Anda di halaman 1dari 16

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DAN PERANANNYA DALAM

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA

Alma Maritza Salsabila 1) Kokom Siti Komariah 2) Ganjar Eka Subakti 3)


1, 2, 3Universitas Pendidikan Indonesia
1 almagedone@upi.edu
2 kokomstkomariah@upi.edu
3 ganjarekasubakti@upi.edu

ABSTRAK
Pendidikan merupakan hal yang penting yang dapat dikatakan sebagai pilar
dalam pemikiran manusia dan peranannya yang sangat utama dalam
kemajuan bangsa. Sebagai manusia yang memiliki akal dan pikiran, sudah
selayaknya pendidikan dijadikan sebagai pondasi utama dalam tata kehidupan
khususnya dalam pembentukan karakter. Adapun sesuai dengan sila pertama
pada Pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, ini merupakan acuan
pertama dalam Pancasila yang diharapkan mampu menjadikan landasan
dalam kehidupan manusia yang memiliki agama atau manusia yang bertuhan.
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang sejatinya ia dapat membangun
kepribadian manusia dalam menjalankan hidupnya sesuai dengan syariat agar
terciptanya kehidupan yang aman, damai, serta sejahtera dan dapat
mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia. Adapun pembagian waktu dalam
melihat bagaimana sejarah Pendidikan Islam ini terbagi dalam tiga kurun
waktu, yakni Pasca Kemerdekaan, Orde Baru, dan Orde Reformasi sampai
saat ini. Dalam sejarahnya, perkembangan Pendidikan Islam ini tak hanya
dilihat dari kapan masuknya islam ke Indonesia, tetapi juga dapat dilhat dari
bagaimana perjalanan kebijakan pemerintah dan kurikulumnya.
Kata kunci: Pendidikan, Pendidikan Islam, Kebijakan, Kurikulum

ABSTRACT
Education is an important thing that can be said as a pillar in human thought
and its very important role in the progress of the nation. As human beings who
have reason and mind, education should be used as the main foundation in the
system of life, especially in character building. As in accordance with the first
principle of Pancasila, namely Godhead in One God, this is the first reference
in Pancasila which is expected to be able to make the foundation in human life
who has a religion or a godly human. Islamic education is education in which it
can actually build human personality in carrying out its life according to the
Shari'a in order to create a life that is safe, peaceful, and prosperous and can
realize the ideals of the Indonesian nation. As for the division of time in seeing
how the history of Islamic Education is divided into three periods, namely the
Post-Independence, New Order, and Reform Order to date. In its history, the
development of Islamic education is not only seen from when Islam entered

1
Indonesia, but also from the way the government policy and its curriculum.
Keywords: Education, Islamic Education, Policy, Curriculum

PENDAHULUAN
Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dalam upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia serta
mewujudkan kesejahteraan umum. Begitu pun pada pengertian pendidikan
nasional yang mana pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, keatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Fathurrahman, 2002) Seperti yang kita ketahui
bahwasannya pendidikan ini sangatlah penting mengingat semua aspek dalam
pendidikan pada hakikatnya ialah mendidik, menjadikan sikap dan kepribadian
manusia menjadi lebih baik lagi, mengajarkan adab, akhlak dan berperilaku
sebagaimana manusia yang memanusiakan manusia. Pendidikan juga
menurut pengertian dan definisinya merupakan sebuah proses bagaimana
mengubah sikap dan tata kelakuan baik itu individu atau kelompok dalam
usahanya untuk mendewasakan manusia melalui berbagai usaha seperti
pengajaran, pelatihan, proses, dan cara-cara tertentu dalam mendidik. Adapun
pengertian pendidikan menurut beberapa ahli ialah:
• Ki Hajar Dewantara
Pendidikan adalah proses menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak peserta didik agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
• Carter V Good
Pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan individu dalam sikap dan
perilaku bermasyarakat
• Martinus Jan Langeveld
Pendidikan adalah upaya menolong anak untuk dapat melakukan tugas
hidupnya secara mandiri supaya dapat bertanggung jawab secara susila
Meskipun dalam pengertian atau definisinya yang mungkin berbeda
bahasa, tujuan dari pendidikan itu ialah untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa khususnya mencerdaskan manusia Indonesia yang mana melalui
pendidikan ini, manusia diharapkan menjadi lebih berilmu pengetahuan,
memiliki inovasi dan kreatifitas yang tak terbatas, sehat jasmani dan rohani,
memiliki kepribadian yang baik, bersikap mandiri dan bertanggung jawab
seperti pengertian pendidikan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 tentang SISDIKNAS atau Sistem Pendidikan Nasional ialah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

2
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan di Indonesia ini juga berjalan secara dualisme yakni umum
dan agama. Sejak jaman pemerintahan kolonial Balanda yang
memperkenalkan sistem pendidikan bersifat sekuler sementara pendidikan
Islam yang diwakili oleh pesantren tidak memperhatikan pengetahuan umum,
sampai Indonesia merdeka. Pendidikan Islam di Indonesia dalam sejarah
penjangnya, mulai pada masa penjajahan sampai Indonesia merdeka
menghadapi berbagai persoalan dan kesenjangan dalam berbagai aspek, baik
dalam kurikulum, tujuan, sumber daya, serta manajemen pendidikan Islam.
Ketika kita berbicara mengenai sejarah pendidikan islam, rasanya tidak bisa
terlepas dari proses ataupun teori bagaimana islam masuk ke Indonesia. Islam
masuk kedalam setiap ranah kehidupan masyarakat, sehingga banyak teori-
teori tentang bagaimana proses islam masuk ke Indonesia seperti pada teori
India yang pencentusnya ialah Pijnapel yang mengatakan ajaran islam datang
ke Indonesia bukan berasal dari Arab melainkan dari India, lebih tepatnya dari
wilayah pantai barat yaitu daerah Gujarat dan Malabar. Hal tersebut
dikarenakan banyak orang Arab yang bermazhab Syafi’i bermigrasi dan
kemudian menetap di India dan dari sanalah islam mulai menyebar ke
Indonesia. Meskipun dalam mengemukakan teorinya ini, Pijnapel
mendapatkan pertentangan atau bantahan mengenai teorinya oleh C. Snouck
Hurgronje yang mana menurutnya islam berasal dari wilayah Malabar dan
Coromandel yang merupakan dua kota besal dari India Selatan. Dan menurut
Snock Hurgronje islam di Indonesia memiliki kesamaan dengan paham
Syafi’yah yang kini masih berlaku di Pantai Coromondel. Begitu pula pengaruh
Syiah yang masih meninggalkan sedikit jejaknya di Jawa dan Sumatera, yang
dulunya mempunyai pengaruh kuat sebagaimana kini berlaku di India.7
Snouck Hurgronje juga menyebutkan bahwa abad ke 12 sebagai periode yang
paling mungkin dari awal penyebaran Islam di Nusantara (Husda, 2016, hlm.
18) adapun menurut teori Arab yang mengatakan bahwa para pedagang arab
lah yang aktif menyebarkan agama islam dengan berdasar pada sumber-
sumber China. Teori Arab ini dicetuskan oleh Crawfrud, yang berpendapat
bahwa islam di Indonesia berasal langsung dari arab, islam datang pertama
kali ke Indonesia pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 Masehi, bukan
abad ke-12 atau ke-13 Masehi (Husda, 2016, hlm. 20-21) atau Teori Persia
yang mengatakan bahwa islam yang ada di Indonesia berasal dari Persia dan
bukan dari India dan Arab yang didasarkan pada beberapa unsur kebudayaan
Persia yaitu Syi’ah yang ditemukan dalam kebudayaan Islam di Indonesia.
Banyaknya teori-teori mengenai bagaimana islam masuk ke Indonesia
pada hakikatnya banyak sekali. Hal ini disebabkan karena masuknya islam ke
Indonesia melalui berbagai ranah dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Pendidikan Islam muncul dan berkembang di Nusantara sejak Islam masuk ke
kepulauan ini dibawa oleh kaum sufi atau pedagang dari Timur Tengah, yang

3
kemudian hidup membaur dengan penduduk lokal. Ketika membaur itulah
berlangsung transmisi Islam yang diterima oleh penduduk lokal melalui proses
penyesuaian dengan tata-cara hidup dan tradisi yang telah mereka jalankan
sebelumnya. Pendidikan Islam kemudian menjadi sebuah upaya terstruktur
yang dijalankan umat dalam rangka mewujudkan transmisi ilmu pengetahuan
keislaman di lembaga-lembaga pendidikan. Dalam rentang waktu yang
panjang telah terjadi berbagai perubahan dan dinamika, serta politik yang
mempengaruhi arah kebijakan negara terhadap pendidikan Islam. Hal ini tidak
dapat dihindari karena persoalan kebijakan pendidikan adalah merupakan
keputusan politik. Namun perubahan pola dan sistem pendidikan Islam, dari
yang bersifat tradisional seperti pesantren sampai madrasah yang bersifat
modern, adalah merupakan respons terhadap modernisasi pendidikan Islam
dan perubahan sosial, ekonomi, dan masyarakat Islam. Adapun pendidikan
islam menurut Zakiah Darajat adalah pembentukan kepribadian muslim Atau
perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan petunjuk ajaran Islam.
Muhammad Quthb yang dikutip oleh Abdullah Idi, menyatakan Pendidikan
Islam adalah usaha melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud
manusia, baik dari segi jasmani maupun ruhani, baik dari kehidupan fisik
maupun mentalnya, dalam kegiatan di bumi ini. Atau Pendidikan Islam adalah
kegiatan yang dilaksanakan secara terencana dan sistematis untuk
mengembangkan potensi anak didik berdasarkan pada kaidah-kaidah agama
Islam dan Pendidikan Islam juga bertujuan untuk mencapai keseimbangan
pertumbuhan pribadi manusia secara menyeluruh melalui latihan-latihan
kejiwaan, akal pikiran, kecerdasan, perasaan serta panca indera yang
dimilikinya.
Sementara dalam perspektif budaya, Pendidikan Islam adalah sebagai
pewarisan budaya, yaitu sebagai alat transmisi unsur-unsur pokok budaya
kepada para generasi, sehingga identitas umat tatap terpelihara dalam
tangangan zaman, bahkan dalam terma sosio kultural yang plural dikatakan
pendidikan Islam tanpa daya sentuhan budaya akan kehilangan daya tarik
yang pada akhinya hanya akan menjadi tontonan artifisial yang membosankan
ditengah percaturan arus globalisasi dan menurut persepektif teknologi dan
industri, Pendidikan Islam memiliki kompetensi strategis dalam
memanifestasikan pendidikan agama yang mengantarkan peserta didik
sebagai sosok yang mampu menjadi pelaku pembangunan yang mengadopsi,
megidensitifikasi dan mengkonsumsi diverssifikasi dinamika kultural, sosial,
ekonomi, politik dan prosuk sain dan teknologi, tetapi sekaligus
mengendalikan, menguasai, memimpin, seperti mengarahkan dan
mendistribusikannya kedalam aktivitas yang bermanfaat baik secara pribadi,
sosial maupun organisasis, agar peserta didik tidak dangkal karena penettrasi
yang berkaraktristik dinamis, sekaligus tidak kropos dalam bidang moralitas
(Fathurrahman, 2002) Dari pengertian-pengertian pendidikan, baik pendidikan
secara umum maupun pendidikan islam yang telah banyak dikemukakan oleh
beberapa ahli dan juga menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, pada
dasarnya semuanya dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir dari pendidikan

4
umum dan pendidikan islam ialah pembentukkan tingkah laku islami atau
akhlak yang mulia dan kepasrahan atau keimanan kepada Allah yang
didasarkan petunjuk ajaran Islam yakni Al-Qur’an dan Hadist.

METODE PENELITIAN
Dalam penulisan artikel ini, penulis menggunakan metode kajian
pustaka yang mana kajian pustaka ini ialah sebuah penelitian yang dilakukan
dengan cara mengumpulkan data-data seperti karya tulis ilmiah ataupun
bacaan lainnya berupa jurnal yang didalamnya terdapat topik bahasan yang
bersangkutan dengan judul dari artikel ini. Mengutip pernyataan dari Hadi
(1995) yang menjelaskan bahwa studi pustaka atau library research adalah
penelitian kualitatif yang menggunakan buku-buku dan literatur-literatur lainnya
sebagai objek yang utama. Dengan melalui metode kajian pustaka ini penulis
sangat memaksimalkan sumber-sumber informasi yang didapat melalui
sumber-sumber siap pakai atau biasa disebut dengan readymade.
Penelitian kepustakaan dan studi pustaka atau riset pustaka meski bisa
dikatakan mirip akan tetapi berbeda. Studi pustaka adalah istilah lain dari
kajian pustaka, tinjauan pustaka, kajian teoritis, landasan teori, telaah pustaka
atau literature review, dan tinjauan teoritis. Yang dimaksud penelitian
kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan atas karya
tertulis, termasuk hasil penelitian baik yang telah maupun yang belum
dipublikasikan. Meskipun merupakan sebuah penelitian, penelitian dengan
studi literatur tidak harus turun ke lapangan dan bertemu dengan responden.
Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian dapat diperoleh dari sumber
pustaka atau dokumen. Menurut (Zed, 2014), pada riset pustaka (library
research), penelusuran pustaka tidak hanya untuk langkah awal menyiapkan
kerangka penelitian (research design) akan tetapi sekaligus memanfaatkan
sumber-sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitian. (Melfianora,
2019)
Mengenai penjelasan-penjelasan yang sudah dipaparkan sebelumnya,
penulis mengkaji sumber-sumber yang telah didapatnya kemudian sumber-
sumber tersebut dihimpun, lalu dikaji satu per satu dengan sumber-sumber lain
sebagai bahan referensi tambahan agar informasi yang didapat lebih luas dan
maksimal kemudian mengkritisi dan memberikan pandangan yang berkaitan
dengan materi-materi sesuai dengan pemahaman penulis. Meskipun ditengah
pandemic seperti sekarang ini, tidak menjadikan hambatan atau penghalang
bagi penulis untuk tetap mencari sumber-sumber yang berkaitan dengan
Sejarah Pendidikan Islam Dan Peranannya Dalam Sistem Pendidikan
Nasional ini. Dan ditengah pandemic ini pula penulis tidak dapat maksimal
dalam pengumpulan sumber, khususnya yang berbentuk hardcopy. Sehingga
penulis mencoba memaksimalkan buku-buku yang dimiliki oleh penulis dan
mencari jurnal-jurnal secara online melalui internet. Adapun sumber-sumber
dalam bentuk buku yakni buku Sejarah Nasional Indonesia jilid 3 dan buku
Indonesia Dalam Arus Sejarah serta dilengkapi dan dimaksimalkan dengan

5
jurnal-jurnal, artikel-artikel, serta bacaan-bacaan lain mengenai topik yang
dibahas.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
1. Pendidikan Islam Pasca Kemerdekaan (1945-1966)
Dalam sejarahnya, perjalanan pendidikan islam berhubungan dengan
bagaimana perjalanan masuknya islam ke Indonesia. Meskipun ketika itu
Indonesia baru saja memproklamirkan kemerdekaannya tetap saja berbagai
permasalahan datang dan hadir dengan tiada habisnya. Apalagi ketika itu,
Indonesia sedang menghadapi revolusi fisik. Oleh karena itu, pemerintah
Indonesia sudah memperhatikan masalah pendidikan yang dirasa sangat
besar sekali pengaruhnya terhadap Indonesia. Dibentuklah Kementrian
Pendidikan Pengajaran atau PP dan K yang mana berbagai usaha terutama
dalam mengubah system pendidikan dan penyesuaiannya dengan keadaan
dan kondisi yang baru dapat dilaksankan. Pembentukan Kementerian
Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan (PP dan K) yang menteri
pertamanya adalah Ki Hadjar Dewantara melakukan berbagai upaya untuk
system pendidikan dalam rangka menyesuaikan perkembangan ilmu
pengetahuan. Ki Hadjar Dewantara mengeluarkan istruksi umum yang
isinya memerintahkan kepada semua kepala sekolah dan guru-guru untuk :
1. Mengibarkan bendera merah putih setiap hari di sekolah
2. Menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya
3. Menghentikan pengibaran bendera jepang dan menghapuskan
nyanyian Kimigayo, lagu kebangsaan Jepang
4. Menghapuskan pelajaran Bahasa jepang serta segala ucapan yang
berasal dari pemerintah pendudukan Jepang
5. Memberi semangat kebangsaan kepada semua murid-murid
Pada bulan Oktober 1945 Para ulama dan pemerintah mengeluarkan fatwa
perang jihad melawan Belanda dan tentara sekutu Inggris yang hendak
menjajah kembali Indonesia dengan salah satu isi fatwanya ialah jihad
fisabilillah. Ditinjau dari aspek pendidikan, isi fatwa tersebut besar artinya
karena memberikan manfaat bahwa para ulama dan santri dapat
mempraktekkan ajaran Islam mengenai jihad yang sudah dikaji bertahun-
tahun dalam kitab suci fiqih di pondok atau madrasah. Dengan hasil
keputusan sejak tahun 1966, pendidikan agama islam menjadi hak wajib
mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi Umum (Negeri maupun
Swasta) di seluruh Indonesia. Kebijakan di Indonesia termasuk didalamnya
terdapat kebijakan dalam pendidikan umum dan pendidikan islam, pada
pelaksanaannya memang mengalami banyak sekali permasalahan atau
dapat dikatakan mengalami pasang surut dalam keadaan kurun waktu
tertentu yang dengan ditandai oleh peristiwa-peristiwa penting. Dalam
perkembangannya, pendidikan islam pada kurun waktu pasca kemerdekaan
ini memiliki hubungan yang erat dengan peran Kementrian Agama yang

6
mana pendidikan agama itu ditur secara khusus didalam Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1950 lebih jelas lagi dalam bab XII Pasal 20, yakni:
1. Di sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama.
2. Cara penyelenggaraan pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri
diatur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan
Pengajaran dan
Kebudayaan bersama-sama dengan Menteri Agama.
Pemikiran pendidikan Islam periode Indonesia merdeka diwarnai
dengan model pendidikan yang dualistis dimana yang pertama, sistem
pendidikan dan pengajaran pada sekolah-sekolah umum yang sekuler, tidak
mengenal ajaran agama, yang merupakan warisan dari pemerintah kolonial
Belanda dan yang kedua, sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang
tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Islam, baik yang bercorak
isolatif-tradisional maupun yang bercorak sintesis dengan berbagai variasi
pola pendidikannya. Ditinjau dari aspek pendidikan, isi fatwa tersebut besar
artinya, karena memberikan manfaat bahwa para ulama dan santri dapat
mempraktekkan ajaran Islam mengenai jihad yang sudah dikaji bertahun-
tahun dalam kitab suci fiqih di pondok atau madrasah. Selain itu,
mempertahankan kemerdekaan Tanah Air itu menjadi sempurna terhadap
sesama manusia dan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Abdullah, 2013)
bahkan ketika Indonesia sedang berkobar dalam revolusi kemerdekaannya,
pembinaan terhadap pendidikan islam tetap diupayakan mengingat pada
perjuangan kemerdekaan Indonesia pendidikan itu sangat penting dan
kehidupan atau kepribadian yang beragama juga sangat dijunjung tinggi
dalam keyakinan akan kemerdekaan. Sehingga, pemerintah Indonesia
mempercayakan perkembangan pendidikan islam secara formal-
institusional kepada Kementrian Agama dan Kementrian PP dan K yang
pada akhirnya dikeluarkanlah sejumlah peraturan-peraturan baru diantara
kedua kementrian tersebut untuk sama-sama mengelola pendidikan islam
di sekolah-sekolah. Pendidikan agama Islam untuk sekolah umum mulai
diatur secara resmi oleh pemerintah pada bulan Desember 1946. Sebelum
itu, pendidikan agama sebagai pengganti pendidikan budi pekerti yang
sudah ada sejak zaman Jepang, berjalan sendiri- sendiri di daerah-daerah.
Pada bulan Desember 1946, dikeluarkan peraturan bersama dua Menteri,
yakni Menteri Agama dan Menteri PP dan K, yang menetapkan bahwa
pendidikan agama diberikan nilai di kelas IV SR (Sekolah Rakyat, atau
Sekolah Dasar sekarang) sampai kelas VI yang mana pada masa itu,
keadaan dan situasi keamanan dalam negeri belum kondusif. Daerah-
daerah di luar Jawa masih banyak memberikan pendidikan agama mulai di
kelas I SR. Pemerintah membentuk Majelis Pertimbangan Pengajaran
Agama Islam pada tahun 1947, yang dipimpin oleh Ki Hadjar Dewantara dari
Kementerian PP dan K (Abdullah, 2013)
Kemudian rencana pendidikan agama untuk seluruh sekolah-sekolah di
Indonesia semakin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama
yang dipimpin oleh Prof. Mahmud Yunus dari Kementrian Agama dan Mr.

7
Hadi dari Kementrian PP dan K. dalam penyempurnaan kurikulum,
pembentukan kepanitiaannya berbeda dengan pembentukan kepanitiaan
untuk penyempurnaan pendidikan agama disemua sekolah di Indonesia.
Dalam penyempurnaan kurikulu juga dibentuk lagi kepanitiaan yang baru
yang dipimpin oleh K.H Imam Zarkasyi dari Pondok Gontor Ponorogo yang
kurikulumnya disahkan oleh Menteri Agama pada tahun 1952 dan dengan
seiring berjalannya waktu, pada tahun 1966 pendidikan agama menjadi hak
yang wajib dimulai dari Sekolah dasar sampai dengan Perguruan Tinggi di
seluruh wilayah Indonesia.
2. Pendidikan Islam Masa Orde Baru (1966-1998)
Pada masa Orde Baru ini fokus pemerintah tidak kearah pendidikan
melainkan lebih menekankan kepada perekonomian bangsa Indonesia.
Zaman pemerintah Orde Baru, pendidikan diwarnai oleh politik yang bersifat
sentralistik, dengan titik tekan pada pembangunan ekonomi yang ditopang
oleh stabilitas politik dan keamanan yang didukung oleh kekuatan birokrasi
pemerintah, angkatan bersenjata, dan konglomerat. Dengan politik yang
bersifat sentralistik ini, seluruh masyarakat harus menunjukkan
monoloyalitas yang tinggi, baik secara ideologis, politis, birokrasi, maupun
hal-hal yang bersifat teknis (Yuningsih, 2015) Tetapi walaupun demikian,
pendidikan tetaplah pendidikan yang menjadi dasar dalam pengembangan
akhlak manusia khususnya dalam pendidikan islam sebagai dasar dalam
bertingkah laku dan hubungan manusia dengan Tuhannya. Sejak tahun
1966 mengenai keputusan siding MPRS yang dalam keputusannya
mengenai pendidikan agama mengatakan bahwa pendidikan agama
menjadi hak yang wajib mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan
Tinggi semakin membuat pendidikan agama ini semakin mendapatkan
tempat dan ruang yang luas untuk dijangkau oleh masyarakat. Dalam
kebijakan Orde Baru ini mengenai pendidikan islam juga bersifat positif yang
mana dimasa ini lembaga pendidikan yang berbentuk atau bernama
madrasah dapat dikembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan dan
peningkatan mutu pendidikan. Meskipun dalam pelaksanaannya, pada
masa awal Orde Baru ini kebijakan dalam system pendidikan yang bersifat
doktrinisasi lebih mendominasi dan ditekankan. Orde Baru kala itu lebih
kepada patuh kepada penguasa, dimana dalam system pendidikan kala itu
penghafalan dari butir-butir Pancasila harus tertanam dalam anak-anak
bangsa. Permasalahan-permasalahan lain mengenai pendidikan ini hadir
ketika pendidikan kala itu dijadikan sebagai alat politik semata, dimana
puncaknya ialah Soeharto pada masa itu menekankan kepada aspek
ekonomi dengan fokus kepada hutang luar negeri. Tetapi sering dengan
berjalannya waktu, para mahasiswa dan golongan-golongan yang mulai
memberanikan diri dalam menyuarakan pendapatnya, kini kebijakan dalam
pendidikan terdengar. Perkembangan pendidikan islam pada masa orde
baru secara bertahap mengalami perkembangan dengan system
pendidikan terbagi menjadi beberapa jenjang seperti Ibtidaiyah,
Tsanawiyah, dan Aliyah dan system madrasah ini sangatlah mendorong

8
perkembangan pesantren hingga jumlahnya melesat. Dan keadaan-
keadaan inilah yang mendorong para tokoh-tokoh agama untuk menuntut
agar madrasah dan pendidikan keagamaan masuk kedalam bagian dari
system pendidikan nasional. Tetapi dalam pelaksaannya, pemerintah
mengeluarkan Keputusan Presiden atau KEPRES No. 34 Tahun 1972
dengan diperkuat oleh Instruksi Presiden atau INPRES No. 15 Tahun 1974
yang mana hasilnya ialah menganggap pendidikan islam itu melemahkan
dan bahkan ada ancaman untuk dihapuskan. Hal ini tentu saja membuat
sebagian besar pemuka agama, atau tokoh-tokoh islam lainnya melakukan
protes. Reaksi keras ini kemudian ditanggapi oleh pemerintah dengan
mengambil kebijakan untuk melakukan pembinaan mutu pendidikan
madrasah. Maka dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama atau SKB oleh
Tiga Menteri yakni Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,
serta Menteri Dalam Negeri yang mana makna dari SKB itu sendiri ialah
pertama, terjadinya mobilitas sosial dan vertikal siswa-siswa madrasah yang
selama ini terbatas di lembaga-lembaga pendidikan tradisional (madrasah
dan pesantren), dan kedua, membuka peluang kemungkinan anak-anak
santri memasuki wilayah pekerjaan pada sektor modern (Yuningsih, 2015)
yang mana melalui SKB ini, kurikulum madrasah menjadi 70% memuat mata
pelajaran umum dan 30% memuat mata pelajaran agama yang mana efek
dari persamaan atau persamarataan kurikulum ini harus setaraf dengan
standar yang berlaku di sekolah umum.
Perkembangan pendidikan islam selanjutnya ialah yang tercantum
dalam Undang-Undang Sisdiknas Tahun 1989 yang mana dalam Undang-
Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional ini dapat
dilihat pada pasal 39 ayat 2. Selanjutnya dijelaskan pula mengenai
pengaturan operasionalnya dalam Kepres No. 34 Tahun 1972 yang
dipertegas oleh Inpres No. 15 tahun 1974 dan dalam TAP MPRS Nomor
XVII Tahun 1966 dijelaskan bahwa agama merupakan salah satu unsur
yang mutlak dalam pencapaian tujuan nasional dan persoalan keagamaan
dikelola oleh Departemen Agama sedangkan madrasah dalam TAP MPRS
No. 2 Tahun 1960 adalah lembaga pendidikan otonom dibawah
pengawasan Menteri Agama. Dengan demikian, atas Keputusan Presiden
No. 34 Tahun 1972 dan Instruksi Presiden tahun 1974, penyelenggaraan
pendidikan dan kejuruan ini sepenuhnya berada dalam tanggung jawab
MENDIKBUD. Dalam sidang umum MPRS tahun 1966 yang berhasil
menetapkan TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 yang membahas tentang
Agama, Pendidikan dan Kebudayaan pasal 1 menjelaskan bahwa
penetapan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah mulai dari
sekolah dasar sampai dengan universitas-universitas negeri merupakan
puncak dari pemerintah atas perhatiannya dalam dunia pendidikan islam.
Dimana ketika itu pendidikan islam lebih diperhatikan setelah peristiwa
penting yakni menumpas G30 S/PKI (1965-1966) yang mana didalam
pelaksanaannya, pendidikan islam mampu menjauhkan bangsa Indonesia
dari sikap dan paham komunisme. Hal ini lah yang disorot pemerintah

9
sehingga pendidikan islam kini diakui dan bahkan sangat diharapkan untuk
menciptakan banyak perdamaian dan juga kebaikan yang kesemuanya ini
berlandaskan kepada ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan
ketetapan MPRS ini juga diikuti dengan adanya peraturan bersama Menteri
Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang menetapkan bahwa
untuk Kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar diberikan mata pelajaran agama 2 jam
per minggunya, dan untuk kurikulum SD, SMP, dan SMA yang pertama di
zaman Orde Baru adalah kurikulum yang dikeluarkan pada tahun 1968
untuk SD, 1967 untuk SMP, dan SMA tahun 1968. Yang mana didalam
kurikulum ini, semua mata pelajaran dibagi ke dalam tiga kelompok yakni,
Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila, Kelompok Pembinaan Pengetahuan
Dasar, dan Kelompok Pembinaan Kecakapan Khusus. Pendidikan agama
untuk SD, SMP, dan SMA masuk dalam Kelompok Pembinaan Jiwa
Pancasila.
3. Pendidikan Islam Masa Reformasi (1998-Sekarang)
Adanya perubahan yang sangat berarti pada masa atau era reformasi
(1998-sekarang) ditandai dengan diterapkannya otonomi pendidikan sejalan
dengan program otonomi daerah. Dalam kebijakan ini, ada keterlibatan
langsung dari lembaga pendidikan madrasah atau pendidikan islam. Dalam
kebijakannya ada beberapa hambatan seperti adanya ketimpangan
pendanaan yang mana karena madrasah berada dalam lingkungan
departemen agama dan segala tanggung jawab pembiayaannya berada di
departemen agama, hal ini tentu lah bertumpang tindih dengan bagaimana
pemerintah membiayai sekolah-sekolah umum. Seharusnya, alokasi dana
yang diberikan kepada sekolah agama atau madrasah tidak boleh ada
diskriminasi antara sekolah agama dengan sekolah-sekolah umum.
Hambatan lain juga hadir ketika madrasah belum bisa menjadi tipe-tipe
sekolah yang ideal bagi kebanyakan umat islam hal ini tentu saja berdampak
pada lahirnya kebijakan baru yakni dengan menerapkan prinsip Manajamen
Berbasis Sekolah atau MBS yang prinsip dasarnya ialah bahwa sekolah
mendapat otonomi yang luas dan bertanggungjawab dalam menggali,
memanfaatkan, serta mengarahkan berbagai sumber daya, baik internal
amupun eksternal untuk kelancaran proses belajar mengajar di sekolah
(Abdullah, 2013) adapun kurikulum yang diterapkan di madrasah mengenai
struktur kurikulum itu sendiri ialah penerapan yang sama antara kurikulum
di sekolah-sekolah umum dengan kurikulum di madrasah sebagai sekolah
yang berciri khas islam. Adapun dalam perkembangannya, pendidikan
sekolah madrasah tidak dapat ditangani secara sebelah mata oleh
pemerintah, mengingat pula pada Pancasila khususnya sila pertama yang
mana berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa yang maksudnya ialah
diharapkan mampu menjadi manusia yang memiliki agama dalam
menjalankan kehidupannya. Adapun pengembangan pendidikan sekolah
madrasah dewasa ini tidak dapat ditangani secara parsial atau setengah-
setengah. Penanganannya memerlukan pemikiran pengembangan yang
utuh, terutama ketika dihadapkan pada kebijakan pembangunan Nasional

10
bidang pendidikan yang mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan
sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan
semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang
berkualitas, sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman
yang selalu berubah. Untuk menjawab hal tersebut maka pendidikan agama
menjadi sesuatu yang teramat penting untuk terus ditingkatkan mekanisme
dan aspek-aspek pembelajarannya. Pendidikan agama tersebut secara
bertahap terus mengalami dinamika dan terakhir dicantumkan dengan tegas
dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 12 Ayat tersebut dinyatakan bahwa
pendidikan agama adalah hak peserta didik. “Setiap peserta didik dalam
satuan pendidikan berhak mendapat pendidikan agama sesuai dengan
agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”.
(Aisyah, 2019) Adapun pendidikan agama dalam system pendidikan
nasional di Indonesia ini sebagai perwujudan dan pengimplementasian dari
pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 dan sila pertama Pancasila
sebagai dasar negara.
Adapun dalam perwujudan atau pengimplementasian pada sila pertama
dalam Pancasila ialah Ketuhanan Yang Maha Esa sejalan dengan konsep
dari pendidikan islam itu sendiri. Di dalam islam, tujuan pendidikan yang
dikembangkan ini ialah untuk mendidik budi pekerti anak sehingga
pendidikan budi pekerti dan akhlak ini merupakan dasar dan jiwa dari
pendidikan islam itu sendiri. Pemahaman akan konsep pendidikan islam ini
yang mana selain untuk mengajarkan budi pekerti juga tentu saja
memperhatikan aspek-aspek lain dalam kehidupan sebagaimana yang
dinyatakan oleh Suwendi bahwa umat islam harus mampu menciptakan
sistem pendidikan yang didasari atas keimanan kepada Allah, karena hanya
imanlah yang benar yang menjadi dasar pendidikan yang benar dan
membimbing umat kepada usaha mendalami hakikat menuntut ilmu yang
benar. Adapun kebijakan-kebijakan dalam pendidikan islam di era reformasi
hingga saat ini dapat dikatakan lebih baik daripada era-era sebelumnya.
Pendidikan islam masa reformasi ini lebih menekankan bahwa setiap
sekolah itu harus memiliki pelajaran yang dapat membentuk kepribadian
anak menjadi lebih baik dan matang. Inilah yang menjadi eksistensi utama
dalam pendidikan islam sejalan dengan fungsi dan tujuannya untuk
mengajarkan budi pekerti kepada anak-anak. Adapun kebijakan-kebijakan
pendidikan islam di era reformasi ini ialah:
Yang pertama, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 manyebutkan
pesantren, ma’had Ali, Roudhotul Athfal (Taman Kanak-Kanak) dan Majlis
Ta’lim termasuk dalam system pendidikan nasional. Yang mana pada
kebijakan sebelumnya yakni kebijakan dalam Undang-Undang Nomor 2
1989 yang hanya menyebutkan bahwa hanya madrasah yang masuk
kedalam system pendidikan nasional. Hal inilah yang menjadi hambatan
bagi pendidikan islam untuk mengembangkan eksistensinya didalam dunia
pendidikan. Setelah adanya Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 ini,

11
eksistensi dari pendidikan islam itu sendiri didalam system pendidikan
nasional semakin diakui dan lambat laun dapat mengurangi kesan
dikotonomi adan diskriminasi yang mana pada penjelasan sebelumnya
sudah dikatakan bahwa adanya atau berlakunya kebijakan mengenai
pendidikan islam yang berdasarkan otonomi daerah.
Kedua, adanya kebijakan tentang anggaran pendidikan yang mana
dengan adanya ketetapan anggaran pendidikan islam sebesar 20% dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN ini pendidikan saat
ini banyak sekali mengalami perubahan kearah yang lebih baik. Pendidikan
juga mengalami pertumbuhan, perkembangan, serta kemajuan yang dapat
dikatakan cukup signifikan dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan dan
ketetapan-ketetapan pada pendidikan di era sebelumnya, termasuk
kedalam pendidikan islam ini.
Ketiga, berlakunya program wajib belajar 9 tahun yang mana program
ini bukan hanya dijalankan pada anak-anak yang belajar di lembaga
pendidikan yang berada dibawah naungan Kementrian Pendidikan Nasional
saja melainkan dijalankan juga bagi anak-anak yang belajar didalam
lembaga pendidikan dibawah naungan Kementrian Pendidikan Agama.
Keempat, adanya penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional atau
SBI yang mana pendidikan didalamnya menggunakan standar
internasional. Hal ini juga tidak hanya berlaku pada lembaga pendidikan
dibawah naungan Kementrian Pendidikan Nasional saja, tetapi juga berlaku
didalam lembaga pendidikan yang berada dalam naungan Kementrian
Agama.
Kelima, Peraturan pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam Peratutan
Pemerintah Nomor 74 tahun 2005 tentang sertifikasi Guru dan Dosen juga
mengalokasikan anggaran biayanya sebesar 20% dari APBN. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan kompetensi para tenaga oendidik agar tidak
hanya menguasai akademik atau pengetahuannya saja melainkan juga
dapat meningkatkan teaching skill nya. Yang mana hal ini juga tidak hanya
berlaku bagi guru atau dosen pada sekolah umum, namun juga berlaku bagi
semuanya termasuk guru agama didalamnya.
Diantara poin-poin yang telah dijelaskan sebelumnya, sudah cukup
membuktikan bahwa eksistensi dari pendidikan islam itu sendiri sudah
sangat diakui sebagai pendidikan nasional di Indonesia. Hal ini tentulah
sejalan dengan perjalanan sejarah dari negara kita yang mana didalam
setiap masanya terjadi perubahan-perubahan khususnya dalam dunia dan
aspek pendidikan terlebih lagi dalam pendidikan agama islam ini. Dengan
perkembangan-perkembangan dari kebijakan-kebijakan yang ada dalam
Pendidikan Nasional ini, pendidikan agama dalam praktiknya tentulah
sangat mempengaruhi perubahan dalam bangsa ini. Sejalan pula dengan
perkembangan zaman, kini pendidikan agama di era reformasi ini
diharapkan mampu menjadi dasar yang paling kuat tertanam didalam jiwa
peserta didik sesuai dengan sila pertama pada Pancasila yang diharapkan
memiliki kepribadian yang baik, berbudi pekerti yang luhur, kritis, inovatif,

12
kreatif, mandiri, yang mana itulah yang akan menjadi jawaban dalam
tantangan di era reformasi khususnya dalam globalisasi dan dapat
menggunaka peluang-peluang yang ada untuk senantiasa berkembang.
B. PERAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
DI INDONESIA
Setelah mengetahui bagaimana perjalanan dan perubahan-perubahan
kebijakan dalam system pendidikan di Indonesia khususnya dalam
pendidikan islam di Indonesia ini, membuat eksistensi dari pendidikan islam
semakin diakui dalam system pendidikan nasional di Indonesia ini. Adapun
kedudukan Pendidikan Agama islam didalam Undang-Undang Sisdiknas
Tahun 2003 ialah:
a) Pasal 1 ayat (1), pendidikan adalah: Usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara.
b) Pasal 1 ayat (2), pendidikan nasional merupaka Pendidikan yang
berdasarkan pada nilai Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang mana nilai tersebut berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman. Agama sebagai tujuan pendidikan (agar peserta
didik memiliki kekuatan spiritual keagamaan) dan sumber nilai dalam
proses pendidikan nasional.
c) Pasal 4 ayat (1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak bersifat diskriminatif dengan tetap menjunjung
tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukkan bangsa.
d) Pasal 12 ayat (1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan
berhak
mendapatkan pendidikan agamasesuai dengan agama yang dianutnya
dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Peserta didik berhak
mendapatkan pendidikan agama yang sesuai dengan agamanya
masing-masing dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Tiap
sekolah wajib memberikan sebuah ruang bagi siswa yang mempunyai
agama yang berbeda-beda dan tidak ada perlakuan yang diskriminatif.
e) Pasal 15 adapun Jenis pendidikan yang mencakup pendidikan umum,
kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
f) Pasal 17 ayat 2 Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan
madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah
menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau
bentuk lain yang sederajat.

13
g) Pasal 18 ayat (3) Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah
atas (SMA), madrasahaliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK),
dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
h) Pasal 28 ayat (3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal
berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk
lain yang sederajat. Salah satu jenis pendidikan nasional adalah
pendidikan agama. Setingkat dengan taman kanak-kanak (TK) diberi
nama raudatul athfal (RA), sekolah dasar (SD) dinamakan madrasah
ibtidaiyah (MI), sekolah menengah pertama (SMP) dinamakan
madrasah tsanawiyah (MTs), sekolah menengah atas (SMA)
dinamakan madrasah aliyah (MA), dan sekolah menengah kejuruan
(SMK) dinamakan madrasah aliyah kejuruan (MAK).
i) Pada Pasal 30 disebutkan tentang pendidikan keagamaan pendidikan
keagamaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan atau kelompok
masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan
peserta didik menjadianggota masyarakat yang memahami dan
mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu
agama (3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur
pendidikan formal, nonformal, dan informal (4) Pendidikan keagamaan
berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja
samanera,dan bentuk lain yang sejenis. Dalam hal ini pendidikan agama
merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Di samping
sekolah/madrasah formal yang didirikan oleh pemerintah seperti MIN,
MTsN, maupun MAN, masyarakat dapat juga menyelenggarakan
pendidikan agama, baik formal (pesantren, madrasah), nonformal
(taman pendidikan Al-Qur’an (TPA), majlis taklim) maupun informal
(madrasah diniyah).
j) Kemudian pada Pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwasannya kurikulum
disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan pada
Peningkatan iman dan takwa, Peningkatan akhlak mulia dan
seterusnya.
k) Pasal 37 (1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat
pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan dan seterusnya (2)
Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat, pendidikan agama,
pendidikan kewarganegaraan danbahasa. (l) Pasal 55 ayat (1) terkait
pendidikan yang berbasis masyarakat, semua masyarakat berhak
menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan
formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan
sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Pasal-pasal tersebut
merupakan penempatan posisi pendidikan Islam sebagai bagian dalam
kerangka sistem pendidikan Nasional, bahwa pendidikan Islam
merupakan bagian dari sistem pendidikan Nasional.

14
KESIMPULAN
Pendidikan di Indonesia selama ini berjalan secara dualisme (Umum
dan agama), sejak jaman pemerintahan kolonial Balanda yang
memperkenalkan sistem pendidikan bersifat sekuler sementara pendidikan
Islam yang diwakili oleh pesantren tidak memperhatikan pengetahuan
umum, sampai Indonesia merdeka. Pendidikan Islam di Indonesia dalam
sejarah penjangnya, mulai pada masa penjajahan sampai Indonesia
merdeka menghadapi berbagai persoalan dan kesenjangan dalam berbagai
aspek, baik dalam kurikulum, tujuan, sumber daya, serta manajemen
pendidikan Islam. Dari banyaknya pengertian-pengertian pendidikan, baik
pendidikan secara umum maupun pendidikan islam yang telah banyak
dikemukakan oleh beberapa ahli dan juga menurut Undang-Undang No. 20
Tahun 2003, pada dasarnya semuanya dapat disimpulkan bahwa tujuan
akhir dari pendidikan umum dan pendidikan islam ialah pembentukkan
tingkah laku islami atau akhlak yang mulia dan kepasrahan atau keimanan
kepada Allah yang didasarkan petunjuk ajaran Islam yakni Al-Qur’an dan
Hadist.
Berbicara mengenai sejarah pendidikan islam tidak terlepas dari proses
ataupun teori bagaimana islam masuk ke Indonesia. Pendidikan Islam
muncul dan berkembang di Nusantara sejak Islam masuk ke kepulauan ini
dibawa oleh kaum sufi atau pedagang dari Timur Tengah, yang kemudian
hidup membaur dengan penduduk lokal. Ketika membaur itulah
berlangsung transmisi Islam yang diterima oleh penduduk lokal melalui
proses penyesuaian dengan tata-cara hidup dan tradisi yang telah mereka
jalankan sebelumnya. Pendidikan Islam kemudian menjadi sebuah upaya
terstruktur yang dijalankan umat dalam rangka mewujudkan transmisi ilmu
pengetahuan keislaman di lembaga-lembaga pendidikan. Dalam rentang
waktu yang panjang telah terjadi berbagai perubahan dan dinamika, serta
politik yang mempengaruhi arah kebijakan negara terhadap pendidikan
Islam. Adapun mengenai kebijakan-kebijakan khususnya dalam kurikulum
yang berkenaan dengan pendidikan islam ini terbagi kedalam 3 fase atau
masa yakni, Pendidikan islam pasca kemerdekaan (1945-1966), Pendidikan
Islam Masa Orde Baru (1966-1998), dan Pendidikan Islam pada Masa
Reformasi (1998-Sekarang) yang mana ketiga dari fase-fase tersebut
memiliki ciri dari kebijakan dan kurikulumnya masing-masing sesuai dengan
masa pemerintahannya kala itu.
Adanya perubahan-perubahan baik dalam kebijakan ataupun
kurikulumnya yang sering terjadi didalam dunia pendidikan termasuk juga
pendidikan islam ini, tentu saja mengalami sejarah yang panjang hingga
akhirnya pendidikan islam ini dapat diakui dan termasuk kedalam Sistem
Pendidikan Nasional di Indonesia. (Fathurrahman, 2002)

15
DAFTAR PUSTAKA
Poesponegoro, M. dkk. (1993). Sejarah Nasional Indonesia Jilid 3. Jakarta:
Balai Pustaka.
Munandar, A. dkk. (2012). Indonesia dalam Arus Sejarah Jilid 3. Jakarta:
Ichtiar Baru van Hoeve.
Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Gravindo
Persada, 2004), hal. 171.

A. Malik Fajar, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Dunia, 1999),


hal. 31

Abdullah, A. (2013). Pendidikan Islam Sepanjang Sejarah : Sebuah Kajian


Politik Pendidikan di Indonesia. Susurgalur: Jurnal Kajian Sejarah &
Pendidikan Sejarah, 1(2), 213–228.

Darlis, A. (2017). Hakikat Pendidikan Islam: Telaah antara Hubungan


Pendidikan Informal, Non Formal dan Formal. Jurnal Tarbiyah, XXIV(1),
84–103.

Efendi, A. (2008). Peran Strategis Lembaga Pendidikan Berbasis Islam di


Indonesia. El-Tarbawi, 1(1), 1–11.

Ekonomi, M., & Mea, A. (2016). Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol .
05 , Januari 2016. 05, 1175–1183.

Fathurrahman, P. (2002). Visi Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan


Nasional. Alqalam, 19(95), 5.

Melfianora. (2019). Penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan Studi Literatur.


Open Science Framework, 1–3.

Sakir, M. (2016). Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional.


Cendekia: Jurnal Kependidikan Dan Kemasyarakatan, 12(1), 103.

Yuningsih, H. (2015). Kebijakan Pendidikan Islam Masa Orde Baru. Jurnal


Tarbiya, Volume I(Nomor 1), 175–194.

Undang-Undang No. 20 tahun 2003, tentang SISDIKNAS

16

Anda mungkin juga menyukai