A. PEMBAHASAN
1. Pengertian Eksistensi
Eksistensi berasal dari kata bahasa latin existere yang artinya muncul, ada,
timbul, memiliki keberadaan aktual. Existere disusun dari ex yang artinya keluar dan
sistere yang artinya tampil atau muncul. Terdapat beberapa pengertian tentang
eksistensi yang dijelaskan menjadi 4 pengertian. Pertama, eksistensi adalah apa yang
ada. Kedua, eksistensi adalah apa yang memiliki aktualitas. Ketiga, eksistensi adalah
segala sesuatu yang dialami dan menekankan bahwa sesuatu itu ada. Keempat,
eksistensi adalah kesempurnaan.
Dalam kamus bahasa Indonesia, eksistensi diartikan sebagai keberadaan. Artinya,
eksistensi menjelaskan tentang penilaian ada atau tidak adanya pengaruh terhadap
keberadaan seseorang tersebut. Apabila orang lain menganggap kita mempunyai
sebuah eksistensi, maka keberadaan kita sudah dianggap dan dapat diperhitungkan
oleh orang-orang di sekeliling kita
Menurut Karl Jaspers eksistensi sebagai pemikiran manusia yang memanfaatkan
dan mengatasi seluruh pengetahuan objektif. Berdasarkan pemikiran tersebut, manusia
dapat menjadi dirinya sendiri dan menunjukkan bahwa dirinya adalah makhluk
eksistensi.
2. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam pada hakikatnya adalah upaya transfer nilai-nilai agama,
pengetahuan dan budaya yang dilangsungkan secara berkesinambungan sehingga
nilai-nilai itu dapat menjadi sumber motivasi dan aspirasi serta tolok ukur dalam
perbuatan dan sikap maupun pola berpikir. Sementara tekad bangsa Indonesia yang
selalu ingin kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
sangat kuat. Berdasarkan tekad itu pulalah maka kehidupan beragama dan pendidikan
agama khususnya semakin mendapat tempat yang kuat dalam organisasi dan struktur
pemerintahan.
Kelahiran pendidikan agama yang sekarang ini kita kenal menjadi mata pelajaran
berakar dari pendidikan sekuler minus agama yang dikembangkan pemerintah
penjajah. Usaha menghidupkan kembali eksistensi pembelajaran agama ini
menemukan momentumnya setelah terbit UU No. 4 Tahun 1950 dan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menteri Agama tanggal 16 Juli 1951
yang
menjamin
adanya
pendidikan
agama
di
sekolah
umum.
1. Pendekatan Epistemologi
Secara epistemologis ilmu dibagi menjadi dua yaitu ilmu syar'iyah yaitu ilmu
yang diperoleh dari para nabi bukan dari akal pikiran manusia. Ilmu ini terdiri
dari empat kelompok
a. Ilmu ushul yang meliputi Kitabullah, sunnah rasul, ijma ummat dan
peninggalan para sahabat
b. Ilmu furu' meliputi ilmu yang menyangkut kepentingan duniawi seperti ilmu
fiqh, dan ilmu yang menyangkut kepentingan akhirat seperti ilmu
mukassyafah yaitu ilmu batin, tentang dzat, sifat, perbuatan dan hokumhukum Allah dan muamalah yaitu ilmu tentang hati dan jiwa
c. Ilmu muqaddimah, yaitu ilmu yang merupakan alat, seperti bahasa dan Tata
Bahasa arab
d. Ilmu mutammimah yaitu ilmu penyempurnaan yaitu yang berkenaan tentang
al Quran baik qiraah dan tafsirnya.
Yang kedua ilmu ghairu syar'iyah yaitu ilmu aqliyah yang bersumber dari akal
baik yang diperoleh melalaui insting akal itu sendiri (dlaruri) maupun ilmu yang
diperoleh malalaui kegiatan belajar (iktisabi)
2. Pendekatan Ontologis
Al Ghazali menguraikan ilmu melalui pendekatan ontologis, membicarakan sifatsifat dasar dan aneka ragam ilmu itu seniri. Dalam membahas masalah ini beliau
bertolak pada hadits tentang menuntut ilmu yang diriwayatkan oleh Baihaqi dan
Ibnu Abdil Bar.
Secara ontologis beliau membagi ilmu menjadi dua macam :
a. Ilmu Fardhu ain
b. Ilmu fardhu kifayah
3. Pendekatan Aksiologis
Selanjutnya Al Ghazali menggunakan pendekatan aksiologis dalam menilai jenis
ilmu.
a. Ilmu-ilmu syar'I bersifat terpuji secara keseluruhan
b. Ilmu ghairu syar'iyah, ada yang terpuji, ada yang tercela dan ada pula yang
mubah
Adapun mempelajari ilmu yang tidak termasuk ilmu wajib atau fardhu tetapi
merupakan keutamaan saja ialah mendalami ilmu berhitung, ilmu kedokteran dan
lain-lain. Mempelajari ilmu tersebut secara mendalam tidak begitu penting, tetapi
berfaedah, menambah kekuatan dan kadar yang diperlukan
C. KEBERADAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib `
diajarkan mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sampai ke Perguruan
Tinggi (PT). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan
Agama dan Pendidikan Keagamaan Pasal 3 ayat (1) disebutkan Setiap satuan
pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan wajib menyelenggarakan
pendidikan agama ini menujukan adanya kewajiban bagi lembaga pendidikan setiap
jalur dan jenjang wajib mengajarkan pendidikan agama kepada siswa dan atau
mahasiswa dan bahkan ditegaskan lagi dalam pasal 4 ayat (2) setiap siswa atau
mahasiswa memperoleh pendidikan agama dan diajarkan oleh pendidik yang seagama
Pendidikan agama mempunyai pengaruh yang besar dalam mencetak karakter
manusia dan sejalan dengan amanah PP No 55 Tahun 2007 Pasal 2 ayat (1)
menyebutkan Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan
.mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antarumat beragama
Pentingnya pendidikan agama bagi anak-anak didik belum diikuti dengan
kemauan yang kuat dari beberapa pelajar, guru, kepala sekolah dan stake holder yang
berkaitan dengan pendidikan. Sebagian dari mereka masih menganggap pendidikan
agama tidak begitu penting, hanya mata pelajaran yang biasa saja. Para orang tua
tidak khawatr jika nilai agama anaknya rendah, tetapi cemas jika nilai matematika
atau IPA nya rendah, mereka sibuk kesana sini mencarikan guru privat untuk
mengajar anak mereka, berapapun harga buku umum mereka beli, tetapi buku-buku
.agama tidak begtu tertarik
Untuk dapat mengetahui kapan eksistensi pendidikan agama diberikan di
sekolah-sekolah dan bagaimana status pendidikan agama tersebut, maka perlu terlebih
dahulu diketahui proses perkembangan pendidikan agama disekolah-sekolah di
.Indonesia
1. Periode sebelum Indonesia merdeka
`Setelah meletusnya G.30.S. PKI th. 1965, maka mulai saat itu pendidikan
agama di sekolah berubah dan bertambah kuat, dengan adanya Ketetapan MPRS No.
XXVII/MPRS/1966 bab I pasal I yang berbunyi Menetapkan pendidikan agama
menjadi mata pelajaran wajib di sekolahsekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai
dengan Universitas Negeri.Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diartikan
bahwa makna satusatunya dari PAI adalah sebagai salah satu bidang studi pendidikan
yang
besama-sama
dengan
pendidikan
Pancasila
dan
pendidikan
memiliki faktor-faktor tersebut; peserta didik, pendidik, tujuan pendidikan dan sarana/
prasarana pendidikan, faktor-faktor ini merupakan bagian dari SIDIKNAS. Lebih
khusus lagi faktor tujuan, yang merupakan penentu arah dan gerak oprasionalnya,
maka jelas bahwa tujuan PAI adalah mengkongkritkan makna iman dan taqwa
kepada Tuhan YME dalam SISDIKNAS yang masih abstrak menurut agama yang
diakui di Indonesia.
Dengan
demikian
jelaslah
bahwa
PAI
merupakan
subsistem
dari