. Monday, 26 April 2010 09:40
(mahardhikazifana.com, diakses 27 Desember 2018).

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah pemakalah menerangkan panjang lebar pengertian tentang Konsep
pendidikan dalam keluarga serta peraannya sebagaimana yang disebutkan ayat-
ayat Al-Qur’an. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep pendidikan dalam
keluarga yang pertama adalah, membentuk pribadi anak dan selalu mengikuti

27
perkembangan anak, karena anak adalah generasi penerus yang akan membawa
keluarga pada tahap berikutnya. Anak yang terdidik baik tentu akan membawa
kebaikan pula bagi keluarganya, begitupun sebaliknya.
Untuk tercapainya hal di atas dibutuhkan pula peran Orang tua sehingga
Orang tua tidak hanya berpangku tangan pada pendidikan sekolah, tapi juga ikut
memantau pendidikan anak, apabila hal tersebut sebagaimana ayat-ayat Al-Qur’an
yang telah disebutkan pemakalah di atas, maka bukan hanya tujuan pendidikan
yang tak lain adalah menciptakan Insan Kamil akan tercapai akan tetapi kita juga
akan selamat dari Neraka Allah yang Maha Pedih yang di jaga oleh Malaikat-
malaikat yang Kejam tanpa belas kasihan (Malaikat Zabaniyah) Na’udzubillah
semoga kita tidak termasuk orang yang menjumpai Malaikat-Malaikat Zabaniyah.
Amien..

B. Saran
Sebaiknya seorang anak dibekali dengan pendidikan agama oleh orang
tuanya sejak dini di lingkungan keluarga, karena dengan pendidikan agama yang
sudah ada sejak dini dapat mempengaruhi pandangan hidup mereka saat dewasa
dan dapat menjadi benteng saat bergaul dimasyarakat agar tidak terpengaruh
perbuatan negatif. Sehingga dapat menjadi anak yang berpikir dan berperilaku
baik, memiliki iman dan taqwa kepada Allah, berbakti kepada orang tua serta
cinta tanah air.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Dawud, Sunan Abu Dawud , Al Maktabah As Syamilah: As Sholat.

Al-Halwani, Aba Firdaus, Melahirkan Anak Saleh, Yogyakarta: Mitra Pustaka,


1999.
Al-Maraghi, Mustafa, Ahmad, Tafsir al- Maraghi,Terj. Bahrun Abu Bakar, Dkk,
Jilid 28, (Semarang:CV. Toha putra, 1993),

Ar-Rifa’I, Nasib, Muhammad, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3 dan 4,


(Jakarta: Gema Insani Press, 2000)

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,


(Jakarta: Balai Pustaka, 1996)

28
Dradjat, Zakia, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1991)

Haddad, Imam Habib Abdullah, Nasehat Agama dan Wasiat Iman, Semarang: CV
Toha Putra: 1993.

Hasan, M. Ali, Mengamalkan Sunnah Rasulullah, Jakarta: Siraja, 2003.

Katsir, Ibnu, Tafsirul Qur’anil ‘Adhim, diterjemahkan oleh: Bahrun Abu bakar,
Lc, dkk, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000)

Mahfudz, M. Jalaluddin, Psikologi Anak dan Remaja, t.t.: Pustaka Al-Kautsar, t.t.

Moh. Rifa’i, Terjemah/ Tafsir Al Qur’an, Semarang: CV Wicaksana, 1997.

Muhammad, Husein, Fiqih Perempuan, Yogyakarta: LKiS, 2001.

Mujib, Abdul, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. ke- 2, (Jakarta: Kencana, 2008)

Muslim, Romdoni, Hadits Akhlak, Jakarta: Restu Ilahi, 2004.

______, Imam, Shahih Muslim, Juz II, (Surabaya: Syarikat ‘Alawi, tt)

Nurwadjah, Ahmad, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan; Hati Yang Selamat Hingga


Kisah Luqman, (Bandung: PT Marja, 2007)

Quthb, Sayyid, Tafsir Fi Dzilalil Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Pers. 2004)

M. Quraish Sihab, Tafsir Al-Misbah; Secercah Cahaya Illahi-Hidup Bersama Al-


Qur'an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002)
Syahid, Mahmud, Akidah dan Syariah Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1990.

Zarkasih. Monday, 26 April 2010 09:40 (mahardhikazifana.com, diakses 27


Desember 2018).

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008)

29
30

Anda mungkin juga menyukai