2. LELITA MARIZI
3. NURUL HIDAYATI
KELOMPOK :4
Puji syukur kami sampaikan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga makalah yang berjudul “Taat Hukum Dan Fungsi Profetik
Agama” dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat beserta salam kami haturkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari
zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang akan ilmu pengetahuan
seperti saat ini.
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang................................................................................................2
A. Kesimpulan .....................................................................................................5
B. Saran ...............................................................................................................5
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
kelompok tertentu yang menganggap agama rakyat tidak memiliki makna
selain retorika kosong dari elit politik.
Kedua, legitimasi. Di sini agama rakyat di posisikan sebagai kekuatan
legitimasi bagi penguasa dalam menjalankan otoritas dan kekuasaannya di
tengah konflik sosial-politik dan ketidak-pastian. Antara pemimpin dan yang
di pimpin merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi kelangsungan
sistem sosial. Dalam hal ini karakteristik otoritas pemimpin akan menentukan
legitimasi di hadapan yang di pimpin. Karakteristik itu bisa berasal dari
sumber tradisonal, legal rasional dan kharisma pemimpin.
Legitimasi ini tidak hanya dalam hubungan penguasa dan yang
dikuasai, melainkan juga menyangkut proses suatu sistem sosial dalam
memberikan persetujuan masyarakat dan institusi yang ada di dalamnya.
Bahwa agama rakyat merupakan fenomena episodik yang muncul tatkala
keadaan menghadapi krisis, tetapi berubah kembali ketika keadaan telah
normal kembali. Selanjutnya munculnya agama rakyat mirip dengan manuver
kontrol sosial oleh elit politik dan bukan gerakan massa yang mencerminkan
perjuangan rakyat dalam mencoba mencari instrumen makna bagi kehidupan
masyarakat.
Olehnya itu perlu diwaspadai ketika agama itu sekedar dijadikan
sebagai instrumen legitimasi tindakan penguasa yang tidak menggambarkan
realitas sosial yang autentik, dan di pakai tidak secara konsisten melainkan
hanya secara episodik sesuai kebutuhan elit politik ketika harus menghadapi
krisis. Sebaiknya dalam hal ini, pemimpin politik dalam masyarakat
mendasarkan legitimasi kekuasaan dan otoritasnya pada efektifitas dalam
memperjuangan kebutuhan dan kepentingan masyarakat, ketimbang
mengkaitkan dengan agama dan nilai moral.
Ketiga, Profetik. Fungsi profetik agama rakyat sebagai sumber
penilaian profetik bagi sebuah bangsa. Ia memperlihatkan jarak antara potensi
bangsa dan apa yang sedang dicapainya. Sistem keyakinan dalam hal ini
dibutuhkan untuk menjamin moralitas kesatuan dalam suatu negara. Oleh
karena itu diperlukan otoritas untuk menciptakan dan menjalankan hukum
3
yang berlaku bagi semua anggota masyarakat. Moralitas individu yang
dibutuhkan, dengan meninggalkan egoisme dan lebih memberi simpati kepada
semua manusia atas penderitaan dan kenestapaan.
Agama rakyat memposisikan dirinya sebagai medium pembebasan atas
segala kerusakan dan kebobrokan yang menimpa termasuk dilakukan oleh
penguasa. Dalam hal ini jika penguasa merupakan pendukung status quo maka
agama rakyat menjadi pendukung perubahan yang anti kemapanan dengan
orientasi nilai-nilai humanis-transenden. Nilai-nilai profetik keagamaan
menjadi orientasi ideal serta motivasi dalam menghadapi segala tantangan dan
rintangan. Walhasil terjadi di kotomi antara agama rakyat yang pro-perubahan
dengan orientasi nilai-nilai humanis-transenden dengan pendukung realitas
sosial yang rusak dan bobrok.
Fungsi profetik agama adalah bahwa agama sebagai sarana menuju
kebahagiaan juga memuat peraturan-peraturan yang mengondisikan
terbentuknya batin manusia yang baik, yang berkualitas, yaitu manusia yang
bermoral (agama sebagai sumber moral) .
Kearifan yg menjiwai langkah hukum dengan memberikan sanksi
hukum secara bertahap sehingga membuat orang bisa memperbaiki kesalahan
(bertaubat kepada Tuhan)
4
maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan
menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.
2. Asas Hukum
3) Asas kemanfaatan
Mempertimbangkan asas kemanfaatan bagi pelaku dan bagi
kepentingan negara dan kelangsungan umat manusia.
5
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang
buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu
membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan
binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut
putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-ya yang dibawa
sampai ke Kabah, atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi
makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan
yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat yang buruk dari
perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan
barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan
menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk)
menyiksa.(QS. al-Mai'dah (5) : 95)
2) Asas keadilan
Berlaku adil terhadap semua orang tanpa memandang status sosial,
status ekonomi, ras, keyakinan, agama dan sebagainya.
Qs. Shad : 26
ق َو َالِ اس ِب ْال َح
ِ َّض فَاحْ ُكم َبيْنَ الن ِ َيا دَ ُاوود ُ ِإنَّا َج َع ْلنَاكَ َخ ِليفَةً ِفي ْاْل َ ْر
ّللاِ لَ ُه ْم
َّ سبِي ِل َ عن َ َضلُّون ِ َّللاِ إِ َّن الَّذِينَ ي
َّ سبِي ِل َ ُضلَّكَ َعن ِ تَتَّبِعِ ْال َه َوى فَي
ب
ِ سا َ سوا يَ ْو َم ْال ِح َ ٌَعذَاب
ُ َشدِيدٌ بِ َما ن
6
3) Asa kemanfaatan
Mempertimbangkan asas kemanfaatan bagi pelaku dan bagi
kepentingan negara dan kelangsungan umat manusia.
Qs. Al-Baqarah : 178
ِب آ َمنُواَ الَّذِينََ أَيُّ َها يَا
ََ علَي ُك َُم ُكت
َ اص َ فَ َمنَ بِاألُنثَى َواألُنثَى بِال َعب َِد بِال ُح ِر َوال َعب َُد ال ُح َُّر القَتلَى فِي ال ِق
َُ ص
َِي ُ ُسانَ َوأ َ َداء ِبال َمع ُروفَِ فَاتِبَاعَ شَيءَ أَخِ ي َِه مِ نَ لَ َه
َ عف َ ن َو َرح َمةَ َّر ِب ُكمَ مِن ت َخفِيفَ ذَلِكََ ِإلَي ِه ِبإِح َِ فَ َم
َ َأَلِيم
ع َذابَ فَ َل َه ُ َذلِكََ بَع ََد اعت َ َدى
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan
orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka
barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) mambayar (diat) kepada yang memberi
maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Rabb kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampui batas sesudah itu maka baginya siksa yang sangat pedih. (QS.
2:178)
7
c. Contoh atau tauladan yang telah digariskan / dicontohkan Rasulullah
saw
8
1) Menjadikan Al-Quran dan Sunnah
a) Sebagai sumber dan payung hukum dalam memahami dan
mengamalkan ajaran Islam
b) Sebagai sumber rujukan dalam menyelesaikan dan
memutuskan suatu hukum -> QS.Al-Maidah : 48 – 49 QS.
An-Nisa’ ; 59 dsb
2) Permasalahan yang ada bila tidak didapatkan dalam QS boleh
melakukan Istimbat hukum dengan tetap merujuk kepada QS.
QS.Isra’ : 15 dan Taqrir yang dikeluarkan Rasulullah saw.
3) Tidak menjadikan paham, mazhab, aliran sebagai keputusan
final yang Undervartable. Paham, aliran, mazhab tidak
termasuk Tasyri’ hanya bayan liat-tasyri’
4) Memperbolehkan Ikhtilaf, namun hanya pada masalah
Ijtihadiyah
5) Tidak memandang hal-hal yang bersifat keduniaan yang tidak
ditentukan oleh QS, namun tetap mengacu pada sifat Basyariah
Rasulullah sebagai syari’at -> “antum a’lamubi umuri
dunyakum”
6) Suatu hukum dari Ijtihad bersifat debatable (yang dapat
dibantah, debat) bukan merupakan keputusan final
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
Robbi Sholi. (2013). Fungsi Profetik Agama Di Dalam Hukum. Diakses pada 21
September 2015.
http://robisevilla.blogspot.co.id/2013/04/fungsi-profetik-agama-di-dalam-
hukum.html
Akrom Urbane. (2010). Fungsi Profetik Agama dalam Hukum. Diakses pada 21
September 2015.
http://axsdv.blogspot.co.id/2010/03/fungsi-profetik-agama-dalam-
hukum.html
Andrilamodji. (2014). Pengertian, Tujuan, Jenis-Jenis Dan Macam-Macam
Pembagian Hukum. Diakses pada 21 September 2015.
https://andrilamodji.wordpress.com/hukum/pengertian-tujuan-jenis-jenis-
dan-macam-macam-pembagian-hukum/
M. Farhan Ismail. (2014). Asas-Asas Hukum Secara Umum. Diakses pada 21
September 2015.
http://www.kompasiana.com/m.farhanismail/asas-asas-hukum-secara
umum_54f81970a3331127658b4b0f
11