Anda di halaman 1dari 12

Nama : M.

Dizza Aliefa R
NIM : 11190930000084
Kelas : 3-D

Resume Bab 2 : Siklus Hidup BPM

A. Definisi Siklus Hidup BPM


Terdapat dua perspektif utama dalam siklus hidup BPM:
1. Perspektif yang berfokus pada sisi teknis BPM
2. Perspektif yang menghubungkan BPM dengan organisasi atau kebutuhan bisnis
Pendukung dari perspektif pertama adalah van der Aalst dkk. (2003), Netjens dkk.
(2006), Hallerbach dkk. (2008) dan Kannegiesser (2008). Mereka pada dasarnya
menyebutkan bahwa siklus hidup BPM segera dimulai dengan tahap desain atau
pemodelan. Davenport (1998), Muehlen & Ho (2006), dan Dumas (2013) mengawali
siklus hidup BPM dengan identifikasi proses dan analisis organisasi. Dengan kata lain
mereka menyarankan agar BPM mempertimbangkan keseluruhan kebutuhan
organisasi atau bisnis. Tetapi, Muehlen & Ho (2006) pada tahapan siklus hidup
selanjutnya lebih focus pada pengembangan workflow. Davenport (2006) meletakkan
desain dan prototipe sebagai tahapan terakhir yang menimbulkan pertanyaan tentang
kontinuitas proyek atau program BPM.
Akhirnya, Dumas dkk. (2013) memasukkan keterkaitan antara BPM dengan
kebutuhan organisasi secara keseluruhan melalui tahapan identifikasi proses. Pada
tahap terakhir, Dumas dkk. Mengusulkan pemantauan dan pengendalian proses yang
dapat mengarah pada selanjutnya dari proyek BPM.

B. Siklus Hidup BPM Menurut Dumas et al


Business Process Management Lifecycle merupakan sebuah siklus hidup
dalam memanajemen proses bisnis, (Dumas, et al., 2013) mengungkapkan ada 6
tahapan yang dilalui, yaitu :
1. Tahap Identifikasi Proses
 Permasalahan bisnis diajukan
 Proses yang relevan dengan permasalahan diidentifikasi, dibatasi dan dikaitkan
satu dengan yang lainnya
2. Penemuan Proses
 Mendokumentasi kondisi proses saat ini ke dalam model as-is
3. Analisis Proses
 Identifikasi dan mendokumentasi masalah yang terkait dengan proses as-is
 Mengukur kinerja proses yang terkait
 Memprioritaskan masalah dari sisi dampaknya
 Memperhitungkan usaha yang diperlukan untuk mengatasi masalah
4. Rancang Ulang Proses
 Mengidentifikasi perubahan pada proses yang akan membantu mengatasi
masalah yang diidentifikasi
 Menganalisis dan membandingkan beberapa opsi perubahan berdasarkan ukuran
kinerja yang dipilih
 Menggabungkan pilihan perubahan yang paling menjanjikan untuk
menghasilkan proses yang didesain ulang (model to-be)
5. Implementasi Proses
 Menyiapkan perubahan proses dari as-is ke to-be
 Melakukan kegiatan yang diperlukan untuk mengubah cara kerja semua peserta
yang terlibat dalam proses tersebut
 Mengacu pada pengembangan dan penerapan system TI (atau versi sistem TI
yang ada) yang mendukung proses to-be
6. Pemantauan dan Kontrol Proses
 Mengumpulkan dan menganalisis data yang relevan untuk menentukan seberapa
baik proses yang dilakukan sehubungan dengan ukuran kinerja dan sasaran
kinerjanya
 Mengidentifikasi kemacetan, kesalahan berulang atau penyimpangan
sehubungan dengan perilaku yang diinginkan
 Identifikasi isu baru yang timbul, dalam proses yang sama atau dalam proses
lainnya, untuk siklus perbaikan selanjutnya.

C. Identifikasi Proses
Pada fase awal masalah bisnis diajukan, kemudian proses yang relevan dengan
masalah yang ditangani diidentifikasi, dibatasi dan dikaitkan satu sama lainnya. Hasil
identifikasi proses adalah arsitektur proses baru atau yang diperbarui yang memberikan
keseluruhan pandangan proses dalam sebuah organisasi dan hubungan mereka.
Arsitektur proses terbagi menjadi tiga level, yaitu process landscape, abstract process
models dan detailed process models.

Keterangan:

1. Level 1 (Process Landscape Model)


 Berisikan proses-proses utama suatu perusahaan dalam bentuk abstrak.
2. Level 2 (Abstract Process Models)
 Proses yang ditampilkan berbentuk abstrak, tetapi lebih kea rah proses bisnis
konkrit, dan lebih detail dari level 1. Dan hasil analisisnya berupa process
map.
3. Level 3 (Detailed Procels Models)
 Berisikan proses yang detail yaitu control flow, input dan output data, dan
tugas dari partisipan yang terlibat dalam proses-proses tersebut.

Pengembangan arsitektur proses dapat dilakukan dengan dua pendekatan.


Pendekatan pertama mengacu pada Business Process Reference Model seperti SCOR,
ITIL, e-TOM, dll. Namun, terdapat banyak perusahaan yang memiliki proses yang
unik dan mungkin di luar dari model referensi. Maka dari itu, Dumas dkk.
mengusulkan pendekatan yang disebut dengan Case/Function Matrix yang terdiri dari
empat langkah, yaitu:
a) Mengidentifikasi tipe kasus
Merupakan proses klasifikasi tipe kasus yang ditangani oleh suatu perusahaan
dengan tujuan utamanya yaitu untuk menentukan cara yang berbeda dalam proses
yang ada dalam organisasi. Menurut Dumas, aspek yang sering digunakan untuk
melakukan identifikasi kasus, yaitu tipe produk, jenis layanan, kanal penjualan,
dan tipe pelanggan
b) Mengidentifikasi fungsi-fungsi untuk tipe kasus
Merupakan identifikasi setiap tipe kasus dari tahap sebelumnya dan fungsi bisnis
yang diijalankan yang membutuhkan wawancara kepada beberapa orang dan
departemen di dalam organisasi tersebut.
c) Mengidentifikasi satu atau lebih matriks case/function
Di tahap ini tipe kasus dan fungsi bisnis dari tahap sebelumnya dihubungkan
dalam bentuk matriks
d) Mengidentifikasi proses-proses
Merupakan penentuan proses bisnis dari tipe kasus dan fungsi bisnis dengan
beberapa cara.

Terdapat 8 aturan untuk menentukan proses bisnis pada case/function matrix, yaitu:
1) Jika sebuah proses bisnis memiliki flow object yang berbeda, dapat dipisahkan
secara vertical.
2) Jika flow object dari sebuah proses berubah menjadi beberapa proses, proses dapat
dipisahkan secara vertical
3) Jika suatu proses mengubah kondisi transaksional, proses tersebut dapat dipisah
secara vertical
4) Jika suatu proses memiliki pemisahan waktu ketika dijalankan, proses tersebut
dapat dipisahkan secara vertical
5) Jika suatu proses memiliki perpindahan atau pemisahan tempat ketika dijalankan,
proses tersebut dapat dipisahkan secara horizontal
6) Jika suatu proses memiliki perbedaan dimensi, proses tersebut dapat diubah secara
horizontal
7) Jika suatu proses sudah terpisah pada model referensi, proses tersebut dapat
dipisah
8) Jika suatu proses mencakup beberapa fungsi lebih banyak di dalam satu tipe
kasus, dapat dipisah secara horizontal

D. Penemuan Proses
Fase ini didefinisikan sebagai tindakan pengumpulan informasi mengenai proses yang
ada saat ini dan mengorganisasikannya dalam bentuk model proses as-is. Penekanannya
ada pada pengumpulan dan organisasi informasi dan bukan sekedar latihan pemodelan.
Dumas dkk mengusulkan empat fase dalam penemuan Proses, yaitu:
a) Menentukan setting  Pada fase ini perusahaan membentuk tim yang akan
bertanggung jawab dalam menangani proses
b) Mengumpulkan informasi  fase ini berusaha untuk memahami proses dengan
berbagai cara untuk mendapatkan informasi tentang proses
c) Melakukan aktivitas pemodelan  fase ini terkait dengan usaha
mengorganisasikan pembuatan model. Metode pemodelan memberikan petunjuk
untuk pemetaan proses secara sistematis
d) Memastikan kualitas  fase ini berusaha memastikan hasil pemodelan memenuhi
berbagai kriteria
Terdapat beberapa cara untuk menemukan proses, yaitu:
1) Penemuan bukti-bukti. Metode ini menggunakan berbagai bukti untuk
mempelajari proses saat ini yang bisa didapatkan melalui analisis dokumen,
observasi, maupun penemuan proses otomatis dari sistem informasi yang ada.
2) Penemuan berbasis wawancara. Metode ini berpedoman pada hasil wawancara
kepada ahli bidang tentang bagaimana sebuah proses dijalankan
3) Penemuan berbasis workshop. Metode ini melibatkan lebih banyak partisipan
dengan berbagai peran untuk mendiskusikan tentang proses bisnis itu

E. Analisis Proses
Secara umum, Dumas dkk. Membagi analisis proses bisnis menjadi dua yaitu :
1. Analisis Kualitatif
Miles dan Hubermen (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai
tuntas, sehingga datanya jenuh.
Pendekatan analisis kualitatif dapat dikelompokkan menjadi :
a) Value Added Analys
Merupakan teknik analisis yang terdiri dari dua bagian yaitu, Value Classification
dan Value Elimination. Dalam Value Classification akan dilakukan beberapa
identifikasi yang terdiri dari :
 Value-Added (VA)
Aktifitas yang benar-benar memberikan nilai tambah nyata secara langsung
kepada klien/pelanggan.
 Bussiness value-added (BVA)
Aktifitas yang hanya memberikan manfaat nilai tambah bagi proses internal
sendiri, tidak langsung ke klien/pelanggan. Proses ini sebaiknya juga bisa
dieliminasi tanpa mengurangi atau tanpa mengganggu fungsionalitas bisnis
proses internal.
 No-Value Added (NVA)
Aktifitas tambahan yang tidak memberikan nilai tambah sama sekali,
seharusnya aktifitas ini tidak ada di dalam perusahaan.
Setelah melakukan value classification, hal yang dilakukan selanjutnya adalah
waste elimination. Dalam waste elimination akan dilakukan aktivitas-aktivitas
yang masuk dalam kategori No-Value Added (NVA) . Berikutnya adalah
menghilangkan aktivitas yang masuk kategori Bussiness value-added (BVA),
namun perlu adanya pemetaan terhadap tujuan utama bisnis dan kebutuhan
bisnis.
b) Root Cause Analysis
Yaitu menganalisis sebuah idea yang didasarkan pada problem yang dianalisa
sebelumnya, pada root cause analysis kita akan berfokus pada masalah
dibandingkan solusi, analisis diawali dengan membuat list problem dari system
kemudian diurutkan berdasarkan prioritas dari yang terpenting sampai ke akar dari
sebuah masalah bisa disebabkan.
c) Cause-Effect Diagrams
Cause and Effect Diagram atau Fishbone Diagram merupakan salah satu alat
(tools) dari QC 7 tools yang dipergunakan untuk mengidentifikasi dan
menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat agar dapat menemukan akar
penyebab dari suatu permasalahan. Fishbone Diagram dipergunakan untuk
menunjukkan Faktor-faktor penyebab dan akibat kualitas yang disebabkan oleh
Faktor-faktor penyebab tersebut.
Fishbone Diagram.
d) Why-why Diagrams
Adalah alat bantu (tool) root cause analysis untuk problem solving.  Tool ini
membantu mengidentifikasi akar masalah atau penyebab dari sebuah
ketidaksesuaian pada proses atau produk.,

Tree Diagram.
e) Issue Documentation and Impact Assesment.
Yaitu menuliskan setiap permasalahan dan memahami dampak-dampaknya. Hal
ini bertujuan untuk memahami permasalahan mana yang harus diprioritaskan dan
diperhatikan secara khusus.
f) Issue Register
Melengkapi hasil keluaran dari Root Analysis dalam bentuk analisis yang lebih
detail beserta dampaknya. Issue Register mengandung informasi :
 Nama permasalahan
 Deskripsi
 Prioritas
 Asumsi (atau data masukan)
 Dampak kualitatif
 Dampak kuantitatif

g) Pareto Analysis dan Pick Chart
Diagram Pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan
urutan banyaknya jumlah kejadian. Urutannya mulai dari jumlah permasalahan
yang paling banyak terjadi sampai yang paling sedikit terjadi. 

Diagram Pareto
Langkah membuat diagram Pareto :
1. Mengidentifikasikan permasalahan yang akan diteliti dan penyebab-penyebab
kejadian.
(Contoh Permasalahan : Tingginya tingkat Cacat di Produksi Perakitan PCB, 
Penyebabnya : Solder Short, No Solder, Missing, Solder Ball dan Solder
Crack)
2. Menentukan Periode waktu yang diperlukan untuk analisis (misalnya per
Bulanan, Mingguan atau per harian)
3. Membuat catatan frekuensi kejadian pada lembaran periksa (check sheet)
4. Membuat daftar masalah sesuai dengan urutan frekuensi kejadian (dari
tertinggi sampai terendah).
5. Menghitung Frekuensi kumulatif dan Persentase kumulatif
6. Gambarkan Frekuensi dalam bentuk grafik batang
7. Gambarkan kumulatif Persentase dalam bentuk grafik garis
8. Intepretasikan (terjemahkan) Pareto Chart tersebut
9. Mengambil tindakan berdasarkan prioritas kejadian / permasalahan
10. Ulangi lagi langkah-langkah diatas meng-implementasikan tindakan
improvement (tindakan peningkatan) untuk melakukan perbandingan hasil.
2. Analisis Kuantitatif
Dumas, dkk. Memperkenalkan metode analisis kuantitatif terkait dengan
ukuran kinerja tertentu. Umumnya kinerja yang dianalisis adalah :
a. Waktu, misalnya waktu siklus. Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menangani
sebuah kasus dari awal sampai akhir.
b. Biaya, adalah segala ukuran yang terkait dengan kinerja finansial, baik
pemasukkan, keuntungan, atau perputaran uang.
c. Kualitas, dapat dilihat dari sisi kepuasan pelanggan. Yaitu sejauh mana
pelaksana proses mampu mengendalikan pekerjaan yang dilakukan.
d. Fleksibilitas, adalah kemampuan untuk bereaksi terhadap perubahan.

Cara lain untuk menentukan kinerja adalah konsep Balance Scorecard yang mengusulkan
empat dimensi, yaitu :
A. Perspektif Keuangan
Dalam Balance Scorecard perspektif keuangan merupakan perspektif yang tidak bisa
diabaikan. Pengukuran kinerja keuangan menunjukan apakah perencanaan,
implementasi dan pelaksanaan serta strategi memberikan perbaikan mendasar.
B. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen
pasar dan pelanggan yang menjadi target. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat
ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit operasi dalam upaya
mencapai target finansial.
C. Perspektif Proses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit
bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan
pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan para pemegang
saham.

D. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan


Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif
sebelumnya serta untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.

Lebih jauh balanced scorecard  memiliki fungsi sebagai berikut:


 Sebagai alat ukur perusahaan apakah visi dan misi yang dianut telah tercapai.
 Sebagai alat ukur keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan Anda.
 Sebagai panduan strategis untuk menjalankan bisnis Anda.
 Alat analisis efektifitas strategi yang telah digunakan.
 Memberikan gambaran kepada perusahaan terkait SWOT yang dimiliki.
 Sebagai alat key performance indicator perusahaan.
 Sebagai feedback terhadap shareholder perusahaan.

Setelah menentukan kinerja yang akan dianalisis, maka beberapa Teknik kuantitatif yang
dapat digunakan antara lain :
1. Flow Analysis
Yaitu sekumpulan Teknik yang digunakan untuk mengestimasi keseluruhan kinerja
dari proses berdasarkan atas pengetahuan tentang kinerja dari aktivitas-aktivitas di
dalam proses tersebut.
2. Queue
Yaitu sekumpulan Teknik matematis untuk menganalisis system yang memiliki
Batasan sumber daya. Sumber daya yang terbatas akan menimbulkan antrean seperti
yang kita alami di Bank, Kantor Pelayanan Publik, Apotek, dll.
3. Simulasi
Yaitu Teknik yang umum digunakan untuk analisis kuantitatif dari model proses. Ide
dasarnya adalah setelah simulator proses membangkitkan contoh-contoh hipotesis
dalam jumlah besar dari sebuah proses, menjalankan contoh ini langkah demi
langkah, kemudian mencatat tiap contoh dalam pelaksanaan.

F. Perancangan Ulang Proses


Menurut Lindsay dkk, kegiatan perancangan ulang proses merupakan alat
manajemen yang dimana proses bisnis didesain kembali lalu diperiksa agar dapat terjadi
peningkatan efisiensi layanan dan efektivitas biaya (Grover dan Malhotra, 1997)
Perancangan ulang proses bertujuan untuk :
1) Meningkatkan perfoma organisasi dalam produksi barang, jasa dan terus terlaksana
produksi massal.
2) Tercipta kenyamanan atau kemudahan oleh pihak konsumen dengan organisasi dalam
pelaksanaan bisnis.
3) Peningkatan waktu dalam merespon, mengurangi ketidakpuasan atau suatu kesalahan,
dan menurunkan inovasi barang, jasa agar tidak membuang waktu lama.
4) Pengelolaan kemampuan atau kualitas pekerja untuk menaikan kontribusi kepada
perusahaan.
5) Mengolah pembagian lalu meningkatkan pengetahuan berorganisasi agar tidak
mengandalkan kemampuan satu dua orang.
Dumas, dkk. Tidak mendefinisikan apa perancangan ulang proses bisnis itu. Namun
memberikan kerangka yang terdiri dari tujuh elemen, yaitu :
a. Pelanggan internal dan eksternal dari proses bisnis.
b. Pandangan operasi proses bisnis yang terkait dengan bagaimana proses bisnis
diimplementasikan, terutama jumlah aktivitas yang termasuk dalam proses dan
sifat dari setiap aktivitas.
c. Pandangan perilaku proses bisnis yang terkait dengan cara proses bisnis
dijalankan, terutama urutan aktivitas dijalankan dan bagaimana aktivitas ini
dijadwalkan dan dijalankan.
d. Organisasi dan peserta dari proses bisnis yang ditangkap pada dua tingkat, yaitu
struktur organisasi dan populasi organisasi.
e. Informasi yang digunakan dan dihasilkan oleh proses bisnis.
f. Teknologi yang digunakan oleh proses bisnis.
g. Lingkungan eksternal dimana sebuah proses berada.

Perancangan ulang proses bisnis diperlukan karena alasan bisa terjadi peningkatan
jasa untuk konsumen atau pelanggan, bisa mengurangi atau memotong biaya sehari-hari.
Sektor manajemen perusahaan juga dapat mengambil keuntungan secara maksimum
dengan langkah menekan, jika dibutuhkan juga bias untuk memangkas secara penuh
biaya yang dianggap kurang perlu dan meningkatakan pelayanan untuk konsumen atau
pelanggan.
Menurut Dumas, re-design utamanya terkait dengan perubahan proses bisnis itu
sendiri, termasuk pandangan operasional dan perilaku. Namun, re-design pada umunya
juga meluas kepada elemen-elemen lain, termasuk organisasi, bahkan lingkungan
eksternal.
Dumas, dkk. Membedakan dua metodologi untuk perancangan ulang.
1. Heuristic Process Redesign
Heuristic Process Redesign melewati beberapa tahapan, yaitu inisiasi, dimana proyek
ditetapkan, tim dibentuk, pemahaman tentang kondisi saat ini, dan target kinerja untuk
proyek re-design ditentukan.
2. Product-based Design
Pendekatan ini bertujuan untuk secara radikal memikirkan bagaimana sebuah produk
atau layanan tertentu dapat dibuat daripada menggunakan pendekatan yang bertahap.
Tidak banyak proses yang ada menjadi titik tolak dalam re-design, tetapi
karakterisktik produk tertentu yang diharapkan akan didapat dari proses yang
digunakan untuk menentukan bagaimana proses harus dirancang.

G. Implementasi Proses
Pada tahap ini perubahan yang diperlukan untuk berpindah proses dipersiapkan dan
dilakukan. Implementasi proses juga merupakan tahap di mana ide-ide,
didokumentasikan dalam model proses to-be, dan seringkali harus diubah lagi.
Beberapa ide mungkin menjadi terlalu mahal atau terlalu banyak memakan waktu untuk
diwujudkan. Implementasi proses mencakup dua aspek : Manajemen perubahan
organisasi dan otomasi proses.

Anda mungkin juga menyukai