Anda di halaman 1dari 20

KEBIJAKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI SEKOLAH PADA MASA ORDE LAMA

Mohammad Kosim
Jurusan Tarbiyah STAIN Pamekasan
Jl. Panglegur KM 04 Pamekasan, 69371.
E-mail: kosim@stainpamekasan.ac.id

Abstrak:
Artikel ini mendeskripsikan kebijakan pemerintah tentang mata pelajaran Pendi-
dikan Agama Islam (PAI) di sekolah negeri selama masa Orde Lama (1945-1965).
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kedudukan mata pelajaran PAI di
sekolah negeri selama pemerintahan Orde Lama? Melalui pendekatan historis
dengan analisis dokumen terhadap sejumlah kebijakan terkait, diketahui bahwa
di masa Orde Lama, pendidikan agama telah ditetapkan sebagai salah satu mata
pelajaran yang diajarkan di sekolah negeri, sesuatu yang hanya menjadi ke-
inginan selama masa penjajahan. Namun, selama Orde Lama kedudukan mata
pelajaran PAI belum kokoh karena tidak menjadi mata pelajaran wajib, bahkan
orang tua siswa dan murid dewasa bisa memilih apakah anaknya atau murid
dewasa tersebut akan mengikuti pelajaran agama atau tidak. Demikian pula,
mata pelajaran agama tidak menentukan kenaikan kelas, dan nilai pelajaran
agama tidak dalam bentuk angka, melainkan secara kualitas dalam bentuk
pernyataan baik, sedang, kurang.

Abstract:
The article describes the policy of government concerning the course of
Pendidikan Agama Islam (Islamic Religion Education) taught in the state-schools
during Old Order period (1945-1965). The problem goes around of how the
position of the course of Pendidikan Agama Islam (Islamic Religion Education)
during the Old Order period. The study employs historical approach using
document analysis on the related policies. The result shows that the course of
Pendidikan Agama Islam (Islamic Religion Education) had been decided as one of
courses taught in state-schools in the Old Order. It was some kind of dream come
true as it would never been realized in colonization time. However, the course
was not a well established one for it was not a compulsory subject even the adult
students and their parents were able to avoid this course by unprogramming
WKLV )XUWKHUPRUH ,VODPLF 5HOLJLRQ (GXFDWLRQ GLG QRW GHWHUPLQH WKH VWXGHQWV·
education level and the evaluation was not stated in form of number but stated
qualitatively³good, moderate, poor.

Kata-kata Kunci:
Kebijakan, orde lama, sekolah, Pendidikan Agama Islam

Pendahuluan lenggaraan pendidikan di negaranya. Ka-


Di belahan dunia ini, tidak ada rena, setiap negara berkepentingan agar
negara yang tidak mengintervensi penye- warga negaranya menjadi warga yang
Mohammad Kosim

baik sesuai harapan pemerintah.1 Bahkan, kan (ayat 1); Setiap warga negara wajib
untuk memastikan terwujudnya keingi- mengikuti pendidikan dasar dan peme-
nan tersebut, banyak negara menerapkan rintah wajib membiayainya (ayat 2);
kontrol sangat ketat terhadap program- Pemerintah mengusahakan dan menye-
program pendidikan, baik yang diseleng- lenggarakan satu sistem pendidikan na-
garakan sendiri oleh negara maupun sioQDO« D\DW µ Atas dasar ini, pemerin-
yang dilakukan masyarakat.2 Alasan lain tah Indonesia sejak merdeka hingga kini
intervensi pemerintah terhadap pendi- telah banyak melakukan kebijakan dalam
dikan warganya karena pendidikan yang bidang pendidikan untuk meningkatkan
diselenggarakan oleh masyarakat, teruta- kualitas warganya. Arah kebijakan pendi-
ma dalam hal pendidikan makro, tidak dikan nasional selalu diperbaharui sei-
akan memadai lebih-lebih di era kehi- ring dengan perkembangan zaman.
dupan masyarakat yang kian kompleks. Bagaimana dengan kebijakan peme-
Di samping itu, proses pendidikan yang rintah terkait pendidikan Islam? Di
dilakukan masyarakat tanpa keterlibatan Indonesia, dengan penduduk mayoritas
pemerintah, berpeluang terjadinya kon- muslim, hubungan agama dan negara
flik dan pertentangan dalam masyarakat cukup unik. Negara Indonesia dibangun
yang heterogen. Sejumlah masalah yang berdasarkan Pancasila, tidak berdasar
bisa menimbulkan konflik ketika diterje- agama tertentu. Karena itu, Indonesia
mahkan dalam praktik pendidikan bukan negara agama. Kendati demikian,
adalah keragaman agama dan keper- Indonesia tidak pula disebut sebagai
cayaan, adat istiadat, suku, daerah dan negara sekuler. Karena, Pancasila sebagai
ras, pengaruh budaya asing, respons atas dasar negara sangat apresiatif terhadap
kemajuan, organisasi, dan status sosial.3 agama dan penganutnya. Indonesia, me-
Oleh karena itu, untuk menghindari nurut Mahfud MD, lebih tepat disebut
konflik dan pertentangan yang tajam negara kebangsaan yang religius.4 Hal ini
antar warga masyarakat, maka dibutuh- tercermin dari sila pertama dalam Panca-
kan keterlibatan negara dalam mengelola VLOD \DQJ EHUEXQ\L ¶.HWXhanan Yang
pendidikan. 0DKD (VD · 'HQJDQ VLOD LQL QHJDUD PHOLQ-
Di Indonesia, keterlibatan pemerin- dungi semua penganut agama yang dia-
tah dalam bidang pendidikan selain kui di Indonesia. Perlindungan peme-
karena alasan di atas, juga merupakan rintah diwujudkan dalam bentuk membe-
amanat konstitusi, sebagaimana tertuang rikan kebebasan kepada setiap pemeluk
dalam batang tubuh UUD 1945, khusus- agama untuk melaksanakan ajaran aga-
nya pasal 31, yang berbunyi: ´6HWLDS manya dan pemberian bantuan agar
warga negara berhak mendapat pendidi- setiap penganut agama dapat mengem-
bangkan kehidupan beragama dengan
baik. Simbol apresiasi negara terhadap
1Kartini Kartono, Wawasan Politik Mengenai Sistem agama dan penganutnya ditunjukkan de-
Pendidikan Nasional (Bandung: Mandar Maju,
1990), hlm. 71.
ngan dibentuknya Kementerian Agama
2M. Saerozi, Politik Pendidikan Agama dalam Era

Pluralisme (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007), hlm. 4Mahfud MD: Indonesia bukan negara sekuler

59. juga negara agama. Baca di


3Ali Imron, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia: http://polhukam.rmol.co/read/2013/03/18/102
Proses, Produk dan Masa Depannya (Jakarta: Bumi 774/Mahfud-MD:-Indonesia-Bukan-Negara-
Aksara, 1995), hlm. 4-11. Sekuler-Juga-Negara-Agama (diakses 5 Juli 2014).

2 | KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014


Kebijakan Pendidikan Agama Islam

yang menjadi wadah pembinaan kehidu- ini, diharapkan bisa mendeskripsikan


pan umat beragama. kedudukan mata pelajaran PAI di sekolah
Sikap negara yang apresiatif terha- negeri selama Orde Lama.
dap agama berpengaruh pada penyeleng- Permasalahan ini sepengetahuan
garaan pendidikan agama. Negara melin- penulis belum banyak dikaji. Kalaupun
dungi pelaksanaan pendidikan agama ada, fokusnya agak berbeda dengan
dalam semua jenis, jalur, dan jenjang kajian ini. Misalnya, Abd. Rahman
pendidikan, dengan menekankan agar Assegaf (2005)6 mengkaji posisi PAI
pendidikan agama dapat meningkatkan dalam konstelasi pendidikan nasional di
iman dan takwa setiap peserta didik masa kolonial hingga era kemerdekaan,
sesuai agamanya masing-masing. Kenda- pola pengembangan kelembagaan dan
ti pemerintah sangat apresiatif terhadap kurikulum PAI, respons masyarakat
pendidikan agama, dalam tataran praktis terkait kebijakan PAI oleh pemerintah,
tidak mudah menerjemahkannya dalam serta tema yang perlu mendapat perha-
bentuk kebijakan, terutama terkait de- tian bagi upaya reorientasi wawasan PAI
ngan pendidikan Islam. Dalam perjalanan agar lebih kontekstual dan relevan de-
panjang, sejak Indonesia merdeka hingga ngan isu kontemporer. Demikian pula
kini, kebijakan pemerintah terhadap dengan studi yang dilakukan M. Saerozi7
pendidikan Islam terjadi pasang surut. yang berupaya melacak pola pendidikan
Ada kalanya terkesan merugikan umat agama yang berlaku di Indonesia, pola
Islam sehingga timbul prasangka negatif kebijakan politik yang melatarbelakangi
dari kalangan muslim terhadap peme- terbentuknya pendidikan agama konfe-
rintah. Namun ada kalanya terkesan sional, serta bentuk kebijakan pendidi-
menguntungkan umat Islam sehingga kan agama yang relevan dengan realitas
muncul pandangan iri dari kalangan kemajemukan agama di Indonesia.
nonmuslim terhadap pemerintah. Kendati demikian, kajian-kajian di
Atas penjelasan di atas, penting dan atas, termasuk kajian-kajian lain yang
menarik untuk melakukan studi lanjut terkait dengan kajian ini tetap menjadi
tentang kebijakan pemerintah terhadap acuan berharga. Kajian-kajian terkait
Pendidikan Agama Islam (PAI) di seko- dimaksud terutama studi tentang hu-
lah negeri,5 khususnya selama pemerin- bungan antara Islam dan politik/negara
tahan Orde Lama. Yang menjadi perta- di Indonesia yang telah banyak dikaji.
nyaan adalah bagaimana kedudukan ma- Misalnya, Abdul Aziz Thaba8 memetakan
ta pelajaran PAI di sekolah negeri dalam hubungan Islam dan negara pada masa
setiap kebijakan yang dikeluarkan peme- Orde Baru menjadi tiga periode, yaitu
rintah Orde Lama? Melalui pertanyaan periode antagonistik (1967-1982), resipro-

5Istilah sekolah negeri dalam kajian ini


menunjukkan ruang lingkup institusi. Dengan 6Abd. Rachman Assegaf, Politik Pendidikan
menyebut sekolah, maka kebijakan pemerintah Nasional: Pergeseran Kebijakan Pendidikan Agama
orde lama yang terkait madrasah tidak termasuk Islam dari Proklamasi ke Reformasi (Yogyakarta:
dalam kajian ini. Dengan menyebut negeri, maka Kurnia Kalam, 2005).
kebijakan pemerintah terkait sekolah swasta juga 7Saerozi, Politik Pendidikan Agama dalam Era

tidak termasuk dalam kajian ini. Karena pada Pluralisme (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007).
umumnya sekolah swasta, terutama yang dikelola 8Abdul Aziz Thaba, Islam dan Negara dalam Politik

umat Islam, pendidikan agama lebih leluasa Orde Baru (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm.
diajarkan. 26-29.

KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014| 3


Mohammad Kosim

kal kritis (1982-1985), dan periode masing kelompok merasa keinginannya


akomodatif (1985-1994). Di masa anta- telah terakomodasi dalam sila pertama
gonis, negara memiliki peran hegemonik Pancasila tersebut.
sedangkan umat Islam di pinggiran. Sedangkan Harry J. Benda10 dengan
Hubungan keduanya penuh konflik dan teori domestikasinya (domestication; pen-
saling curiga. Di masa resiprokal kritis, jinaNDQ PHQ\DWDNDQ EDKZD ´SHUWD-
antagonis masih terlihat tapi masing- UXQJDQµ GXD NHORPSRN VHODOX DGD \DQJ
masing pihak sudah mulai menurunkan terkalahkan. Dalam kasus di atas, kega-
tensinya. Negara mulai memandang galan kelompok Islam menjadikan Islam
umat Islam sebagai mayoritas yang me- sebagai dasar negara, menurut pendeka-
miliki andil besar dalam pembangunan, tan domestikasi, merupakan bukti keka-
sedangkan umat Islam mulai meman- lahan umat Islam dari kelompok nasio-
dang negara dalam posisi tidak konfron- nalis sekuler. Bahkan sampai 1980-an,
tatif dengan mereka. Sedangkan dalam kelompok Islam selalu terdomestikasi
periode akomodatif, mulai terjalin hu- dalam sistem politik nasional.
bungan saling menerima dan saling me-
nguntungkan antara umat Islam dan Metode Penelitian
negara. Penelitian ini termasuk jenis
Van Nieuwenhuijze, sebagaimana penelitian historis.11 Langkah-langkah
dikutip Bachtiar Efendy,9 mengatakan dalam penelitian historis umumnya ter-
bahwa hubungan kelompok Islamis dan diri atas empat kegiatan pokok, yaitu
kelompok nasionalis mengarah pada de- heuristik, verifikasi, interpretasi, dan his-
konfessionalisasi (confession; pengakuan), toriografi.12 Heuristik merupakan kegia-
yakni masing-masing kelompok meng- tan menghimpun jejak-jejak masa lam-
akui adanya keragaman sambil mencari pau. Verifikasi/kritik adalah kegiatan
titik temu dalam membangun kondisi menyelidiki apakah jejak-jejak itu asli,
sosial yang diinginkan bersama. Masing- baik bentuk maupun isinya. Interpretasi
masing kelompok berkeinginan menghi- merupakan kegiatan menetapkan saling
langkan eksklusivisme dan subjektivisme hubungan antarfakta yang diperoleh. Se-
tanpa kehilangan substansi masing-ma- dangkan penyajian/historiografi meru-
sing. Kasus pertentangan kelompok Isla- pakan langkah menyampaikan sintesis
mis dan nasionalis tahun 1940-an tentang yang diperoleh dalam satu kisah sejarah.
dasar negara dapat diselesaikan melalui Melalui langkah-langkah di atas diharap-
pendekatan ini. Pancasila sebagai dasar kan bisa dilakukan rekonstruksi krono-
QHJDUD WHUXWDPD VLOD SHUWDPD ¶.HWXKD- logis dan periodik serta objektif tentang
QDQ <DQJ 0DKD (VD· PHQXQMXNNDQ
bahwa kelompok Islam tidak secara eks-
plisit menjadikan Islam sebagai negara,
10Ibid.,hlm. 28-30.
demikian pula kelompok nasionalis tidak 11Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho
secara eksplisit menjadikan Indonesia se- Notosusanto (Jakarta: UIP Press, 2006), hlm. 39;
bagai negara sekuler. Tapi masing- Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian
Sejarah (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm.
53.
9Bahtiar Effendy, Islam dan Negara: Transformasi 12Nugroho Notosusanto, Norma-Norma Dasar
Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia Penelitian dan Penulisan Sejarah (Jakarta: Pusat
(Jakarta: Paramadina, 1998), hlm. 23-28. Sejarah ABRI, 1974), hlm. 17.

4 | KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014


Kebijakan Pendidikan Agama Islam

kebijakan pendidikan agama Islam di memaparkan data dan temuan penelitian


sekolah selama orde lama. serta pembahasan. Sebagai bagian dari
Sumber data dalam penelitian ini penelitian historis, paparan dan analisis
bertumpu pada data-data dokumenter data disajikan secara kronologis.
yang terdiri atas dokumen primer dan Di antara perjuangan umat Islam
sekunder. Dokumen primer meliputi yang belum tercapai di masa penjajahan
salinan undang-undang, peraturan dan Belanda adalah menjadikan PAI sebagai
keputusan yang berkaitan dengan kebi- salah satu mata pelajaran pokok di seko-
jakan mata pelajaran PAI di sekolah lah pemerintah (sekolah negeri). Berkali-
selama masa orde lama. Adapun do- kali hal ini diusulkan, namun pemerintah
kumen sekunder berupa informasi yang Hindia Belanda tetap menolak dengan
dihasilkan oleh individu/tim/lembaga- alasan pendidikan harus netral. Sikap
lembaga sosial yang tertuang dalam pemerintah Hindia Belanda tersebut
buku, majalah, buletin, pernyataan dan tercermin dalam Indische Staatsregeling
berita yang disiarkan lewat media terkait (Konstitusi Hindia Belanda) pasal 179 (2)
dengan kebijakan mata pelajaran PAI di \DQJ EHUEXQ\L ´3HQJajaran umum
sekolah selama orde lama. Untuk menen- (openbaar onderwijs) adalah netral, artinya
tukan bobot data dokumenter, dalam bahwa pengajaran itu diberikan dengan
penelitian historis dikenal dua macam menghormati keyakinan agama masing-
kritik; kritik internal dan kritik eksternal. masing. Pengajaran agama hanya boleh
Kritik internal berupaya untuk mema- EHUODNX GL OXDU MDP VHNRODK µ14
hami relevansi data dengan fokus Dalam praktik, kebijakan Belanda
penelitian, sedangkan kritik eksternal tidak benar-benar netral. Pemerintah
berupaya untuk mengetahui otentisitas Belanda lebih berpihak pada agama
data.13 Kristen. Sekolah-sekolah Kristen didi-
Sesuai dengan jenis sumber data rikan di setiap karesidenan dan dianggap
yang bertumpu pada data dokumenter, sebagai sekolah pemerintah serta menda-
maka pengumpulan data dalam pene- pat subsidi rutin. Dakwah Islam di
litian ini menggunakan metode doku- daerah animisme dilarang sedangkan
mentasi dengan instrumen penelitian misi Kristen dibiarkan. Pemerintah Be-
berupa pedoman dokumentasi. Analisis landa juga membiarkan upaya penghi-
data, sebagaimana lazimnya penelitian naan terhadap Islam, dan melarang hal
kualitatif, dilakukan selama dan setelah yang sama terhadap Kristen.15
penelitian berlangsung. Metode analisis Bukti lain tindakan diskriminatif
menggunakan analisis dokumen (docu- Belanda terhadap umat Islam dalam bi-
ment analysis). dang pendidikan adalah lahirnya Ordo-
nansi Guru (Guru Ordonantie) tahun 1905
Hasil Penelitian dan Pembahasan yang isinya mengharuskan adanya izin
Untuk memahami kebijakan peme- tertulis bagi setiap guru agama yang akan
rintah orde lama terkait dengan
keberadaan mata pelajaran PAI di 14Kebijakan Departemen Agama dari Masa ke Masa

sekolah (negeri), uraian berikut akan dalam Kurun Setengah Abad (Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Agama, 1996), hlm.
33; Assegaf, Politik Pendidikan Nasional, hlm. 17.
13Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah, hlm. 15Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia

67-73. 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1988), hlm. 333.

KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014| 5


Mohammad Kosim

mengajar. Ordonansi 1905 ini kemudian Demikian pula Mr. Soewandi³Menteri


diganti dengan Ordonansi Guru tahun PP&K keempat18--telah menetapkan 10
1925, yang isinya tidak jauh berbeda Dasar Pendidikan dan Pengajaran sebagai
dengan sebelumnya. Dalam aturan ini pedoman bagi para guru dalam mendidik
guru agama hanya diwajibkan untuk murid-muridnya, yang isinya antara lain
memberitahu sebelum mengajar, bukan pentingnya pembinaan rasa keagamaan.
meminta izin sebagaimana aturan sebe- Ke-10 pedoman dasar tersebut adalah;
lumnya, tetapi ditentukan sanksi bila 1. Perasaan bakti kepada Tuhan Yang
melanggar. Pada tahun 1932 keluar lagi Maha Esa;
peraturan yang dikenal dengan 2. Perasaan cinta kepada alam;
Ordonansi Sekolah Liar (Wilde School 3. Perasaan cinta kepada negara;
Ordonantie), yang isinya menyatakan 4. Perasaan cinta dan hormat kepada
bahwa pemerintah Belanda berwenang Ibu dan Bapak;
memberantas dan menutup madrasah 5. Perasaan cinta kepada bangsa dan
dan sekolah yang tidak berizin atau kebudayaan;
memberikan pelajaran yang tidak disukai 6. Perasaan berhak dan wajib ikut
pemerintah.16 Dengan kebijakan-kebija- memajukan negaranya menurut pem-
kan diskriminatif di atas, dapat bawaan dan kekuatannya;
dipastikan betapa umat Islam meng- 7. Keyakinan bahwa orang menjadi
hadapi kesulitan menyebarkan agamanya sebagian yang tak terpisahkan dari
melalui lembaga pendidikan. keluarga dan masyarakat;
Setelah Indonesia memproklamir- 8. Keyakinan bahwa orang hidup dalam
kan kemerdekaannya, 17 Agustus 1945, masyarakat harus tunduk pada tata
segera dilakukan upaya-upaya pemba- tertib;
haruan dalam bidang pendidikan dan 9. Keyakinan bahwa pada dasarnya
pengajaran dalam rangka menata kualitas manusia itu sama harganya, sebab itu
manusia Indonesia yang telah lama terca- berhubungan sesama anggota masya-
bik-cabik kaum penjajah. Tentang pendi- rakat harus bersifat hormat meng-
dikan agama di sekolah, pemerintah
mulai memberikan perhatian serius sete- ditunjukkan pernyataan resmi Ki Hadjar
lah selama masa penjajahan hal ini tidak Dewantara tentang pentingnya pelajaran agama
mendapat tempat di sekolah negeri. Per- di sekolah. Sumber lain menyatakan bahwa Ki
hatian ini misalnya tampak dalam Hadjar Dewantara membuat surat edaran ke
langkah Ki Hadjar Dewantara³Menteri daerah-daerah yang isinya menyatakan bahwa
pelajaran budi pekerti yang telah ada pada masa
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan penjajahan Jepang, diperkenankan diganti dengan
(PP&K) pertama³yang dengan tegas pelajaran agama. Dikutip dalam
menyatakan di alun-alun Yogyakarta http://eprints.walisongo.ac.id/689/3/083111135_
bahwa pengajaran agama perlu dijalan- Bab2.pdf (diakses tanggal 21-9-2014).
18Sekedar diketahui, Ki Hadjar Dewantara
kan di sekolah-sekolah pemerintah.17
menjabat sebagai Menteri PP&K pertama hanya
tiga bulan (19 Agustus 1945 sampai 14 Nopember
16Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di 1945), lalu diganti oleh Mr.T.G.S.G Mulia (14
Indonesia (Jakarta: Logos, 2001), hlm. 50-51; Nopember 1945 sampai 12 Maret 1946).
Assegaf, Politik Pendidikan Nasional, hlm. 41. Dilanjutkan oleh Mohammad Sjafei (12 Maret
17Almanak 1974 (Jakarta; Direktorat Pendidikan 1946 sampai 2 Oktober 1946), dan kemudian oleh
Agama Ditjen Bimas Islam Departemen Agama, Mr. Suwandi (2 Oktober 1946 sampai 27 Juni
t.th), hlm. 69-70. Dalam sumber ini tidak 1947).

6 | KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014


Kebijakan Pendidikan Agama Islam

hormati, berdasar atas rasa keadilan, Agama melalui Ketetapan Pemerintah


dengan berpegang teguh atas harga No. 1/S.D/1946 tanggal 3 Januari 1946.
diri sendiri; Selain usulan pembentukan
10. Keyakinan bahwa negara memer- Kementerian Agama, BP KNIP³dalam
lukan warga Negara yang rajin sidangnya tanggal 27 Desember 1945³
bekerja, tahu pada wajibnya, jujur da- juga merekomendasikan kepada Kemen-
lam pikiran dan tindakannya.19 terian PP&K, agar selekas mungkin
Perhatian yang sama dilakukan BP mengusahakan pembaharuan pendidikan
KNIP (Badan Pekerja Komite Nasional dan pengajaran yang dijalankan sesuai
Indonesia Pusat)20 yang mengusulkan dengan rencana pokok usaha pendidikan
agar dibentuk Kementerian Agama untuk dan pengajaran baru yang telah disusun
menangani urusan-urusan agama.21 Usu- BP KNIP.22 Di antara rencana pokok
lan ini selanjutnya ditindaklanjuti peme- tersebut juga mengatur tentang pendi-
rintah dengan membentuk Kementerian dikan agama di sekolah negeri, yang
menyaWDNDQ ´3HQJajaran agama hen-
daklah mendapat tempat yang teratur
19Soegarda Poerbakawatja, Pendidikan dalam Alam seksama, hingga cukup mendapat
Indonesia Merdeka (Jakarta: Gunung Agung, 1970), perhatian yang semestinya dengan tidak
hlm. 341. mengurangi kemerdekaan golongan-
20KNIP dibentuk tanggal 22 Agustus 1945 oleh

PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)


golongan yang berkehendak mengikuti
dan dilantik tanggal 29 Agustus 1945. Berdasar kepercayaan yang dipeluknya. Tentang
Maklumat Wakil Presiden RI Nomor X (16 Ok- cara melakukan ini baiklah Kementerian
tober 1945), sebelum terbentuk MPR dan DPR, mengadakan perundingan dengan Badan
KNIP diserahi tugas legislatif. Di daerah-daerah 3HNHUMDµ 23
juga dibentuk KNID. Dalam melaksanakan tugas
KNIP sehari-hari, dibentuk Badan Pekerja KNIP
Menindaklanjuti usulan BP KNIP
yang keanggotaannya dipilih dari anggota KNIP tersebut, pada tanggal 1 Maret 1946
yang ada. BP KNIP bertanggungjawab kepada Menteri PP&K³melalui Surat Keputusan
KNIP. Baca dalam Erwiza Erman dan Sudibjo, Nomor 104/Bhg.O³membentuk sebuah
´.1,3µ Ensiklopedi Nasional Indonesia 3 (Jakarta: komisi khusus bernama Panitia Penye-
Delta Pamungkas, 1997), hlm. 28-30.
21Usulan pembentukan Kementerian Agama
lidik Pengajaran yang diketuai Ki Hadjar
diajukan pertama kali dalam sidang BP KNIP oleh Dewantara dan Soegarda Poerbakawatja
sejumlah anggota KNIP daerah pada tanggal 11 sebagai sekretaris. Anggota-anggota Pa-
Nopember 1945. Dengan dukungan lebih besar, nitia Penyelidik berasal dari berbagai
usulan tersebut diajukan kembali dalam sidang kalangan masyarakat yang sejak lama
pleno BP KNIP tanggal 25-28 Nopember 1945. Di
DQWDUD XVXODQ WHUVHEXW EHUEXQ\L ´0HQJXVXONDQ
dikenal memiliki komitmen tinggi dalam
supaya dalam Negara Indonesia yang sudah bidang pendidikan. Tugas Panitia
merdeka ini janganlah hendaknya urusan agama Penyelidik adalah:
hanya disambillalukan dalam tugas Kementrian 1. Merencanakan susunan baru dari
Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudayaan atau tiap-tiap macam sekolah (schooltype);
departemen-departemen lainnya, tetapi
hendaknya diurus oleh suatu Kementrian Agama
2. Menetapkan bahan pengajaran
WHUVHQGLULµ %DFD GDODP $]\XPDUGL $]UD ´+0 dengan menimbang keperluan yang
Rasjidi, BA: Pembentukan Kementerian Agama
GDODP 5HYROXVLµ GDODP $]\XPDUGL $]UD GDQ
Saiful Umam, Menteri-Menteri Agama RI Biografi 22Poerbakawatja, Pendidikan dalam Alam Indonesia,
Sosial Politik (Jakarta: INIS-PPIM-Badan Litbang hlm. 38.
Agama Departemen Agama, 1998), hlm. 5. 23Ibid.,
hlm. 343.

KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014| 7


Mohammad Kosim

praktis dan jangan terlalu berat 9. Tidak perlu bahasa Arab.26


(overladen); Kendati sejumlah tokoh telah
3. Menyiapkan rencana-rencana pelaja- merekomendasikan pentingnya pendidi-
ran untuk tiap-tiap sekolah dan tiap- kan agama di sekolah, dalam tataran
tiap kelas (fakultas juga) disertai praktis mata pelajaran agama belum
dengan daftar-daftar dan keterangan- tampak dalam kurikulum. Hal ini terlihat
keterangan yang lengkap.24 dalam Rencana Pelajaran di Sekolah Rak-
Dalam melaksanakan tugasnya, yat pada tahun 1946 (yang disusun ber-
Panitia Penyelidik membuat seksi-seksi dasar Keputusan Menteri PP&K tanggal
sebanyak delapan seksi sesuai per- 19 Nopember 1946 No. 1153/Bhg.A) yang
masalahan yang dibahas.25 Kerja keras tidak mencantumkan mata pelajaran
Panitia Penyelidik menghasilkan se- agama.27 Demikian pula dalam kuriku-
jumlah hal penting. Tentang pendidikan lum sekolah menengah, belum tampak
agama, laporan Panitia Penyelidik (tang- adanya mata pelajaran agama.28
gal 2 Juli 1946) menyampaikan hal-hal Belum terakomodasinya mata
berikut: pelajaran agama ke dalam struktur kuri-
1. Hendaknya agama diberikan pada kulum ketika itu, karena perhatian para
semua sekolah dalam jam pelajaran; tokoh akan pentingnya pendidikan aga-
2. Guru agama dibayar oleh peme- ma di sekolah, masih dalam bentuk reko-
rintah; mendasi, belum berupa keputusan resmi
3. Di S.R (Sekolah Rakyat) pelajaran yang sifatnya mengikat. Untuk itu, sete-
agama dimulai kelas IV; lah terbentuknya Kementerian Agama,
4. Guru agama diangkat oleh Kemen- lembaga ini segera melakukan langkah-
terian Agama; langkah serius dan sistematis untuk me-
5. Guru agama harus mempunyai laksanakan pengajaran agama di sekolah
pengetahuan umum; sebagaimana rekomendasi Panitia Penye-
6. Buku-buku pelajaran agama diada- lidik Pengajaran. Di antara langkah awal
kan oleh Pemerintah; yang dilakukan Menteri Agama adalah
7. Harus ada pendidikan guru agama; membuat unit khusus di Kementerian
8. Pesantren dan madrasah harus Agama, yakni Bagian C, yang dibentuk
dipertinggi mutunya; dan berdasar Keputusan Menteri Agama
No.1185/K.J tanggal 20 Nopember 1946.
Tugas Bagian C ini adalah mengkoordi-
nasi tugas-tugas yang berhubungan
24Ibid., hlm. 37.
dengan; (a) urusan pelajaran dan
25Hasil-hasil keputusan Panitia Penyelidik pendidikan Agama Islam dan Kristen, (b)
Pengajaran dikelompokkan dalam 8 seksi, yang
meliputi Seksi I (Kewajiban Belajar dan
Pemberantasan Butu Hurut), Seksi II (Sekolah 26Poerbakawatja, Pendidikan dalam Alam Indonesia,
Kerja, Pekerjaan Tangan, Gerak Badan, Sekolah hlm. 41.
Partikelir), Seksi III (Agama dan Pengajaran), 27Lihat dalam I. Jumhur dan Danasuparta, Sedjarah

Seksi IV (Balai Bahasa dan Himpunan Pendidik), Pendidikan (Bandung: Tjerdas, 1961), hlm. 166.
Seksi V (Konsentrasi Rencana Pelajaran, 28Dalam website berikut, misalnya, dapat dilihat

Desentralisasi, Biaya Pendidikan dan Pengajaran), tentang daftar pelajaran di SMA yang tidak
Seksi VI (Susunan Sekolah), Seksi VII (Perguruan mencamtumkan mata pelajaran agama:
Tinggi), dan Seksi VIII (Pendidikan Umum). Baca http://repository.upi.edu/866/5/T_PU_609_Cha
dalam Ibid., hlm. 40-45. pter3.pdf (diakses 25-9-2014)

8 | KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014


Kebijakan Pendidikan Agama Islam

urusan pengangkatan guru-guru agama, Kementerian PP&K) dan Drs. Abdullah


dan (c) urusan pengawasan pelajaran Sigit (dari Kementerian Agama).32
agama.29 Kemudian, pada tanggal 2 April
Langkah berikutnya, Menteri 1950 pemerintah mengesahkan Undang-
Agama dan Menteri PP&K membuat Undang No. 4/1950 tentang Dasar-Dasar
kesepakatan bersama tentang pelaksa- Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah.
naan pendidikan agama di sekolah. Perlu diketahui bahwa rencana membuat
Kesepakatan ini dituangkan dalam undang-undang pendidikan telah dimu-
bentuk Peraturan Bersama Menteri PP&K lai sejak tahun 1948. Ketika itu, Menteri
dan Menteri Agama No. 1142/Bhg. A PP&K yang dijabat Mr. Alisastrohamijaja,
(Pengajaran) Jakarta 2 Desember 1946 dan membenWXN ´3DQLWLD 3HUDQFDQJ 8QGDQJ-
No. 1285/K-7 (Agama) Yogyakarta 12 Undang Pokok Pendidikan dan Pengajar-
Desember 1946, yang menyatakan bahwa DQµ \DQJ GLEHUL WXJDV XQWXN PHPEXDW
pengajaran agama di sekolah-sekolah Rencana Undang-Undang Pokok Pendi-
rendah diberikan sejak kelas IV dan ber- dikan dan Pengajaran. Dalam surat pe-
laku mulai 1 Januari 1947. Dalam rintahnya ditegaskan bahwa panitia di-
peraturan bersama ini dinyatakan pula minta mempergunakan bahan-bahan
bahwa segala peraturan dan instruksi yang pernah didiskusikan dalam kongres
tentang masalah tersebut yang telah pendidikan nasional yang telah berlang-
ditetapkan sebelum 1 Januari 1947 akan sung tanggal 4-6 April 1947 di Surakarta.
diperbaharui.30 Peraturan bersama ini Rencana Undang-Undang (RUU) dapat
merupakan landasan yuridis-operasional diselesaikan pada tahun itu juga, dan
pertama untuk menyelenggarakan pen- segera akan diajukan kepada BP KNIP.
didikan agama di sekolah-sekolah negeri, Namun rencana ini terhalang oleh Agresi
sekaligus sebagai bentuk akomodasi le- Belanda II (19 Desember 1948). Setelah
gislatif31 pertama bagi umat Islam dalam situasi kondusif dan pemerintah RI kem-
bidang pendidikan agama di lembaga bali ke Yogyakarta pada 6 Agustus 1949,
pemerintah. Selanjutnya, untuk meman- maka naskah RUU diajukan ke BP KNIP
tapkan rencana pengajaran agama di oleh Menteri PP&K S. Mangunsarkoro.
sekolah sebagaimana telah diputuskan, Selanjutya RUU tersebut disepakati BP
pemerintah pada tahun 1947 membentuk KNIP dan kelak disahkan sebagai un-
badan penasihat bernama Majelis Pertim- dang-undang pada tanggal 2 April 1950
bangan Pengajaran Agama Islam yang oleh Pemangku Jabatan Sementara
dipimpin Ki Hadjar Dewantara (dari Presiden RI Mr. Asaat dan Menteri PP&K
S. Mangunsarkoro, dan diundangkan
pada tanggal 5 April 1950 oleh Menteri
29Muljanto Sumardi, Sejarah Singkat Pendidikan Kehakiman AG. Pringgodigdo.33
Islam di Indonesia 1945-1975 (Jakarta: Lembaga Dalam undang-undang ini, tujuan
Penelitian Ilmu Agama dan Kemasyarakatan pendidikan nasional dinyatakan dalam
Badan Penelitian dan Pengembangan Agama
Departemen Agama, 1977), hlm. 7.
pasal 3, yang berEXQ\L ´0HPbentuk
30Ibid.
31,VWLODK ¶DNRPRGDVL OHJLVODWLI· GLJXQDNDQ ROHK 32Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di

Bahtiar Effendy untuk menunjuk sejumlah per- Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1996), hlm.
aturan pemerintah yang cenderung pro umat 358.
Islam. Baca lebih lanjut dalam Effendy, Islam dan 33Suryosubroto, Beberapa Aspek Dasar-Dasar
Negara, hlm. 278-302. Kependidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 46.

KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014| 9


Mohammad Kosim

manusia susila yang cakap dan warga ´'DODP SDVDO LQL VDMD XVXONDQ
negara yang demokratis serta bersusila supaja tudjuan pendidikan dan
serta bertanggungjawab tentang kesejah- pengadjaran ini adalah untuk mem-
teraan masyaUDNDW GDQ WDQDK DLUµ 'DODP bentuk manusia jang tjakap sadja.
rumusan tujuan pendidikan tersebut Adapun jang mengenai susila itu,
tidak menyebut pentingnya membentuk supaja dihilangkan sadja, sebab me-
´PDQXVLD EHULPDQ GDQ EHUWDNZDµ nurut pendapat saja susila itu
Tentang hal ini tidak ada perdebatan matjam-matjam pokoknja. Umpama
pendapat di kalangan anggota BP KNIP sadja susila djelata dan susila
sebagai perumus undang-undang ketika pradja, maka kedua-keduanja susila
itu, walaupun anggota BP KNIP banyak itu bertentangan sama sekali. Djadi
yang berasal dari kalangan Islam (Masyu- kalau dalam pendidikan ini akan
mi dan Nahdlatul Ulama).34 Tidak dipakai kata-kata susila, maka itu
diketahui pasti mengapa para anggota BP seharusnja djuga dijelaskan apa
KNIP tidak mencanWXPNDQ NDWD ´PDQX- dasar kesusilaan jang akan dila-
VLD EHULPDQµ GDODP UXmusan tujuan kukan ini. Maka untuk tidak mem-
pendidikan nasional ketika itu. Padahal perpandjang rangkaian soal jang
dalam sila pertama Pancasila sangat jelas mengenai pasal ini dan djuga,
menyatakan bahwa Negara berdasar supaja tidak perlu diadakan pendje-
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. lasan, susila ini, supaja dihilangkan
Justru, perdebatan yang menge- VDGMD µ
muka dalam perumusan tujuan pendidi- Menanggapi pernyataan Kobarsih
kan nasional ketika itu adalah istilah itu, Menteri PP&K, S. Mangunsarkoro,
´PDQXVLD VXVLODµ GDQ ´ZDUJD QHJDUD memberikan penjelasan sebagai berikut:
yang demokUDWLVµ 35 3HQJHUWLDQ ´PDnusia ´$SD MDQJ GLPDGMXNDQ 6GU
VXVLODµ GLSHUGHEDWNDQ GDQ GLSHUWDQ\DNDQ Kobarsih memang kesusilaan berbe-
oleh beberapa anggota BP KNIP, di da. Tetapi djuga di situ segala
antaranya oleh Asarudin dan Kobarsih. perkataan mempunjai matjam-
Sedangkan anggota lainnya, seperti M.L. matjam arti. Maka dalam formu-
Latjuba, Sadjarwo, Kasman Singodi- laering terpaksa kita pakai arti jang
medjo, dan Dr. D.S. Dianipar setuju umum, akan tetapi nanti bisa
GHQJDQ SHQFDQWXPDQ NDWD ´VXVLODµ berwudjud jang dikehendaki masja-
Kobarsih berpendapat bahwa kata rakat seluruhnja. Sebab ternjata di
´VXVLODµ GDOam rumusan tujuan tersebut situ, jang dikehendaki adalah satu
mengandung banyak pengertian. Dalam matjam susila jang oleh masjarakat
tanggapannya, ia mengatakan: seluruhnja, tentu ini nanti jang
GLDPELO µ
Dalam perdebatan itu tidak
346DLG
diperoleh kata sepakat, ada yang men-
+DVDQ +DPLG ´3HUNHPEDQJDQ 3HQGLGLNDQ
'DVDU GDQ 0HQHQJDKµ GL
dukung pendapat Kobarsih untuk
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND PHQJKLODQJNDQ NDWD ´VXVLODµ GDQ DGD
._SEJARAH/194403101967101- yang ingin tetap mencantumkan kata
SAID_HAMID_HASAN/Makalah/Sejarah_Perke ´VXVLODµ .DUHQD WLGDN DGD NDWD VHSDNDW
mbangan_Pendidikan_Dasar_dan_Menengah.pdf keputusan akhir ditempuh melalui pemu-
(diakses 24-9-2014).
35Ibid. ngutan suara pada tanggal 26 Oktober

10 | KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014


Kebijakan Pendidikan Agama Islam

1949. Hasilnya, 6 suara setuju untuk kan atau tidak di sekolah pemerintah,
dihapus sedangkan 15 suara setuju untuk tetapi lebih pada apakah pendidikan
dipertahankan. AkhirQ\D NDWD ´VXVLODµ agama itu menjadi mata pelajaran wajib
tetap dipertahankan sebagaimana bunyi (verplictleervak) ataukah mata pelajaran
tujuan pendidikan di atas. fakultatif (tidak wajib). Perdebatan ten-
0HVNLSXQ ´PDQXVLD EHULPDQµ WL- tang hal ini mulai terjadi dalam sidang
dak tercantum dalam rumusan tujuan pada tanggal 26 Oktober 1949. Saat itu,
pendidikan nasional, pengajaran agama 0RKDPPDG 6MDIHL PHPEDFDNDQ ´1RWD
di sekolah telah mendapat perhatian $WMHKµ \DQJ GLtandatangani Teuku
dalam undang-undang tersebut. Hal ini Muhammad Daud Beureuh tanggal 16
tampak dengan dicantumkannya bab Oktober 1949), yang mengusulkan agar
tertentu tentang pengajaran agama di pendidikan agama menjadi mata pelaja-
VHNRODK \DLWX ´%DE ;,, WHQWDQJ 3HQJD- ran wajib di sekolah pemerintah. Isi
jaran Agama di Sekolah-6HNRODK 1HJHULµ OHQJNDS ´1RWD $WMHKµ WHUVHEXW VHEDJDL
terutama dalam pasal 20, dengan rumu- berikut:
san sebagai berikut: 1. Pendidikan agama supaya dijadikan
1. 3DVDO D\DW ´'DODP VHNRODK- mata pelajaran yang diwajibkan
sekolah negeri diadakan pelajaran (verplichtleervak);
agama, orang tua murid menetapkan 2. Supaya sekolah-sekolah agama dia-
apakah anaknya akan mengikuti pe- kui pengajarannya sebagai pengaja-
lajaran terseEXWµ D\DW ´&DUD ran sekolah pemerintah;
menyelenggarakan pengajaran agama 3. Supaya sekolah-sekolah agama dihar-
di sekolah-sekolah negeri diatur gai sebagai sekolah-sekolah peme-
dalam peraturan yang ditetapkan rintah;
oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran 4. Dalam hal percampuran pemuda dan
dan Kebudayaan bersama-sama pemudi (co-education) hendaknya ja-
0HQWHUL $JDPD µ ngan sampai bertentangan dengan
2. 3HQMHODVDQ SDVDO ´ D $SDNDK perasaan agama dan kebiasaan se-
suatu jenis sekolah memberi pe- tempat di Sumatera. 36
lajaran agama adalah tergantung Di pihak lain, tidak sedikit dari
pada umur dan kecerdasan murid- anggota BP KNIP yang mengusulkan
murinya; (b) Murid-murid yang su- agar pendidikan agama sebagai mata pe-
dah dewasa boleh menetapkan ikut lajaran fakultatif (tidak wajib). Gagasan
atau tidaknya ia dalam pelajaran ini diusulkan antara lain oleh Mr. Tam-
agama; (c) Sifat pengajaran agama bunan, Mr. Sartono, Rasuna Said, dan
dan jumlah jam pelajaran ditetapkan Sjamsuddin Sutan Makmur. Mr. Tam-
dalam undang-undang tentang jenis bunan (dari unsur Kristen), misalnya,
sekolahnya; (d) Pelajaran agama tidak mengingatkan akan pentingnya kebeba-
mempeQJDUXKL NHQDLNDQ NHODV DQDN µ san beragama masyarakat Indonesia yang
Namun, perlu diketahui bahwa berdasarkan Pancasila.37 Mr. Moh. Dali-
pencantuman ketentuan pengajaran aga- jono awalnya (dalam rapat tanggal 17
ma di sekolah tidak berjalan mulus,
36H.A.R. Tilaar, Lima Puluh Tahun Pembangunan
diawali dengan perdebatan sengit dan
panjang. Substansi perdebatan bukan Pendidikan Nasional 1945-1995 (Jakarta: Gramedia,
1995), hlm. 75.
pada apakah pendidikan agama diajar- 37Ibid.

KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014| 11


Mohammad Kosim

Oktober 1949) setuju pendidikan agama islamis dan nasionalis, yang berakhir
berstatus wajib, tetapi kemudian dalam GHQJDQ ´NHNDODKDQµ NHORPSRN LVODPLV
rapat tanggal 21 Oktober 1949 mengubah karena gagal menjadikan Islam sebagai
pendapatnya. Mengakhiri perdebatan ke- dasar Negara.
tika itu, Ketua Sidang menyatakan: Kendati tidak ada perubahan
´3RNRNQMD EHJLQL 3HPHULQWDK tentang kedudukan pelajaran agama di
menjediakan peladjaran agama di sekolah (tetap sebagai mata pelajaran
sekolah-sekolah. Orang tua mem- fakultatif), keberadaan UU No. 20/1950
punjai kemerdekaan menetapkan tersebut menunjukkan bahwa dasar
apakah anaknja akan ikut apakah penyelenggaraan pendidikan agama di
tidak. Nanti bagaimana uitvoering- sekolah negeri semakin mantap, dari
nja EDJDLPDQD WMDUDQMD ´RUDQJ WXD awalnya hanya berdasar peraturan ber-
itu menetapkan anaknja ikut pela- sama menteri meningkat menjadi
GMDUDQ DJDPD DWDX WLGDNµ LWX XUXVDQ undang-undang.
peraturan jang lebih rendah. Tetapi Dalam perkembangan selanjutnya,
pokoknja kita tentukan di sini, pelaksanaan pendidikan agama di se-
bahwa orang tua itu mempunjai kolah ditegaskan kembali dalam UUDS
kemerdekaan untuk menetapkan, 195038, khususnya dalam pasal 41 ayat (3)
apakah anaknja turut peladjaran yang meQ\DWDNDQ ´3HQJXDVD PHPHQXKL
agama jang diberikan tertentu, jang kebutuhan akan pengajaran umum yang
diadakan dalam sekolah oleh diberikan atas dasar memperdalam pe-
3HPHULQWDK µ rasaan kemanusiaan, memperdalam kein-
Setelah itu, perdebatan tentang syafan kebangsaan, memperkuat perike-
status pendidikan agama di sekolah tidak manusiaan yang sama terhadap keyaki-
ditemukan lagi. Akhirnya, pada tanggal nan agama setiap orang dengan mem-
21 Oktober 1949 diputuskan bahwa kedu- berikan kesempatan dalam jam pelajaran
dukan pendidikan agama di sekolah
38UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di
bersifat fakultatif seperti yang tercantum
dalam pasal 20 tersebut. Negara RI sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluar-
kannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. UUDS 1950
Jika dipandang dari perspektif ditetapkan--dalam Sidang Pertama Babak ke-3
teori politik, perdebatan yang berakhir Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di
GHQJDQ ´NHNDODKDQµ NHORPSRN LVODPLV Jakarta--berdasarkan Undang-Undang No. 7 Ta-
tersebut cukup menarik, terutama apabila hun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara
dikaji dari perspektif teori domestikasi Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-
Undang Dasar Sosial Republik Indonesia. Konsti-
sebagaimana dikembangkan Harry J. tusi ini dinamakan "sosial", karena hanya bersifat
Benda. Teori ini menyatakan bahwa sementara, menunggu terpilih-
´SHUWDUXQJDQµ GXD NHORPSRN VHODOX DGD nya Konstituante hasil pemilihan umum yang
yang terkalahkan. Dalam kasus di atas, akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan
kegagalan kelompok islamis menjadikan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara
demokratis, namun Konstituante gagal memben-
pendidikan agama sebagai mata pelajaran tuk konstitusi baru hingga berlarut-larut. Pada
wajib di sekolah, merupakan bukti tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno menge-
kekalahan mereka dari kelompok na- luarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang antara
sionalis. Hal yang sama juga dapat dilihat lain berisi kembali berlakunya UUD 1945. Dikutip
dalam kasus perdebatan tentang pene- dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-
Undang_Dasar_Sementara_Republik_Indonesia
tapan dasar Negara antara kelompok (diakses 18 Juli 2014).

12 | KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014


Kebijakan Pendidikan Agama Islam

untuk mengajarkan agama sesuai dengan sekolah-sekolah vak, diberi pendidikan


keinginan orang tua murid-PXULG µ agama 2 (dua) jam dalam tiap-tiap
Selanjutnya, untuk menyesuaikan PLQJJX µ
peraturan lama (Peraturan Bersama e. 3DVDO D\DW ´3HQGLGLNDQ DJDPD
Menteri PP&K dan Menteri Agama tahun diberikan menurut agama murid
1946) dengan isi Undang-Undang No. masing-masing; ayat (2): Pendidikan
4/1950, maka pada tahun 1951 dibuat agama baru diberikan pada suatu kelas
Peraturan Bersama Menteri PP&K dan yang mempunyai murid sekurang-
Menteri Agama tentang Peraturan Pen- kurangnya sepuluh orang, yang
didikan Agama di Sekolah-Sekolah. menganut suatu macam agama; ayat
Beberapa point penting dari isi peraturan (3): Murid dalam satu kelas yang
bersama ini adalah: memeluk agama lain daripada agama
a. Pasal 1: Di tiap-tiap sekolah rendah yang sedang diajarkan pada suatu
dan sekolah lanjutan (umum dan vak) waktu, boleh meninggalkan kelasnya
diberi pendidikan agama; VHODPD SHODMDUDQ LWX µ
b. Pasal 2 ayat (1): Di tiap-tiap sekolah f. Pasal Penutup (I): Peraturan-peraturan
rendah pendidikan agama dimulai ini berlaku pula buat sekolah-sekolah
pada kelas 4, banyaknya 2 (dua) jam partikulir yang mendapat subsidi atau
dalam 1 (satu) minggu; sokongan dari pemerintah.
c. Pasal 2 ayat (2) : Di lingkungan yang Kemudian, peraturan bersama ter-
istimewa,39 pendidikan agama dimulai sebut diperbaharui melalui Peraturan
pada kelas 1, dan jamnya dapat Bersama Menteri PP & K dan Menteri
ditambah menurut kebutuhan tetapi Agama tentang Peraturan Pendidikan
tidak melebihi 4 jam seminggu dengan Agama di Sekolah-Sekolah Negeri No.
ketentuan bahwa mutu pengetahuan 17678/Kab. tanggal 16 Juli 1951
umum bagi sekolah-sekolah rendah itu (Pendidikan) dan No. K.I./9180 tanggal
tidak boleh dikurangi dibandingkan 16 Juli 1951 (Agama). Dalam peraturan ini
dengan sekolah-sekolah di lain-lain tidak ada perubahan signifikan dari
lingkungan. peraturan sebelumnya (20 Januari 1951),
d. 3DVDO ´'L VHNRODK-sekolah lanjutan kecuali pada pasal berikut:
tingkatan pertama dan tingkatan atas a. Pasal 4 ayat (3): Murid dalam suatu
baik sekolah-sekolah umum maupun kelas yang memeluk agama lain
daripada agama yang sedang diajarkan
39Dalam penjelasan peraturan ini, dijelaskan
pada sesuatu waktu, dan murid-murid
tentang lingkungan istiPHZD \DLWX ´/LQJNXQJDQ
yang meskipun memeluk agama yang
adalah lebih kecil daripada daerah atau wilayah. sedang diajarkan tetapi tidak menda-
Dalam satu kota umpamanya, bisa terdapat satu pat izin dari orang tuanya untuk
lingkungan yang istimewa, begitu pula dalam mengikuti pelajaran itu, boleh mening-
suatu kecamatan bisa terdapat beberapa desa galkan kelasnya selama jam pelajaran
yang mempunyai penduduk yang tebal
agamanya, sedang yang lain-lain desa agamanya
DJDPD LWX µ
cukupan saja. Adapun yang berhak menyatakan, b. Pasal Penutup (I): Peraturan ini
bahwa sesuatu lingkungan itu adalah istimewa berlaku pula buat sekolah-sekolah
menurut peraturan ini ialah dalam wilayah partikulir, apabila sekolah yang
Kotapraja Walikota dan dalam wilayah lain bersangkutan menghendakinya atau
Bupati yang bersangkutan, atas permintaan
penduduk dalam wilayah itu.
apabila orang tua murid-murid yang

KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014| 13


Mohammad Kosim

berjumlah sekurang-kurangnya 10 wajib, maka dalam implementasi kuriku-


orang yang menganut suatu macam lum, mata pelajaran ini dikelompokkan
agama agama memintanya, dengan dalam kelompok mata pelajaran peleng-
pengertian bahwa pendidikan agama kap. Hal ini tampak dalam struktur kuri-
itu dapat diberikan di luar gedung kulum SMA pada tahun 1952 yang
sekolah tersebut. mengelompokkan mata pelajaran menjadi
Selanjutnya, untuk memudahkan empat kelompok; pokok, penting, dan
pelaksanaan keputusan bersama di atas, pelengkap.
maka kedua menteri membuat Instruksi Pada tanggal 12 Maret 1954
Pelaksanaan Bersama bagi Peraturan Ber- pemerintah mengeluarkan Undang-Un-
sama Menteri PP&K dan Menteri Agama dang No. 12/1954 tentang Pernyataan
No. 36923/Kab. Tanggal 14-10-1952 (Pen- Berlakunya Undang-Undang No. 4/1950
didikan) dan No. K/I/15773 tanggal 14- dari RI Dahulu tentang Dasar-Dasar Pen-
10-1952 (Agama). Instruksi bersama ini didikan di Sekolah untuk Seluruh Indo-
berisi tentang langkah-langkah teknis nesia. Sebagaimana diketahui, ketika UU
pelaksanaan pelajaran agama dalam se- No. 4/1950 disahkan, Negara RI masih
tiap jenjang sekolah. Termasuk yang dia- merupakan bagian dari Negara RIS (Re-
tur dalam instruksi bersama ini adalah publik Indonesia Serikat),40 sehingga un-
tentang nilai pelajaran agama, yang me- dang-undang tersebut hanya berlaku di
Q\HEXWNDQ ´6HJDOD VHVXDWX \DQJ PH- wilayah RI di Yogyakarta. Sejak Indone-
ngenai ulangan dan ujian pelajaran aga- sia kembali menjadi Negara Kesatuan
ma harus disesuaikan dengan ulangan Republik Indonesia (NKRI) pada 17
dan ujian pelajaran-pelajaran lain di Agustus 1950 sampai 4 tahun kemudian,
sekolah yang bersangkutan. Untuk peng- Indonesia belum memiliki undang-
ajaran agama diberikan nilai (penghar- undang pendidikan. Maka muncullah ini-
gaan) yang dinyatakan dengan kata-kata; siatif untuk memberlakukan undang-
baik, sedang, kurang, yang dimasukkan undang pendidikan yang ada ke seluruh
juga dalam rapor, tetapi tidak mempe- Indonesia. Untuk itu, pemerintah menge-
ngaruhi keQDLNDQ NHODVµ luarkan Undang-Undang No. 12/1954.41
Keputusan-keputusan bersama di
atas semakin meneguhkan posisi pendi- 40Pendirian Republik Indonesia Serikat (RIS)
dikan agama di sekolah negeri, dari yang merupakan bentuk pengakuan Belanda atas ke-
sebelumnya hanya diajarkan di sekolah daulatan rakyat Indonesia. RIS terbentuk pada
dasar meluas hingga ke sekolah lanjutan tanggal 27 Desember 1949, yang merupakan hasil
penting dari persetujuan Konperensi Meja Bundar
pertama dan atas, baik di sekolah umum (KMB) antara Indonesia dan Belanda. RIS terdiri
maupun kejuruan. Namun demikian, ke- atas Negara RI dan 15 negara bagian bentukan
dudukan pendidikan agama tetap bukan Belanda. Dalam perkembangannya, karena RIS
mata pelajaran wajib, sehingga murid tidak sesuai dengan amanat proklamasi, maka
yang tidak mendapat restu dari orang tanggal 17 Agustus 1950 RIS yang berpusat di
Jakarta dilebur dengan RI di Yogyakarta menjadi
tuanya bisa tidak mengikuti pelajaran Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
agama. Demikian pula murid dewasa, Baca dalam G. Moedjanto, Indonesia Abad ke-20;
bisa menentukan sendiri untuk ikut atau Dari Perang Kemerdekaan Pertama sampai PELITA
tidak mengikuti pelajaran agama. III, Buku II (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 57-
Karena kedudukan mata pelajaran 59.
41Baca lebih lanjut dalam I. Djumhur dan
agama bukan termasuk mata pelajaran Danasuparta, Sejarah Pendidikan, hlm. 202-204.

14 | KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014


Kebijakan Pendidikan Agama Islam

Dengan demikian, keluarnya undang-un- kan konsep Demokrasi Terpimpin, de-


dang ini bukan sekedar penegasan pem- mokrasi yang dianggapnya lebih sesuai
berlakuan UU No. 4/1950, melainkan ju- bagi rakyat Indonesia dibanding dengan
ga perluasan wilayah cakupan pelaksa- demokrasi liberal yang dijadikan dasar
naan UU No. 4/1950 dari awalnya hanya sistem pemerintahan UUDS 1950.
berlaku di Yogyakarta meluas ke seluruh Pada saat Konstituante mengalami
kawasan NKRI dari Sabang sampai Me- kebuntuan dalam menyusun UUD, Pres-
rauke. Adapun terkait dengan pelaksa- iden Soekarno mengusulkan gagasan
naan pendidikan agama di sekolah, maka kembali ke UUD 1945. Gagasan ini tidak
keluarnya UU No. 12/1954 di samping sepenuhnya mendapat dukungan Kon-
menegaskan kembali tentang penyeleng- stituante. Hanya kelompok militer, PNI,
garaan pendidikan agama di sekolah, ju- dan PKI yang mendukung. Hasil pemu-
ga menjadi dasar hukum semakin me- ngutan suara anggota Konstituante (yang
luasnya pelaksanaan pendidikan agama dilaksanakan 30 Mei, 1 dan 2 Juni 1959)
di sekolah ke seluruh NKRI. tidak pernah mencapai 2/3 suara setuju
Kendati pemberlakuan pendidikan sebagaimana dipersyaratkan untuk me-
agama semakin luas ke seluruh NKRI, mutuskan kembali ke UUD 1945. Keti-
kedudukan mata pelajaran agama tetap adaan suara mayoritas dalam Konstitu-
tidak berubah, bukan mata pelajaran ante menyebabkan tersendatnya kinerja
wajib. Karena itu, dalam struktur kuriku- lembaga ini. Dalam beberapa kali sidang
lum SMA 1958, posisi pendidikan agama jumlah anggota yang hadir semakin ber-
WHWDS EHUDGD ´GL SLQJJLUµ -LND GDODP Nu- kurang. Akhirnya, Konstituante men-
rikulum sebelumnya (1952) dimasukkan jalani masa reses. Saat reses itulah Presi-
dalam kelompok mata pelajaran peleng- den mengambil tindakan revolusioner
kap, dalam kurikulum 1958 posisi mata dengan mengeluarkan Dekrit Presiden
pelajaran agama berada dalam kelompok pada tanggal 5 Juli 1959, yang berisi (1)
PDWD SHODMDUDQ ´WLGDN GLPDVXNNDQ NH Ga- pernyataan pembubaran Konstituante, (2)
ODP XMLDQ SHQJKDELVDQµ 6HEDJDLPDQD pernyataan kembali kepada UUD 1945
diketahui bahwa dalam struktur kuriku- dan tidak berlakunya UUD S 1950, serta
lum SMA 1958, mata pelajaran dikelom- (3) pembentukan DPAS dan MPRS.42
pokkan menjadi mata pelajaran (1) Selanjutnya, untuk menjelaskan
pokok, (2) penting, )3) pelengkap, dan (4) alasan-alasan mengapa dekrit dikeluar-
tidak dimasukkan dalam ujian peng- kan, pada tanggal 17 Agustus 1959 Presi-
habisan. den menyampaikan pidato berjudul
Dalam perkembangan selanjutnya, ´3HQHmuDQ .HPEDOL 5HYROXVL .LWDµ \DQJ
Pemilu 1955 berhasil memilih anggota berisi penjelasan resmi alasan-alasan
DPR dan anggota lembaga Konstituante keluarnya dekrit. Isi pidato tersebut
sesuai amanat UUDS 1950. Namun, lem- dikenal dengan sebutan Manifesto Politik
baga Konstituante yang diamanatkan
membuat konstitusi baru untuk meng- 42Baca lebih lanjut dalam Helius Sjamsuddin, dkk,
gantikan UUDS 1950, gagal melaksa- Sejarah Pendidikan di Indonesia Zaman Kemerdekaan
nakan tugasnya karena menguatnya 1945-1966 (Jakarta: Proyek Inventarisasi dan
pertentangan berbagai kepentingan poli- Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah
tik dalam lembaga ini. Saat itu, Presiden dan Nilai Tradisional Ditjen Kebudayaan De-
partemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993),
Soekarno sangat gencar mengkampanye- hlm. 77-75.

KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014| 15


Mohammad Kosim

(Manipol). Dalam manipol tersebut Muda PP&K (Prijono) pada tanggal 17


dikemukakan persoalan-persoalan pokok Agustus 1959 mengeluarkan instruksi no-
revolusi Indonesia, program umum, dan mor 1 yang dinamakan Sapta Usaha
usaha-usaha pokok revolusi. Dalam per- Tama. Isi instruksi tersebut adalah:
kembangannya, rangkuman isi manipol 1. Penertiban aparatur dan usaha-usaha
dikenal dengan kependekan Manipol- Kementerian PP&K;
USDEK (Manifesto Politik, Undang- 2. Menggiatkan kesenian dan olahraga;
Undang 1945, Sosialisme Indonesia, 3. MenghDUXVNDQ ´XVDKD KDODPDQµ
Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpim- 4. Mengharuskan penabungan;
pin, Kepribadian Indonesia). Isi manipol 5. Mewajibkan usaha-usaha koperasi;
selanjutnya dijadikan garis-garis besar 6. 0HQJDGDNDQ ´NHODV PDVMDUDNDWµ
haluan negara berdasar TAP MPRS No. 7. 0HPEHQWXN ´UHJX NHUMDµ GL NDODQJDQ
I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik SLA dan universitas.44
RI sebagai Garis-Garis Besar Haluan Dari instruksi di atas, tampak
Negara, yang selanjutnya menjadi pedo- sekali bahwa pendidikan agama di
man dalam kehidupan berbangsa dan sekolah tidak mendapat perhatian. Malah
bernegara ketika itu. kesenian dan olahraga yang secara tegas
Secara ideologis, manipol berten- diinstruksikan. Dalam perkembangan se-
tangan dengan Pancasila dan dekat de- lanjutnya, untuk menyesuaikan dengan
ngan paham komunis. Hal ini, misalnya, isi Manipol-USDEK, dikeluarkan Keteta-
tampak dari sebagian isi pidato Presiden pan MPRS Nomor II/MPRS/1960 tentang
yang menyebut kaum buruh dan kaum Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Na-
tani sebagai kekuatan pokok revolusi, sional Semesta Berencana Tahapan Per-
\DLWX ´-DGL MHODVODK EDKwa kekuatan- tama 1961-1969. Dalam ketetapan ini dia-
kekuatan sosial revolusi Indonesia, yaitu tur pula tentang pendidikan agama di
seluruh rakyat Indonesia dengan kaum sekolah, yaitu dalam bab II pasal 2 ayat
buruh dan kaum tani sebagai kekuatan \DQJ PHQ\DWDNDQ ´0HQHWDSNDQ SHQ-
pokoknya tanpa melupakan peranan pen- didikan agama menjadi pelajaran di seko-
ting dari golongan-golongan lain, adalah lah-sekolah mulai sekolah rakyat sampai
sangat besar dan meyakinkan akan me- dengan universitas-universitas negeri de-
QDQJQ\D UHYROXVL ,QGRQHVLDµ 43 ngan pengertian bahwa murid-murid ber-
Selanjutnya Manipol-USDEK seca- hak tidak ikut serta, apabila wali mu-
ra sistematis diindoktrinasikan kepada rid/murid dewasa menyatakan kebera-
seluruh rakyat Indonesia termasuk di tanQ\Dµ
semua jenjang dan jenis pendidikan. Pada Ketetapan ini di satu sisi semakin
tataran implementasi tidak boleh ada taf- memperluas jangkauan pendidikan aga-
sir lain terhadap isi Manipol-USDEK ma mulai dari sekolah dasar hingga
kecuali sebagaimana telah dirumuskan perguruan tinggi. Akan tetapi secara sub-
oleh DPA (Dewan Pertimbangan Agung) stansi belum mengubah status pendidi-
dalam keputusan DPA No. kan agama sebagai mata pelajaran fakul-
1/KPTS/SD/PERTAMA/1961. tatif. Dengan demikian, perubahan terse-
Dalam bidang pendidikan, untuk but secara substansi belum banyak berar-
melaksanakan manifeso politik, Menteri
44Poerbakawatja, Pendidikan dalam Alam Indonesia,
43Tilaar, Lima Puluh Tahun Pembangunan, hlm. 94. hlm. 418-419.

16 | KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014


Kebijakan Pendidikan Agama Islam

ti, apalagi dalam pelaksanaannya diha- c. perkembangan emosional-artistik


dapkan pada situasi politik yang mem- atau rasa keharuan dan keindahan
beri peran besar bagi PKI dalam lahir-batin;
pemerintahan. Sebagai organisasi komu- d. perkembangan keprigelan atau
nis, PKI sudah barang tentu selalu be- keradjinan tangan;
rusaha menghalang-halangi keberadaan e. perkembangan djasmani.
pendidikan agama di sekolah. Misalnya, 3. 0HQMHOHQJJDUDNDQ µ+DUL .ULGDµ DWDX
pada tahun 1960, Prijono (Menteri Muda hari untuk kegiatan-kegiatan dalam
PP&K ketika itu), pernah mengajukan lapangan kebudajaan, kesenian,
konsep integrasi pendidikan yang pada olahraga dan permainan pada tiap-
pokoknya dimaksudkan untuk tiap hari Sabtu.46
menghilangkan peranan Kementerian Namun konsep ini ditolak golongan
Agama di bidang pendidikan, termasuk agama dan nasionalis, termasuk sebagian
pendidikan agama. Tetapi ketika konsep pejabat di lingkungan Kementerian Pen-
tersebut diusulkan dalam sidang MPRS, didikan sendiri, karena diduga identik
ditolak oleh MPRS. dengan konsep Panca Cinta yang tak
Selain itu, pada tanggal 17 Agustus mengakui adanya Tuhan.47
1961 Prijono mengeluarkan instruksi Situasi yang sangat tampak men-
nomor 2. Berbeda dari instruksi nomor 1, jelang berakhirnya era orde lama adalah
instruksi nomor 2 dikeluarkan Prijono makin kuatnya pengaruh partai komunis
sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan di pemerintahan. Hal ini terlihat dari
Kebudayaan (PD&K).45 Instruksi nomor 2 keluarnya Keputusan Presiden RI No.
merupakan kelanjutan dari instruksi 145/1965 tentang Nama dan Rumu-san
nomor 1 dan karenanya dinyatakan Induk Sistem Pendidikan Nasional, yang
sebagai kelanjutan dari Sapta Usaha mengubah haluan pendidikan na-sional.
Tama. Isi instruksi dimaksud adalah: Hal ini tampak dari rumusan tujuan pen-
1. Menegaskan Pantjasila dengan didikan nasional yang ber-EXQ\L ´6XSD\D
Manipol sebagai pelengkapnja, melahirkan warga-warga sosialis Indonesia
sebagai asas pendidikan nasional; yang susila, yang ber-tanggungjawab atas
2. Menetapkan Pantja Wardhana terselenggaranya masyarakat sosial Indo-
sebagai sistem pendidikan jang nesia, adil makmur baik spiritual mau-
berisikan prinsip-prinsip: pun material dan yang berjiwa Pancasila,
a. perkembangan tjinta bangsa dan yaitu; Ketuhanan Yang Maha Esa,
tanah-air, moral nasional/ Perikemanusiaan yang adil dan beradab,
internasional/keagamaan; kebangsaan, Kerak-yatan, dan Keadilan
b. perkembangan ketjerdasan; Sosial seperti dije-laskan dalam Manipol
86'(.µ 48
45Pada masa ini, Kabinet Kerja memecah
Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan menjadi dua kementerian, yaitu (1) 466DLG +DPLG +DVDQ ´3HUNHPEDQJDQ .XULNXOXP
Kementerian Pendidikan Dasar dan Kebudajaan, Perkembangan Ideologis dan Teoritik Pedagogis
dan (2) Kementerian Pendidikan Tinggi dan Ilmu (1950 ² 2005 µ GDODP
Pengetahuan (PTIP). Menteri PTIP pertama www.geocities.ws/konferensinasionalsejarah/s_h
adalah Prof. Dr. Ir. Thojib Hadiwidjaja. Baca amid_hasan.pdf (diakses 25-9-2014).
dalam Ary H. Gunawan, Kebijakan-Kebijakan 47Marwan Saridjo, Bunga Rampai Pendidikan Agama

Pendidikan di Indonesia (Jakarta: Bina Aksara, Islam (Jakarta: Amissco, 1996), hlm. 27.
1986), hlm. 137. 48Assegaf, Politik Pendidikan Nasional, hlm. 79.

KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014| 17


Mohammad Kosim

Rumusan tujuan pendidikan nasio- tidak. Demikian pula murid dewasa, bisa
nal di atas ditegaskan kembali dalam Pe- menentukan sendiri untuk mengikuti
netapan Presiden No. 19/1965 tentang pelajaran agama atau tidak. Selain itu,
Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasi- mata pelajaran agama tidak menentukan
onal. Dalam PenPres ini rumusan tujuan kenaikan kelas/kelulusan, dan nilai
pendidikan nasional sama persis seperti pelajaran agama tidak dinyatakan dalam
yang dirumuskan dalam Keputusan Pres- bentuk angka, melainkan dalam bentuk
iden RI No. 145/1965. pernyataan baik, sedang, atau kurang. []
Rumusan tujuan pendidikan nasio-
nal di atas jelas sekali mulai bergeser ke
arah kiri. Tampak sekali hal tersebut di- Daftar Pustaka
warnai oleh filsafat sosialisme yang dia-
nut paham komunis. Ide dasar dari ke- Abdurahman, Dudung. Metodologi
tentuan-ketentuan di atas ialah bagai- Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ar-
mana mensosialisasikan nilai-nilai sosia- Ruzz Media, 2007.
lisme (termasuk jiwa Manipol-USDEK) Almanak 1974. Direktorat Pendidikan
yang dianut oleh pemerintah ke dalam Agama Ditjen Bimas Islam
dunia pendidikan. Beruntung, PenPres Departemen Agama, t.th.
No. 19/1965 dan KepPres No. 145/1965 Assegaf, Abd. Rachman. Politik Pendidikan
belum sempat dilaksanakan, karena Nasional; Pergeseran Kebijakan Pendi-
munculnya peristiwa G 30 S/PKI. Namun dikan Agama Islam dari Praproklamasi
demikian, sebenarnya ketentuan-keten- ke Reformasi. Yogyakarta: Kurnia Ka-
tuan tersebut telah menjiwai pelaksanaan lam, 2005.
pendidikan di Indonesia di masa sebe-
Azra, Azyumardi dan Saiful Umam.
lumnya. Menteri-Menteri Agama RI Biografi
Sosial Politik. Jakarta: INIS-PPIM-
Penutup
Badan Litbang Agama Departemen
Berdasar uraian di atas dapat
Agama, 1998.
dipahami bahwa selama kurun orde
lama, PAI telah ditetapkan secara resmi Effendy, Bahtiar. Islam dan Negara:
sebagai mata pelajaran yang diajarkan di Transformasi Pemikiran dan Praktik
sekolah negeri, awalnya di tingkat SD Politik Islam di Indonesia. Jakarta:
kemudian meningkat di SMP dan SMA Paramadina, 1998.
dan bahkan di perguruan tinggi. Suatu (UPDQ (UZL]D GDQ 6XGLEMR ´.1,3µ
yang hanya menjadi keinginan belaka dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia
selama masa penjajahan. Namun, kedu- 3. Jakarta: Delta Pamungkas, 1997.
dukan mata pelajaran PAI di sekolah Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah, terj.
selama orde lama belum kokoh. Sampai Nugroho Notosusanto. Jakarta: UIP
masa orde lama berakhir, pelajaran aga- Press, 2006.
ma tidak menjadi mata pelajaran wajib,
Gunawan, Ary H. Kebijakan-Kebijakan
hanya bersifat fakultatif/pilihan. Karena
Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bina
sebagai mata pelajaran pilihan, dalam
Aksara, 1986.
tataran implementasi orang tua murid
berwenang menentukan apakah anaknya Hamid, Said +DVDQ ´3HUNHPEDQJDQ
akan mengikuti pelajaran agama atau 3HQGLGLNDQ 'DVDU GDQ 0HQHQJDKµ

18 | KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014


Kebijakan Pendidikan Agama Islam

di Juga-Negara-Agama (diakses 5 Juli


http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS 2014).
/JUR._PEND._SEJARAH/19440310 Moedjanto, G. Indonesia Abad ke-20; Dari
1967101- Perang Kemerdekaan Pertama sampai
SAID_HAMID_HASAN/Makalah/ PELITA III, Buku II. Yogyakarta:
Sejarah_Perkembangan_Pendidikan Kanisius, 2001.
_Dasar_dan_Menengah.pdf (diakses
Noer, Deliar. Gerakan Moderen Islam di
24-9-2014).
Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES,
+DVDQ 6DLG +DPLG ´3HUNHPEDQJDQ 1988.
Kurikulum: Perkembangan Ideo-
Notosusanto, Nugroho. Norma-Norma Da-
logis dan Teoritik Pedagogis (1950²
sar Penelitian dan Penulisan Sejarah.
µ dalam www.geoci-
Jakarta: Pusat Sejarah ABRI, 1974.
ties.ws/konferensinasionalsejarah/s
_hamid_hasan.pdf (diakses 25-9- Poerbakawatja, Soegarda. Pendidikan
2014). dalam Alam Indonesia Merdeka. Jakar-
ta: Gunung Agung, 1970.
http://eprints.walisongo.ac.id/689/3/08
3111135_Bab2.pdf (diakses tanggal Rahim, Husni. Arah Baru Pendidikan Islam
21-9-2014). di Indonesia. Jakarta: Logos, 2001.
http://id.wikipedia.org/wiki/Undang- Saerozi, M. Politik Pendidikan Agama dalam
Undang_Dasar_Sementara_Republi Era Pluralisme. Yogyakarta: Tiara
k_Indonesia (diakses 18 Juli 2014). Wacana, 2007.
http://repository.upi.edu/866/5/T_PU_ Saridjo, Marwan. Bunga Rampai Pendi-
609_Chapter3.pdf (25-9-2014) dikan Agama Islam. Jakarta: Amissco,
1996.
Imron, Ali. Kebijaksanaan Pendidikan di
Indonesia; Proses, Produk dan Masa Sjamsuddin, Helius, dkk. Sejarah Pen-
Depannya. Jakarta: Bumi Aksara, didikan di Indonesia Zaman Kemer-
1995. dekaan 1945-1966. Jakarta: Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Seja-
Jumhur, I. dan Danasuparta. Sedjarah
rah Nasional Direktorat Sejarah dan
Pendidikan. Bandung: Tjerdas, 1961.
Nilai Tradisional Ditjen Kebudayaan
Kartono, Kartini. Wawasan Politik Menge- Departemen Pendidikan dan Kebu-
nai Sistem Pendidikan Nasional. dayaan, 1993.
Bandung: Mandar Maju, 1990.
Sumardi, Muljanto. Sejarah Singkat
Kebijakan Departemen Agama dari Masa ke Pendidikan Islam di Indonesia 1945-
Masa dalam Kurun Setengah Abad. 1975. Jakarta: Lembaga Penelitian
Jakarta: Badan Penelitian dan Ilmu Agama dan Kemasyarakatan
Pengembangan Agama, 1996. Badan Penelitian dan Pengem-
MD, Mahfud: Indonesia bukan Negara bangan Agama Departemen Agama,
sekuler juga Negara agama. Baca di 1977.
http://polhukam.rmol.co/read/201 Suryosubroto. Beberapa Aspek Dasar-Dasar
3/03/18/102774/Mahfud-MD:- Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta,
Indonesia-Bukan-Negara-Sekuler- 1990.

KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014| 19


Mohammad Kosim

Thaba, Abdul Aziz. Islam dan Negara Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam
dalam Politik Orde Baru. Jakarta: di Indonesia. Jakarta: Hidakarya
Gema Insani Press, 1996. Agung, 1996.
Tilaar, HAR. Lima Puluh Tahun Pem-
bangunan Pendidikan Nasional 1945-
1995. Jakarta: Gramedia, 1995.

ÐÐÐ

20 | KARSA, Vol. 22 No. 1, Juni 2014

Anda mungkin juga menyukai