Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan dalam dunia ini merupakan salah satu unnsur terpenting yang memberntuk
unsur manusia seutuhnya. Manusia merupakan makhluk social dimana tak biasa hidup
tanpa adanya manusia lainnya, guna memenuhi kebutuhannya manusia mau tidak mau
akan melakukan interaksi dengan leingkungan sekitarnya, disinilah proses belajar
menunjukkan bahwa eksistensinya sangat tinggi dalam membentuk manusia yang
beradab. Hakikat manusia tak hanya makhluk social pun juga memiliki hak sejak ia ada
yang mana hak tersebut didalamnya terdapat interaksi/ proses belajar untuk mencapai
haknya. Semakin menyukai hal seorang manusia maka semakin ingin tahu pula manusia
pada hal itu, ini pun menjadi hakikat manusia dalam psikologi belajar
Manusia interaksi pertama ia dapat dari keluarganya, seorag individu terutama ibu
merupakan madrasah pertama (dalam istilah islam) bagi seorang anak, diamana dalam
keluarga ini seorang individu melakukan interaksi dengan keluargnya dari lahir sampai
meninggal, ini bisa disebut proses belajar seumur hidup (long life education). Dalam
keluarga seorang anak mempunyai waktu yang lebih banyak jika disbanding dengan
penedidikan sekolah dimana pendidikan keluarga bertugas untuk membina, membimbing
anak terkait aspek-aspek selain ilmu formal yang tidak terlalu maksimal di lembaga
pendidikan, terutama kebutuhan kasih sayang terhadap seorang anak.
Melihat pentingnya pendidikan keluarga dalam kehidupan individu maka kami hendak
mengkaji mengenai pendidikan keluarga lebih dalam melalui kajian filsafat pendidikan
keluarga.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah daripada makalah FILSAFAT PENDIDIKAN KELUARGA
sebgai berikut:
1. Pengertian Pendidikan Keluarga ?
2. Bagaimana Ontologis PendidikanKeluarga?
3. Bagaiamana Epistemologis Pendidikan Keluarga?
4. Bagaimana Aksiologis Pendidkan Keluarga?

C. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Keluarga
Kata pendidikan menurut etimologi berasal dari kata dasar “didik”. Dengan
memberi awalan ”pe” dan akhiran “kan”, maka mengandung arti “perbuatan” (hal,
cara, dan sebagainya).1 Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu
“paedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti
pengembangan atau bimbingan.2 Makna pendidikan dapat dilihat dalam pengertian
secara khusus dan pengertian secara luas. Dalam arti khusus, pendidikan adalah
bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk
mencapai kedewasaannya. Selanjutnya para pakar ilmu pengetahuan mengemukakan
beberapa definisi pendidikan sebagai berikut:
1. Menurut Hoogeveld yang dikutip oleh Abu Ahmadi dan Nur Ubhiyati,
mendidik adalah membantu anak supaya anak itu kelak cakap menyelesaikan
tugas hidupnya atas tanggung jawab sendiri.
2. Menurut S. Brojonegoro yang dikutip oleh Abu Ahmadi dan Nur Ubhiyati,
mendidik berarti memberi tuntutan kepada manusia yang belum dewasa dalam
pertumbuhan dan perkembangan, sampai tercapainya kedewasaan dalam arti
rohani dan jasmani. 3Jadi, pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi sebagai
usaha orang dewasa dalam membimbing anak yang belum dewasa untuk
mencapai kedewasaanya

Sedangkan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa


“Keluarga”: ibu bapak dengan anak-anaknya, satuan kekerabatan yang sangat
mendasar di masyarakat.4
Dalam istilah Jawa keluarga terdiri dari dua kata yakni kawula dan warga.
Kawula yang berarti abdi dan warga adalah anggota. Jika diartikan maka kumpulan
individu yang memiliki rasa pengabdian tanpa pamrih demi kepentingan seluruh
individu yang bernaung di dalamnya.5
Pengetian lain keluarga secara istilah yakni unit terkecil dalam masyarakat
yang terdiri atas suami -istri, suami istri dan anaka- anaknya, atau ayah dan anaknya,
atau ibu dan anaknya. Menurut Pitts keluarga adalah sturktur yang dapat memenuhi
kebutuhan fidik dan psikologis anggotanya, serta untuk memelihara masyarakat yang
lebih luas.
Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil di dalam masyarakat yang
berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang tentram, aman, damai,
dan sejahtera dalam suasana cinta dan kasih sayang diantara anggotanya. Keluarga
menurut Muhaimin adalah suatu kesatuan sosial terkecil yang dimiliki oleh manusia
sebagai makhluk sosial yang memilki tempat tinggal dan ditandai oleh kerjasama
ekonomi, berkembang mendidik, melindungi, merawat dan sebagainya.6

1
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), 702.
2
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), cet. Ke-2, 1.
3
Abu Ahmadi dan Nur Ubhiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), 70.
4
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka,
1996), 471.
5
Safruddin Azziz, PENDIDIKAN KELUARGA; KONSEP DAN STRATEGI, (Yogakarta, GAVA MEDIA;2015), 15.
B. Ontologis Filsafat Pendidikan Keluarga
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan
berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat
konkret atau ke-realitasan dari keberadaan.
Konsep keluarga sudah setua sejarah kehidupan manusia. Dimana ada manusia
pastilah ada keluarga yang melahirkan, merawat serta mendidiknya meskipun dalam
waktu yang amat singkat.
Pendidikan bagi setiap individu merupakan sebuah kebutuhan yang harus
dipenuhi guna meningkatkan taraf hidupnya dan mengankat derajatnya dimana itu
dilakukan oleh keluarga, sekolah ataupun masyarakat. 7
Pendidikan pertama individu berlangsung dalam keluarga dimana ini menjadi
dasar yang juga menetukan keberlangsunngan pendidikan individu kedepannya. Jika
dilihat dari fungsi keluarga dalam bidang sosial sebagai sarana pertama dalam proses
intreksi sosial dan menjalin hubungan yang erat baik dalam satu keluarga ataupun
secara luas.8 Tentunya disini proses belajar individu pertama kali terjadi dalam
lingkup keluarga.

1. Pendidikan Keluarga dalam Islam


Seperti dibahas diatas sedikit tentang Pendidikan keluarga, dalam islam
Pendidikan keluarga juga merupakan hal penting dalam dunia Pendidikan
tidak lepas dari sekolah maupun masyarakat.
Dalam ajaran agama Islam, anak adalah amanat Allah. Amanat wajib
dipertanggung jawabkan. Jelas, tanggung jawab orang tua terhadap anak
tidaklah kecil. Secara umum inti tanggung jawab itu adalah menyelenggarakan
pendidikan bagi anak-anak dalam rumah tangga. Allah memerintahkan :

“Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksaan neraka”. (Q.S. At-Tahriim : 6)

Kewajiban itu dapat dilaksanakan dengan mudah dan wajar karena orang tua
memang mencintai anaknya. Ini merupakan sifat manusia yang dibawanya
sejak lahir. Manusia diciptakan manusia mempunyai sifat mencintai anaknya.

“Harta dan anak-anak merupakan perhiasan kehidupan dunia”. (Al-Kahfi : 46)

2. Pendidikan Keluarga dalam Normatif Umum

6
Muhaimin Abd Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filososfis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya,
(Bandung: Trigenda Karya, 1993), 289.
7
Hasan Baharuddin, PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA; TELAAH EPISTEMOLOGIS, Pedagogik; Jurnal
Pendidikan, Vol. 3, No. 2, 2016. 106.
8
Safruddin Azziz, PENDIDIKAN KELUARGA; KONSEP DAN STRATEGI, 18.
Dalam UU tentang Sitem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 13-
14, dijelaskan bahwa pendidikan keluarga merupakan upaya pembinaan yang
ditunjukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsanagna pendidikan untuk memebantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki Pendidikan lebih lanjut. 9Disebutkan juga bahwa
Pendidikan keluarga merupakan jenis pendidikan informal.
Ki Hajar Dewantara merupakan salah seorang tokoh pendidikan
Indonesia, juga menyatakan bahwa alam keluarga bagi setiap orang (anak)
adalah alam pendidikan permulaan. Untuk pertama kalinya, orang tua (ayah
maupun ibu) berkedudukan sebagai penuntun (guru), sebagai pengajar,
sebagai pendidik, pembimbing dan sebagai pendidik yang utama diperoleh
anak. Maka tidak berlebihan kiranya manakala merujuk pada pendapat para
ahli di atas konsep pendidikan keluarga. Tidak hanya sekedar tindakan
(proses), tetapi ia hadir dalam praktek dan implementasi, yang dilaksanakan
orang tua (ayah-ibu) degan nilai pendidikan pada keluarga.10

C. Epistimologis Filsafat Pendidikan Keluarga


Cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan.
Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam
bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya,
macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.
Ada 3 teori yang mendasari Pendidikan keluarg yakni11:
1. Teori Tabularasa
Tabula rasa (dari bahasa Latin kertas kosong) merujuk pada pandangan
epistemologi bahwa seorang manusia lahir tanpa isi mental bawaan, dengan kata
lain “kosong”, dan seluruh sumber pengetahuan diperoleh sedikit demi sedikit
melalui pengalaman dan persepsi alat inderanya terhadap dunia di luar
dirinya. Setiap individu bebas mendefinisikan isi dari karakternya – namun
identitas dasarnya sebagai umat manusia tidak bisa ditukar. 
Umumnya para pendukung pandangan tabula rasa akan melihat bahwa
pengalamanlah yang berpengaruh terhadap kepribadian, perilaku sosial dan
emosional, serta kecerdasan.

9
Kemendikbud, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003, UNDANG-UNDANG
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL, 2.
10
M. Syahrani jailani, Teori Pendidikan Keluarga dan Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan Anak,
Nadwa; Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 2, no. 2, Oktober 2014, 248.
11
Admin, Mengenal Teori Belajar: Hereditas, Tabularasa, Nativisme, Behaviorisme, Konvergensi Dan Fitrah,
Mengenal Teori Belajar: Hereditas, Tabularasa, Nativisme, Behaviorisme, Konvergensi Dan Fitrah | Fikroh.com,
diakses pada 3 Desember 2021.
2. Teori Nativisme
Nativus (latin) berarti karena kelahiran. Aliran nativisme berpendapat bahwa
tiap-tiap anak sejak dilahirkan sudah mempunyai berbagai pembawaan yang akan
berkembang sendiri menurut arahnya masing-masing. Pembawaan anak-anak itu
ada baik dan ada yang buruk. Pendidikan tidak perlu dan tidak berkuasa apa-apa.
Aliran Nativisme berpendapat bahwa perkembangan manusia sangat ditentukan
bakatnya sejak lahir sehingga pengalaman tak berpengaruh apa – apa. Jadi anak
harus diberi kebebasan mencari apa yang mereka perlukan
.
3. Teori Konvergensi
Dalam teori ini berpendapat bahwa potensi anak berdasar pembawaan dan
lingkungan. Diakui bahwa anak lahir telah memiliki potensi yang berupa
pembawaan. Namun pembawaan yang sifatnya potensial itu harus dikembangkan
melalui pengaruh lingkungan, termasuk lingkungan pendidikan, oleh sebab itu
tugas pendidik adalah menghantarkan perkembangan semaksimal mungkin
potensi anak sehingga kelak menjadi orang yang berguna bagi diri, keluarga,
masyarakat, nusa, dan bangsanya.

Setelah membahas mengenai teori – teori yang mendasari adanya Pendidikan


keluarga selanjutnya berlanjut pada bagaimana Pendidikan keluarga itu implikasinya
dalam kehidupan dijelaskan bahwa seorang orang tua haruslah memiliki tanggung
jawab tanggung jawab mendidikan anaknya, ada beberapa tanggung jawab
Pendidikan orang tua kepada anak, meliputi12:

1. Memelihara dan membesarkannya, tanggung jawab ini merupakan dorongan


alami untuk dilaksanakan, karena anak memerlukan makan, minum dan
perawatan, agar ia dapat hidup secara berkelanjutan.

2. Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmani maupun rohani


dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat
membahayakan dirinya.

3. Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang


berguna bagi hidupnya, sehingga apabila ia dewasa ia mampu berdiri sendiri
dan membantu orang lain serta melaksanakan fungsi kekhalifahannya.

4. Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan


agama sesuai dengan tuntunan Allah sebagai tujuan akhir hidup muslim.
Tanggung jawab ini dikategorikan juga sebagai tanggung jawab kepada Allah.
12
Hasby Wahy, KELUARGA SEBAGAI BASIS PENDIDIKAN YANG PERTAMA DAN UTAMA, Jurnal Ilmiah Didaktika,
Vol. 7, No. 2, Februari 2012, 247.
Sejalan dengan tanggung jawab keluarga pada anak, dalam melaksanakan Pendidikan
keluarga haruslah memperhatikan dan tahu apa saja yang seharusnya dibutuhkan oelh
anak untuk proses perkembangannya agar menjadikan efektif tumbuh kembang anak,
dalam konterks Pendidikan keluarga terdapat fungsi keluarga yang mana mendasari
apa yang seharusnya dalam pendidkan keluarga, berikut beberapa fungsi keluarga
menurut Hasbullah adalah13:

1. Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak.


2. Sebagai penjamin kehidupan emosional anak.
3. Penanam dasar Pendidikan moral.
4. Meberikan dasar Pendidikan sosisal.
5. Peletak dasar-dasar kegamaan.

Selain daripada ini fungsi keluarga ada banyak yang digunakan secara umum adalah 8
fungsi keluarga menurut BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional), yakni14:

1. Fungsi Keagamaan

Fungsi agama dalam keluarga dikembangkan agar keluarga menjadi tempat


persemaian nilai-nilai agama dan budaya bangsa, sehingga seluruh anggota
keluarga menjadi insan agamis yang penuh iman kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Fungsi Sosial Budaya

Dalam fungsi sosial budaya, keluarga diharapkan dapat mengenalkan budaya


Indonesia sebagai dasar-dasar nilai kehidupan, sehingga anak mempunyai
wawasan terhadap berbagai budaya, baik daerah maupun nasional.

3. Fungsi Cinta Kasih

Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan cinta kasih. Dengan
cinta dan kasih sayang yang terjadi dengan baik di keluarga, maka rumah tangga
akan menjadi tempat yang menyenangkan bagi anggota keluarga yang lain.

4. Fungsi Perlindungan

Fungsi ini menekankan bahwa keluarga merupakan pelindung yang pertama dan
utama dalam memberikan kebenaran, keteladanan, serta tempat bernaung kepada
anak dan keturunan.

13
Hasan Baharuddin, “PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA; TELAAH EPISTEMOLOGIS”, 104.
14
BKKBN Kalimantan Tengah, 8 Fungsi Keluarga Modal Mencapai Kesejahteraan Keluarga, 8 Fungsi Keluarga,
Modal Mencapai Kesejahteraan Keluarga – BKKBN | KALTENG, 2020, diakses pada 3 Desember 2021.
5. Fungsi Reproduksi

Mengetahui dan menanamkan fungsi reproduksi sangat penting bagi keluarga


untuk mengatur reproduksi sehat yang terencana, sehingga anak yang dilahirkan
nantinya mampu menjadi generasi penerus yang berkualitas.

6. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan

Pendidikan dalam keluarga tidak hanya tentang bagaimana meningkatkan fungsi


kognitif atau mencerdaskan, akan tetapi bagaimana membentuk karakter yang
berakhlak mulia.

7. Fungsi Ekonomi

Pendidikan dalam keluarga tidak hanya tentang bagaimana meningkatkan fungsi


kognitif atau mencerdaskan, akan tetapi bagaimana membentuk karakter yang
berakhlak mulia.

8. Fungsi Lingkungan

Kesadaran akan pentingnya lingkungan yang bersih, sehat, dan nyaman perlu
ditanamkan sejak dini. Hal ini bertujuan agar mendorong sikap dan perilaku
peduli lingkungan seperti membuang sampah pada tempatnya, melakukan
kegiatan penghijauan, hemat energi, dan sebagainya.

Guna melaksanakan fungsi serta tanggung jawab dalam Pendidikan keluarga orang
tua atau pelaku harulah menempuh berbagai cara, antara lain15:

1. Adanya kesadaran orang tua akan tanggung jawab pendidikan dan membina
anak terus menerus.
2. Orang tua perlu dibekali dengan teori-teori pendidikan atau bagaimana cara-
cara mendidik anak.
3. Orang tua perlu juga meningkatkan ilmu dan keterampilannya sebagai
pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya, dengan cara belajar terus
menerus.

Dalam melaknakan fungsi keluarga diatas juga memperhatikan bagaimana cara


meyampaikan kepada anak, agar meminimalisir kegagalan dalam mendidik. Dampak
yang ditimbulkan jika gagal atau kurang memperhatikan cara mangasuh anak maka
bisa mungkin anak akan menjadi invidu yang melenceng, guna mencegah atau

15
Hasby Wahy, “KELUARGA SEBAGAI BASIS PENDIDIKAN YANG PERTAMA DAN UTAMA”, Jurnal Ilmiah
Didaktika, 247.
meminimalisir maka orang tua harus memperhatikan pola asuh apa yang akan
digunakan pada sang anak, berikut pola asuh keluarga, yakni;16

1. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter merupakan pengasuhan yang dilakukan dengan cara


memaksa, mengatur, dan bersifat keras. Orang tua menuntut anaknya agar
mengikuti semua kemauan dan perintahnya. Jika anak melanggar perintahnya
berdampak pada konsekuensi hukuman atau sanksi. Pola asuh otoriter dapat
memberikan dampak negatif pada perkembangan psikologis anak. Anak kemudian
cenderung tidak dapat mengendalikan diri dan emosi bila berinteraksi dengan
orang lain. Bahkan tidak kreatif, tidak percaya diri, dan tidak mandiri. Pola
pengasuhan ini akan menyebabkan anak menjadi stres, depresi, dan trauma. Oleh
karena itu, tipe pola asuh otoriter tidak dianjurkan.

2. Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif dilakukan dengan memberikan kebebasan terhadap anak.


Anak bebas melakukan apapun sesuka hatinya. Sedangkan orang tua kurang
peduli terhadap perkembangan anak. Pengasuhan yang didapat anak cenderung di
lembaga formal atau sekolah. Pola asuh semacam ini dapat mengakibatkan anak
menjadi egois karena orang tua cenderung memanjakan anak dengan materi.
Keegoisan tersebut akan menjadi penghalang hubungan antara sang anak dengan
orang lain. Pola pengasuhan anak yang seperti ini akan menghasilkan anak-anak
yang kurang memiliki kompetensi sosial karena adanya kontrol diri yang kurang.

3. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh ini, orang tua memberikan kebebasan serta bimbingan kepada anak.
Anak dapat berkembang secara wajar dan mampu berhubungan secara harmonis
dengan orang tuanya. Anak akan bersifat terbuka, bijaksana karena adanya
komunikasi dua arah. Sedangkan orang tua bersikap obyektif, perhatian, dan
memberikan dorongan positif kepada anaknya. Pola asuh demokratis ini
mendorong

Penggunaan pola asuh pada anak tergantung pada keluarganya, setiap pola asuh
tentunya ada kelemahan dan kelebihan masing – masing pun juga pengaruhnya pada
terbentuknya individu, diharapkan bijaknya orang tua dalam menggunakan pola asuh
yang cocok terhadap anaknya.

D. Aksiologis Filsafat Pendidikan Keluarga


16
Istina Rakhmawati, “PERAN KELUARGA DALAM PENGASUHAN ANAK”, KONSELING RELIGI; Jurnal Bimbingan
Konseling Islam, Vol. 6, No. 1, Juni 2015, 6.
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana
manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan
logos (teori), yang berarti teori tentang nilai. Aksiologi dalam Pendidikan keluarga
berpusat pada nilia apa yang dihasilkan, bagaimana penggunaan secara moril.
Aksiologi adalah cabang Filsafat yang menganalisis tentang hakikat nilai yang
meliputi nilai-nilai kebenaran, keindahan, kebaikan, dan religius. Landasan aksiologis
pendidikan karakter akan membekali para pendidik berpikir klarifikatif tentang
hubungan antara tujuan hidup dengan pendidikan karakter, sehingga mampu memberi
bimbingan dalam mengembangkan suatu program pendidikan yang berhubungan
secara realitas dengan konteks dunia global. 17

Pada Hakikatnya Pendidikan keluarga bertujuan untuk menanamkan dasar-


dasar pengetahuan secara lahiriah maupun batiniah melalui berbagai upaya agar
terlahir manusia yang berakhlak mulia dan unggul dalam berbagai bidang. Jika
ditinjau segi psikomotorik kognitifmaka Pendidikan keluarga lebih mengarah pada
pembekalan manusia yang kretif, kritis, dan terampil melalui kepemilikan life skill
yang matang serta memiliki kesiapan bersaing secara global.18 Harapannya dengan
Pendidikan keluarga yang baik dapat menjadikan unggul, berkarakter, cerdas,
berkualitas dan mampu menjawab persoalan yang ada pada setiap sisi kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA
17
Elfira,Dian dkk, “ONTOLOGI EPITEMOLOGI, AKSIOLOGI DALAM PENDIDIKAN KARAKTER”, Oktober 2021, Vol.
4, No. 5, 310.
18
Safruddin Azziz, PENDIDIKAN KELUARGA; KONSEP DAN STRATEGI, 22.
Ramayulis. 1998. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. cet. Ke-2.

Ahmadi, Abu, Nur Ubhiyati. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Tengah. BKKBN Kalimantan, 14 Maret 2020. ”8 Fungsi Keluarga Modal Mencapai


Kesejahteraan Keluarga”. 8 Fungsi Keluarga, Modal Mencapai Kesejahteraan
Keluarga – BKKBN | KALTENG.

Azziz, Safruddin. 2015. PENDIDIKAN KELUARGA; KONSEP DAN STRATEGI.


Yogakarta, GAVA MEDIA.

Mujib, Muhaimin Abd. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filososfis dan
Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya.

Baharuddin, Hasan. 2016. “PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA; TELAAH


EPISTEMOLOGIS”. Pedagogik; Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No. 2.

Kemendikbud, “UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20


TAHUN 2003”, UNDANG-UNDANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL.

Jailani, M. Syahrani. 2014. “Teori Pendidikan Keluarga dan Tanggung Jawab Orang
Tua dalam Pendidikan Anak”. Nadwa; Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 2, no. 2.

Admin. 10 April 2021. Mengenal Teori Belajar: Hereditas, Tabularasa, Nativisme,


Behaviorisme, Konvergensi Dan Fitrah, Mengenal Teori Belajar: Hereditas,
Tabularasa, Nativisme, Behaviorisme, Konvergensi Dan Fitrah | Fikroh.com .

Wahy, Hasby. 2012. “KELUARGA SEBAGAI BASIS PENDIDIKAN YANG


PERTAMA DAN UTAMA”. Jurnal Ilmiah Didaktika, Vol. 7, No. 2.

Rakhmawati, Istina. 2015. “PERAN KELUARGA DALAM PENGASUHAN


ANAK”. KONSELING RELIGI; Jurnal Bimbingan Konseling Islam, Vol. 6,
No. 1.

Anda mungkin juga menyukai