Anda di halaman 1dari 55

PEDOMAN PERJUANGAN

&
TRI DHARMA KOSGORO 1957

TIM PENYUSUN
BIDANG TAFSIR PEDOMAN PERJUANGAN DAN
TRI DHARMA KOSGORO 1957
TAHUN 2021

0
PENGANTAR

Salam Solidaritas ...


Dengan mengucap syukur akhirnya penyusunan tafsir Pedoman Perjuangan
Kosgoro dan Tri Dharma Kosgoro yang kemudian menjadi Tafsir Tri Dharma
Kosgoro 1957 selesai sesuai tenggat waktu yang telah ditargetkan.
Di bagian pengantar ini tim penyusun sampaikan beberapa poin penting
mengenai fenomena kekinian dentitas kebangsaan, sebagai pengantar dalam
memotret tantangan sekaligus tuntutan perjuangan itu sendiri. Fenomena
kekinian lebih dominan krisisisme dibanding kritisisme. Maksudnya, telah terjadi
krisis kebangsaan di kalangan milenial, sebaliknya nyaris tertelantarkan
kritisisme milenial dalam melihat krisis kebangsaan.

“Kosgoro 1957 dalam Metamorfosis Kebangsaan”


Berbicara nilai dan identitas kebangsaan memang tidak mudah, apalagi
mencari ujung pangkal rintisan masalahnya. Dari lingkup individu, semakin
terasa langka mencari teladan sebagaimana kriteria yang dicita-citakan para
pendiri bangsa. Dari lingkup kelompok, semakin krusial, ego sektoral,
primordialisme, eksklusivisme, seakan makin subur di tengah upaya negara
membangkitkan kembali nilai luhur dan identitas sakral yang pernah jaya di
masa-masa pembangunan sebelumnya. Pun di lingkup organisasi, demikian
banyak benih-benih radikal, ekstrim, hyper yang seakan pelan tapi pasti
sanggup melakukan penetrasi moral di kalangan generasi muda.
Di tingkat nasional, nilai-nilai dan identitas bangsa Indonesia itupun semakin
tidak berasa. Para pemangku kepentingan dirasakan oleh khalayak masih
belum mampu menunjukkan aura kebangsaan yang membanggakan.
Banyaknya kasus suap, korupsi, pencucian uang, permufakatan jahat dan
sejenisnya masih saja terjadi. Pertanyaan yang kemudian mengemuka adalah:
Kemana nilai-nilai luhur itu kini berada? Identitas kebesaran kita sebagai
bangsa besar dalam keramahan dan kesakralan itu kini telah berpindah ke
mana?
Jika harus dirunut jawabannya, barangkali efek kemajuan teknologi informasi
dan komunikasi yang mengambil alih dunia sosial adalah sasaran kambing
hitam kita. Tidaklah berlebihan jika dalam teori-teori cultural studies banyak
dikupas masalah matinya sosial. Ruang sosial yang sesungguhnya
membesarkan bangsa ini seakan telah bermigrasi ke arah dunia virtual yang
penuh dengan gaya ngepop dan hedonis.
Inilah fenomena milenial kebangsaan kita, nilai-nilai luhur dan kesakralan
identitas yang bermigrasi itu sekaligus sudah bermetamorfosis. Ironisnya,
bukan bermetamorfosis seperti halnya kupu-kupu yang naik derajatnya menjadi
makhluk nan indah, bangsa ini justru bermetamorfosis menjadi bentuk-bentuk
krisis (baca: menakutkan). Di dalamnya, sulit ditemukan ruang (space)
kedalaman, keluhuran, kesakralan, tergantikan oleh sesuatu yang dangkal,
remeh dan pemikiran-pemikiran parsial yang terus menggerus nilai dan
identitas besar kebangsaan.
Adopsi dunia virtual itu, kian hari terlihat makin ekstrim dan tidak terkendali.
Alih-alih motivasi untuk mencurahkan sebagian energi dalam pengabdian,
kerakyatan dan solidaritas, generasi muda kita, terlihat takluk pada guidance
baru, gadgets dan ragam platform media sosial. Di satu sisi, mereka tergiring

1
dalam gaya hidup instan, mengejar semua yang tersaji secara cepat,
multitasking sekaligus multi identity, di sisi lain semacam ada tuntutan
nasionalistik, kekaryaan, pengabdian, perjuangan dan sejenisnya. Bukan berarti
konten gadgets sama sekali tidak menyinggung hal semacam itu, tetapi
semuanya tersaji dalam konteks yang demikian dangkal. Maka, tidaklah heran
jika kemudian didapati adanya kejadian tawuran, jerat narkoba, kriminalitas
sampai vandalisme. Fenomena ini tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja.
Kosgoro 1957 sebagai organisasi yang ber-Tri Dharma: Pengabdian,
Kerakyatan dan Solidaritas tentu harus hadir, tidak ada kata terlambat.
Dalam konteks mikro, pembumian nilai-nilai dan pesan moral Kosgoro tidak
hanya dibutuhkan sebagai brand identity organisasi, tetapi praktik dari
pengabdian, kerakyatan dan solidaritas itu kini benar-benar dirindukan.
Pembumian sampai pada praktik perikehidupan dan corporate culture harus
disegerakan.
Pada sisi lain, ranah implementasi memang selalu dihadapkan pada
“ciptaan” dan “cerapan”. Seberapapun kehebatan ciptaan, akan selalu ada
hambatan pembumian, terutama jika berharap akan tercerap oleh semua unsur
anak bangsa. Untuk itulah, nilai-nilai luhur: gotong-royong, ikhlas melayani,
integritas tinggi, bijaksana, tanpa putus asa, adalah sebagian nilai yang harus
hadir pada setiap individu yang berkepentingan secara langsung pada
organisasi Kosgoro 1957.
Mari kita ciptakan metamorfosis kupu-kupu melalui proses ketekunan,
keuletan dan kecerdasan ulat dalam memosisikan dirinya, sampai kepompong
tempat kontemplasi itu terjaga, dan sanggup terbang meninggalkan kerendahan
keadaan sebelumnya. Akhirnya, saya ucapkan terima kasih kepada semua tim
Tafsir Pedoman Perjuangan dan Tri Dharma Kosgoro 1957, yang tentunya telah
mengawali langkah besar demi kemajuan selanjutnya dan selanjutnya.

“19 Pesan Moral Kosgoro 1957 sebagai Amanah”


Dalam proses diskusi, sebagaimana kata “tafsir” yang menjadi tugas tim
penyusun, memang mengundang banyak interpretasi. Namun demikian, dalam
kaji pustaka-pustaka pendahulu dari waktu ke waktu, akhirnya dapat dipetakan
dan dirunut sebuah benang merah tentang pedoman perjuangan Kosgoro dan
Tri Dharma Kosgoro yang dimaksud. Atas masukan dan saran dari para senior
dan tokoh-tokoh Kosgoro 1957, perihal “tafsir” yang dimaksud akhirnya dapat
kami “tangkap”. Sebagai hasilnya adalah 3 tahapan tafsir sebagaimana yang
tersusun dalam buku ini, yakni tafsir filosofis (Kosgoro), tafsir ideologis
(Kosgoro) dan tafsir kontekstual (Kosgoro 1957) yang berakhir pada Tri Dharma
Kosgoro 1957 sebagai Pedoman Perjuangan.
Di luar sana, di tengah krisis karakter bangsa dan kelangkaan ideologi
kebangsaan, bagaimanapun juga kita membutuhkan referensi moral yang
mampu mengarahkan generasi muda pada konsep diri “insan Pancasilais”.
Sayangnya, konsep tersebut masih dirasakan sangat teoritis retorik, karena
bahasa-bahasa lama yang kurang membumi, kurang sesuai dengan semangat
milenial.
Kosgoro 1957 menjawab tantangan itu. Tidak hanya hadir dengan
semangat perubahan, tetapi juga demi tuntutan yang lebih dinamis. Kita
menyadari bahwa pengkaderan tidak hanya berhadapan dengan kelangkaan
karakter kebangsaan, tetapi juga kelangkaan karakter kecintaan terhadap tanah

2
air. Nilai-nilai yang mereka anut bukan lagi nilai-nilai luhur yang diwariskan para
founding fathers, tetapi nilai globalisasi yang menjunjung tinggi individualisme
dan kebebasan tanpa batas. Untuk itu, 19 Pesan Moral Kosgoro sangat penting
direkonstruksi kembali, disosilisasikan, dibumikan. Lebih dari itu, bagi segenap
kader Kosgoro 1957, pembumian nilai-nilai Kosgoro sangat ditunggu. Tidak
hanya untuk memenuhi tuntutan kekhasan dan diferensiasi, ataupun branding
sebagaimana diisyaratkan dalam dunia organisasi, yakni citra dan platform,
tetapi demi panggilan peran dalam melanjutkan cita-cita luhur para pejuang
pendahulu.
Tri Dharma Kosgoro 1957 bukanlah corpus tertutup, melainkan teks
terbuka yang harus terus direkonstruksi, direkontekstualisasi ataupun
direadaptasi sesuai jamannya. Semoga, dengan selesainya kompilasi kecil ini,
akan muncul trigger pemikiran-pemikiran, konsep-konsep, tafsir-tafsir yang
baru, yang lebih konstruktif, substantif, solutif, sehingga Tri Dharma Kosgoro
1957 sebagai Pedoman Perjuangan dapat terimplementasi dan terpenetrasi
secara lebih nyata dalam kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat
yang makin berbudaya, berkemajuan dan berkesejahteraan.
Akhirnya. tiada gading yang tak retak, kami atas nama tim penyusun
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
secara langsung maupun secara tidak langsung sampai terkompilasinya draf
ini. Tentunya demikian besar makna Tri Dharma Kosgoro 1957 dibandingkan
dengan konsep yang terangkum dalam buku ini. Buku ini barangkali masih
terlalu kecil memaknai Perjuangan Kosgoro 1957 secara mendasar dan
mendetil. Untuk itu, masukan dan saran membangun, kritik sekaligus koreksi di
masa mendatang tentu sangat dibutuhkan.
Terima kasih ...

Semoga Tuhan senantiasa memudahkan langkah perjuangan kita ... Amin.

Jakarta, Maret 2021


Tim Penyusun

3
DAFTAR ISI : hal :

BAB I.
TAFSIR FILOSOFIS PEDOMAN PERJUANGAN DAN TRI DHARMA
KOSGORO 1957 6-19
A. KOSGORO dan KOSGORO 1957
B. “Jas Merah” Perjuangan Kosgoro
C. Filosofi Perjuangan dalam Tri Dharma Kosgoro
BAB II.
TAFSIR IDEOLOGIS PEDOMAN PERJUANGAN DAN TRI DHARMA
KOSGORO 1957 20- 35

A. Pengabdian-Kerakyatan-Solidaritas sebagai Doktrin Perjuangan


B. Pengabdian-Kerakyatan-Solidaritas sebagai Pesan Moral Perjuangan
C. Tafsir Tri Dharma Kosgoro sebagai Pedoman Perjuangan

BAB III.
TAFSIR KONTEKSTUAL PEDOMAN PERJUANGAN DAN TRI DHARMA
KOSGORO 1957 36 -42
A. Konsolidasi Organisasi
B. Masalah Pembangunan Kerangka Pokok Organisasi serta Kelengkapan
C. Masalah Pengerahan Kader-Kader Inti sebagai Tulang-Punggung dari
Organisasi
D. Masalah Pengembangan Garis Perjuangan serta Pengembangan Irama Kerja
E. Masalah Pembinaan Kader
F. Kontekstualisasi 19 PESAN MORAL KOSGORO

4
BAB IV.
TAFSIR KONTEMPORER TRI DHARMA KOSGORO 1957 SEBAGAI
PEDOMAN PERJUANGAN 42-52
A. Hadirnya Budaya Instan dan Generasi Milenial
B. Tantangan SDM Era Revolusi Industri 4.0 danSociety 5.0
C. Mempertegas Tujuan dan Peran Kosgoro 1957
D. EKSISTENSI KADER DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA
E. 19 PESAN MORAL KOSGORO 1957 HASIL ADAPTASI, SEBAGAI PEDOMAN
PERJUANGAN

BAB V.
KESIMPULAN 52-54

5
BAB I

TAFSIR FILOSOFIS PEDOMAN PERJUANGAN DAN


TRI DHARMA KOSGORO 1957

A. KOSGORO DAN KOSGORO 1957


Pada tahun 1998, Gerakan Refomasi muncul yang ditandai dengan
berakhirnya kepemimpinan Presiden Suharto. Setelah Perubahan UUD 1945,
MPR adalah Lembaga Permusyawaratan Rakyat yang berkedudukan sebagai
Lembaga Negara. Kekuasaan MPR menjadi terbatas, MPR tidak lagi memiliki
kewenangan memilih dan memberhentikan Presidan, tidak lagi dapat
menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Di lain pihak, UUD 1945 hasil
perubahan menetapkan Partai Politik sebagai Garda Pengembangan
Demokrasi.
KOSGORO, yang turut serta mendirikan GOLKAR sekaligus penetas lahirnya
reformasi, berada di persimpangan jalan dalam menentukan sikap politik.
Demikian pula arah organisasi dan anggota yang tergabung di dalamnya.
Akhirnya mengemuka inisiatif MUBES KOSGORO yang dilakukan di Jakarta
pada tahun 1999 dan berujung pada MUBES KOSGORO di Jakarta (Hotel
Cempaka Putih). Dampak dari mubes ini sampai pada penentuan aturan-aturan
organisasi dan program umum, serta sikap KOSGORO terhadap GOLKAR
setelah menjadi PARTAI POLITIK sebagaimana kehendak UUD 1945 setelah
perubahan.
MUBES tersebut ternyata gagal memilih kepemimpinan KOSGORO (PPK
KOSGORO) diakibatkan oleh 4 hal:
1. Keinginan Peserta MUBES untuk meletakkan KOSGORO sebagai
Organisasi yang independen termasuk anggota, dan pihak peserta mubes
yang lain KOSGORO harus konsisten pada pendirian dari awal sebagai
Pendiri GOLKAR yang dimulai dengan SEKBER GOLKAR sampai pada
lahirnya PARTAI GOLKAR.
2. Untuk menentukan kepemimpinan di KOSGORO juga sangat dipengaruhi
oleh sikap tersebut, arus besar yang dirasakan secara nyata tetap eksis
mendukung dan menyalurkan aspirasi politik melalui PARTAI GOLKAR.
Memang, pada umumnya anggota DPR-RI, DPR Provinsi, DPR Kabupaten

6
Kota, kepemimpinan di PARTAI GOLKAR masih dominan berstatus
sebagai anggota atau Pimpinan KOSGORO dalam berbagai tingkatan.
Bukan hanya itu, baik di Pemerintahan maupun tokoh masyarakat tetap
menginginkan KOSGORO berada dalam barisan PARTAI GOLKAR dengan
ketentuan KOSGORO bukan sebagai subordinasi dari PARTAI GOLKAR.
3. Sebagai kelanjutan dari sikap konsistensi itulah lahir KOSGORO 1957 yang
berhubungan langsung dengan ide dasar, lahirnya KOSGORO dan
segenap perkembangan Organisasi KOSGORO sebelumnya beserta
Pedoman Perjuangan yang dilaksanakan oleh anggota dan seluruh
organisasi Gerakan dan Lembaga yang ada saat itu.
Musyawarah Besar (Mubes) I dilaksanakan di Hotel Kemang Jakarta pada
tanggal 22-24 Maret 2003 terpilih HR Agung Laksono sebagai Ketua Umum
dan H. Syamsul Bahri sebagai Sekretaris Jenderal. Duet Agung Laksono
dan Syamsul Bahri ini dilanjutkan lagi dalam Mubes II di Hotel Sultan
Jakarta tanggal 3-6 April 2008. Selanjutnya dalam Mubes III pada tanggal
3 November 2013 terpilih Kembali Mas HR Agung Laksono dan Sekjen
Airlangga Hartarto. Dalam perjalanan Airlangga diganti oleh M Sabil
Rachman sebagai Sekjen.
4. Sebagai ketentuan lain, KOSGORO 1957 memperjelas posisinya sesuai
dengan sejarah perkembangannya, ide dasar kelahirannya dan konsisten
menetapkan bahwa Pedoman Perjuangan KOSGORO yang ditetapkan
dari buah pikiran pendirinya tidak dilakukan perubahan dan dilaksanakan
sesuai dengan esensinya maupun substansinya dalam paparan dan masa
waktu yang berbeda.

B. “JAS MERAH” PERJUANGAN KOSGORO


KOSGORO dilahirkan pada tanggal 10 Nopember 1957 sebagai sebuah
koperasi, yaitu “Koperasi Simpan-Pinjam Gotong Royong” yang kemudian
berkembang menjadi “Koperasi Serba Usaha Gotong Rotong”, dan merupakan
kelanjutan dari usaha kolektif para pemuda pejoang aktif di dalam Perang
Kemerdekaan 1945-1950.
KOSGORO adalah singkatan Kesatuan Organisasi Serbaguna
Gotong Royong yang berdiri pada tanggal 10 November 1957. KOSGORO

7
merupakan salah satu KINO (Kelompok Induk Organisasi), disamping SOKSI
dan MKGR, yang melahirkan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber
Golkar) pada 20 Oktober 1964. Kino-kino tersebut pada tahun 1970
mengeluarkan keputusan bersama untuk ikut menjadi peserta pemilihan umum
melalui satu nama dan tanda gambar yaitu Golongan Karya (GOLKAR). Logo
yang menjadi tanda gambar GOLKAR sejak Pemilu tersebut tetap
dipertahankan hingga sekarang.
KOSGORO didirikan oleh Mas Isman yang merupakan Ex Komandan
pejuang Tentara Pelajar Jawa Timur/ TRIP di Surabaya. KOSGORO memiliki
patron/semboyan yaitu Tri Dharma Kosgoro: Pengabdian, Kerakyatan dan
Solidaritas. KOSGORO sebagai Induk Organisasi memiliki gerakan, badan, dan
lembaga yang merupakan alat kelengkapan organisasi, yang terdiri dari:
Gerakan Mahasiswa Kosgoro (Gema Kosgoro), Generasi Muda Kosgoro (GM
Kosgoro), Badan Musyawarah Pengusaha Swasta (Bamuhas), Wanita
Kosgoro, dan Lembaga Bantuan Penyuluhan Hukum Kosgoro (LBPH Kosgoro).
Pada tahun 1957, sebagian besar, terutama para Pimpinan TRIP Jawa
Timur, telah berada di Jakarta dan menempati posisi-posisi cukup strategis,
baik di lingkungan Pemerintahan, di lingkungan Angkatan Bersenjata (Angkatan
Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Kepolisian), di lingkungan
Diplomatik, maupun di lingkungan Dunia Usaha. Artinya, kader Kosgoro 1957
masih memiliki peran strategis.
Pada tanggal 10 Nopember 1957, ketika berlangsung Peringatan 12
Tahun Hari Pahlawan di Istana Merdeka, sekembali dari peringatan itu, para
Anggota TRIP Jawa Timur yang sudah berada di berbagai posisi, berkumpul di
rumah kediaman Mas Isman (Jalan Sabang Jakarta). Momentum inilah
pembahasan perkembangan kebangsaan dan kenegaraan terjadi. Diskusi
singkat itu menghasilkan kesepakatan, mendirikan koperasi dengan
keanggotaan para anggota TRIP Jawa Timur yang ada.
Dengan demikian, KOSGORO didirikan pada tanggal 10 Nopember
1957, di Jakarta oleh 33 (tiga puluh tiga) Pejuang Kemerdekaan yang
tergabung dalam TRIP JAWA TIMUR Pimpinan Mas Isman, yang pada awalnya
sebagai Koperasi Simpan pinjam Gotong Royong, kemudian berubah menjadi
Koperasi Serbausaha Gotong Royong.

8
Menurut catatan sejarah, ke 33 (tiga puluh tiga) Pejuang Anggota TRIP
Jawa Timur yang turut menandatangani Pembentukan KOSGORO itu terdiri
dari: Ir. A. O. Wijarso, Abdullah Kusrin, Arie Arismunandar, Drs. Bambang
Sentanu, Dicky Mudhanu, Drs. Gempa Suyono, Hasan Hafid Saleh, Drs.
Hutomo Said Hidayat, Drs. Imam Sukardjo, Yubiadi Partodirdjo, S.
Kasnowidjojo, Mas
Isman, Putranto, Prio Sanyoto, Rudy Lamingat, Bendol Edardono, Susilo,
Sukarman, Subiyakto, SH, MW. Soedarto (Darto Perang), Sukamto Sayidiman,
Bebek Sudianto, Dr. Sardjito, Sutopo Sri Sadono, Tamun Widjajadi, Warsono,
Suwarso (Waritjo), Kustur PSY, Dr. Warno Supono, Drs. Sudjoko, Drs. Pongky
Supangkat. Sulman Sandjojo dan Sujono DK (Djoko Dingklik). Dalam
kesempatan itu juga hadir Anggoro Widjojo (Om Ang) seorang pengusaha
pejuang dari Malang, teman karib Mas Isman dan AKBP Ariesmunandar yang
bertindak sebagai Notulis Pertemuan.
Dipandang dari segi iklim yang berlaku ditanah-air ketika itu, maka faktor
penting yang turut mendorong kelahiran KOSGORO adalah kenyataan, bahwa
sejumlah besar pemuda-pemuda pejoang tidak “krasan” untuk memasuki
rumah-rumah kepartaian yang tersedia di masyarakat pada waktu itu. Namun,
mereka berhasrat keras untuk memelihara kelanjutan dari misi pengabdiannya
kepada rakyat dan tanah air.
Dipandang dari segi tujuannya, kelahiran KOSGORO pada dasarnya
merupakan usaha politik yang ingin menguji “krenteg” dari para pejoang 45
dalam dua bidang pengabdiannya, yaitu:
• Pengabdian untuk memerdekakan bangsa dari segala
bentuk penjajahan;
• Pengabdian untuk mengangkat derajat kehidupan bangsa, yang 300 tahun
lamanya merana sebagai bangsa yang dijajah
Jadi, modal politik yang terpokok dari KOSGORO ialah “krenteg” dari para
pejoang yang bertekad secara jujur dan ikhlas membawakan lebih lanjut
“krenteg” aslinya di dalam alam serta tahap pejoangan yang baru.
Di dalam pertumbuhan selanjutnya, ternyata KOSGORO, meskipun hanya
merupakan hasil organisasi koperasi, dimana-mana mendapatkan tanggapan

9
yang luas dan hangat dari rakyat; suatu kepercayaan, yang biasanya hanya
dilimpahkan pada organisasi politik.
Pertumbuhan yang pesat antara lain dimungkinkan karena KOSGORO
mengutamakan bidang-bidang karya yang praktis, mengutamakan karyakarya
yang kecil namun nyata, dari pada rencana-rencana besar yang penuh janji
tetapi tiada wujud. KOSGORO mendidik para anggotanya dalam semangat:
“Urusilah hal-hal yang kecil secara nyata, dengan begitu hal-hal yang besar
dengan sendirinya akan menjadi terurus”.
Dengan semangat yang demikian, karya-karya KOSGORO meskipun
kebanyakan kecil-kecil, tetapi bersifat meluas dan nyata. Yang lebih penting
lagi, hasil-hasilnya secara langsung dirasakan manfaatnya oleh para anggota
dan oleh rakyat luas. Disinilah antara lain terletak kunci dari pertumbuhan pesat
KOSGORO. Nyata, KOSGORO merupakan benih unggul yang jatuh pada bumi
yang subur.
Perkembangan yang pesat ini juga dimungkinkan oleh karena KOSGORO
dalam gerak langkahya dituntun serta dilandasi oleh “sambung rasa” dengan
rakyat, yang kemudian tumbuh menjadi suatu “sambung jiwa”. Dalam keadaan
ini, KOSGORO membuka luas pintunya bagi masyarakat sehingga berhasil
mengalami pertumbuhan dari bawah.

a) GOLONGAN KARYA KOSGORO


Proses pertumbuhan dari bawah berjalan demikian rupa, sehingga
perjoangan KOSGORO mencapai suatu tingkatan yang perlu
dikonsolidasikan secara nasional. Dalam MUBES KOSGORO ke-11 1966
di Semarang disahkan lahirnya organisasi Golongan Karya KOSGORO,
tepatnya pada tanggal 11 Maret 1966. Organisasi golongan karya ini juga
bernama KOSGORO, suatu singkatan dari “Kesatuan Organisasi
Serbaguna Gotong Royong”.
Organisasi golongan rakyat KOSGORO dewasa ini mewadahi 10 gerakan
dan 7 lembaga:
Kesepuluh gerakan yang dimaksud adalah:
1) Warga Tani.
2) PERKABI (Persatuan Karyawan dan Buruh Indonesia).

10
3) Nelayan KOSGORO. 4) Pemuda KOSGORO.
5) Ikatan Sarjana KOSGORO.
6) GEMA KOSGORO (Gerakan Mahasiswa KOSGORO).
7) GENSI (Gerakan Siswa KOSGORO).
8) Wanita KOSGORO.
9) Persatuan Bahariawan KOSGORO (PERBARI).
10) Ikatan Perwira Pelayaran Nasional Indonesia (IPPNI).
Adapun ketujuh lembaga yang dimaksud adalah:
1) Lembaga Pendidikan Agama dan Spirituil.
2) Lembaga Pembinaan Massa.
3) Lembaga Pembangunan.
4) Lembaga Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan.
5) Lembaga Sosial dan Kesehatan.
6) Lembaga Kebudayaan dan Kesenian.
7) Lembaga Penerbitan dan Pers.
Gerakan-gerakan tersebut merupakan massa dan organisasi wadah bagi
lapisan-lapisan maupun golongan-golongan masyarakat yang terdapat di
Indonesia, sedangkan lembaga-lembaga adalah badanbadan yang
mengembangkan pemikiran-pemikiran guna menghidupi gerakan-
gerakan tersebut. Betapa KOSGORO menghormat jiwa masyarakat
Indonesia yang menjungjung tinggi azas ke-Tuhanan, sesuai dengan
Pancasila, tercermin dalam susunan organisasi lembagalembaga yang
menempatkan Lembaga Pendidikan Agama dan Spirituil sebagai
lembaga yang pertama.
Tidak bisa diingkari, agama mempunyai peranan yang penting dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, masalah pendidikan
agama mendapat perhatian khusus. KOSGORO akan secara sungguh-
sungguh berusaha untuk turut-serta dalam praktik kehidupan untuk
mengembangkan kerukunan beragama dengan memupuk semangat
saling menghormati masing-masing kepercayaan.
KOSGORO menaruh penilaian tinggi pada masalah pengembangan
kebudayaan nasional. Sebab, tanpa adanya kebudayaan nasional yang

11
kokoh sarta yang berakar pada bumi persada Indonesia, tiada mungkinlah
adanya alam serta ikllim pemikiran yang nasional, yakni unsur utama yang
begitu dibutuhkan bagi lahirnya karya-karya nasional.
Bagi KOSGORO mengembangkan kebudayaan berarti
mengembangkan sifat “Bhinneka Tunggal Ika” dalam kehidupan
kebudayaan nasional. Secara mendasar perlu dikemukakan, bahwa bagi
KOSGORO mengembangkan kebudayaan nasional adalah sama
dengagn memperkaya serta memperkokoh watak bangsa. Meskipun
demikian ini tidak berarti KOSGORO mempunyai sifat chauvinistik dalam
menghadapi pengaruh-pengaruh kebudayaan dari luar. KOSGORO
menyadari, bahwa pengaruh-pengaruh dari luar yang tersaring secara
wajar bisa turut menyuburkan pertumbuhan kebudayaan kebudayaan
nasional. Di samping itu, kebudayaan nasional hanya bisa menjadi kokoh
jika ia secara terus menerus berkonfrontasi dengan nilai-nilai kebudayaan
dari luar. Berkenaan dengan pentingnya masalah kebudayaan bagi
KOSGORO, maka kegiatan-kegiatan kebudayaan yang disalurkan melalui
Lembaga Kebudayaan dan Kesenian akan mendapat asuhan yang
khusus.

b) Kegiatan Koperasi dan Ekonomi


Di samping usaha-usaha lewat gerakan-gerakan dan
lembagalembaga tersebut. KOSGORO tetap melanjutkan dan memupuk
kegiatannya untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan koperasi dan
ekonomi yang kongkrit. Kegiatan-kegiatan ini terutama berupa
proyekproyek seperti misalnya Proyek Lampung merupakan proyek
pertanian yang memproduksi hasil bumi untuk keperluan ekspor.
Selanjutnya terdapat pula proyek-proyek pertanian di Sumatera
Utara, dan peternakan dipelbagai tempat di Jawa. Proyek bibit di
Sumatera Utara telah mendapat penghargaan dari masyarakat, yang
selain bereksperimen dengan bibit padi yang unggul juga telah berhasil
mengembangkan eksperimen-eksperimen bibit tanam lainnya.
Kesemuanya itu dewasa ini sudah membawa hasil-hasil yang nyata.
Kemudian KOSGORO juga sudah bergiat dalam bidang perikanan dengan

12
proyek-proyek perikanan di Sumatera Utara, Lampung Tengah, Sulawesi
Selatan dan dipelbagai tempat dipulau Jawa.
Selain itu KOSGORO juga memproduksi bahan-bahan keperluan
sehari-hari bagi rakyat seperti sabun, kecap, tahu, tempe, kopi, rokok dan
sebagainya. Untuk membantu peredaran barang di Indonesia dan pula
untuk menampung hasil produksi KOSGORO sendiri, maka telah
diciptakan alat distribusi yang bermanfaat bagi rakyat banyak dengan
jalan mendirikan serangkaian unit-unit pertokoan dan depot-depot logistik.
Pun bidang perkreditan tidak dilupakan; sebuah usaha yang sukses dan
yang telah luas berkembang adalah BANK PASAR KOSGORO, yang
menyediakan kredit kepada pedagang-pedagang kecil dengan syarat-
syarat yang mudah. Usaha ini telah berhasil untuk menyingkirkan peranan
lintah-darat di pasar-pasar dipuluhan tempat di pulau Jawa, dan sekarang
sedang berkembang juga di tempat-tempat di luar jawa. Di samping itiu
proyek-proyek pedagangan dan proyek-proyek
perindustrian, pada skala yang lebih besar, pada masa ini sedang dalam
proses penyempurnaan.
Sebuah kegiatan ekonomi yang mendapat bimbingan dari
KOSGORO adalah masalah transmigrasi. Sebab KOSGORO menyadari,
bahwa ketidak seimbangan dalam penyebaran penduduk di Indonesia
serta tekanan-tekanan penduduk yang terdapat di pulau Jawa, jika
dibiarkan terus kelak bisa menimbulkan masalah-masalah sosio-politik
yang semakin membara dan meruncing.
Oleh karena itu, KOSGORO pada tahun 1996 telah
menyelenggarakan transmigrasi penduduk dari Jawa tengah ke lampung.
Ini meliputi kaum tani miskin yang tak bertanah, agar mereka bisa
memperoleh lapangan kerja yang baru di Lampung. Beberapa pihak telah
menanggapi usaha KOSGORO dalam menyelenggarakan transmigrasi
swasta ini sebagai eksperimen yang berani. Memang, melihat hasil-hasil
yang cukup memuaskan, maka KOSGORO akan melanjutkan usaha
transmigrasi ini pada skala yang jauh lebih luas lagi.
KOSGORO bertekad kepada untuk tak henti-hentinya
mengembangkan lebih lanjut kegiatan-kegiatan koperasi dan ekonomi

13
yang kongkrit. Dengan ini KOSGORO menyediakan arena latihan yang
nyata bagi usaha-usaha pembangunan yang realitis dan riil. Adalah
sangat menggembirakan, bahwa cara KOSGORO menandangi
proyekproyek tersebut telah dibuktikan kebenarannya oleh hasil-hasil
yang diperolehnya. Yaitu, cara memadukan pengetahuan teori dengan
pengetahuan yang dihimpun sebagai hasil praktek. Cara memadukan ahli-
ahli teori dengan ahli-ahli praktek dalam kerja-sama yang mesra dan
harmonis

c) Kegiatan Sosial, Kesehatan dan Pendidikan


Sesuai dengan azas kegotong-royongan, maka semenjak
kelahirannya, KOSGORO, menaruh perhatian besar terhadap
usahausaha sosial yang tujukan untuk mengembangkan sifat tolong-
menolong dalam pergaulan antar-manusia dan untuk memupuk tabiat
yang ingat akan sesama manusia. Usaha tolong-menolong batiniah
maupun lahiriah, meliputi tolong menolong dalam kehidupan sehari-hari
dan tolong-menolong dalam menghadapi kesulitan-kesulitan di dalam
lapangan kerja dan lapangan tugas masing-masing. Dengan
mengembangkan usaha-usaha tersebut, ditanamkan sendi-sendi
kegotong-royongan dalam kehidupan sehari-hari para anggauta, agar
mereka menjadi insan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat dan bagi
rakyat.
KOSGORO juga mengembangkan kegiatan-kegiatan di bidang
kesehatan, khususnya di bidang kesehatan rakyat. Para dokter dan juru
rawat anggota KOSGORO dibeberapa tempat telah menyelenggarakan
usaha-usaha penerangan kesehatan maupun perawatan kesehatan
kepada rakyat secara cuma-cuma. Di samping itu, para dokter dan
jururawat telah menyediakan dirinya untuk mengabdikan sebagian dari
waktunya guna bertugas dalam klinik-klinik KOSGORO. Sedangkan untuk
para mahasiswa/pelajar didirikan klinik-klinik khusus dengan syarat-syarat
pembayaran yang ringan. Keperluan obat-obatan dikumpulkan secara
gotong-royong dari para anggauta yang mampu.

14
Sekarang KOSGORO berhasrat untuk bisa mendirikan sebuah
rumah sakit yang besar yang bisa bermanfaat untuk seluruh masyarakat.
KOSGORO juga mencurahkan perhatian yang khusus kepada usaha
pendidikan baik yang bersifat pendidikan dibangku sekolah, maupun
pendidikan kemasyarakatan.
Dengan hasil yang cukup memuaskan dewasa ini KOSGORO telah
menyelenggarakan sejumlah taman kanak-kanak, sekolah-sekolah pada
tingkat dasar maupun lanjutan. Disamping itu diselenggarakan
lembagalembaga pendidikan lainnya, baik secara langsung oleh
KOSGORO, maupun oleh sekelompok anggauta secara kolektif, ataupun
oleh badanbadan pendidikan yang berafiliasi dengan KOSGORO.
Pada waktu ini KOSGORO baru mempunyai sebuah universitas,
yakni di Purworejo, yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga dosen yang
bekerja di Jogjakarta. Dengan penyelenggaraan universitas ini, dibuka
kesempatan bagi para pegawai di Purworejo, yang kebanyakan berasal
dari keluarga tani untuk meningkatkan pengetahuannya dan mereka itu
tidak mampu untuk menempuh pendidikan tinggi di lain tempat.
Selanjutnya, sesuai dengan ciri KOSGORO sebagai arena latihan, maka
KOSGORO pada skala yang cukup luas menyelenggarakan pendikan
praktis di bidang niaga, industri kecil dan bidang-bidang produksi lainnya.
Selain itu, dalam rangka keorganisasian, KOSGORO secara berkala
menyelenggarakan usaha-usaha pendidikan kemasyarakatan bagi para
anggotanya, sesuai dengan lapangan kegiatan organisatoris
masingmasing. Akhirnya kegiatan olahraga tidak dilupakan, karena
menyadari bahwa pendidikan jasmaniah merupakan unsur penting bagi
pembangunan bangsa. Dalam segala kesibukan organisatoris,
KOSGORO memerlukan untuk membimbing badan-badan olahraga serta
menyelenggarakan perlombaan antardaerah guna meningkatkan mutu
olahraga para anggauta dan simpatisan simpatisannya.

d) KOSGORO dalam Konstelasi Politik


Oleh karena KOSGORO merupakan golongan karya yang tidak
berafiliasi pada partai politik dan tidak menganut ideologi lain kecuali

15
ideologi negara, yaitu Pancasila, demikian juga tidak mempunyai dasar
lain kecuali UUD 1945, dan oleh karena KOSGORO dalam kelahirannya
maupun pertumbuhannya dirintis oleh pemuda-pemuda pejoang 45 yang
tidak mempunyai pamrih lain kecuali melanjutkan misi pengabdiannya
kepada rakyat dan tanah air, maka adalah wajar bahwa KOSGORO
merupakan partner dari TNI. Selanjutnya oleh karena mendewasanya
KOSGORO adalah lewat proses pertumbuhan dari bawah, dan oleh
karena dalam pertumbuhan itu KOSGORO senantiasa berkiblat pada
rakyat, maka jelas KOSGORO merupakan TEMAN BAIK dari kekuatan-
kekuatan rakyat yang terorganisasi, yaitu PARPOL dan ORMAS.
Pada tahun 1967, ketika Mas Isman mengakhiri masa tugasnya
sebagai Duta Besar RI di Kairo Mesir dan mendapat tugas baru di Markas
Besar Angkatan Darat di Jakarta, perhatian bagi pengembangan
KOSGORO dapat beliau laksanakan secara penuh. Mencermati
perkembanagan KOSGORO terkait perkembangan bangsa secara
keseluruhan, Mas Isman menerbitkan Pedoman Perjoangan KOSGORO
pada tahun 1968. Dengan pedoman itu, baik barisan kader maupun
organisasi KOSGORO memiliki panduan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Beberapa objek kegiatan KOSGORO oleh Mas Isman secara
bertahap dibenahi. Antara lain, Harian Gotong Royong yang dipimpin
oleh Budayawan Iwan Simatupang, sejak 1968 diganti namanya menjadi
Warta Harian dan Warta Minggu. Manajemen surat kabar kemudian
diperkuat oleh Suratman (Almarhum, adik Mas Isman) dan beberapa
tokoh lain. Dalam pembekalan bagi wartawan muda, diadakan “semacam
perkaderan” tentang Pers dan ke-KOSGORO-an. Beberapa orang
wartawan muda yang memperkuat media cetak ini antara lain: H.
Azkarmin Zaini (sekarang Pemimpin Redaksi AnTV), Panda Nababan
(mantan anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI), Wahyudi Mochtar,
Sumartono, Rahadi Sutoyo, Yuyu Mandagi, Asbari Nurpatria Krisna, dll.
Khusus untuk Warta Minggu, dipimpin oleh Budayawan Betawi Firman
Muntaco, dan Djonharro (Kak Djon) sebagai Redaktur Muda-nya, yang
sekaligus membina Lembaran dan Klub Remaja Sanggar Beringin, yang

16
juga berkembang secara Nasional menjadi salah satu sumber kader
KOSGORO.
Tanpa disadari, Sangar Beringin yang berawal dari Lembaran
Remaja di surat kabar Warta Minggu berkembang menjadi organisasi
remaja yang tersebar secara nasional. Beberapa kota di Jawa dan
Sumatera, organisasi terbentuk dan berkembang dengan baik. Sanggar
Beringin terus menjadi wadah Persinggahan dan
Persemayaman Remaja Tunas Bangsa.
Di “Redaksi Remaja” Warta Minggu, tercatat penyair muda yang
sekarang mencuat di blantika nasional dan pernah menyumbangkan
karyanya antara lain: Noorca Marendra, Yudistira Ardinugraha,
Hendrawan Nadesul, Saliban Sastra, Priyono Tjiptoherijanto (Prof. DR),
Udhin dan puluhan penulis muda lainnya. Untuk membuktikan
keberadaan Sanggar Beringin secara Nasional, pada bulan Juni 1968
berlangsung Ramanas (Ramah Tamah nasional) yang di hadiri oleh
utusan dari beberapa daerah seperti dari Surabaya, Malang, Ungaran,
Yogyakarta, Bandung, Bogor. Tanjungkarang, Medan, Pekanbaru, dan
lain lain.
Sisi lain dari perkembangan KOSGORO, yang tidak saja maju
sebagai Gerakan Koperasi, tapi juga sebagai Gerakan Massa,
menunjukkan kekokohan bangunan organisasi dengan kehadiran
tokohtokoh nasional. Tercatat tokoh nasional dan Guru Besar UI, Prof. Dr.
Ismail Sunny, SH, MCL, mantan diplomat Soedjoko Hudionoto, Bus
Effendi, Djoko Suyono dan lainnya. Dalam periode itu juga mulai
bergabung Drs. J. Imam Soedarwo, Buyung Tamin, DM. Sihite, Rudy
Hutabarat dari kalangan Pergerakan Perburuhan. Tokoh-tokoh muda juga
turut aktif, seperti Hikmatullah, H. Effendi Jusuf, S.H., Marzuki Achmad,
SH., Thomas Manurung, Yahman Saidah, Chandra Maruli Situmorang dan
beberapa tokoh muda lainnya.

e) Konsolidasi Tahun 1978


Kelahiran Generasi Muda KOSGORO sebagai wadah baru ini
disambut gembira oleh seluruh Keluarga Besar KOSGORO seluruh

17
Indonesia. Mas Isman selaku pimpinan KOSGORO mengambil sikap yang
tegas dengan:
1. Menetapkan Generasi Muda KOSGORO sebagai wadah baru
pengintegrasian: Permuda KOSGORO, Gerakan Mahasiswa
KOSGORO, Gerakan Siswa KOSGORO dan Wadah Remaja
SANGGAR BERINGIN.
2. Mengaktifkan kembali seluruh organ KOSGORO secara nasional.
3. Menyelenggarakan Mubes III KOSGORO pada bulan Juni 1978 di
Semarang dengan kembali mengkonsolidasi KOSGORO secara
Nasional.
Sejak Mubes Semarang itulah, KOSGORO kembali terkonsolidasi.
Secara bertahap terbentuk kembali Gerakan Mahasiswa KOSGORO,
Ikatan Sarjana KOSGORO, Wanita KOSGORO, Majelis Dakwah Ukhuwah
Islamiyah, Lembaga Bantuan dan Pelayanan Hukum KOSGORO dan
lainlain. Kelahiran kembali Gerakan Mahasiswa KOSGORO diawali
dengan deklarasi yang dimotori para mahasiswa saat itu.

C. FILOSOFI PERJUANGAN DALAM TRI DHARMA KOSGORO


Berdasarkan hasil telusur sejarah perjuangan Kosgoro sejak didirikan
hingga masa-masa konsolidasinya, maka dapat diperoleh poin-poin
penegasan, bahwa sebenarnya Tri Dharma Kosgoro yang terdiri dari
Pengabdian, Kerakyatan dan Solidaritas merupakan implementasi sosial
dari sila-sila dalam Pancasila. Pengabdian merupakan implementasi Sila 1
dan Sila 2, maka sesungguhnya “pengabdian” memiliki konteks vertikal
dan horisontal. Vertikal, berarti hablu minalloh, mengabdi kepada Tuhan
dan horisontal mengabdi demi kemaslahatan bersama, hablu minannas.
Sebuah konsep pembangunan manusia seutuhnya baik spiritual dan
material.
Adapun “Kerakyatan” merupakan implementasi sosial demokrasi dari Sila
3 dan Sila 4. Sila 3 yang intinya adalah konsep cinta tanah air dan rela
berkorban harus pula diimplementasikan dalam mendukung proses
penyelenggaraan pemerintahan dan demokrasi Indonesia yang berintikan
musyawarah, mufakat dan perwakilan (Sila 4). Dua sila ini

18
menggambarkan mekanisme keberpihakan kepada rakyat. Tidak akan
sampai target kerakyatan tanpa ada cinta tanah air dan rela berkorban
dalam musyawarah, mufakat dan perwakilan.
Selanjutnya, “Solidaritas”, sangat terkait dengan Sila 5. Indonesia pernah
memiliki narasi utopia masa depan yang sangat membanggakan yakni
“adil dan makmur”. Hal inilah yang menjadi peneguhan perjuangan
Kosgoro. Intisari dari dua kata ini adalah solidaritas. Bagaimana mampu
adil jika rasa solidaritas hanya didasarkan atas keuntungan pribadi atau
golongan, demikian pula mustahil kemakmuran tercapai tanpa ada
keadilan. Oleh karena itu, solidaritas menjadi dasar dalam berlaku adil dan
tangga menuju kemakmuran. Jika solidaritas mampu terkristalisasi secara
membumi, maka ketahanan ipoleksosbud bangsa akan terus menguat.
Jadi, Tri Dharma Kosgoro sebagai “bahasa kompresi” Pancasila akan
selalu adaptif terhadap segala jenis perubahan dan perkembangan era.
Keuniversalannya justru mampu menghindarkan diri dari usangnya
etimologi kebahasaan dari generasi ke generasi. Kehadiran Tri Dharma
Kosgoro akan selalu menjadi bingkai Pancasila secara lebih anggun atau
elok sesuai dengan kondisi kemajuan sosial budaya Indonesia pada
zamannya.

19
BAB II

TAFSIR IDEOLOGIS PEDOMAN PERJUANGAN DAN


TRI DHARMA KOSGORO 1957

A. PENGABDIAN – KERAKYATAAN – SOLIDARITAS SEBAGAI DOKTRIN


PERJUANGAN
KOSGORO 1957 yang dideklarasikan pada 10 Nopember 1957
merupakan tekad untuk mengembalikan hakikat sesungguhnya kemurnian cita-
cita KOSGORO sebagaimana di awal kelahirannya. Dengan demikian,
KOSGORO 1957 tetap berpegang teguh pada semangat Doktrin Perjuangan Tri
Dharma KOSGORO: Pengabdian – Kerakyataan - Solidaritas yang
nerupakan butir mutiara pemikiran Mas Isman dalam Pedoman Perjuangan
KOSGORO yang terus melekat dan mewarnai dinamika perjalanan organisasi
masa lalu, masa kini dan masa datang. Dalam perspektif yang lebih hakiki, Tri
Dharma KOSGORO merupakan ruh perjuangan dan marwah pengabdian
KOSGORO.
Pengabdian: adalah semangat perjuangan yang menjadi karakteristik dan
watak dasar kader untuk berjuang dengan penuh keikhlasan tanpa pamrih
dalam memberikan dharma bhakti kepada tanah air, bangsa dan negara. Bagi
kader KOSGORO 1957 karakteristik tersebut sebagai obor perjuangan yang tak
kunjung padam seperti yang telah dicontohkan oleh pejuang kemerdekaan dan
para pendiri Organisasi. Dimensi pengabdian ini, di samping memiliki tanggung
jawab vertikal kepada Al Khalik Maha Pencipta juga memiliki dimensi horizontal
yaitu kepada umat manusia.
Kerakyatan: adalah semangat perjuangan yang bertumpu pada jiwa dan
aspirasi rakyat menjadi sumber kekuatan bangsa sekaligus menjadi sumber
kekuatan organisasi. KOSGORO 1957 lahir karena kehendak rakyat, besar
karena selalu bersama rakyat dan tidak akan pernah lelah memperjuangkan
rakyat. Bagi KOSGORO 1957, rakyat adalah nafas kehidupan dan penderitaan
rakyat adalah pesan suci yang selalu membangkitkan semangat perjuangan
dalam mengangkat harkat dan martabat mereka.
Solidaritas: adalah semangat perjuangan yang berintikan rasa senasib
sepenanggungan dengan rakyat melahirkan kerjasama yang harmonis antara

20
kader dan rakyat dalam setiap derap kehidupan. Bagi KOSGORO 1957 kerja
keras menuju terwujudnya cita-cita nasional bangsa Indonesia merupakan
panggilan luhur dan tugas yang beramat mulia.
Dengan demikian, ruh perjuangan KOSGORO 1957:
PengabdianKerakyatan-Solidaritas dan suasana batin berupa pesan
kesejarahan tersebut di atas mengharuskan kita untuk melahirkan refleksi
perjuangan organisasi dalam bentuk visi dan misi dalam menjawab dinamika
dan denyut nadi kehidupan masyarakat. Visi KOSGORO 1957 adalah cita-cita
organisasi yang hendak diwujudkan di masa depan dan selalu menjadi sumber
motivasi, inspirasi dan arah perjuangan kader dalam setiap perilaku dan derap
perjuangannya. Pemahaman atas visi KOSGORO 1957 berupa “Pengamalan”
setiap kader dalam berjuang dan bekerja secara ikhlas tanpa pamrih,
mengedepankan kepentingan dan moral kerakyatan serta selalu membangun
solidaritas, di sntara sesama kader dan rakyat.
Misi KOSGORO 1957 merupakan tanggung jawab oragnisasi dalam
melaksanakan peran perjuangan, sehingga dapat terwujud cita-cita perjuangan
organisasi di segala bidang sejalan dengan visi perjuangannya. Pemahaman
terhadap misi perjuangan ini adalah tanggung jawab untuk membangun
KOSGORO 1957 sebagai organisasi terbuka yang demokratis, mampu
menyerap, memadukan dan memperjuangkan aspirasi rakyat sekaligus
membuka diri terhadap berbagai pikiran, aspirasi dan kritik baik dalam
perspektif politik, pendidikan, ekonomi dan sebagainya.
Keyakinan tersebut diutarakan Ketua Dewan Pembina Yayasan
Universitas Kosgoro 1957, Dr. dr. HR Agung Laksono dalam Seminar
Kekosgoroan 1957 bertema: “Membumikan Nilai-Nilai Luhur Norma Kosgoro
1957 Dalam Dunia Pendidikan” di Kampus IBI-K57, Moh Kahfi II, Lenteng
Agung, Jakarta Selatan, Jumat (21/2/2020). Lebih jauh beliau mengatakan,
perlu dikembangkan seiring dengan kebijakan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf
Amin yang terpilih melalui Pemilu tahun 2019, mengenai pembumian nilainilai
moral Kosgoro 1957 secara lengkap. "Saya sangat setuju dan mendukung
tentunya dapat kita sempurnakan nanti melalui pembentukan Pusat Studi
Kekosgoroan 1957 sebagai Center of Excellence pemikiran-pemikiran
kebangsaan untuk kemajuan bangsa." Selanjutnya, beliau menegaskan kembali

21
bahwa Kosgoro sebagai golongan karya tidak menganut ideologi lain, kecuali
ideologi Pancasila dan tidak mempunyai tujuan lain, kecuali masyarakat adil
dan makmur. "Misi pengabdian yang dipandang penting adalah pelaksanaan
Pancasila, amal serta karya Kosgoro bagi masyarakat, bagi rakyat dan tanah
air. Sebagai golongan karya kita harus punya program sendiri yang nantinya
kita persembahkan pada partai," katanya.
Bagi Kosgoro 1957, pengabdian berarti secara penuh menyerahkan diri
untuk memberikan dharma dan karya kepada bangsa dan tanah air. Selain itu,
memiliki kesadaran akan masalah-masalah vital yang dihadapi Tanah Air serta
sadar akan tugas-tugas berat yang dituntut bangsa Indonesia dewasa ini. Hal
ini diungkapkan secara langsung oleh Pak Agung: "Kader Kosgoro akan
mendahulukan kepentingan bangsa di atas kepentingan dirinya, akan
mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan Kosgoro sendiri.
Maka, dalam masalah-masalah yang pokok, kepentingan bangsa adalah identik
dengan kepentingan Kosgoro."
Agung Laksono juga menegaskan bahwa membumikan nilai-nilai Tri
Dharma Kosgoro dalam dunia pendidikan khususnya di organisasi Kosgoro
1957 tentu merupakan keniscayaan yang harus dilakukan. Yang utama, kata
beliau adalah keteladanan di dalam organisasi, pengelolaan dengan fungsi dan
tugas terbagi habis. "Jika setiap orang dalam organisasi apapun bekerja keras
dan berfikir cerdas sesuai dengan posisinya dan berpegang pada Doktrin Tri
Dharma Kosgoro 1957 akan tercipta bahwa organisasi ini sebagai rumah yang
isinya saling asah, asuh, pendorong, penganjur, penggerak untuk sebuah asa
bagi kemajuan rakyat dan bangsa."
Dengan demikian, Kosgoro harus memiliki cara sendiri dalam melakukan
transformasi nilai kepada generasi muda, terutama nilai kebangsaan dan
Pancasila. Berpatokan pada hal tersebut, sebagaimana kondisi yang
berkembang saat ini, Kosgoro 1957 harus dikembangkan ke arah wadah
perjuangan dan wadah perkaderan sumber daya manusia untuk segala macam
kebutuhan masyarakat. Dijadikan sebagai wadah, berarti memelihara potensi
politik berwawasan kebangsaan serta sebagai wadah untuk mendorong
perekonomian, khususnya ekonomi orang banyak, rakyat maupun anggota.
Tiga aspek ini harus menjadi kajian. Hal mana aspek yang pertama harus

22
dilakukan dengan menyamakan pemikiran tentang perlunya perkaderan seperti
yang acapkali dilakukan pada Orientama, yaitu Orientasi dan Tatap Muka,
Penyiapan Sumber Daya Manusia tentu melalui jalur Pendidikan.
Aspek yang kedua adalah wadah memelihara potensi politik kebangsaan
diperlukan, karena Kosgoro 1957 bukan Parpol. Kosgoro 1957 adalah
organisasi sosial kemasyarakatan yang diatur melalui UU tentang Ormas,
sehingga harus mengembangkan diri sebagai pelindung. Sebagai ormas, harus
ditempatkan dalam fungsi yang jelas dengan mengembangkan wawasan
tersebut dari waktu ke waktu, pendorong serta penganjur maupun penggerak
yang dilaksanakan oleh satuan-satuan kegiatan yang ada di organisasi,
termasuk di dalamnya aspek yang ketiga, yakni pengembangan perekonomian.
Jadi, Tri Dharma Kosgoro bukanlah suatu kumpulan doktrin yang berbelit-
belit atau yang muluk-muluk, tetapi merupakan pengertianpengertian yang
gamblang dan sederhana. Tri Dharma Kosgoro mencerminkan jiwa gotong-
royong yang menjadi ciri khas Bangsa Indonesia dan mencerminkan pula
hasrat untuk mengembangkan jiwa gotong-royong lebih lanjut di medan
pengabdiannya pada rakyat dan tanah air. Kosgoro merupakan wadah
pengabdian, dimana ditumbuhkan pemikiran-pemikiran dan karya-karya yang
wajar. Pemikiran-pemikiran yang wajar ini berdasarkan pada nilai-nilai
kemanusiaan yang tumbuh, berkembang dan teruji dalam sejarah kehidupan
Bangsa Indonesia. Pemikiran-pemikiran yang wajar pada hakikatnya
merupakan pemikiran insan yang berbudi-daya, yang mengamalkan budi-
dayanya dalam pergaulan antar manusia. Pergaulan antarmanusia yang
dituntut oleh jiwa dan pengertian gotong royong. Yang kuat, seharusnya
membantu yang lemah, dan sebaliknya yang lemah patut meminta bantuan
kepada yang kuat. Yang pintar membantu yang kurang pintar dan yang kurang
pintar patut meminta bantuan dari yang pintar. Yang kaya membantu yang
miskin, dan sebaliknya yang miskin patut meminta bantuan pada yang kaya.
Yang kuasa melindungi yang tidak pegang kekuasaan, dan sebaliknya yang
tidak kuasa patut meminta perlindungan pada yang berkuasa. Inilah salah satu
Tri Dharma Kosgoro yakni Solidaritas.
Sementara itu, pendidikan pada dasarnya adalah proses rekayasa sosial
untuk mentransformasikan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang terkandung

23
dalam Pancasila, Kosgoro 1957 dan sekaligus mengakomodir nilai baru yang
positif untuk kemajuan dan menciptakan peradaban umat manusia yang mulia,
saling menghargai, tolong menolong untuk kebaikan dan cinta damai. Sejalan
dengan pendidikan nasional dalam UUD 1945, pasal 31, ayat 3 yang
menyebutkan: Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang salah meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dengan undang-undang. Tujuan yang ingin dicapai dari sebuah proses
pendidikan yang berhasil adalah hidup sejahtera, adil dan makmur.
Penguasaan teknologi saja tidaklah cukup tanpa diimbangi pendidikan moral
dan karakter yang baik. Disinilah IBI-K57 hadir sebagai bentuk keterpanggilan
untuk ikut mencerdaskan bangsa sebagai manifestasi dari tujuan bernegara.

B. PENGABDIAN – KERAKYATAAN – SOLIDARITAS SEBAGAI PESAN


MORAL PERJUANGAN
Arah pembangunan tentu tidak memiliki tujuan lain kecuali masyarakat adil
dan makmur. Dalam misi pengabdiannya, yang dipandang penting adalah
pelaksanaan Pancasila. Adalah amal serta karya KOSGORO bagi masyarakat,
bagi rakyat dan tanah air. Tri-Dharma KOSGORO bukanlah suatu kumpulan
doktrin yang berbelit-belit atau muluk-muluk, tetapi merupakan
pengertianpengertian yang gamblang dan sederhana. Tri-Dharma KOSGORO
mencerminkan jiwa gotong-royong yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia
dan mencerminkan pula hasrat untuk mengembangkan jiwa gotong-royong ini
lebih lanjut di medan pengabdiannya pada rakyat dan tanah air.

Pengabdian
Bagi KOSGORO pengabdian berarti secara sepenuhnya menyerahkan
dirinya dalam memberikan dharma dan karyanya kepada bangsa dan tanah air.
Sadar akan masalah-masalah vital yang dihadapi oleh tanah air, serta sadar
akan tugas-tugas berat yang dituntut dari bangsa Indonesia dewasa ini, maka
KOSGORO dalam keadaan apapun akan mendahulukan kepentingan bangsa
atas kepentingan dirinya, akan mengutamakan kepentingan nasional atas
kepentingan KOSGORO. Maka, dalam masakah-masalah yang pokok,

24
kepentingan bangsa adalah identik dengan kepentingan KOSGORO. Sebagai
perwujudan dari usaha kolektif para pejuang 1945 yang hendak
melangsungkan “krenteg” pengabdiannya pada panggilan sejarah, KOSGORO
sepenuhnya menyadari kedudukannya sebagai anak jaman yang akan turut
membentuk jaman.
Oleh karena itu, KOSGORO dalam pengabdiannya tidak akan
mengelakkan tuntutan-tuntutan perjuangan bangsa untuk turut memberi
pimpinan pada perjuangan, bahkan kalau perlu turut merintis dan memelopori.
Di sisi lain, dalam rasa tanggung-jawab yang khidmat terhadap para pejuang
yang telah merintis kebangkitan bangsa Indonesia, KOSGORO menaruh
pengertian yang mendalam akan pentingnya faktor kontinuitas alam perjuangan
maupun kehidupan bangsa. Manakala suatu bangsa tidak mampu memelihara
kontinuitas dalam kehidupan nasionalnya, maka tidak pernah bangsa itu akan
mampu untuk menghimpun perbendaharaan pengalamannya. Segenap
pengalaman tidak akan mampu bersifat kumulatif, yaitu bersifat makin
menumpuk dan makin kaya, namun sebaliknya pengalaman ini akan
berceceran dan akan sia-sialah segala korban untuk menebus pengalaman-
pengalaman yang mahal itu.
Oleh karena itu, pengabdian juga berarti secara khidmat memelihara
nyala obor perjuangan yang telah dinyalakan oleh para perintis kemerdekaan
bangsa. Berarti, secara khidmat melanjutkan tradisi kebangkitan bangsa pada
tahun 1908 selanjutnya berkembang dan merupakan gerakan-gerakan
kemerdekaan secara lebih nyata pada tahun 1945, ketika diproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, KOSGORO dalam pengabdiannya
akan menempatkan dirinya sebagai penerus, sebagai ahli waris nilai-nilai yang
positif dari tradisi perjuangan bangsa dan dari proses kehidupan nasional.
KOSGORO sadar, warisan paling bernilai yang diturunkan oleh para perintis
perjuangan bangsa kepada kita adalah karya Persatuan dan Kesatuan
bangsa Indonesia yang ditempa ditengah-tengah berbagai tantangan zaman. Di
samping itu, KOSGORO sadar, bahwa tanpa persatuan dan kesatuan, bangsa
Indonesia tidak akan tahan ujian zaman dan mustahillah lahir karya-karya
nasional yang jaya. Jadi, dalam pengabdian, berarti menjunjung tinggi panji-
panji persatuan dan kesatuan bangsa.

25
Sementara itu, ketika KOSGORO terjun dalam medan pengabdian
dengan dibekali hati yang ikhlas, tekad yang bulat dan pemikiran yang matang,
KOSGORO sadar, bahwa usaha pengabdiannya akan menjadi hambar jika
tidak disuluhi oleh pikiran-pikiran yang matang. Oleh karena itu, KOSGORO
dalam pengabdiannya di arena perjuangan bangsa akan menaruh perhatian
yang besar untuk mengilmukan segenap praktik yang dialaminya, untuk
selanjutnya mempraktikkan ilmu ini kembali di dalam arena perjuangan.
Mengingat tuntutan-tuntutan pembangunan Indonesia demi
kesejahteraan rakyat, dan sadar bahwa bangsa Indonesia tidak mungkin
menjadi bangsa yang jaya selama tidak berhasil mendobrak keterbelakangnya,
maka KOSGORO akan mengabdikan dirinya secara kongkrit sebagai tenaga
konstruktif dalam usaha-usaha pembangunan. Di samping itu, KOSGORO akan
mengabdikan dirinya sebagai wahana menuju arah modernisasi Indonesia dan
ikut serta mengusahakan perubahan sosial dan institutionil yang diperlukan
bagi modernisasi. Di dalam praktik kehidupan sehari-sehari, KOSGORO
menempatkan dirinya untuk membantu Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah dalam usaha-usaha pembangunan, serta mengajak seluruh masyarakat
untuk terus menerus mengembangkan pemikiran-pemikiran dan kreasi-kreasi
yang konstruktif dan memobilisasi pemikiran dan kreasi ini untuk pembangunan
yang berkemajuan.

Kerakyatan
Pengertian kerakyatan berarti kesadaran, bahwa sumber kekuatan
nasional dan sumber kekuatan KOSGORO terletak pada rakyat, khususnya
pada kaum mayoritas dari rakyat penghasil bahan utama, yaitu pangan. Juga
pada kaum buruh sebagai golongan produsen yang vital, yang terikat pada
sektor-sektor produksi yang modern dan dinamis. Maka, KOSGORO secara
mutlak berorientasi kepada kepentingan rakyat, berkiblat pada rakyat, dan
memandang rakyat sebagai hakim tertinggi yang akan menilai segenap amal
dan usaha.
Dalam menanggapi potensi-potensi bangsa, maka KOSGORO
menganggap kaum tani sebagai tulang punggung bangsa, dan menganggap
kaum buruh sebagai tenaga penggerak yang penting.

26
Disamping itu, KOSGORO menaruh penghargaan yang tinggi pada
kaum pedesaan sebagai putra bangsa yang kehidupannya begitu lumrah, wajar
dan jujur, sehingga merupakan sumber ilham bagi kehidupan nasional kita dan
pula sebagai golongan bangsa yang mengawetkan dan memelihara nilai-nilai
yang tradisionil, namun yang kaya, dari kebudayaan Indonesia. Adalah tidak
terlebih untuk berkata, bahwa bangkit terbenamnya bangsa Indonesia akan
sangat ditentukan oleh bangkit terbenamnya kaum pedesaan Indonesia.
Kerakyatan juga berarti, bahwa KOSGORO mengikat dirinya pada
paham demokrasi, di mana segala sesuatu itu adalah oleh rakyat, dan rakyat,
dan untuk rakyat. Ini berarti, bahwa KOSGORO mengikat dirinya pada garis
perjuangan rakyat, baik dalam arah dan tujuannya, maupun dalam irama
kerjanya. Dalam mengembangkan kegiatan-kegiatannya, KOSGORO sekaligus
akan mengembangkan irama kerja yang bernafaskan kerakyatan, yang paham
dalam menangkap isi hati rakyat, mengolah keinginan-keinginan rakyat dan
kemudian mengembalikan hasil pemikiran ini kepada rakyat sebagai penyuluh
bagi kegiatankegiatannya. Sisi yang penting lainnya dari faham kerakyatan
adalah kesadaran, bahwa manusia merupakan modal yang paling berharga
bagi segenap usaha-usaha nasional kita, tanpa meremehkan sumber-sumber
materil, KOSGORO memahami bahwa sumber daya manusia merupakan
sumber yang ampuh dan yang tak kunjung kering bagi terciptanya karyakarya
nasional bangsa Indonesia. Untuk itu, KOSGORO menggariskan langkah-
langkahnya sesuai dengan faham ini, dan oleh karena itu tidak akan jemu
membantu mengerahkan potensi nasional untuk meningkatkan derajat
kehidupan bangsa.
Di lain pihak, bahwa KOSGORO menaruh kepercayaan yang tidak
terhingga pada daya-kreasi rakyat, pada kemampuan dan kekuatan rakyat. Hari
depan rakyat adalah hari depan KOSGORO, sehingga pantas bila dikatakan
bahwa:”Hari depan KOSGORO adalah pula hari depan rakyat”. Oleh karena itu,
KOSGORO dalam perjuangannya tanpa raguragu berorientasi pada hari depan
dan tidak akan mengorbankan kepentingan-kepentingan hari depan untuk
desakan-desakan hari ini, tidak akan mengorbankan kepentingan-kepentingan
jangka panjang untuk kepentingan-kepentingan jangka pendek, sesaat dan
seketika.

27
Solidaritas
Pengertian solidaritas bagi KOSGORO adalah rasa senasib
sepenanggungan dengan rakyat, tidak hanya secara asasi tetapi pula dalam
praktek kehidupan sehari-hari. Hal ini membawa kewajiban bagi KOSGORO
untuk dalam irama kerjanya menyatukan dirinya dengan suka-duka rakyat.
Solidaritas mengandung makna, bahwa KOSGORO memandang keramat
kepercayaan yang dilimpahkan oleh rakyat kepada KOSGORO. Oleh karena
itu, KOSGORO tidak akan pernah memandang remeh kepercayaan rakyat.
Pada pokoknya, KOSGORO akan menjaga dirinya jangan sampai terperosok
ke arah cara kerja yang ceroboh dan gegabah dalam mengemban kepercayaan
rakyat.
Faham solidaritas bagi KOSGORO membawa tugas untuk berintegrasi
dangan kaum pedesaan dan dengan kehidupan desa. KOSGORO memiliki
keyakinan yang teguh, bahwa segala kekurangan maupun kebobrokan yang
dialami oleh kehidupan politik di Indonesia selama ini, hanya bisa diatasi jika
kita berorientasi pada desa dan pada kehidupan kaum pedesaan. Orientasi ini
pasti akan membawa angin segar yang akan menyembuhkan segala penyakit
yang terdapat dalam tubuh politik Indonesia.
Sebaliknya KOSGORO juga memahami, bahwa organisasi dengan
rakyat tidaklah mungkin diwujudkan jka KOSGORO tidak memiliki barisan kader
yang ampuh dan teruji. Sadar akan pentingnya peranan kader bagi amal serta
karya KOSGORO dan sadar bahwa beban kegiatan organisasi sehari-hari
terutama akan dipikul oleh para kader, maka pengertian solidaritas sekaligus
berarti melimpahkan segenap asih dan asuhnya pada barisan kader. Tetapi,
selain barisan kader, maka watak dari para anggota akan turut menentukan
apakah KOSGORO akan mampu berintegrasi dengan rakyat atau tidak.
KOSGORO sadar bahwa rakyat, sudah mahir untuk membedakan siapa yang
datang sebagai sahabat dan siapa yang tidak. Dalam hubungan ini solidaritas
berarti kewajiban bagi KOSGORO untuk mendidik para anggotanya dalam
semangat: “Paling depan dalam beramal, paling belakang dalam memetik
rejeki”.

28
C. TAFSIR TRI DHARMA KOSGORO 1957 SEBAGAI PEDOMAN
PERJUANGAN

Berbicara tafsir Pengabdian – Kerakyatan – Solidaritas (PKS) memang


sangat luas dan sangat bermakna sangat terbuka. PKS sesungguhnya adalah
bahasa simbolik yang implementasinya sudah ada sejak Pedoman Perjoangan
pada Mubes II Kosgoro 1957 (Jakarta, 3-5 April 2008). Namun demikian,
sistematika kalimat-kalimat kunci Pedoman Perjoangan tersebut baru tersusun
dalam 19 Pesan Moral Kosgoro 1957 pada Panduan Materi Perkaderan
Kosgoro 1957, Orientasi dan Tatap Muka (Orientama) Pimpus BK2K 1957
(Badan Kaderisasi dan Keanggotaan Kosgoro 1957), Jakarta 20 Mei 2011.
Inilah tafsir ideologis yang dimaksud.

Pesan-Pesan Moral
KOSGORO 1957

Cukup banyak pesan-pesan moral yang di ungkap para pendahulu KOSGORO


1957 beberapa diantaranya berhasil di rekam dan dapat dicerna, yang dapat
lebih memparipurnakan bangunan kader KOSGORO 1957 untuk turut ambil
bagian dalam dinamika bangsa yang terus bergelora dan berkembang.

1) Bibit unggul yang jatu di bumi yang subur


Kelahiran KOSGORO 1957 dengan misi kesejahteraan, bebas dari pengaruh
partai politik, tidak berpolitik, di tahun 1957 tatkala bangsa dan negara
berada di puncak dari ancaman bangsa yang paling dahsyat sejak
Proklamasi 17 Agustus 1945. Kala itu, republik tercabik-cabikole Gerakan
Perlawanan Bersenjata, yang terjadi hampir diseluruh Nusantara, Kelahiran
KOSGORO 1957 sebagai yang berada dan sangat di tunggu, sehingga ia
merupakan Bibit Unggul yang jatuh di Bumi yang Subur.
Kader KOSGORO 1957 hendaklah menjadi Bibit Unggul, dan bersemailah
dan berkembangkah di bumi yang subur. Berkembanglah pada lingkugan
yang membutuhkan peran dan kehadiran kita.

2) Kembali Ke Desa

29
Untuk mewujudkan tekad untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa
yang sekian abad merana sebagai bangsa terjajah, KOSGORO 1957
mengambil jalan pintas dengan mengembangkan semangat kembali ke
Desa. Kembali kepada asal usul kehidupan bangsa dengan menyatu dengan
rakyat di pedesaan.

3) Anak zaman yang ikut membentuk zaman.


Meskipun kegiatan utama KOSGORO 1957 semula berporoskan kegiatan
koperasi, namun berkat nalurinya sebagai perintis dan terpanggil ole tuntutan
zaman pada saat itu, maka KOSGORO 1957 secara formal , maupun non-
formal ataupun melalui wadah lain yang secara ideal berafiliasi dengan
KOSGORO 1957, mulai merintis kegiatan sosial yang lebih luas, seperti
kegiatan pendidikan, kegiatan sosial ekonomi, kegiatan penalaran mengenai
masalah-masalah nasional yang aktual dan sebagainya. Dalam berbagai
permasalahan nasional, KOSGORO 1957 akan senantiasa mengambil peran
untuk turut serta memecahkan masalah bangsa. Peran itu menurut para
pendiri KOSGORO, adalah karena KOSGORO 1957 adalah anak zaman
yang ikut membentuk zaman.
Perubahan politik tahun 1965/1966, KOSGORO 1957 tak hendak berdiam
diri utnuk turut ambil bagian dalam proses yang tengah terjadi . itu
sebabnya, KOSGORO 1957 berketetapan hati untuk tidak hanya
mengibarkan bendera kesejahteraan semata dengan Gerakan Koperasi.
Tetapi selaras dengan tuntutan zaman, KOSGORO 1957 jga kemudian
bergerak dalam Pembinaan Massa, sebagai Organisasi Massa. Tepatnya
terhitung sejak tanggal 11 Maret 1966 KOSGORO Menjadi Organisasi
Massa dengan sebutan : Kesatuan Organisasi Gotong Royong. Dalam
perjalanan bangsa ke depan, KOSGORO 1957 harus selalu berada di garis
terdepan dalam memecahkan setiap permasalahan bangsa dan negara.

4) Arena Latihan
KOSGORO 1957 merupakan terminal bagi transformasi nilai-nilai
kebangsaan, kejuangan dan pengabdian, dari para pendahulu kepada
Generasi Penerus. Dengan begitu, maka akan semangat kesinambungan

30
perjuangan akan terus bergelora dan bahkan menjadi tradisi dari satu
generasi ke generasi berikutnya.
Untuk itu, maka KOSGORO 1957 merupakan lembaga perkaderan bagi
kader – kader bangsa untuk melanjutkan perjuangan dan kehidupan nasional
bangsa Indonesia. Sehingga dalam berbagai kesempatan, baik itu dalam
forum perkaderan yang terselenggara secara formal, dalam pertemuan-
pertemuan resmi maupun dalam interaksi keseharian berlangsung proses
transformasi nilai-nilai kejoangan, pengabdian dan kebangsaan, dari para
Pendahulu kepada Kader- Kader Muda KOSGORO 1957.

5) Apabila ada hambatan kecil menghadang langkahmu,


singkirkanlah hambatan itu. Dan, apabila hambatan itu seimbang
dengan kemampuan dan kekuatanmu, hindarilah hambatan itu.
Namun, apabila hambatan itu terlalu besar, terlalu kuat
dibandingkan dengan kekuatan dan kemampuanmu, menyatulah
engkau dalam hambatan itu.
Ungkapan itu disampaikan Mas Iman sebagai Pesan Moral bagi Kader dan
Penyelenggara Organisasi KOSGORO dalam menghadapi berbagai
tantangan dan hambatan yang menghadang langkah organisasi dan
kejoangan kader. Pada situasi dimana kita terjepit oleh tekanan situasi, maka
kita harus berkemampuan untuk mengukur ancaman, tantangan, hambatan,
dan gangguan. Maka, hambatan kecil singkirkan, hambatan sepadan dengan
kita hindari dan apabila hambatan itu terlalu kuat, menyatulah dengan
hambatan itu. Sehingga, misi dapat terus berkembang kendati dalam
bayang-bayang kekuasaan.

6). Gunakanlah KOSGORO sebagai wadah atau rumah yang


memberikan kesejukan tanpa rasa paksaan, dan jika terasa lelah
beraktivitas dipersilahkan untuk istirahat, jika rasa lelah itu telah hilang
dipersilahkan kembali untuk memasuki aktivitas. Ungkapan itu tersirat
dari cerama Mas Isman, memposisikan kader dan penyelenggaraan
organisasi, untuk bisa beristirahat dari organisasi, tapi tidak perlu
keluar masuk Partai Politik maupun keluar dari KOSGORO berpindah ke

31
ORMAS lain dan mewujudkan keteguhan prinsip seorang kader sesuai
cita-cita perjuangan.

7). Ikuti Arus Tapi Jangan Hanyut


Penyelenggara Organisasi dan Kader KOSGORO 1957 harus mampu
mengikuti perkembangan keadaan. Ikuti irama yang sedang bermain, tapi
jangan hanyut dengan situasi. Harus selalu waspada dalam mencermati
situasi. Sikap kritis dan keberanian dalam mengambil sikap, harus menjadi
ciri bagi organisasi bagi Organisasi dan Kader KOSGORO 1957.

8). Urusilah hal-hal kecil, dengan begitu masalah-masalah besar


dengan sendirinya dapat tertanggulangi.
Hal-hal kecil atau hal-hal yang dianggap kecil, umumnya kurang dapat
pencermatan yang dibutuhkan, sehingga kurang terurus. Disarankan untuk
mengurus terlebih dahulu masalah-masalah kecil yang sederhana. Karena
dengan terurusnya hal-hal dan masalah-masalah kecil, maka masalah yang
lebih besar akan mudah terurus. Makna lain dari ungkapan itu adalah, dalam
merencanakan (mem-program-kan) sesuatu tujuan, hendaklah mengukur
kemampuan dan kemungkinan dapat terwujudnya rencana itu.

9) Teguh dalam prinsip, luwes dalam penampilan.


Dalam menghadapi dan memecahkan masalah, prinsip – prinsip yang jadi
pegangan harus dipertahankan, harus jadi pemandu gerak kedepan. Namun
harus dilakoni, dilaksanakan secara arif, luwes dan lentur sehingga prinsip
yang dipertahankan tidak mengundang reaksi yang tidak menguntungkan.

10) Yang kuat harus melindungi yang lemah, yang lemah harus minta
perlindungan kepada yang kuat. Yang kaya harus membantu yang
miskin dan yang miskin harus berani meminta kepada yang kaya.
Pengembangan Semangat Solidaritas, yang bukan sekedar secara azasi,
namun dalam praktek kehidupan kader sehari-hari. Sehingga terbangun
keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat namun harus diperhatikan
tanpa harus menciptakan ketergantungan dan mempertipis rasa integritas
diri.

32
11). Kader KOSGORO harus tahu kondisi, harus tahu situasi, harus
tahu diri dan pandai – pandailah menempatkan diri.
Setiap kader harus menjadi bagian dari setiap situasi dan larut dalam situasi
itu, namun juga harus menyadari kondisi dirinya, kemampuannya dan
keberadaannya. Apapun kondisi yang dimiliki, bagaimanapun situasi yang
berkembang, harus selalu tahu diri. Dan selanjutnya, haruslah pandai-pandai
menempatkan diri, dan terus meningkatkan kualitas diri.

12). Di dunia ini tak pernah dan tak akan pernah lahir Insanul Kamil
(Manusia Paripurna), namun tiap manusia memiliki kelebihan dan
kekurangan, manfaatkanlah kelebihan dan kekurangannya itu untuk
perjoangan, bagi sesama dan bagi kehidupan.
Diyakini, bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Seorang
yang menjadi bahagian dari diri kita dan perjungan bersama, terlanjur
memiliki sifat dan perilaku yang kurang lazim hendaklah menjadi buah
kerisauan. Manfaatkanlah kelebihan dan kekurangan yang ada untuk
memiliki nilai-nilai manfaat bagi sesama.

13) Ojo Dumeh dan Tepo Seliro


Jabatan, kekuasaan dan kekayaan merupakan sesuatu kesempatan yang
sewaktu-waktu dapat berubah, sehingga sangat dianjurkan agar selalu Tepo
Seliro (santun dan bersahaja) serta menjauhi sikap sombong, sok-sok-an
dan mentang – mentang dan jauhkan diri dari rasa benar sendiri.

14) Jangan memuja kepahlawanan seseorang secara berlebihan dan


jangan pula menindas penghianat tanpa perikemanusiaan, karena esok
hari sebelum ayam berkokok dapat saja terjadi seorang pahlawan
berubah menjadi penghianat dan penghianat bisa berubah menjadi
pahlawan.
Perjalanan hidup tak ubahnya seperti berputarnya roda pedati, kadang
dibawah kadang diatas, kadang berada di sisi terang terkadang pula berada
di sisi gelap. Sikap seseorang dapat berubah sesuai dengan perkembangan
keadaan. Sehingga seorang yang hari ini disebut pahlawan karena

33
jasajasanya, dapat saja berubah jadi Penghianat di satu saat nanti. Demikian
pula dengan penghianat pada hari ini, bisa saja esok hari atau kapan saja
berubah jadi pahlawan oleh jasa-jasanya.

15) Pemimpin itulah adalah Komandan Tempur yang ahli strategi


Seorang pemimpin haruslah seseorang yang memiliki keberanian dengan
perhitungan yang matang, mantap dan tidak ragu-ragu, yang dengan begitu
gerak ke depan perjuangan tidak tersandung oleh langkah yang salah dan
tidak terjebak dalam sikap yang diambil secara ragu-ragu.

16) Pemimpin itu harus mampu menjadi Guru Terbaik di antara rekan
sepermainan.
Seseorang yang oleh situasi didaulat untuk memegang amanah
kepemimpinan harus berupaya memiliki ilmu, agar ia mampu menjawab
setiap ketidaktahuan dan mampu menemukan jalan keluar dari tiap
kebuntuan, serta mampu mencairkan setiap kebekuan.

17) Jangan pernah berdiam diri, jangan pernah berpangku tangan,


apabila di sekitarmu terjadi sesuatu perubahan, terjadi sesuatu
perkembangan yang tidal lazim, bertindaklah dan beradalah pada garis
terdepan dalam memecahkan setiap masalah yang terjadi di sekitarmu.
Berpijak pada sikap Anak Zaman yng ikut Membentuk Zaman, sangat dicela,
sangat diharamkan, seseorang kader KOSGORO yang menghindar dari
tanggung jawab dengan hanya berpangku tangan dan sekedar menonton
atas segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Ia harus mengambil peranan,
harus proaktif untuk memecahkan masalah, mencari jalan keluar dan bahkan
mengambil kepemimpinan atas situasi yang tengah berlangsung. 18)
KOSGORO (Organisasi dan Kader) harus senantiasa berada dalam
denyut nadinya (suka dukanya) rakyat, agar kehadiran dan keberadaan
kita diterima dan diikhlaskan oleh rakyat dimana kita berada dan
dimana kita berkembang dan oleh karena dalam KOSGORO tidak
mengenal kader baru dan kader lama.
Pesan ini mengharuskan setiap kader dan unit organisasi KOSGORO 1957
harus larut, menyatu dan merupakan bagian dalam masyarakat dimana ia
34
berada dan berkembang, serta melakukan yang terbaik bagi berbagai
dinamika dan perkembangan yang terjadi di lingkungan itu, baik suka
maupun duka. Sehingga, keberadaan itu diterima dan diikhlaskan
masyarakat di lingkungan itu dan masyarakat tidak mengenal posisi kader
yang lama dan baru, sebab ukurannya adalah penerimaan rakyat.

19) Berbicara di depan orang banyak, bicaralah dengan bahasa yang


dapat dimengerti oleh semua orang. Oleh karenanya, berbicaralah
dengan bahasa sederhana yang mampu dicerna oleh mereka yang
paling rendah pendidikannya.
Menyampaikan sesuatu pesan bagi orang banyak, berbicaralah dengan
bahasa, istilah dan perbendaharaan kata yang dapat dimengerti oleh semua
orang dan dapat dicerna oleh mereka yang paling rendah pendidikannya.
Dengan begitu, maka pesan-pesan yang disampaikan dapat dimiliki dan
dapat diamalkan oleh semua orang dari semua tingkatan.

Jadi, 19 Pesan Moral Kosgoro atau 19 Pesan Moral Kosgoro 1957, telah
disampaikan oleh Mas Isman sendiri yang memperjelas pedoman perjuangan.
Di dalamnya, teks universal: Pengabdian – Kerakyatan – Solidaritas menjadi
rincian pesan moral yang lebih implementatif.

35
BAB III

TAFSIR KONTEKSTUAL PEDOMAN PERJUANGAN DAN


TRI DHARMA KOSGORO 1957

A. KONSOLIDASI ORGANISASI
Tugas pokok tanpa henti adalah masalah pembangunan organisasi dan
konsolidasi organisasi. Oleh karena itu, segala tugas dan masalah lain untuk,
seyogianya ditundukkan kepada tugas pokok tersebut. Lebih-lebih harus
dijauhkan segala pikiran atau tindakan yang bersifat gegabah, segala pikiran
dan tindakan yang bersifat keburu nafsu, oleh karena suatu langkah
yang keliru atau sesat, akan mempunyai akibat buruk yang jauh jangkauannya
bagi perkembangan KOSGORO di kemudian hari. Para pemimpin, para kader
dan para anggota benar-benar harus senantiasa kenal situasi dan tahu diri.
“Dikala KOSGORO bertunas, lindungilah tunas ini. Dikala KOSGORO berakar,
siramilah pohon itu supaya menjadi kokoh. Dikala KOSGORO berbuah,
amalkanlah buahbuahnya”.
KOSGORO adalah organisasi perjuangan, malahan dapat dikatakan
organisasi perjuangan yang berpamrih, yaitu pamrih untuk membawakan angin
baru serta meletakkan tradisi baru dalam kehidupan politik di Indonesia, dan
sekaligus hari depan KOSGORO. Jika KOSGORO hanya sekedar mengulangi
cara-cara perjuangan lama, cara-cara berpolitik lama yang dalam segala
keadaan mementingkan “aku” di atas “kita”, maka visi dan misi KOSGORO
akan sia-sia dan tidak mempunyai arti apa-apa.
KOSGORO adalah organisasi perjuangan yang berkiblat pada rakyat,
yang berorientasi pada kepentingan rakyat, organisasi yang dihayati oleh
rakyat. KOSGORO sadar, bahwa begitu ia meninggalkan garis perjuangan
rakyat, begitu pula ia kehilangan sumber hidupnya dan begitu pula ia
memutuskan hukum mati bagi dirinya. Oleh sebab itu, maka KOSGORO tidak
akan secara mudah menghamburkan dan memboroskan kepercayaan rakyat.
Adapun aspek strategis yang melekat pada amanat tersebut adalah:
• Pembangunan kerangka pokok organisasi serta
kelengkapankelengkapannya.

36
• Pengerahan kader-kader inti sebagai tulang-punggung organisasi.
• Masalah pengembangan garis perjuangan serta pengembangan irama
kerja.
• Masalah pembinaan kader.

B. Masalah Pembangunan Kerangka Pokok Organisasi


serta Kelengkapannya
Kehidupan organisasi yang sehat adalah kehidupan organisasi yang
paham memadukan pekerjaan “berapi-api” dengan pekerjaan “tekun”. Tetapi
pada tahap perkembangan organisasi sekarang ini, di mana segala masalah
harus ditundukkan pada masalah pembangunan organisasi serta konsolidasi,
maka segi pekerjaan tekunlah yang menonjol. Ini berarti, bahwa rumah
KOSGORO dibangun dengan cara “bata demi bata”.
Membangun kerangka pokok dari organisasi adalah menyebar-luaskan
tubuh organisasi kesegenap penjuruh tanah air, khususnya ke daerah-daerah
yang menjadi basis atau yang dipandang mempunyai harapan untuk menjadi
bagian basis yang kokoh bagi KOSGORO. Pekerjaan ini, tidak bisa lain harus
dilakukan oleh para kader pimpinan atau dengan kata lain, pimpinan harus
turun ke sawah untuk “tandur”. Dalam melakukan pekerjaan ini harus dijaga
jangan sampai terjerumus oleh cara kerja yang terlalu “kaku”. Yang penting
dalam membangun kerangka organisasi ialah memilih tempat-tempat yang
strategis bagi pertumbuhan KOSGORO di daerah-daerah dengan tidak
melupakan perlunya sudut pandang geografis.
Masalah membangun kelengkapan-kelengkapan organisasi berarti,
bahwa tidak boleh ada fungsi-fungsi organisatoris yang vital, pada tingkat pusat
maupun daerah sampai tidak terpenuhi, baik ini menyangkut personalia
ataupun materil. Masalah pembangunan kelengkapan-kelengkapan organisasi
merupakan pekerjaan susulan dari tugas membangun kerangka pokok dari
organisasi, dan titik beratnya terletak di daerah. Pekerjaan inilah yang meminta
ketekunan luar biasa, oleh karena menyangkut pekerjaan-pekerjaan “remeh”
seperti registrasi anggota, melakukan anjangsana secara pribadi ke sahabat-
sahabat lama untuk meluaskan pengertian dan kesepahaman.

37
Di dalam meluaskan keanggotaan, sebisa mungkin tidak menempuh
jalan agitasi atau jalan membakar semangat belaka, tetapi menempuh jalan
menyakinkan dan menginspirasi. Pekerjaan peluasan keanggotaan, sekaligus
berarti pekerjaan membentuk barisan kader, yakni diperlukan orang-orang yang
yakin pada tujuan dan irama kerja KOSGORO.

C. Masalah Pengerahan Kader-Kader Inti sebagai Tulang-Punggung dari


Organisasi

Pembentukan barisan kader yang luas tidak mungkin tanpa terlebih dulu
mengerahkan barisan-barisan kader-kader inti KOSGORO. Korps tenaga
pimpinan inti KOSGORO adalah modal pokok yang di dalamnya KOSGORO
mulai mengembangkan kegiatannya. Barisan pembimbing organisasi ini adalah
tulang-punggung organisasi yang untuk jangka waktu ke depan memelihara
kekokohan organisasi dalam menghadapi segala angin dan badai kompetisi
zaman. Barisan kader inti adalah barisan yang akan membawa garis
perjuangan dan yang akan mengembangkan irama kerja KOSGORO di dalam
praktek perjuangan keseharian. Oleh karena itu, pengerahan korps tenaga
pimpinan inti mendapat perhatian yang khusus dari pimpinan KOSGORO.
Barisan ini terdiri dari anggota-anggota yang teguh keyakinannya pada tujuan
serta irama kerja KOSGORO yang terampil dan paripurna, dan yang perlu tahu
memadukan pekerjaan “berapi-api” dengan pekerjaan “tekun”.

D. Masalah Pengembangan Garis Perjuangan serta Pengembangan


Irama Kerja
Azas KOSGORO telah jelas, yaitu pancasila. Tujuan KOSGORO sudah
jelas pula, yaitu masyarakat adil dan makmur yang tidak mengenal penindasan
dan penghisapan dalam segala bentuk. Tetapi KOSGORO sadar bahwa
menggoreskan garis perjuangan adalah satu soal, tetapi membawakan garis
perjuangan ini dalam praktek kehidupan, adalah soal lain. Oleh karena itu,
masalah bagi KOSGORO adalah masalah mengembangkan irama kerja yang di
satu pihak mampu menghidupkan gairah massa, tetapi di lain pihak diterima
secara benar dan adil oleh masyarakat luas sehingga memperoleh dukungan.
Oleh karena itu, dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan para pimpinan, para

38
kader, dan para anggota secara benar-benar harus kenal situasi dan tahu diri,
dan tahu batas.

E. Masalah Pembinaan Kader


Masalah kader adalah masalah garis perjuangan serta irama kerja yang
tepat. Dengan mengembangkan garis perjuangan yang tepat serta irama kerja
yang tepat, maka KOSGORO akan mampu membangkitkan gairah massa,
mengembangkan kegiatan-kegiatan efektif hingga memenuhi harapanharapan
dari rakyat. Dari tengah-tengah kegiatan massa yang bergairah ini, akan lahir,
tumbuh dan terseleksi barisan kader yang handal dan ampuh. Tetapi ini tidak
berarti, bahwa KOSGORO secara pasif menyerahkan pembentukan kader itu
kepada praktik perjuangan.
Bagi KOSGORO, barisan kader merupakan anak kesayangan, sebab barisan
ini merupakan mata dan telinga KOSGORO di tengah suka-duka kehidupan
rakyat. Barisan ini merupakan penuntun yang langsung dari rakyat, merupakan
penghubung yang terpercaya antara pimpinan dan massa/rakyat. Oleh karena
itu, KOSGORO akan menjaga persatuan dan kesatuan barisan kadernya
dengan jalan saling asih, saling asah dan saling asuh, sehingga memperoleh
barisan kader yang mempunyai getaran jiwa dan pandangan hidup yang sama.
Strategi apa yang harus digunakan untuk mengembangkan KOSGORO 1957
ke depan, yang perlu diingat dalam hal ini adalah Pedoman Perjuangan harus
tetap menjadi pegangan. Strategi yang dimaksudkan adalah ke arah mana
KOSGORO 1957 akan dikembangkan sesuai dengan arah perkembangan
zaman, sesuai dengan institusionalisasi yang melekat pada KOSGORO 1957
itu sendiri.
Sebagaimana yang dikemukakan dalam Pedoman Perjuangan KOSGORO
1957 harus tetap mengembangkan diri di seluruh strata masyarakat dengan
tetap berpegang pada DOKTRIN dan operasionalisasi:
1. Pengabdian, merupakan keikhlasan dan kesadaran yang mengabdi
kepada Tuhan Yang Maha Esa selaku insan PANCASILA yang beriman
dan bertaqwa.
2. Perilaku kerakyatan, tanpa ada rasa eksklusivisme tesendiri. Prinsip
organisasi dan prilaku yang inklusif serta terbuka harus mengemuka

39
dengan tetap menempatkan organisasi pada posisi yang strategis,
sehingga berkembangnya partisipasi dapat dibuka seluas-luasnya.
3. Perilaku kebersamaan, senasib sepenanggungan, kesadaran terdepan
untuk beramal kebajikan, pemeliharaan tindakan rasa asah, asih dan asuh
di antara anggota dan kader harus dikedepankan.

Berpegang pada hal tersebut, maka sebagaimana kondisi yang


berkembang saat ini, KOSGORO 1957 harus dikembangkan ke arah:

• Sebagai wadah perjuangan dan wadah perkaderan, pengembangan sumber


daya manusia untuk segala macam keperluan masyarakat;

• Sebagai wadah untuk memelihara potensi politik berwawasan


kebangsaan;

• Sebagai wadah untuk mendorong perekonomian, khususnya ekonomi orang


banyak, rakyat maupun anggota.
3 (tiga) aspek tersebut yang harus menjadi fokus utama. Aspek yang
pertama harus dilakukan dengan menyamakan pemikiran tentang perlunya
perkaderan seperti yang sudah dilakukan dalam ORIENTAMA, yaitu Orientasi
dan Tatap Muka. Sementara itu, penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) tentu
melalui jalur Pendidikan seperti keberadaan IBI-K57.
Aspek yang kedua adalah wadah memelihara potensi politik
kebangsaan. KOSGORO 1957 bukan PARPOL, tetapi Organisasi Sosial
Kemasyarakatan yang diatur melalui UU tentang ORMAS. Oleh karenanya
KOSGORO 1957 selaku ORMAS harus ditempatkan dalam fungsi yang jelas
dengan mengembangkan wawasan itu dari waktu kewaktu. Pendorong serta
penganjur maupun penggerak yang dilaksanakan oleh satuan-satuan kegiatan
yang ada di organisasi termasuk di dalamnya aspek yang ketiga, yakni
pengembangan perekonomian harus menjadi target pengembangan yang sama
sekali tidak boleh terabaikan.

F. Kontekstualisasi 19 PESAN MORAL KOSGORO


19 Pesan Moral Kosgoro tidak hanya memiliki keunikan, tetapi juga memiliki
poin-poin simbolis yang “segar”. Jika disimak lebih jauh, teks Tri Dharma

40
Kosgoro 1957 masih sangat general, berbeda dengan bahasa 19 Pesan Moral
Kosgoro 1957 yang dapat dikontekstualisasikan dalam dinamika filosofis,
praksis dan praktis. Bahasa Tri Dharma juga masih sangat universal, datar dan
formal. Patut dipahami bahwa era milenial sangat sulit menerima bahasa-
bahasa “multitafsir” yang sangat integral. 19 Pesan Moral Kosgoro justru
mampu menjadi tafsir yang implementasinya sangat akomodatif terhadap dunia
kekinian, terlebih lagi dalam perekrutan kader.
Di lain pihak, teks yang kalimatnya cukup panjang per poin pesan moral,
akan menciptakan kesulitan dalam sosialisasi, penanaman atau
pembumiannya. Untuk itu, teks 19 Pesan Kosgoro 1957 perlu diadaptasi.
Adapun hasil adaptasi yang telah kami susun berdasarkan kontekstualisasi,
serta dengan menyimak dan memperhatikan teks asli 19 Pesan Moral Kosgoro
1957 yang telah terumuskan dalam Orientama 2011 adalah sebagai berikut: 19
Pesan Moral Kosgoro 1957
Sebagai Pedoman Perjuangan

NO PESAN MORAL PKS

1) Bibit unggul bersemai di bumi nan subur. Pengabdian


2) Kembali ke desa. Pengabdian
3) Anak zaman pengukir zaman. Pengabdian

4) Terminal transformasi. Pengabdian


5) Mengukur hambatan. Pengabdian
6) Rumah penuh kesejukan. Pengabdian

7) Ikut tanpa hanyut. Kerakyatan


8) Mencermati hal-hal kecil demi pencapaian besar. Kerakyatan

9) Teguh dalam prinsip, luwes dalam penampilan. Kerakyatan

10) Mengayomi dan berbagi. Kerakyatan


11) Tahu kondisi, tahu situasi, tahu diri dan pandai Kerakyatan
menempatkan diri.
12) Tiada paripurna untuk berguna. Kerakyatan

41
13) Ojo dumeh dan tepo sliro. Solidaritas

14) Proporsional dalam membingkai fenomena. Solidaritas


15) Komandan tempur ahli strategi. Solidaritas
16) Guru terbaik di antara rekan sepermainan. Solidaritas
17) Terdepan mengambil peran. Solidaritas
18) Tiada yang terlama dan terbaru, semua satu. Solidaritas

19) Bersahaja dalam berbahasa. Solidaritas

BAB IV
TAFSIR KONTEMPORER TRI DHARMA KOSGORO 1957 SEBAGAI
PEDOMAN PERJUANGAN

A. Hadirnya Budaya Instan dan Generasi Milenial


Kita kini hidup dalam kepungan budaya massa. Kepuasan massa seakan
menjadi target yang tidak terbantahkan. Partai politik pun kemudian tidak lagi
memikirkan platform mereka secara mendalam. Klaim partai kader yang minim
kader, partai ideologis yang minim ideologi kian tergerus oleh fenomena massa,
yakni mengejar “keren”, “gokil”, “luar biasa”, sehingga substansi politik itu
sendiri menjadi kabur. Seorang komunikator politik kemudian dibentuk menjadi
sosok tegap, muda, gagah, berjenggot, brewok, yang semuanya tentu makin
menjauhkan diri dari target dan subtansi politik itu sendiri.
Kosgoro 1957 tentu tidak ingin menjadi Organisasi Massa yang
menghasilkan produk kader massa, yang hanya tampil dan eksis secara
temporal tanpa menjadi substansi pembangunan itu sendiri. Sesungguhnya,
capaian paling strategis adalah jika Kosgoro 1957 sanggup memerankan diri
sebagai organisasi kader sekaligus organisasi ideologis dan tidak juga
mengabaikan eksistingnya sebagai organisasi massa.
Organisasi ibarat nation state. NU dan Muhammadiyah tidak akan
terkikis oleh jenis modernisasi jenis apapun karena mereka memiliki nation.
Nation yang sudah mengakar itu menyebabkan NU dan Muhammadiyah
demikian mudah membentuk kader. Kegagalan mereka lebih banyak pada
konsep state yang terjebak dalam manajemen klasik. Berbeda dengan Kosgoro

42
1957, yang memiliki state kuat, yakni Partai Golkar yang mengakar di
pemerintahan, tetapi nation, yang tentu masih terus dicari formulasi idealnya.
Ideologi Pancasila ataupun kebangsaan, sampai saat ini masih belum
menemukan formulasi daya tariknya bagi generasi muda, bahkan semua
konsep pembangunan karakter yang menyertainya. Segala sesuatu yang
beraura kebangsaan menjadi bahan diskusi berkepanjangan dengan ujung
prediksional: tidak mampu membentuk jati diri. Dalam banyak kasus, bahasan
“kebangsaan” cenderung direspon milenial dengan “malas” dan “mengantuk”.
Ini realitas. Untuk itu jalan menuju nation state Kosgoro 1957 sebagai
diferensiasi platform perlu dipetakan dengan jelas kerangkanya.
State Kosgoro 1957 berupa investasi pengetahuan publik tentang arah
politik yang jelas, yakni afiliasi dengan Partai Golkar dan bargaining dalam
mendukung pemerintahan telah menjadi konsistensi politik yang akomodatif
dengan karakter Indonesia yang plural, multikultur dan poskolonial. Hanya saja,
dengan hadirnya “bonus demografi” yang didominasi oleh kalangan milenial,
brand Kosgoro 1957 dan Partai Golkar tidak akan “laku” tanpa terobosan
organisasional yang kompetitif.

B. Tantangan SDM Era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 Selain target
organisasi kader yang memang menjadi pilihan satusatunya, maka dibutuhkan
fokus-fokus perencanaan strategi SDM yang menjurus pula pada “massa”, yang
menjadi keniscayaan dan tidak terelakkan. Proyek masa depan organisasi
harus memiliki target yang konsisten dalam 4 elemen:
1. Elemen leader
Pola pengkaderan harus mampu memfokuskan diri pada terciptanya figur-
figur pemimpin yang mampu berperan di setiap Pemilu ataupun berbagai
simpul-simpul komunikasi sosial. Formulasi ini sangat urjen, karena sampai
saat ini organisasi masih banyak mengalami krisis regenerasi.
2. Elemen trainer
Berbeda dengan target elemen leader, elemen trainer diciptakan untuk
memenuhi proses-proses sosialisasi, objektivasi, legitimasi, eksternalisasi
atau konstruksi-konstruksi sejenis yang mampu membangun citra
organisasi, citra Kosgoro 1957, Partai Golkar, citra tokoh-tokoh tertentu,

43
sekaligus hadir sebagai komunikator yang intelek, religius, artistik, otentik,
humanis, balance secara IQ, EQ dan SQ. Utopianya adalah
mempersiapkan kader yang sanggup membangun argumen di ruang publik,
bertanding dengan sentimen yang terus dikompori oleh berbagai aspek
primordialisme.
3. Elemen organizer
Elemen satu ini adalah upaya mempersiapkan kader yang piawai dalam
mengurus organisasi. Mereka diciptakan untuk konsisten dalam mengelola
organisasi dengan segala aspek koneksinya, baik kepada stakeholders dan
shareholders. Data, program dan pemetaan sesuai kebutuhan dapat
dikondisikan dengan baik, bahkan piawai dalam melakukan survei dan olah
data, sehingga opini publik dapat diketahui secara detil, segala
kepentingan-kepentingan keputusan, ketetapan dan kebijakan dapat
memiliki dasar-dasar olah data yang tepat, dan organisasi dapat terus
dikembangkan secara konsisten.
4. Elemen entrepreneur
Bonus demografi yang ditandai dengan melimpahnya SDM kalangan muda,
pasti akan menimbulkan efek sosial yang sangat riskan, terlebih lagi
dengan tantangan Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0. Tentunya Kosgoro
1957 tidak akan menarik apabila tidak mampu “hadir” dalam peran nyata
dan solutif. Untuk itu, pengkaderan harus pula mampu menstimulasi dunia
entrepreneurship yang berintikan buah-buah pemikiran kreatif dan inovatif.
Organisasi masa depan harus didukung oleh kemampuan pengembangan
diri dalam income generating dan start up. Jika persoalan ini dapat
diformulasikan secara proporsional, maka organisasi massa sejenis
Kosgoro 1957 akan dicintai oleh seluruh level demografi.

C. Mempertegas Tujuan dan Peran Kosgoro 1957

Dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa dan negara


maka perlu ada penegasan bahwa Kosgoro1957 akan beradaptasi dengan
perkembangan dunia kontemporer agar dapat meraih tujuan dan
memainkan peran sesuai dengan Tri Dharma Kosgoro 1957.

44
a. Pengabdian
Kader Kosgoro 1957 harus memberikan kontribusi optimal dalam
pegabdiannya. Sebagai anak jaman yang turut membentuk jaman
(sebagaimana ditekankan Mas Isman) maka adalah sebuah keharusan
setiap kader Kosgoro belajar memahami perkembangan teknologi dan
informasi yang membantu pengabdiannya. Penguasaan tekonologi
informasi saat ini menjadi bekal dan fundamen penting agar pengabdian
bagi bangsa dan negara lebih optimal, efisien dan efektif dalam mengikuti
kecepatan laju modernisasi.
b. Kerakyatan
Seperti yang dialami umat manusia di seluruh dunia, dimana keterbukaan
akses komunikasi yang makin cepat dan tak terbatas, maka pelan tapi
pasti, apa yang dinamakan transformasi seluruh nilai masyarakat baik
struktural maupun non struktural akan terjadi. Secara singkat dapat
diartikan bahwa terjadinya pergeseran pemahaman tentang kebebasan,
demokrasi, persamaan hak setiap manusia yang dipengaruhi oleh teknologi
informasi dan digitalisasi, akan terus bergeser tak beraturan. Seirama
dengan semangat pendiri Kosgoro dengan semboyan Hari depan Kosgoro
adalah hari depan Rakyat, maka kerakyatan yang dimaksud adalah kaum
pedesaan yang merupakan mayoritas penduduk penyangga kecerdasan
lokal sebagai target utama. Dengan demikian, apapun yang terjadi sebagai
dampak transformasi struktural dan non struktural masyarakat di bidang
sosioekonomi, politik dan ideologi, kaum pedesaan adalah prioritas
pengabdian bagi setiap kader Kosgoro 1957. Sesuai dengan konsep
Marshall McLuhan (1960), tentang “Desa Global”, maka semaju apapun
teknologi, tetapi secara kultural, kekhasan pedesaan harus menjadi
prioritas perjuangan, karena di dalamnya terdapat nilai besar identitas
kerakyatan Indonesia, yakni gotong – royong.
c. Solidaritas
Kemajuan iptek memang seperti mata pedang kembar. Yang satu,
memberikan manfaat, dan yang lainnya dapat membawa bencana jika tidak
dimanfaatkan secara bijak. Upaya mempertahankan ekistensi Kosgoro
1957 di era seperti ini adalah memberikan kepercayaan kepada rakyat,

45
khususnya memenuhi tanggung jawab pengabdian dan kerakyatan, yakni
solidaritas; sekecil apapun itu.
Kader Kosgoro 1957 tidak boleh menganggap remeh kepercayaan itu.
Apalagi di era digital saat ini, rakyat dapat mengikuti dengan seksama
semua jejak digital kader dalam berucap dan bertindak. Jadi, ucap dan
tindak yang tidak sesuai dengan Tri Dharma Kosgoro 1957 hendaknya
dihindari semaksimal mungkin. Solidaritas kader kepada rakyat, yakni
merasa senasib sepenanggungan harus selalu direpresentasikan, baik
dalam dunia nyata maupun dunia maya. Paling depan dalam berperan,
paling belakang dalam memetik keuntungan.
Jika kader Kosgoro 1957 berkiprah dalam politik, maka janji yang
disampaikan kepada rakyat memang harus dipenuhi, agar tidak kehilangan
kepercayaan rakyat. Jadi, solidaritas juga dapat dimaknai sebagai
pengemban amanah penderitaan rakyat. Inilah konsep diri mulia solidaritas
kader Kosgoro 1957 dalam merepresentasikan rasa senasib dengan rakyat.
Di lain pihak, anggota/kader Kosgoro 1957 pada era reformasi, bebas
menggunakan hak politiknya, baik untuk menyalurkan aspirasi politiknya
maupun ikut serta mendirikan Partai Politik, dengan ketentuan bahwa Partai
Politik tersebut sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku,
serta mempunyai persamaan asas dan landasan perjuangan Kosgoro
1957. Selain itu, anggota/kader
Kosgoro 1957 yang secara perorangan telah menjadi anggota suatu partai
politik yang sah, wajib menjaga nama baik Kosgoro 1957 dengan tetap
berpegang teguh pada Tri Dharma Kosgoro 1957 sebagai pedoman
perjuangan, serta AD/ART Kosgoro 1957. Oleh karena itu, anggota/kader
Kosgoro 1957 yang telah menjadi anggota partai politik yang berlainan,
dalam menjalankan misi/tugas partainya masingmasing, wajib memelihara
hubungan baik sesama anggota/kader Kosgoro, dan saling menghargai
perbedaan pendapat sebagai ciri demokrasi, serta tidak saling mencela.

D. EKSISTENSI KADER DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA


(Sesuai Pesan Moral 2: Kembali ke desa)

46
Desa sebagai diferensiasi Indonesia menjadi perhatian strategis bagi
Kosgoro 1957. Di balik indahnya dan tenangnya kehidupan desa terdapat
pertentangan-pertentangan sosial yang cukup tajam. Kenyataan ini harus kita
pahami jika ingin memahami masalah-masalah desa secara lebih mendalam
dan dalam jangkauan yang lebih jauh. Disamping itu adalah suatu kenyataan,
bahwa menurut struktural sosial yang berlaku di desa dewasa ini, maka
kemungkinan untuk mengerahkan dana-dana, kemungkinan pembentukan
modal adalah minimal sekali.
Banyak pikiran telah dicurahkan untuk memodernisasi pertanian dengan
sekaligus mengintrodusikan teknik-teknik dan metode-metode dari luar dalam
masyarakat desa. Jalan ini meminta investasi modal yang besar. Jika orang
berbicara tentang pembangunann masyarakat desa dengan terutama
berstandar pada modal, maka jalan inilah yang dimaksud. Selain investasi
modal yang besar, cara demikian membutuhkan tenaga ahli yang cukup dan
yang mampu menerapkan keahlian modernnya. Di samping itu, dibutuhkan pula
komunikator yang mampu menyebar-luaskan pengetahuan sampai tahap
“membumi” pada mereka yang masih tradisional melalui
pengalamanpengalaman yang konkret. (Sesuai Pesan Moral 19: Bersahaja
dalam berbahasa)
Swadaya dan swasembada kaum tani di desa hanya bisa bangkit, jika
sasaran-sasarannya memang mencerminkan kepentingan-kepentingan yang
pokok dari kaum tani, dan mengandung harapan yang nyata dalam membawa
perbaikan nasib. Oleh karena itu, kepentingan untuk menaikkan produksi
pertanian pada umumnya kurang langsung terasa oleh mereka, dan
kebanyakan di antara mereka lebih mengharap-harapkan diperluasnya
lapangan kerja di sektor-sektor bukan pertanian di desa. Harapan itu dewasa ini
menjadi lebih keras lagi, oleh karena (mungkin) beratnya beban konsumerisme.
Keadaan ini menekankan adanya usaha pembangunan masyarakat desa
yang bersifat menyeluruh dari paripurna dan lebih-lebih menekankan kebutuhan
akan adanya perubahan struktur sosial di desa yang bisa memberikan jalan
keluar bagi kaum tani miskin dan kaum tani yang tak bertanah. (Sesuai Pesan
Moral 12: Tiada paripurna untuk berguna) Selanjutnya kita perlu menyadari
bahwa swadaya kaum tani di desa hanya bisa berkembang jika dibarengi

47
dengan proses pendemokrasian yang mendalam dan menyeluruh. Kegotong-
royongan yang dilandasi oleh demokrasi adalah kunci bagi bangkitnya swadaya
rakyat.
Di lain pihak, memobilisasi potensi-potensi dan dana-dana di desa
memang memerlukan perubahan sosial dan intitusional. Pola sosial yang
tradisional akhirnya akan terombak pula, tetapi tidak melalui pengrusakan dari
luar, melainkan dengan jalan mengevolusikannya dari dalam dengan
menggunakan dinamika sosial yang khas berlaku di masyarakat pedesaan.
Jadi, kembali pada persoalannya bagi Indonesia yang miskin akan modal dan
yang pada tahap sekarang hanya sedikit mempunyai
kemungkinankemungkinan untuk membentuk modal, maka tidak ada jalan lain
terkecuali bersandar pada sumber-sumber manusianya dalam melancarkan
usaha pembangunan.
Era kekinian, bukan saja era revolusi ilmu dan teknologi, tetapi revolusi
agraria, yang ternyata menjalar dari benua ke benua. Jika dunia pertanian dan
pedesaan dapat ditemukan konsep strategis pembangkitannya, maka Indonesia
tidak saja akan menjadi kokoh, bahkan tetapi juga akan memiliki pertahanan
dan ketahanan yang kuat. Dalam kasus Bali yang kemudian menjadi ikon
pariwisata dunia, kini juga mengalami krisis nilai-nilai kepariwisataan akibat
industri popular tourism. Padahal diferensiasi dunia pariwisata Indonesia
terletak pada daya tarik pedesaan atau cultural tourism.

E. 19 PESAN MORAL KOSGORO 1957 HASIL ADAPTASI, SEBAGAI


PEDOMAN PERJUANGAN

19 PESAN MORAL KOSGORO 1957


1) Bibit unggul bersemai di bumi nan subur.
1957 adalah tahun ujian berat RI akibat banyaknya gerakan
bersenjata yang terjadi hampir di seluruh Nusantara. Di tahun itulah
Kosgoro 1957 lahir. Makna yang dapat dipetik adalah pesan:
berusahalah menjadi yang terbaik atau menjadi salah satu di antara
yang baik, dalam menjaga kelestarian lingkungan dan
meningkatkan kualitas kehidupan sesama.

48
2) Kembali ke desa.
Desa adalah diferensiasi Nusantara. Gotong Royong merupakan
nilai-nilai perikehidupan kebudayaan pedesaan. Menariknya
Indonesia karena menariknya keramahan masyarakatnya,
masyarakat yang masih membawa nilai-nilai kearifan pedesaan.
Oleh karena itu “kembali ke desa” bukan berarti melawan
urbanisasi, tetapi kita tanamkan nilai-nilai pedesaan itu dimanapun
kita berkarya, sehingga gotongroyong berpengabdian itu menyinari
setiap butir karya yang kita kerjakan.

3) Anak zaman pengukir zaman.


Kosgoro harus terdepan dalam memecahkan setiap permasalahan
bangsa dan negara. Hal ini mengandung pengertian bahwa kader
Kosgoro jangan suka menjadi

follower, tetapi harus menjadi trend setter dalam menciptakan


gagasan-gagasan inovasi kebangsaan. Jangan biarkan kreativitas
kebangsaan pemuda Indonesia kalah dengan kreativitas gelombang
konsumerisme dan budaya dangkal dari negara manapun.

4) Terminal transformasi.
Kosgoro 1957 merupakan miniatur Bhinneka Tunggal Ika, yang
sangat strategis mewadahi transformasi nilai-nilai kebangsaan,
dalam tata kelola kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
5) Mengukur hambatan.
Ungkapan Mas Isman, jika ada hambatan kecil, singkirkan, jika
hambatan itu sepadan, hindari, dan jika hambatan itu terlalu kuat
dibanding kekuatan dan kemampuan yang kita miliki, maka
menyatulah dengan hambatan itu.
Pernyataan ini sekaligus menjadi pedoman dalam mengambil
langkah politis dalam menyelesaikan permasalahan kerakyatan.

6) Rumah penuh kesejukan.


Kosgoro 1957 selalu hadir menjadi unsur penyejuk dalam segala
situasi yang tidak menguntungkan. Di dalamnya selalu terdapat
“harapan” dalam segala persoalan kecil maupun besar. Tidak ada
paksaan apapun di dalamnya, kecuali kesukarelaan.

7) Ikut tanpa hanyut.


Waspada dalam mencermati situasi, tetap diikuti oleh sikap kritis
dan berani dalam memutuskan sikap. Hal ini menunjukkan bahwa
kita memegang teguh prinsip kemaslahatan, dan berani
menyuarakan itu dalam setiap kesempatan yang ada.

49
8) Mencermati hal-hal kecil demi pencapaian besar.
Lakukan perubahan-perubahan kecil untuk mencapai hasil yang
lebih besar. Memungut cuilan sampah di lantai ruang barangkali
sangat kecil efeknya, namun mengampanyekan bersih sebagai
budaya bangsa akan berdampak besar bagi Indonesia. Makna lain
dari ungkapan ini adalah: dalam merencanakan (mem-program-kan)
sesuatu tujuan, hendaklah mengukur kemampuan dan kemungkinan
dapat terwujudnya rencana itu

9) Teguh dalam prinsip, luwes dalam penampilan.


Mampu menjadi pemandu yang konsisten dalam perjalanan, arif
dan fleksibel dalam setiap perubahan, tidak mengundang reaksi
yang tidak menguntungkan. Hal ini berarti setiap kader harus
memegang teguh prinsip harmoni, keselarasan dan kedamaian
dalam menjalani pengabdian.

10) Mengayomi dan berbagi.


Pesan tersurat yang disampaikan Mas Isman adalah yang kuat
harus melindungi yang lemah, yang lemah patut meminta
perlindungan kepada yang kuat. Yang kaya harus membantu yang
miskin dan yang miskin patut meminta kepada yang kaya. Jadi,
pengembangan semangat solidaritas bukan sekedar azasi, namun
perlu diejawantahkan dalam praktik kehidupan seharihari, sehingga
terbangun keseimbangan dalam kehidupan masyarakat, tanpa
harus menciptakan ketergantungan dan mempertipis integritas.

11) Tahu kondisi, tahu situasi, tahu diri dan pandai menempatkan
diri.
Harus diketahui bahwa karya selalu menuntut keseriusan dan tampil
sebagai performa muda. Karya tidak akan berpihak kepada mereka
yang tidak serius dan tampak menua. Usia tua pasti, tapi semangat
tetap giat, tangguh dan tak putus berkarya.

12) Tiada paripurna untuk berguna.

Di zaman kehidupan kita, tidak akan pernah lahir manusia paripurna


(insanul karim), yang akan tetap ada adalah manusia dengan
kekurangan dan kelebihannya. Kita harus mampu memanfaatkan
kelebihan dan kekurangan itu untuk menciptakan nilai-nilai dan
kemanfaatan bagi sesama.

50
13) Ojo dumeh dan tepo sliro.
Santun dan bersahaja, menjauhi sikap sombong, ingin menang
sendiri dan merasa paling benar sendiri.

14) Proporsional dalam membingkai fenomena.


Kehidupan berputar laksana roda pedati. Jangan memuja
kepahlawanan seseorang secara berlebihan dan jangan pula
menindas pengkhianat tanpa perikemanusiaan. Bisa saja, esok hari
sebelum ayam berkokok, seorang pahlawanan berubah menjadi
pengkhianat dan pengkhianat berubah menjadi pahlawan.
Hal ini mengandung makna bahwa dalam mengabdi di manapun
tempatnya, kita tidak diperbolehkan menyimpulkan segala sesuatu
secara emosional. Kita lakukan klarifikasi, penelusuran, kekayaan
data, hingga sampai pada kesimpulan yang beretika.

15) Komandan tempur ahli strategi.


Seorang pemimpin haruslah berani dengan perhitungan yang
matang, mantap tanpa ragu-ragu. Dengan begitu, gerak perjuangan
ke depan tidak terjebak dalam kesalahan dan keraguan.
16) Guru terbaik di antara rekan sepermainan.
Seseorang yang didaulat menjadi pemimpin, haruslah memiliki
kelebihan ilmu, mampu menjawab ketidaktahuan, mampu
menemukan jalan keluar, dan mampu mencairkan setiap kebekuan.

17) Terdepan mengambil peran.


Pemimpin tidak boleh menghindar dari tanggung jawab, berpangku
tangan, sekedar menonton tanpa mengambil peran. Sebaliknya,
pemimpin harus proaktif, terus mencari jalan keluar dan tetap
mengambil keputusan.

18) Tiada yang terlama dan terbaru, semua satu.


Kosgoro tidak mengenal perbedaan kader baru dan kader lama,
ukurannya adalah penerimaan rakyat. Semua harus menyatu dan
menjadi bagian dari rakyat. Dimanapun dan kapanpun harus
melakukan yang terbaik bagi dinamika dan perkembangan
kehidupan sekitar.

51
19) Bersahaja dalam berbahasa.
Dalam berbicara, mesti disampaikan dalam bahasa yang dapat
dimengerti oleh semua kalangan, bahkan bagi mereka yang
berpendidikan paling rendah sekalipun. Hal ini berarti kompetensi
komunikasi harus dimulai dengan memahami secara mendasar dan
mendetil siapa komunikan yang menjadi lawan bicara. Ini juga
menjadi kunci komunikasi efektif dalam kehidupan.

BAB V
KESIMPULAN

Secara keseluruhan, KOSGORO tidaklah lain dari pada suatu wadah


pengabdian, suatu wadah di mana ditumbuhkan pemikiran-pemikiran dan
karya-karya yang wajar. Pemikiran-pemikiran yang wajar ini berdasarkan pada
nilai-nilai kemanusiaan yang tumbuh, berkembang dan teruji dalam sejarah
kehidupan bangsa Indonesia. Di dalamnya, terdapat pergaulan antarmanusia
yang dituntun oleh jiwa dan pengertian “gotong royong”. Yang kuat seharusnya
membantu yang lemah, dan sebaliknya, yang lemah patut meminta bantuan
kepada yang kuat. Yang pintar membantu yang kurang pintar dan yang kurang
pintar patut meminta bantuan dari yang pintar. (Sesuai Pesan Moral 15:
Mengayomi dan berbagi)
Selain itu, terdapat pula pergaulan antar-manusia yang dituntun oleh
pengertian “tepo seliro” yang berarti jika kita tidak suka orang lain berbuat hal-
hal tertentu terhadap kita, maka janganlah kita sendiri melakukan hal-hal yang
serupa pada orang lain. (Pesan Moral 13: Ojo dumeh dan tepo sliro) Untuk
itu, KOSGORO akan berusaha selalu turut mengembalikan tata kehidupan
masyarakat Indonesia pada kewajaran yang terasa sangat diperlukan untuk
meneruskan nilai-nilai kemanusiaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang
terdahulu.
Dalam menghadapi tantangan-tantangan jaman, KOSGORO juga
menyadari, jika Indonesia dalam waktu yang relatif singkat tidak berhasil
menyelenggarakan modernisasi, maka nasibnya di hari depan akan tetap di
ombang-ambingkan oleh kekuatan-kekuatan luar di arena internasional. Oleh
sebab itu, modernisasi Indonesia adalah masalah yang tidak dapat

52
ditawartawar dan ditunda-tunda. Penguasaan teknologi serta tersedianya SDM
adaptif harus segera teratasi.
KOSGORO juga menyadari, bahwa bagi Indonesia, kunci modernisasi
juga terletak pada modernisasi pertaniandan pedesaan. Karena itu, KOSGORO
secara tegas akan terus turut memperjuangkan perubahan-perubahan
institusional dan perubahan-perubahan sosial lainnya yang diperlukan bagi
modernisasi daerah pedesaan. Modernisasi inilah yang diyakini akan
mengantar bangsa pada tujuan perjuangan, ialah indonesia yang adil dan
makmur. (Pesan Moral 2: Kembali ke desa)
Di lain pihak, tahapan Perjuangan dan Tri Dharma Kosgoro 1957
hendaknya diawali dengan sistem pengelolaan organisasi modern, dengan
fokus program SDM kader yang berkemampuan proporsional sebagai leader,
trainer, organizer dan entrepreneur, dilanjutkan dengan penanaman intensif dan
membumi melalui penjabaran 19 Pesan Moral Kosgoro 1957. Sebagaimana
konsep Pierre Bordieu, bahwa individu terbentuk atas habitus, kapital, arena
dan hegemoni simbolik, maka habitus kader harus “dikemas” melalui pola
pembinaan 4 kompetensi sebagai leader, trainer, organizer dan entrepreneur.
Kapital kader adalah hasil pembinaan yang harus berbuah pada pemenuhan
kebutuhan kehidupan mereka. Selanjutnya, arena sosial dengan jati diri
kebangsaan, dengan hegemoni simbolik Tri Dharma Kosgoro 1957 sebagai
pedoman kehidupan mereka dalam bermasyarakat dan berbangsa: mengabdi
(hablu minalloh, hablu minannas), kerakyatan (berperan dalam pembentukan
SDM Indonesia yang berkarakter kebangsaan dan berkeunggulan teknobisnis),
solidaritas (berperan sesuai social needs, social problems, social solutions)

Pada akhirnya, KOSGORO menghadapi masa depan dengan


berpegangan pada “PEDOMAN PERJUANGAN” ini, dengan kesabaran dan
keuletan, tetapi juga dengan penuh optimisme dengan jiwa-raga yang terus
menerus diingatkan agar indah dan luhurnya tujuan perjuangan bangsa dapat
dirasakan oleh semua elemen bangsa. Tujuan perjuangan tidak hanya
mempunyai nilai yang tinggi bagi bangsa Indonesia, tetapi juga mempunyai
manfaat bagi seluruh dunia, dan merupakan saham yang berharga bagi seluruh
tata kehidupan manusia yang damai dan sejahtera.

53
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan Karunia dan
RahmatNya kepada kita semua. Amin!

SALAM SOLIDARITAS
Semoga Ridho Allah
Selalu terbuka dalam semua langkah kita
Sekarang dan masa yang akan datang

Amin

54

Anda mungkin juga menyukai