Anda di halaman 1dari 6

Islam Sebagai Relasi Bernegara

Abstrak

Pendidikan Agama Islam bertujuan membentuk generasi berakhlak mulia. Pancasila adalah
dasar negara Indonesia dengan sila pertama menyebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal
ini menunjukkan bahwa negara ini menghormati Agama. Berdasar hal ini, Pendidikan
Agama Islam sebagai pembentuk moral generasi Indonesia, yang merupakan generasi
mayoritas. Indonesia bukan negara agama, tetapi menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa
di urutan prioritas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan kajian
literatur. Peneliti menemukan bahwa negara sekuler pun menempatkan pendidikan Agama,
menjalani keyakinan dan kepercayaan sebagai bekal penting warganegaranya, dan dijamin
oleh hukum negara. Agama, keyakinan, kepercayaan mempengaruhi psikologis dan kualitas
individu yang berpengaruh pada kemajuan negara. Mengikuti penjelasan di
atas/sebelumnya, Sistem Pendidikan Nasional menjadi pedoman pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam, sehingga output pendidikan yang ditarget sesuai dengan tujuan negara
Indonesia. Kemudian keberadaan Kurikulum penting mengarahkan keberlangsungan
Pendidikan Nasional tersebut. Sebagai penduduk muslim yang mayoritas di negara
Indonesia, tentunya dibutuhkan eksistensi dari masyarakat muslim itu sendiri untuk dapat
dapat berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk berpartisipasi,
berpartisipasi, diperlukan prosedur atau aturan yang harus dipelajari terlebih dahulu, salah
dahulu, salah satunya melalui pendidikan Islam. Pendidikan Islam memiliki tujuan agar
agar generasi penerus dapat mempelajari, memahami, dan menerapkan nilai-nilai Islam
Islam yang terkandung di dalamnya. Melalui pendidikan Islam diharapkan nantinya umat
umat Islam dapat berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara santun,
santun, santun, dan tidak merusak persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Kata Kunci : Pendidikan Islam, Negara, Hukum Tata Negara, Relasi, Agama Islam

PENDAHULUAN

Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah panjang dengan latar belakang


kemajemukan etnis, sejarah budaya, sosial politik dan keagamaan. Jika dirunut dari sejarah
awal pendidikan di Indonesia, maka terkhusus Pendidikan Agama Islam merupakan produk
bernegara dalam rangka menciptakan generasi Indonesia yang memahami cita-cita luhur
negaranya. Cita-cita ini termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 alenia 4 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
Agama Islam merupakan salah satu mata pelajaran dari banyak mata pelajaran yang
diberikan selama jenjang Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah yang dilalui siswa selama 12
tahun menempuh pendidikan, sebelum pendidikan tinggi. Pendidikan Agama menjadi
penting karena sebagai penuntun dan pembentuk individu yang kemudian memberi pengaruh
pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan
bernegara, sikap patriotisme ditandai dengan sikap positif lainnya, yaitu: cinta tanah air rela
berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara menempatkan persatuan, kesatuan serta
keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan berjiwa pembaharu
tidak kenal menyerah.1 Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
pesat, informasi-informasi dari berbagai negara di belahan dunia dapat diakses dengan
mudah. Akses informasi yang semakin mudah dan cepat, ternyata berdampak luas terhadap
kehidupan manusia, baik dampak positif maupun negatife.2 Dampak positif kemajuan
teknologi informasi adalah memudahkan dan mempercepat akses masyarakat terhadap
berbagai kebutuhan, namun teknologi informasi juga dapat berdampak pada pergeseran
kebudayaan masyarakat.3 Banyak penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh budaya
asing terhadap kebudayaan masyarakat Indonesia, terutama di kalangan kaum muda, misalnya
budaya budaya pop atau Kpop Korea banyak digemari dan melanda Indonesia.4

Menurut Azyumardi Azra, meskipun Islam diyakini memberikan pedoman bagi segala
aspek kehidupan khususnya mengenai ketatanegaraan atau politik, namun ternyata hubungan
antara agama dan negara dalam Islam sangat poly interpretable, kaya penafsiran. Dalam Islam
pemikiran politik mengenai hubungan agama dan negara ternyata masih menjadi perdebatan
yang hangat di kalangan para ahli.5 Secara global, hingga kini setidaknya ada tiga paradigma
pemikiran tentang hubungannnya agama dengan Negara. Paradigma pertama yang
mengatakan, bahwa Islam tidak ada hubungannya dengan negara, karena Islam tidak
mengatur kehidupan bernegara atau pemerintahan. Menurut paradigma ini, secara historis
wilayah Nabia Muhammad terhadap kaum mukmin adalah wilayah risalah yang tidak
dicampuri oleh tendensi pemerintah. Sebagian tokoh terkenal yang mendukung konsep ini
adalah Ali Raziq dan Thaha Husein. Paradigma kedua, menganggap bahwa Islam adalah
agama yang paripurna, mencakup segala-galanya, termasuk masalah negara atau sistem
politik. Tokoh-tokoh utama dari paradigma ini adalah Hassan al-Banna, Sayyid Quthb, Rasyid
Ridha, dan tentu saja Abu al-A’la al-Mududi. Paradigma ketiga, menolak pendapat bahwa
mencakup segalan-galanya dan juga menolak pandangan bahwa Islam hanya mengatur
hubungan antara manusia dan Penciptanya semata. Paradigma ini berpendapat Bahwa Islam
memang tidak mencakup segala-galanya, tapi mencakup seperangkat prinsip dan tata nilai
etika tentang kehidupan bermasyarakat termasuk bernegara. Tokoh yang terkenal dalam
paradigma ini adalah Muhammad ‘Abduh dan Muhammad Husein Haikal.6

1
Rahmat Wijayanto J. and Marzuki Marzuki, “Pendidikan Bela Negara Sebagai Tonggak Peradaban
Jiwa Patriotisme Generasi Muda,” Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan 3, no. 2
(December 26, 2018)
2
Robby Darwis Nasution, “Pengaruh Modernisasi Dan Globalisasi Terhadap Perubahan Sosial
Budaya Di Indonesia,” Jurnal Kominfo, 2017. 5 Daryanto Setiawan, “Dampak Perkembangan
Teknologi Informasi Dan Komunikasi Terhadap Budaya,” JURNAL SIMBOLIKA: Research and
Learning in Communication Study, 2018
3
Daryanto Setiawan, “Dampak Perkembangan Teknologi Informasi Dan Komunikasi Terhadap
Budaya,” JURNAL SIMBOLIKA: Research and Learning in Communication Study, 2018
4
Hamdani M. Syam, “Globalisasi Media Dan Penyerapan Budaya Asing, Analisis Pada Pengaruh
Budaya Populerkorea Di Kalangan Remaja Kota Banda Aceh,” Avant Garde, 2015
5
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 1.
6
Zaprulkhan, “Relasi Agama dan Negara dalam Perspektif Islam,” Jurnal Walisongo, Volume 22,
Nomor 1/ Mei 2014.
METODE

Metode Penelitian yang digunakan yaitu studi literatur dengan tipe penelitian kualitatif
dengan pendekatan kajian analitis literatur. Metode ini menggunakan telaah pustaka. Berbagai
sumber pustaka ditelaah untuk saling memperkuat deskripsi yang dipaparkan.

PEMBAHASAN

Pendidikan Islam

Pendidikan merupakan usaha yang disengaja untuk membina sikap spiritualitas dan
mengembangkan intelektualitas pengetahuan manusia agar dapat menjadikannya sebagai
manusia yang paripurna7. Artinya, dalam proses pendidikan manusia tidak hanya dibekali
dengan intelektualitas semata, akan tetapi dibutuhkan sebuah sikap spiritualitas yang memadai
agar memiliki adab dan perilaku. Manusia akan menjadi terhormat dan mulia ketika dapat
mengkolaborasikan seluruh aspek yang ada di dalam dirinya seperti aspek intelektualitasnya,
spiritualnya, dan emosionalnya8. Ketika manusia hanya memikirkan aspek intelektualitasnya,
dikhawatirkan manusia tersebut akan menjadi tidak terarah dalam menggunakan akalnya
sehingga dapat merugikan bagi oranglain, begitupun sebaliknya. Ada sebuah adagium yang
mengatakan bahwa “ilmu tanpa agama akan menjadi pincang dan agama tanpa sebuah ilmu
maka akan menjadi buta”.

Kebutuhan Pendiikan Agama di Negara Sekuler Sebagai Pembandig Kurikulum


Idonesia

Indonesia mempunyai penduduk dengan mayoritas beragama Islam, tetapi Indonesia


bukan negara agama. Indonesia negara yang menghormati pemeluk agama yang di atur pada
UUD 1945 pasal 29 ayat 2 bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agama. Sehingga secara resmi Islam tidak dianggap sebagai satu-satunya agama
yang diakui negara. Terdapat agama lain seperti Hidu, Budha, Kristen dan kepercayaan.
Kebutuhan pendidikan agama di negara sekuler dan negara yag bukan sekuler berbeda
misalnya dalam tata laksana karena tujuan yang ditarget berbeda pula. Bahkan antar negara-
negara sekuler pun memiliki cara pengelolaan pendidikan agama yang berbeda. Pendidikan
Agama secara resmi di perguruan tinggi dan sekolah tinggi tidak diberikan secara formal
seperti halnya di tingkat sekolah sebelum sekolah tinggi. Meski pun demikian mahasiswa
yang memiliki keyakinan (beliefs)atau agama (religious) memiliki kesehatan mental yang
lebih baik. Kesehatan mental yang lebih baik akan mengarahkan pada peningkatan kapasitas
individu untuk sukses ke kehidupan selanjutnya (Melnyk, et al., 2014).

Kesehatan mental ini memberi pengaruh pada kualitas individu sebagai warga suatu
negara. Ketika warganegara berkualitas baik maka secara langsung akan berpengaruh pada
kualitas negara. Negara-negara sekuler menghormati para pemeluk kepercayaan dan agama
ada karena dampak positif yag diberikan kepada negara tersebut. Genc, Avest, dan Miedema
(2011), melakukan penelitian Pendidikan Agama (Religious Education) pada negara sekuler
Turki dan Belanda. Turki memberikan Pendidikan Agama di bawah pengawasan Kementrian
Pendidikan dan mulai diterapkan sejak tingkat sekolah dasar pada tahun 1949, diikuti
7
Nurti Budiyanti et al., “Konsep Manusia Ideal: Tinjauan Teologis Dan Pendidikan Islam,” Al-
Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal Pendidikan Islam 5, no. 2 (2020): 43–67,
8
Mazro’atus Sa’adah, “ARAH PENDIDIKAN ISLAM DALAM AL-QUR’AN,” At-Tajdid : Jurnal
Ilmu Tarbiyah, 2014.
setingkat sekolah menengah pertama (SMP) pada 1956 dan setingkat sekolah menengah atas
(SMA) pada 1967. Hal ini dimulai setelah perang dunia ke-2. Sebelumnya hampir 2 dekade
Pendidikan Agama dilarang. Pendekatan kurikulum yang digunakan di Turki disebut
Religious Culture and Knowledge of Ethnic. Sebagai negara sekuler bahasan tentang
Religious Culture and Knowledge of Ethnic di Turki tidak dikhususkan untuk Islam, tetapi
untuk kepercayaan dan agama yang dilindungi oleh Undang-Undang negara Turki. Meskipun
demikian, pemerintah Turki tetap memberikan bantuan dana dan membina kegiatan spiritual
keagamaan melalui masjid.

HASIL

Mengkhawatirkan apabila penduduk muslim tersebut tidak dapat menduduki posisi


strategis di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuan dari pendidikan Islam yang
berlandaskan Qur’an dan Hadits adalah agar mereka dapat siap untuk menduduki posisi
tersebut sehingga memiliki sifat yang amanah dan tidak menghianati kepercayaan masyarakat
lainnya. Manusia muslim ketika hidup dalam bermasyarakat dan bernegara, selalu
menerapkan 3 sifat yang diantaranya adalah dapat dipercaya (amanah), tidak khianat, dan
perkataannya dapat dipegang (tidak munafik). Itulah yang menjadi tujuan penelitian ini
bagaimana peran pendidikan Islam dalam mencetak generasi muda nya agar memiliki sifat
yang demikian sehingga dapat diterima dengan baik oleh masyarakat dan memberikan
dampak yang positif. Ketika sebuah negara dipenuhi oleh lingkungan yang positif dan posisi
strategis diisi oleh orang yang tepat, maka dipastikan negara tersebut semakin mendekati
kepada kesejahteraan nasional dan diharapkan dapat memberikan keadilan yang seluas-
luasnya bagi kehidupan masyarakat. Sama hal nya ketika pada zaman Rasulullah SAW
bagaimana kepemimpinan saat itu sangatlah baik, tidak ada orang miskin yang kelaparan
bahkan saat pembagian zakat pun pemimpinnya itu sangat pusing kepada siapa dia akan
membagikan zakat karena sudah sejahteranya masyarakat tersebut.

Sebagai agama universal, Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia baik
aspek mikro maupun makro termasuk dalam hal ini adalah terkait tentang kehidupan
berbangsa dan bernegara.Ajaran Islam menekankan pentingnya etika atau akhlak dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara agar terwujudnya kehidupan yang damai, tenteram dan
sentosa.Etika atau akhlak berbangsa dan bernegara dalam Islam dapat diwujudkan dengan
menegakkan keadilan dan kebenaran, menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, dan mewujudkan
kemaslahatan umat.Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia,terdapat empat pilar
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka
Tunggal Ika.Empat pilar tersebut jika ditelusuri dan dipahami secara mendalam maka tidak
ada yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam sehingga perlu didukung dan
diimplementasikan oleh seluruh warga negara Indonesia. Jikapun di dalamnya terdapat
kekurangan, kelemahan atau kekeliruan maka bisa direvisi sesuai dengan prosedur yang
berlaku. Pendidikan Agama Islam melalui lembaga formal sekolah ditargetkan sebagai
penguat moral generasi masa depan Indonesia, yang pendidikan moral secara nonformal
dilakukan oleh lingkungan keluarga masing-masing.

Diperkuat oleh Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 yang intinya


memaparkan tentang sistem Pendidikan Nasional yang bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa disertai akhlak mulia. Kebutuhan Pendidikan Agama dilakukan pula oleh negara
sekuler karena penelitian membuktikan bahwa keyakinan (beliefs) atau agama (religious)
memberi dukungan positif pada kualitas individu, seperti optimisme masa depan dan
kehidupan sosial yang lebih baik. Kemudian individu-individu unggul tersebut akan
meningkatkan kapasitas negara. Kearifal lokal dalam pola Pendidikan Agama Islam akan
membantu tingkat keberhasilan target pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Pendidikan Agama Islam memuat ajaran dan nilai-nilai yang menguatkan sikap patriotisme
siswa. Strategi penguatan sikap patriotism dalam Pendidikan Agama Islam melalui nasehat,
keteladanan dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Model Pendidikan
Agama Islam ini menjadi solusi alternatif untuk membangkitkan sikap patriotisme siswa.

KESIMPULAN

Pola relasi syariat Islam dan negara pasca amandemen UUD NRI Tahun 1945 adalah
pola hubungan yang kosentris dimana nilai-nilai syariat Islam menjadi pusat pertimbangan
dan pembatasan keberlakuan norma hukum negara sehingga nilai-nilai syariat Islam menjadi
sumber hukum pembentukan perundang-undangan. Pola relasi tersebut akan efektif jika
dijabarkan dalam satu sistem hierarki piramida hukum nasional dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan, sebab tanpa hubungan yang solid pada tataran nilai, prinsip
dan pasal-pasal dalam peraturan maka pola relasi konstitusional tersebut akan tidak efektif
dalam memaksimalkan konstribusi syariat Islam dalam hukum nasional. Syariat Islam perlu
diaktualisasi melalui materi peraturan perundang-undangan melalui dua kategorisasi, yaitu
sebagai sarana dalam membatasi (restriksi) dan menguji suatu peraturan perundang-undangan
dan berfungsi sebagai pembaruan hukum (tajdid hukum) di Indonesia.

Karena itu perlu memaksimalkan sebanyak mungkin legislasi Islam/peraturan yang


bernuansa syariat Islam dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dan negara
memegang peranan sangat penting keberlakuan syariat Islam dalam sistem hukum
Nasional.Pendidikan Agama Islam melalui lembaga formal sekolah ditargetkan sebagai
penguat moral generasi masa depan Indonesia, yang pendidikan moral secara nonformal
dilakukan oleh lingkungan keluarga masing-masing. Diperkuat oleh Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 yang intinya memaparkan tentang sistem Pendidikan Nasional yang
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa disertai akhlak mulia. Kebutuhan Pendidikan
Agama dilakukan pula oleh negara sekuler karena penelitian membuktikan bahwa keyakinan
(beliefs) atau agama (religious) memberi dukungan positif pada kualitas individu, seperti
optimisme masa depan da n kehidupan sosial yang lebih baik. Kemudian individu-individu
unggul tersebut akan meningkatkan kapasitas.

DAFTAR PUSTAKA

Dhaifi, Ahmad. 2017. Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Indonesia.


Jurnal Edureligia, Volume 1, Nomor 1, Halaman: 76-88.

Geinaghi, Akram, Akram Sanago, and Leila Joubary. 2018. The Relations between Beliefs,
Social Support and Optimisme inStudents of Golestan University in Medical
Sciences”. Journal of Medical Education, Volume1, Nomor 2, Halaman: 26-29.

Genc, Muhammad Fatih, Ina ter Avest, and Siebren Miedema. 2011. Religious Education in
Two Secular Multicultural Societies: Turkish and Dutch case Compared. Procedia
Social and Behavioral Sciences 15 Halaman : 801-805.

Hasan, Mochamad Sya'roni. 2017. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam


Terpadu di Sekolah. Jurnal Al-Ibrah Volume 2 Nomor 1 Halaman : 60-87.
Hidayati, Wiji. 2016. Manajemen Kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
Jenjang SMA Bermuatan Keilmuan Integrasi Interkoneksi. Manageria: Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam Volume 2, Nomor 1, Halaman: 195-225.

Ibnu Khaldun, Abdurahman. 2003. Muqaddimah Ibnu Khaldun. Beirut: Dar al-Kutub al-
„Ilmiyyah”.

Khoiri, Miftahul. 2020. Pengembangan Pendidikan Agama Berbasis Budaya Sekolah dalam
Mengatasi Problematika pendidikan Agama. Tarlim Jurnal Pendidikan Agama Islam
Volume 3. Nomor 1 Halaman: 39-50.

Lubis, Syaiful Akhyar. 2017. Islamic Education in Indonesia and Malaysia: The Existance
and Implementation until 20th Century”. Edukasi: Jurnal Penelitian Agama dan
Keagamaan Volume 15, Nomor 1 Halaman 1–12.

Mahfud, Choirul. 2019. Evaluation of islamic education curriculum policy in Indonesia.


Premiere Educandum: Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran Volume 9 Nomor 1
Halaman : 34 – 43.

Anda mungkin juga menyukai