BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada umumnya, orang yakin bahwa dengan pendidikan umat manusia dapat
memperoleh peningkatan dan kemajuan baik di bidang pegetahuan, kecakapan, maupun
sikap dan moral. Pendidikan dipandang sebagai sarana intervensi kehidupan dan agen
pembaharu.
Memperhatikan peranan dan misi pendidikan bagi umat manusia ini tidaklah
berlebihan apabila pihak yang bertanggung jawab di bidang pendidikan menggantungkan
harapannya pada sektor pendidikan dalam rangka mengembangkan dan mengoptimalkan
segenap potensi individu supaya dapat berkembang secara maksimal. jadi sudah
selayaknya apabila setiap warga negara mendapat kesempatan yang sama untuk
memperoleh pendidikan menurut kemampuan.
Adapun agama Islam sangat menganjurkan kepada manusia untuk selalu belajar.
Bahkan Islam mewajibkan kepada setiap orang yang beriman untuk belajar. Dalam Islam
pendidikan tidak hanya dilaksanakan dalam batasan waktu tertentu saja, melainkan
dilakukan sepanjang usia (long life education). Ini sesuai dengan salah satu sabda yang
disampaikan oleh panutan orang Islam, Nabi Muhammad SAW, “Carilah ilmu sejak dalam
buaian hingga ke liang lahat”.
Bahkan menurut Imam Syafi’ie, ilmu adalah kunci penting untuk urusan dunia dan akhirat.
Sebagaimana perkataan Imam Syafi’ie, yaitu; “Barangsiapa menginginkan dunia, maka
harus dengan ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat, maka harus dengan ilmu. Dan
barangsiapa menginginkan keduanya, maka harus dengan ilmu”.
2
Islam menghendaki pengetahuan yang benar-benar dapat membantu mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia. Yaitu pengetahuan terkait urusan dunia
dan akhirat, yang dapat menjamin kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia di dunia
dan akhirat. Pengetahuan duniawi adalah berbagai pengetahuan yang berhubungan dengan
urusan kehidupan manusia di dunia ini. Baik pengetahuan modern maupun pengetahuan
klasik. Atau lumrahnya disebut dengan pengetahuan umum.
Pengetahuan umum (duniawi) tidak dapat diabaikan begitu saja, karena sulit bagi
manusia untuk mencapai kebahagiaan hari kelak tanpa melalui kehidupan dunia ini yang
mana dalam menjalani kehidupan dunia ini pun harus mengetahui ilmunya. Demikian
halnya dengan pengetahuan agama (ukhrowi), manusia tanpa pengetahuan agama niscaya
kehidupannya akan menjadi hampa tanpa tujuan. Karena kebahagiaan di dunia akan
menjadi sia-sia ketika kelak di akhirat menjadi nista. Islam selalu mengajarkan agar
manusia menjaga keseimbangan, baik keseimbangan dhohir maupun bathin, keseimbangan
dunia dan akhirat. Dalam Qs. Al-Mulk ayat 3 disebutkan:
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah
berulang-ulang! Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”.
Lebih jelasnya, akan diuraikan dalam makalah ini tentang belajar dalam pandangan
al-Qur’an dan al-Hadith, unsur-unsur belajar dan konsep belajar menurut para pakar
pendidikan Islam.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dalam tulisan ini dikemukakan
permasalahan mengenai Wajib belajar 9 Tahun dan bagaimana Persfektif agama Islam
terhadap pendidikan.
Wajib belajar sembilan tahun merupakan salah satu program yang dicanangkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional atau sekarang disebut Kementerian Pendidikan
Nasional. Program ini dilatar belakangi dari munculnya Program Wajib Belajar Enam
Tahun pada tahun 1984. Kemudian pada tahun 1994 melalui Inpres Nomor 1 tahun 1994
ditingkatkan menjadi Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Hal ini
berarti bahwa setiap anak Indonesia yang berumur 7 sampai 15 tahun diwajibkan untuk
mengikuti Pendidikan Dasar sembilan tahun. Program ini mewajibkan setiap warga negara
3
untuk bersekolah selama sembilan tahun pada jenjang pendidikan dasar yaitu dari tingkat
kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga kelas 9 Sekolah
Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Pelaksanaan dan ketuntasan program wajib belajar juga mampu mengurangi angka
kemiskinan. Melalui pendidikan ini pula, bangsa kita Indonesia dicanangkan mampu
mencapai cita-citanya, yaitu menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Pendidikan dan kekuatan”, maka bangsa Indonesia akan segera terbebas dari kebodohan
dan kemiskinan serta menjadi bangsa yang unggul dalam kompetensi global.
Lebih lanjut lagi, wajib belajar ini merupakan pondasi bagi pengembangan, jenjang
pendidikan lebih lanjut dan kemajuan peradaban bangsa khususnya dalam menghadapi
tantangan dan perkembangan zaman dan kompetensi tingkat global. Pendidikan dasar juga
mampu mewujudkan masyarakat yang cerdas, dan ekonomi yang mapan sehingga negara
menjadi maju.
4
BAB II PEMBAHASAN
Wajib Belajar 9 Tahun” yang merupakan salah satu program yang gencar
digalakkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Program ini mewajibkan
setiap warga negara untuk bersekolah selama 9 (sembilan) tahun pada jenjang pendidikan
dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga
kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Seperti Kita ketahui bersama, Pendidikan merupakan satu aspek penting bagi
pembangunan bangsa. Karena itu, hampir semua bangsa menempatkan pembangunan
pendidikan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan nasional. Sumber daya
manusia yang bermutu, yang merupakan produk pendidikan, merupakan kunci
keberhasilan pembangunan suatu negara.
2.2 Kapan wajib belajar 6 tahun dilaksanakan dan berakhirnya wajib belajar 6
tahun, kemudian kapan wajib belajar 9 tahun dilaksanakan.
Program ini dilatar belakangi dari munculnya Program Wajib Belajar 6 Tahun pada
tahun 1984,dan berahir nya wajib belajar 6 tahun pada tahun 1993. Kemudian pada tahun
1994 melalui Inpres Nomor 1 Tahun 1994 ditingkatkan menjadi Program Wajib Belajar
Pendidikan Dasar 9 Tahun. Hal ini berarti bahwa setiap anak Indonesia yang berumur
7sampai 15 tahun diwajibkan untuk mengikuti Pendidikan Dasar 9 Tahun.
5
2.3 Apa saja undang-undang wajib belajar 9 tahun
A. Anggaran Pendidikan
Dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) secara tegas dinyatakan: "Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan
dan belanja negara serta dari anggaran dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional." Menurut definisi yang berlaku umum, anggaran
pendidikan adalah keseluruhan sumber daya baik dalam bentuk uang maupun barang, yang
menjadi input dan dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan. Segenap
sumber daya tersebut bisa berupa investasi untuk pembangunan prasarana dan sarana
(gedung sekolah, ruang kelas, kantor, perpustakaan, laboratorium), biaya operasional,
penyediaan buku dan peralatan, serta gaji guru. Setiap komponen sumber daya berkaitan
langsung dengan keberlangsungan pelayanan pendidikan sehingga harus dihitung sebagai
satu kesatuan pembiayaan pendidikan.
6
31 ayat (4) dan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa
anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Formulasi anggaran pendidikan 20% kemudian
dirumuskan oleh Pemerintah dan DPR dalam UU 20/2003 tentang Sisdiknas, bahwa gaji
pendidik dan biaya kedinasan tidak termasuk dalam anggaran 20%, bahwa pemenuhan
amanah konstitusi dengan cara bertahap seperti dalam penjelasan pasal 49 ayat (1) UU
sisdiknas adalah tidak dibenarkan.
Kenyataannya APBN 2007 pun tidak sesuai dengan amanah konstitusi. Anggaran
pendidikan masih berada pada level 11,8%. karenanya MK dalam Putusan No. 026/PUU-
IV/2007 kembali menegaskan bahwa UU No. 18/2006 tentang APBN 2007 menyangkut
anggaran pendidikan adalah bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Pemerintah mengulangi kembali pelanggaran konstitusional
pada APBN 2008 ini. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengeluarkan
keputusan bahwa APBN 2006 dan APBN 2007 melanggar konstitusi. Jadi, dengan tidak
tercapainya anggaran pendidikan 20% berarti pemerintah dan DPR bersama-sama
mengabaikan keputusan MK.
Rupanya keputusan MK itu tidak mampu juga menggetarkan kemauan politik para
penentu kebijakan di negara ini. Pengabaian juga terjadi terhadap keputusan raker yang
telah disepakati antara Komisi X DPR RI dengan tujuh Menteri Kabinet Indonesia Bersatu,
yaitu Menko Kesra, Mendiknas, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan dan
Aparatur Negara (Menpan), Menteri PPN/Ketua Bappenas, Menteri Agama, dan Menteri
Keuangan pada 4 Juli 2005 lalu telah menyepakati kenaikan anggaran pendidikan adalah
6,6% pada 2004, menjadi 9,3% (2005), menjadi 12% (2006), menjadi 14,7% (2007),
menjadi 17,4 % (2008), dan terakhir 20,1% (2009).
Sementara realisasinya, tahun 2004 anggaran pendidikan masih sekitar 5,5% dari
APBN atau sekitar Rp20,5 triliun. Dan meningkat menjadi Rp 24,6 tiriliun pada 2005.
Pada tahun 2006 pemerintah hanya mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 9,7
persen dan dalam APBN 2007 anggaran untuk sektor pendidikan hanya sebesar 11,8
persen, Dan APBN 2008 hanya mengalokasikan 12%, nilai ini setara dengan Rp61,4 triliun
dari total nilai anggaran Rp 854,6 triliun.
C. Keprofesionalan Guru
Guru adalah ujung tombak dalam proses pendidikan. Berhasil atau tidaknya suatu
proses pendidikan serta tinggi rendahnya kualitas suatu pendidikan ditentukan salah
satunya oleh guru. Demikian pentingnya peranan seorang guru tentunya membawa pada
suatu tanggung jawab untuk menjalankan profesi tersebut dengan suatu sikap
profesionalisme yang tinggi. Dan dalam menjalankan profesinya, seorang guru tidak hanya
dituntut untuk mampu memberikan pengetahuan kepada anak didiknya, akan tetapi juga
harus mampu menanamkan suatu nilai – nilai pendidikan dengan guru sebagai modelnya.
Faktor lain yang menjadi masalah dalam perkembangan Pendidikan Dasar adalah
kesejahteraan guru. Hal ini sangat berimplikasi terhadap rendahnya kinerja seorang Guru.
Dalam menyikapi masalah satu ini, banyak yang pro dan kontra terhadap masalah
“kesejahteraan” yang selama ini telah menjadi permasalahan yang belum ketemu ujung
pangkalnya. sebagai pendidik. Hendaknya dilakukan seleksi yang ketat dan profesional,
tidak hanya secara intelektual saja akan tetapi juga harus diberikan tes bakat dan minat
terhadap calon tenaga pendidik tersebut, sehingga kita dapat menciptakan tenaga – tenaga
pendidik yang mantap secara intelektual dan dedikasinya terhadap dunia pendidik. Apalagi
di era pengetahuan seperti sekarang ini, apabila permasalahan – permasalahan dalam dunia
pendidikan seperti sekarang ini belum juga dapat ditanggulangi dengan segera, maka dunia
pendidikan kita akan semakin tertinggal jauh baik secara kuantitas dan kualitasnya.
8
2.5 Tingkat keberhasilan wajib belajar 9 tahun
Secara rasional semua ilmu pengetahuan dapat diperoleh melalui belajar. Maka,
belajar adalah ”key term” (istilah kunci) yang paling vital dalam usaha pendidikan.
Sehingga, tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan.1
Sebelum membahas lebih jauh tentang apa yang dimaksud dengan teori belajar
dalam perspektif Islam. Maka menarik kiranya, bahkan dianggap perlu sekali untuk
mengetahui akan makna tentang teori belajar terlebih dahulu. Teori adalah seperangkat
konsep, asumsi, dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan
menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi.2 Belajar adalah perubahan tingkah laku
yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya. 3
Maka teori belajar dapat dipahami sebagai kumpulan prinsip umum yang saling
berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan
dengan peristiwa belajar. Jadi, teori belajar dalam Islam artinya kumpulan penjelasan
tentang prinsip-prinsip yang berkaitan dengan peristiwa belajar yang bersumber dari al-
Qur’an dan al-Hadith serta khazanah pemikiran intelektual Islam.
Pendapat yang mengatakan bahwa belajar sebagai aktifitas yang tidak dapat dipisah
dari kehidupan manusia, ternyata bukan berasal dari hasil renungan manusia semata.
1
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), Cet.3, hlm.59
2
Sugiyono, Metode Penelitian Adminstrasi (Bandung: Alfabeta, 1994), cet. 11, hlm. 55 .
3
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), Cet.3, hlm. 68
9
Ajaran agama sebagai pedoman hidup manusia juga menganjurkan manusia untuk selalu
malakukan kegiatan belajar. Dalam AlQur’an, kata al-ilm dan turunannya berulang
sebanyak 780 kali. Seperti yang termaktub dalam wahyu yang pertama turun kepada
baginda Rasulullah SAW yakni Al-‘Alaq ayat 1-5.
Ayat ini menjadi bukti bahwa al-Qur’an memandang bahwa aktifitas belajar
merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Kegiatan belajar dapat
berupa menyampaikan, menelaah, mencari, dan mengkaji, serta meneliti. Selain al-Qur’an,
al-Hadith juga banyak menerangkan tentang pentingnya menuntut ilmu. Misalnya beberapa
hadist berikut ini, “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim; carilah ilmu sejak dalam
buaian hingga ke liang lahat; para ulama itu pewaris Nabi; pada hari kiamat ditimbanglah
tinta ulama dengan dara syuhada, maka tinta ulama dilebihkan dari ulama”
Belajar memiliki tiga arti penting menurut Al-Qur’an. Pertama, bahwa orang yang
belajar akan mendapatkan ilmu yang dapa digunakan untuk memecahkan segala masalah
yang dihadapinya di kehidupan dunia. Kedua, manusia dapat mengetahui dan memahami
apa yang dilakukannya karena Allah sangat membenci orang yang tidak memiliki
pengetahuan akan apa yang dilakukannya karena setiap apa yang diperbuat akan dimintai
pertanggungjawabannya. Ketiga, dengan ilmu yang dimilikinya, mampu mengangkat
derajatnya di mata Allah.4
Belajar merupakan kebutuhan dan berperan penting dalam kehidupan manusia. Hal
ini disebabkan manusia terlahir tidak mengetahui apa-apa, ia hanya dibekali potensi
jasmaniah dan rohaniah (QS. An-Nahl:78). Maka sangat beralasan jika mengapa dan
bagaimana manusia itu dipengaruhi oleh bagaimana ia belajar.5
2. Unsur-unsur belajar
4
http://fisikaumm.blogspot.com
5
William Berkson, John Wettersten, Psikologi Belajar dan Filsafat Ilmu Karl Popper. Terjemahan oleh Ali
Noer Zaman (Yogyakarta: Qalam, 2003), hlm.v.
6
http://www.asrori.com/2011/10/belajar-dalam-pandangan-alquran-dan.html
10
untuk mendengar semua informasi. Berarti di dalam proses belajar mengajar, seorang
murid (peserta didik) diharuskan hadir di dalam kelas, memasang telingga lebar-lebar.
Agar supaya semua ilmu dan informasi yang di dengar bisa di simpan di dalam otak
dengan baik dan sempurna. Selanjutnya, menggunakan ‘’mata’’ untuk melihat melihat dan
tangan untuk mencatat setiap apa yang disampaikan oleh guru.7
Pendidikan merupakan sarana atau media yang akan menghantarkan manusia pada
tujuan. Sedangkan, pendidikan sendiri dalam prosesnya memerlukan alat, yaitu proses
pengajaran atau ta’lim.8
Setidaknya ada dua unsur utama dalam proses belajar mengajar atau pendidikan,
yang memainkan peran sebagai organisme yang akan berproses dan pembimbing atau
pengarah. Dua unsur tersebut lebih dikenal dengan sebutan “peserta didik” dan “guru”
(pendidik).9
Namun belajar menurut Robert Gagne, merupakan sebuah sistem yang di dalamnya
terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku.
Beberapa unsur dimaksud adalah sebagai berikut:
a). Pembelajar
Pembelajar dapat berupa peserta didik, pembelajar, warga belajar, dan peserta
latihan.
b). Rangsangan (stimulus)
Peristiwa yang merangsang penginderaan pembelajaran disebut situasi stimulus.
Agar pembelajar mampu belajar optimal, ia harus memfokuskan pada stimulus
tertentu yang diminati.
c). Memori
Memori pembelajar berisi berbagai kemampuan yang berupa pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang dihasilkan dari aktivitas belajar sebelumnya.
d). Respon
Tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori disebut respon. Pembelajar yang
sedang mengamati stimulus, maka memori yang ada di dalam dirinya kemudian
memberikan respon terhadap stimulus tersebut.10
7
http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/10/model-ideal-belajar-menurut-al-qur’an.
8
Abidin Ibnu Rusn. 2009. Pemikiran al-Ghazali tentang Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm 61
9
Umiarso & Zamroni. Pendidikan Pembesan dalam Perspektif Barat dan Timur (Yogyakarta: AR-RUZZ
MEDIA, 2011) Hlm. 82
10
http://mbegedut.blogspot.com/2011/02/unsur-unsur-belajar-menurut-robert.html
11
Beberapa tokoh yang dipilih dalam makalah ini merupakan beberapa ulama yang
mempunyai andil dan konsep dalam dunia pendidikan. Pada abad klasik seperti Ibn
Maskawaih, Al-Qabisi, Al-Mawardi, Ibn Sina, dan al-Ghazali. Sedangkan tokoh yang
berasal dari abad pertengahan diwakili oleh Burhanuddin az-Zarnuji.
Hal ini memang belum mewakili seluruh tokoh pendidikan Islam secara
keseluruhan, karena pertimbangan kesulitan mengklasifikasikan ulama terdahulu yang
multidisipliner dalam bidang pakar keilmuan. Di samping itu, ulasan tentang konsep dan
pemikiran dalam konteks pendidikan yang diuraikan oleh beberapa tokoh di atas, tidak
begitu detail dalam makalah ini, karena adanya keterbatasan ruang dan waktu.
a. Ibn Maskawaih
Titik tekan pemikiran Ibn Maskawaih dalam bidang akhlak termasuk salah satu
yang mendasari konsepnya dalam bidang pendidikan. Tujuan pendidikan akhlak yang
dirumuskan Ibn Maskawaih adalah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong
secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang terpuji, sehingga mencapai
kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan hidup.
Kedua aspek dalam dunia pendidikan (pendidik dan anak didik), hubungan
keduanya menjadi perhatian khusus Ibn Maskawaih. Menurutnya, kecintaan anak didik ke
gurunya harus melebihi kecintaan terhadap orang tuanya sendiri. Kecintaan anak didik
terhadap gurunya disamakan dengan kecintaan terhadap tuhannya. Namun karena
kecintaan terhadap tuhan tidak boleh disamakan dengan yang lain, maka kecintaan murid
terhadap gurunya berada di antara kecintaan terhadap orang tua dan kecintaan terhadap
tuhannya.
b. Al-Qabisi
11
Abuddin Nata. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000) hlm. 6-23
12
Untuk itu, Al-Qabisi membagi kurikulum ke dalam dua bagian. Pertama, kurikulum
ijbari. Kurikulum ini berisi tentang kandungan yang berhubungan dengan al-Qur’an.
Kedua, kurikulum ikhtiyari. Kurikulum ini berisi ilmu hitung dan seluruh ilmu nahwu,
bahasa Arab, sya’ir, kisah-kisah masyarakat Arab, sejarah Islam dan lain sebagainya.
c. Al-Mawardi
Al-Mawardi melarang seseorang mengajar dan mendidik atas dasar motif ekonomi.
Akan tetapi menurutnya, seorang guru seharusnya selalu memiliki keikhlasan dan
kesadaran akan pentingnya tugas, sehingga dengan kesadaran tersebut, ia akan terdorong
untuk mencapai hasil yang maksimal.13
d. Ibn Sina
Cara mengajar menurut Ibn Sina, yaitu dengan metode talqin. Metode ini biasanya
digunakan untuk mengajarkan membaca al-Qur’an. Cara seperti ini dalam ilmu pendidikan
modern dikenal dengan nama tutor sebaya, sebagaimana dikenal dalam pengajaran dengan
modul.14
e. Al-Ghazali
12
Ibid, hlm 26-34
13
Ibid. hlm 49-53
14
Ibid, hlm 67-77
13
yang lazim dilakukani oleh manusia dan biasanya menggunakan alat indrawi yang diakui
oleh orang yang berakal. Menurut Al-Ghazali, dalam proses belajar mengajar sebenarnya
terjadi eksplorasi pengetahuan sehingga menghasilkan perubahan-perubahan perilaku.15
Titik tekan pendidikan menurut al-Ghazali terletak pada pendidikan agama dan
moral. Untuk itu, syarat menjadi guru menurut al-Ghazali, selain cerdas dan sempurna
akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal ia
dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang
baik ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia
dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.16
e. Al-Zarnuji
Adapun dimensi ukhrawi, Al-Zarnuji menekankan agar belajar adalah proses untuk
mendapat ilmu, hendaknya diniati untuk beribadah. Artinya, belajar sebagai manifestasi
perwujudan rasa syukur manusia sebagai seorang hamba kepada Allah SWT yang telah
mengaruniakan akal. Lebih dari itu, hasil dari proses belajar-mengajar yang berupa ilmu
(kemampuan dalam tiga ranah tersebut), hendaknya dapat diamalkan dan dimanfaatkan
sebaik mungkin untuk kemaslahatan diri dan manusia. Buah ilmu adalah amal.
Pengamalan serta pemanfaatan ilmu hendaknya dalam koridor keridhaan Allah, yakni
untuk mengembangkan dan melestarikan agama Islam dan menghilangkan kebodohan,
baik pada dirinya maupun orang lain. Inilah buah dari ilmu yang menurut al-Zarnuji akan
dapat menghantarkan kebahagiaan hidup di dunia maupun akhirat kelak.
Dalam konteks ini, para pakar pendidikan Islam termasuk al-Zarnuji mengatakan
bahwa para guru harus memiliki perangai yang terpuji. Guru disyaratkan memiliki sifat
wara’ (meninggalkan hal-hal yang terlarang), memiliki kompetensi (kemampuan)
dibanding muridnya, dan berumur (lebih tua usianya). Di samping itu, al-Zarnuji
menekankan pada “kedewasaan” (baik ilmu maupun umur) seorang guru. Hal ini senada
dengan pernyataan Abu Hanifah ketika bertemu Hammad, seraya berkata: “Aku dapati
Hammad sudah tua, berwibawa, santun, dan penyabar. Maka aku menetap di sampingnya,
dan akupun tumbuh dan berkembang.17
15
http://fisikaumm.blogspot.com
16
Abuddin Nata. Ibid hlm 94-96
17
http://fisikaumm.blogspot.com
14
BAB III KESIMPULAN
1. Wajib belajar 9 tahun yang merupakan salah satu program yang gencar digalakkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional.
2. Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia selain tergantung kepada kualitas
guru juga harus ditunjang dengan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.
3. Pendidikan merupakan syarat utama pembangunan kapabilitas dasar manusia
4. Penulis dapat mengetahui tentang wajib belajar 9 tahun.
5. Penulis dapat mengetahui undang – undang yang berkaitan denagn pendidikan.
6. Bahwa agama Islam benar-benar memperhatikan betapa pentingnya ilmu
pengetahuan serta urgensi mempelajari ilmu pengetahuan tersebut. Hal ini banyak
dibicarakan di dalam al-Qur’an dan al-Hadith. Bahkan di dalam ajaran agama Islam
diyakini bahwasanya, orang yang belajar akan memiliki ilmu yang nantinya akan
berguna untuk kepentingan hidup di dunia, serta bekal untuk keberhasilan hidup di
akhirat kelak.
7. Dalam dunia belajar-mengajar, tentunya tidak bisa dilepaskan dari dua unsur
penting, yaitu pendidik dan anak didik. Para pakar pendidikan Islam sepakat bahwa
titik tekan pendidikan prioritas yang diberikan kepada anak didik adalah pendidikan
agama dan akhlak. Karena demi suksesi pendidikan akhlak inilah, maka pendidik,
mau tidak mau, harus member contoh akhlak yang baik pula, agar bisa diteladani
oleh anak didiknya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), Cet.3, hlm
Sugiyono, Metode Penelitian Adminstrasi (Bandung: Alfabeta, 1994), cet. 11, hlm. 55.
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), Cet.3, hlm.
68
http://fisikaumm.blogspot.com
William Berkson, John Wettersten, Psikologi Belajar dan Filsafat Ilmu Karl Popper.
Terjemahan oleh Ali Noer Zaman (Yogyakarta: Qalam, 2003), hlm.v.
http://www.asrori.com/2011/10/belajar-dalam-pandangan-alquran-dan.html
http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/10/model-ideal-belajar-menurut-al-qur’an.
Abidin Ibnu Rusn. 2009. Pemikiran al-Ghazali tentang Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Hlm 61
Umiarso & Zamroni. Pendidikan Pembesan dalam Perspektif Barat dan Timur
(Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2011) Hlm. 82
16
http://mbegedut.blogspot.com/2011/02/unsur-unsur-belajar-menurut-robert.html
Abuddin Nata. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2000) hlm. 6-23
http://fisikaumm.blogspot.com
http://fisikaumm.blogspot.com
17