Disusun Oleh
Nurika Sangidatul Umah
NIM : 801202045
BAGIAN PERTAMA
POLITIK PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA : ANTARA IDEALITAS DAN
REALITAS
Persoalan-persoalan di negeri ini tidak bisa lepas dengan politik, tidak terkecuali
persoalan dalam pendidikan Islam. Oleh karena itu, tidak keliru bila dinyatakan bahwa politik
dan pendidikan Islam juga memiliki hubungan dan pengaruh antara satu dengan yang
lainnya. Bahkan, belakangan ini persoalan politik dan pendidikan, termasuk pendidikan
Islam, terus memperoleh perhatian besar seiring dinamika sosial politik di Indonesia pasca-
Orde Baru.
Ketika reformasi 1998 bergulir, banyak sekali perubahan terjadi di hampir semua
aspek kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan Islam di negeri ini, salah satu wujudnya
adalah lahirnya sejumlah tata aturan kebijakan tentang pendidikan Islam dan pendidikan
keagamaan, seperti PP No. 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama (PA) dan Pendidikan
Keagamaan (PK), UU Sisdiknas N0. 20. Tahun 2003, lahirnya kurikulum baru tahun 2013
dan lain sebagainya. Hal ini seolah meneguhkan kebenaran ungkapan “ganti menteri ganti
kebijakan”.
Pendidikan Islam dan politik memiliki hubungan yang erat dan saling memengaruhi.
Terbukti, banyak kebijakan pendidikan Islam di negeri ini ditentukan oleh kebijakan politik
pemerintah. Belum lama ini, ada satu kebijakan yang hangat diperbincangkan banyak
kalangan, yaitu terbitnya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor
903/2429/SJ yang melarang Pemerintah Daerah (Pemda) mengucurkan dana APBD untuk
sumbangan atau bantuan madrasah dan lembaga pendidikan keagamaan, yang mendapat
protes keras dari sejumlah pihak dan pejabat daerah, termasuk Pemprov Jawa Timur dan
pusat juga memberikan protes keras.
Kementrian Agama menilai salah satu poin Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 39
Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari
APBD merupakan bentuk diskriminasi pendidikan. Poin yang dimaksud adalah bantuan
sosial dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk madrasah tidak bersifat wajib
atau mengikat. Mayoritas madrasah, baik Ibtidaiyah (SD), Tsanawiyah (SMP) maupun
Aliyah (SMA) di Indonesia merupakan lembaga swasta. Kalau negeri bisa diatasi oleh
Kementrian, tetapi kalau swasta tidak mendapat APBD, siapa yang mau membantu. Lembaga
pendidikan yang dikelola Kementrian Agama ini, berbeda dengan di Kementrian Pendidikan,
yang banyak berstatus negeri. Kemenag mempunyai dana yang terbatas untuk menanggung
semuanya. Lembaga pendidikan Islam juga ada yang mendapat dana Bantuan Operasional
Sekolah, namun itu belum dianggap maksimal tanpa bantuan APBD. Dari protes dan gugatan
dari sejumlah pihak dan pejabat di daerah dan pusat tersebut, kemudian Mendagri merespon
dengan mengeluarkan sikap dan surat edaran baru untuk membolehkan APBD untuk
membantu madrasah dan lembaga keagamaan lainnya.
Dunia politik sering kali dianggap dan dipahami sebagai dunia kotor yang
menghalalkan segala cara dan perlu dihindari. Sementara dunia pendidikan seolah dunia yang
berdiri sendiri dan bebas dari pengaruh ideologi serta kepentingan kekuasaan. Padahal bila
dicermati, relasi antara politik dan pendidikan, termasuk pendidikan Islam, adalah saling
terkait dan saling memengaruhi, bahkan saling membutuhkan satu sama lain. Masalah
pendidikan tidak mungkin dilepaskan dari masalah politik, sebab bagaimanapun kebijakan
politik sangat menentukan arah pembinaan dan pengembangan pendidikan. Sebaliknya pula,
pendidikan memengaruhi politik kekuasaan dan bahkan maju mundurnya suatu bangsa.
Pengalaman ini banyak negara mencatat, kualitas pendidikan suatu bangsa menentukan arah
kemajuan bangsa dan indeks pembangunan manusia.
BAGIAN KETIGA
RELASI PENDIDIKAN ISLAM, POLITIK DAN KEKUASAAN
A. Pola Relasi Politik dan Pendidikan Islam
Kuatnya hubungan politik dan pendidikan, termasuk dalam aspek pendidika Isla,
mampu melahirkan kebijakan yang mendorong lebih baik atau sebaliknya. Oleh karena itu,
membangun dan menciptakan hubungan yang lebih positif bagi kemajuan pendidikan untuk
kemajuan negara menjadi penting. Sebab, banyak yang meyakini bahwa kemajuan negara
selalu diiringi dengan kemajuan pendidikannya. Tanpa ada kemajuan dan perhatian dalam
bidang pendidikan, maka eksistensi politik sebuah bangsa tidak akan bisa bertahan lama
dalam menyangga kemajuan peradabannya.
B. Faktor Politik dalam Reformasi Politik Pendidikan Islam
Dalam konteks pendidikan Islam, reformasi pendidikan Islam pada dasarnya memiliki tujuan
agar pendidikan Islam dapat berjalan lebih baik, efektif dan efisien untuk mencapai tujuan
pendidikan yang dicita-citakan. Untuk itu, biasanya, ada dua hal yang perlu dilakukan dalam
reformasi : pertama, mengidentifikasi atas berbagai problem yang menghambat
terlaksanannya pendidikan; kedua, merumuskan reformasi yang bersifat strategis dan praktis
sehingga dapat diimplementasikan di lapangan.
C. Posisi Pendidikan Islam di Indonesia
Penyelenggaraan pendidikan tidak lepas dari kebijakan politik. Posisi dan eksistensi
pendidikan Islam masih kuat karena tata aturan memberikan jaminan hukum. Hal itu terlihat
dari penyelenggaraan pendidikan mulai tingkat dasar, menengah, atas hingga perguruan
tinggi diberikan secara penuh kepada dua kementrian, yaitu Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementrian Agama (Kemenag). Namun, pemerintah juga
memberikan otoritas penyelenggaraan pendidikan kedinasan kepada Kementrian yang terkait
langsung denga dinas/bidangnya. Namun hal itu hanya berlaku hanya di tingkat perguruan
tinggi, bukan ditingkat sekolah dasar, menengah dan atas. Sementara posisi pendidikan Islam
yang dikelola oleh Kemenag bisa dikatakan cukup strategis dengan posisi pendidikan umum
yang dikelola oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).
D. Pendidikan Islam dan Tanggung Jawab Negara
PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
mengatur Pendidikan Agama di sekolah umum dan Pendidikan Keagamaan yaitu Islam,
Protestan, Katholik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Dalam pasal 9 ayat (1) disebutkan,
“Pendidikan keagamaan meliputi pendidikan keagamaan Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Budha, dan Khonghucu”. Pasal ini merupakan pasal umum untuk menjelaskan ruang lingkup
pendidikan keagamaan. Selanjutnya pada ayat (2) pasal yang sama disebutkan tentang siapa
yang menjadi pengelola pendidikan keagamaan baik yang formal, non-formal dan informal
tersebut, yaitu Menteri Agama.
Dari sini jelas bahwa tanggungjawab dalam proses pembinaan dan pengembangan
pendidikan Islam menjadi tanggung jawab menteri agama. Mengingat posisi menteri agama
bukan hanyak untuk kalangan Islam saja, maka beban menteri agama juga melebar pada
penyelenggaraan pendidikan agama lainnya (nonislam), disamping beban administratif terkait
dengan ruang lingkup penyelenggaraan agama dan prosesi keagamaan untuk seluruh agama-
agama yang diakui di Indonesia.
BAGIAN KEEMPAT
POLITIK PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA DARI MASA KE MASA
A. Inspirasi Politik Pendidikan Islam di era Rasulullah
Metode keteladanan dalam praktik pendidikan Islam sangat ditonjolkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Dalam konteks inilah, sumbangan paling besar dalam praktik
pendidikan Islam era Rasullah adalah metode keteladanan. Hingga hari ini, metode
keteladanan menjadi salah satu metode yang sangat dahsyat dalam menjawab segala
persoalan dalam pendidikan kontemporer.
Sebagai seorang nabi dan rasul sekaligus juga kepala negara ketika di Madinah,
kebijakan pendidikan Islam semakin membaik dan sistemik dibanding ketika Rasulullah
berada di Makkah. Dari sisi materi pendidikan yang menjadi fokus kajian juga berbeda.
Misalnya saja, pada saat di Makkah, Rasullullah lebih memfokuskan pada aspek materi
pendidikan ketauhidan dan aqidah akhlak yang meliputi rukun Iman dan Rukun Islam.
Sementara pada saat di Madinah, Nabi Muhammad berupaya memngembangkan aspek
materi pendidikan Islam pada pembentukan dan pembinaan masyarakat baru atau
pendidikan peradaban Islam yang holistik.
B. Potret Politik Pendidikan Islam Indonesia di era Kolonial
secara umum dapat dipahami bahwa potret pendidikan Islam pada masa kolonial,
umumnya dalam bentuk pesantren dan madrasah. Pesantren dan madrasah merupakan jenis
sekolah yang coraknya bertolak belakang dengan sekolah yang diperkenalkan pemerintah
kolonial, baik dari sudut isi pengajaran maupun cara pendidikan. Pendidikan Islam masa
kolonial dibedakan menjadi dua, yakni Pendidikan Islam Muhammadiyah dan Pendidikan
Islam NU (Nahdlatul Ulama). Lembaga pendidikan Muhammadiyah yang muncul pada masa
kolonial antara lain Hollands School (sekolah guru) di Yogyakarta, 32 buah Sekolah Dasar
Lima Tahun, sebuah schakel School, 14 buah Madrasah. Lembaga pendidikan ini juga
mendirikan HISP Muhammadiyah, Mulo Muhammadiyah, Madrasah Ibtidaiyah dan
Tsanawiyah Muhammadiyah.
Kebijakan pemerintah Orde baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks madrasah
di Indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terahir 1980- an
sampai dengan 1990-an. Pada tahap ini madrasah belum dipandang sebagai bagian dari
sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan bersifat otonom di bawah
pengawasan Menteri Agama.
Pendidikan Islam di Indonesia pada era Orde Baru mengalami perbaikan dan perubahan
ke arah yang lebih baik dibanding era penjajahan dan era awal kemerdekaan serta Orde
Lama. Hanya saja, masih ada nuansa diskriminasi dan dikotomi antara pendidikan Islam dan
pendidikan umum yang berimplikasi pada input, proses dan output pendidikan Islam pada
masa itu yang memengaruhi pula pada kebijakan politik pendidikan Islam pada masa
berikutya.
BAGIAN KELIMA
TANTANGAN LOKAL DAN GLOBAL KEBIJAKAN POLITIK\
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
A. Realitas Politisasi Pendidikan Islam
A Politisasi pendidikan berbeda dengan politik pendidikan itu sendiri. Politisasi
pendidikan cenderung bermakna usaha penyalahgunaan wewenang (abuse of power). Dalam
konteks pendidikan Islam, politisasi pendidikan dimaknai sebagai penyalahgunaan
wewenang, dan kebijakan untuk kepentingan politik tertentu, dan menjadikan pendidikan
Islam sebagai objek sasaran politisasi. Dalam hal ini, pendidikan menjadi lahan subur bagi
semua pihak dalam upaya untuk mewujudkan kepentingan masing-masing.
B. Korupsi, Kemiskinan dan Output Pendidikan Islam
Menurut penulis, karena latar belakang masalah terjadinya korupsi ibarat lingkaran
setan, sudah tentu cara mengatasinya harus memutuskan lingkaran setan korupsi itu. Jihad
melawan korupsi dengan cara memutus lingkaran setan tersebut tentu harus dilakukan
bersama-sama. Tanggung jawab lembaga pendidikan Islam cukup besar dalam upaya
pemecahan masalah semacam ini. Selain itu, pemerintah beserta aparatnya wajib mengusut
tuntas dengan tidak tebang pilih terhadap pelaku korupsi di negeri ini. Apalagi, sebagai
anggota PBB, Indonesia ikut serta menandatangani deklarasi Millennium Development Goals
(MDGs) yang salah satunya berkomitmen terhadap penghapusan kemiskinan.
C. Terorisme, Fundamentalisme dan radikalisme dalam Pendidikan Islam di
Indonesia
Masalah terorisme dan kekerasan atas nama agama masih menjadi pekerjaan rumah
yang perlu diwaspadai semua pihak. Usaha pencegahan yang komprehensif tanpa kekerasan
disinyalir lebih efektif dan humanis ketimbang melawan kekerasan denga kekerasan. Dalam
konteks inilah, peran pendidikan Islam diiringi dengan kebijakan negara memiliki fungsi
strategis dalam menciptakan kehidupan damai di bumi pertiwi ini. Langkah-langkah yang
dilakukan atau tidak melakukan dengan pembiaran, memiliki dampak yang tidak dapat
disepelekan.