Anda di halaman 1dari 16

REVITALISASI PENDIDIKAN AGAMA HINDU

UNTUK MENCIPTAKAN GENERASI YANG ILMIAH DAN RELIGIUS

Oleh
I Gusti Made Ngurah
Praktisi Agama dan Kebudayaan

I. Pendahuluan
Pendidikan agama Hindu merupakan sub sistem dari sistem
pendidikan nasional, dimana mutu pendidikan nasional Indonesia sampai
saat ini dianggap lebih rendah dari mutu pendidikan negara-negara lain di
Asia Tenggara, apalagi kalau dibandingkan dengan negara-negara Barat
yang pendidikannya boleh dikatakan sudah maju, karena negaranyapun
sudah disebut negara maju. Sementara Indonesia masih digolongkan negara
sedang berkembang; entah kapan akan nedeng (puncak) berkembangnya ?.
Jika mutu pendidikan nasional rendah pasti termasuk pendidikan
agama Hindu-pun mutunya masih rendah. Pemerintah secara terus nenerus
telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional, tentunya termasuk pendidikan agama Hindu di dalamnya. Upaya
di maksud antara lain : 1) adanya perubahan paradigma pendidikan
nasional, 2) adanya perubahan kebijakan dalam peraturan perundang -
undangan pendidikan, 3) adanya upaya peningkatan sarana prasarana
termasuk dana pendidikan, 4) adanya upaya peningkatan SDM
kependidikan, dan 5) adanya peningkatan peranserta masyarakat dalam
penyelengaraan pendidikan.
Jika pendidikan agama Hindu dilihat sebagai sebuah sistem, maka
upaya-upaya yang sama harus dilakukan secara mandiri dan
berkeseimbangan serta berkesinambungan dalam upaya mencapai hasil
pendidikan agama Hindu sesuai dengan yang diharapkan. Tentu dengan
terlebih dahulu menelusuri keberadaan pendidikan agama Hindu saat ini
dibandingkan dengan harapan ke depannya. Untuk hal itu bandingkan
pula dengan start adanya pendidikan agama Hindu dengan pendidikan
agama yang lain, terutama dengan pendidikan agama Islam Indonesia
sangat jauh ketinggalan. Ketertinggalannya disebabkan oleh berbagai hal
yakni antara lain:
1. Pengakuan pemerintah tentang keberadaan agama Hindu di Indonesia
baru terjadi di tahun 1958.
2. Adanya pengekangan dan salah kaprah/salah penafsiran, serta
tekanan pihak hegemoni terhadap istilah ajawera dalam ajaran agama
Hindu.
3. Pemberian pendidikan agama Hindu di sekolah secara normative baru
dimulai dengan adanya kurikulum 1968 berlanjut pada kurikulum
1975 dan seterusnya.
4. Ketidak seimbangan fasilitas negara untuk pengembangan sistem
pendidikan agama Hindu.
5. Kelemahan SDM Hindu dalam pelaksanaan manajemen pendidikan
agama Hindu.
6. Peserta didik Hindu tersebar secara sporadis di berbagai wilayah
Indonesia, kecuali di Bali agak terkonsentarasi.

Prosiding Seminar Nasional Agama Dan Budaya (Semaya II)


23
7. Terjadi ketindakseimbangan pelaksanaan pendidikan agama Hindu
pada tiga jalur pendidikan.
8. Visi dan misi pendidikan agama Hindu yang tidak jelas.
9. Sistem pengkajian materi pendidikan agama Hindu juga tidak jelas
dan tidak fokus, dan lain sebagainya. Itulah berbagai ketimpangan
yang ada selama ini tentang pendidikan agama Hindu di Indonesia.
Walaupun demikian (di balik ketimpangan tersebut) berkat kegigihan
dari pencinta dan pejuang agama Hindu (khususnya bidang pendidikan
agama Hindu) kondisi pendidikan agama Hindu sampai saat ini tidaklah
terlalu buruk dibanding dengan pendidikan agama-agama yang lain di
Indonesia.
Pemerintah dan pemerintah daerah sudah memfasilitasi pelaksanaan
pendidikan agama Hindu, walaupun belum memadai sesuai kebutuhan.
Sesungguhnya umat Hindu Indonesia masih punya kekuatan berupa :
modal sosial, modal intelektual, modal sumber daya pendorong yang bisa
dimanfaatkan untuk lebih meningkatkan kualitas pendidikan agama Hindu
ke depannya. Hanya saja tampaknya semangat Tat Tvam Asi dan semangat
Vasudewa Kutum bakam dalam mengembangkan modal-modal tersebut
masih lemah. Oleh karena itu, beberapa komponen sistem pendidikan
agama Hindu sulit untuk diukur mutu atau kualitasnya. Wajarlah dalam
hal ini dipertanyakan kenapa perlu revitalisasi, apakah tujuan pendidikan
yang ingin dicapai belum tercapai? Apa saja sub-sub sistem pendidikan
agama Hindu yang perlu direvitalisasi, dan upaya apa yang harus
dilakukan?, agar harapan menjadikan generasi ilmiah (ilmuwan) dan
religius (agamawan) bisa tercapai. Mari kita telusuri dilapangan untuk
menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

II Pengertian Istilah
2.1 Revitalisasi Pendidikan Agama Hindu
Kata ‖vital‖ artinya sangat penting untuk kehidupan.; sehingga kata
revitalisasi maksudnya adalah sebuah proses atau cara, perbuatan
merevitalkan ( menjadikan vital); menghidupkan kembali spirit lama (tim
penyusun, 1997:840). Jika pendidikan agama Hindu dipandang sebagai
sebuah sistem, maka seluruh sub sistemnya adalah vital. Akan tetapi tentu
ada yang paling vital, lebih vital, vital, kurang vital, sehingga revitalisasi
dalam sebuah sistem pendidikan agama Hindu bisa ada pilihan skala
prioritas terhadap sub-sub sistem mulai dari yang dianggap paling vital
sampai dengan yang tidak terlalu vital. Dinyatakan demikian; karena tidak
mungkin revitalisasi dapat dilakukan satu kaligus secara keseluruhan
dalam satu proses besar terhadap semua komponen pendidikan agama
Hindu itu sendiri..
Mengenai arti ‖Pendidikan Agama Hindu‖ dapat dibahas dengan dua
bagian yaitu: mendahulukan pemahaman pendidikan dalam arti umum dan
kemudian mencoba memahami arti pendidikan agama Hindu secara
khusus. Para pelaku pendidikan tentu sudah paham betul tentang arti,
maksud dan tujuan pendidikan dalam arti umum, namun agar
pembahasan ini lebih focus maka marilah kita me-recoll sejenak apa arti
pendidikan menurut undang-undang yang kita miliki dan kita jadikan
pedoman bersama dalam mengelola pendidikan saat ini.

Prosiding Seminar Nasional Agama Dan Budaya (Semaya II)


24
Di dalam Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pasal 1 angka 1 dinyatakan:
‖Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan,
ahlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat
bangsa dan negara‖.
Tampaknya pengertian pendidikan dalam ketentuan ini, jika disimak
dengan saksama akan didapatkan pemahaman bahwa :
1. Pendidikan adalah usaha sadar; berarti pendidikan
diselenggarakan dalam sebuah sistem yang telah direncanakan
sebelumnya secara matang (tidak ada kata kebetulan atau kata
sekedar).
2. Pendidikan menjadikan suasana belajar dan pembelajaran
menarik dan dapat memotivasi peserta didik agar dapat
mengembangkan potensi yang dimiliki (belajar itu menyenangkan).
3. Pengembangan potensi diri adalah untuk menguatkan dirinya juga
berkenaan dengan penguatan spiritual agama (menumbuh
kembangkan diri sebagai seorang religius/agamawan).
4. Pernyataan pengendalian diri agar siswa menjadi Susilawan,
berperilaku sopan santun.
5. Memiliki keperibadian yang baik, maksudnya dapat hidup sesuai
falsafah hidup dalam diri, warga, dan bangsanya.
6. Bisa mengembangkan kecerdasan yang dimiliki peserta didik, dan
dengan dasar-dasar pengembangan tersebut seorang peserta didik
akan berakhlak mulia (menjadi ilmuwan/ilmiah,intelektual).
Selanjutnya di dalam UURI Nomor 20/2003 tersebut juga dinyatakan:
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap
tuntutan perubahan jaman. Jadi dalam rumusan pendidikan nasional ini
ternyata nilai-nilai agama termasuk nilai-nilai agama Hindu menjadi akar
atau sumber pertama dan utama dari pelaksanaan pendidikan nasional.
Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa Pendidikan Agama Hindu
adalah pendidikan yang direncanakan (dengan prinsip keseimbangan)
dilaksanakan, dihasilkan berdasarkan ajaran agama Hindu, baik
pendidikan agama Hindu formal, informal maupun pendidikan agama
Hindu nonformal. Hal dimaksud sesuai dengan adanya tiga jalur pendidikan
yang dinyatakan dalam UU RI No.20 tahun 2003, tentang Sistem
Pendidikan Nsional.
Konsep keseimbangan dalam Pendidikan agama Hindu berkaitan
dengan keseimbangan penerapan konsep menurut ajaran agama dengan
konsep kebijakan pemerintah, keseimbangan antara pembelajaran teori dan
praktik, keseimbangan pelaksanaan pendidikan pada tiga jalur, dan
keseimbangan pendidikan agama dalam aspek fisik material dan mental
spiritual. Secara lebih khusus tampak adanya ide pencapaian pendidikan
agama termasuk pendidikan agama Hindu yaitu menjadikan peserta didik
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, ahlak mulia dan pengendalian diri,

Prosiding Seminar Nasional Agama Dan Budaya (Semaya II)


25
serta keprinbadian (ciri agama), serta ketrampilan yang diperlukan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

2.2 Generasi yang Ilmiah dan Religius


Mengenai generasi adalah sekalian orang yang kira-kira sama waktu
hidupnya; angkatan, turunan. Atau masa orang-orang satu angkatan hidup.
Sasaran dalam pendidikan lebih diarahkan kepada generasi muda. Oleh
karena itu, generasi muda adalah kelompok (golongan,kaum) muda (Tim
penyusun, 1997:309). Generasi (muda) Hindu di tahun 1940-an, tahun
1960-an, tahun 1990-an, pastilah berbeda dengan genearsi (muda) Hindu
saat ini; dan generasi mendatang. Generasi (muda) Hindu saat ini sangat
dipengaruhi oleh perkembangan IPTEK yang begitu maju pesat. Barang
siapa tidak bisa menguasai, mengendalikan diri dalam memanfaatkan atau
tidak bisa memanfaatkan IPTEK tersebut pasti akan ketinggalan jauh dari
generasi muda yang lain; yang dapat menguasai dan memanfaatkan IPTEK.
Dalam pembahasan ini generasi muda Hindu diharapkan melalui proses
pendidikan agama Hindu bisa menjadi generasi yang ilmiah dan religius.
Kata ‖ilmiah‖ artinya bersifat ilmu; secara ilmu pengetahuan
memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Ilmu artinya pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-
metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Tim penyusun, 1997: 370-371).
Adapun tentang ‖riligius‖ yang berasal dari kata religi sama artinya dengan
kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia. Religius
artinya berseifat religi, bersifat keagamaan: yang bersangkut paut dengan
religi (Tim penyusun 1997: 830)
Jadi generasi (muda) Hindu yang ilmiah dan religius hasil pendidikan
agama Hindu adalah generasi (muda) Hindu yang menguasai ilmu
pengetahuan, utamanya ilmu pengetahuan agama Hindu dengan baik dan
benar, dan menjadi generasi yang agamawan/religius (menguasai agama,
tahu agama, beragama/agamais, dan melaksanakan agama dengan baik
dan benar).

III Kesempatan, Arah, dan Tujuan Pendidikan Agama Hindu


Setiap berbicara tentang pendidikan agama pada sistem pendidikan
nasional, tentu di dalamnya termasuk pendidikan agama Hindu. Oleh
karena itu, kesempatan, arah dan tujuan pendidikan agama Hindu dapat
kita simak dari berbagai peraturan tentang pendidikan yang ada dan pada
ketentuan dalam agama Hindu itu, antara lain sebagai berikut.

3.1. UU RI Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan


Nasional
Pada pasal 12, (1) a, UURI No.20/2003 dinyatakan setiap peserta
didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan
agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik
yang seagama. Lebih lanjut dalam penjeleasan undang-undang dimaksud
dinyatakan bahwa: pendidik dan/guru agama yang seagama dengan peserta
didik difasilitasi dan/atau disediakan oleh pemerintah atau pemerintah
daerah sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan.

Prosiding Seminar Nasional Agama Dan Budaya (Semaya II)


26
Dalam hal ini sangat jelas bahwa peserta didik yang beragama Hindu
mempunyai kesempatan untuk mendapat pendidikan agama Hindu dan
diajarkan oleh guru yang juga beragama Hindu. Pengadaan guru agama
Hindu terutama pada sekolah-sekolah negeri menjadi kewajiban pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah untuk memenuhinya.

3.2. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidkan


Agama dan Pendidikan Keagamaan.
Di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007, tentang
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Pasal 1 ayat (1) dan (2)
dinyatakan:
1) Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan
pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan
keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran
agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui
mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang dan jenis
pendidikan.
2) Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut
penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau
menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.
Selanjutnya pada pasal 38 PP RI No. 55 Tahun 2007 dinyatakan
bahwa :
1. Pendidikan keagamaan Hindu merupakan pendidikan berbasis
masyarakat yang diselenggarakan dalam bentuk Pasraman,
Pesantian, dan bentuk lain yang sejenis.
2. Pengelolaan satuan pendidikan keagamaan Hindu dilakukan
oleh pemerintah, pemerintah daerah/dan atau masyarakat.
3. Pendidikan Pasraman diselenggarakan pada jalur formal dan
nonformal.

Pengaturan lebih lanjut tentang pelaksanaan pasal 38 s/d pasal 41 PP


RI No.55 Tahun 2007, telah terbit Perturan Menteri Agama RI Nomor 56
Tahun 2014, tentang Pendidikan Keagamaan Hindu. Secara lebih teknis
ketentuan ini kemudian diatur dalam berbagai Keputusan Dirjen Bimas
Hindu Kementerian Agama RI.
Memperhatikan ketentuan pada PP RI No.55 Tahun 2007 di atas
dapat dipahami bahwa :
1. Generasi Hindu melalui pelaksanaan pendidikan agama pada
semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan, mendapat
pengetahuan (agama Hindu) yang dapat membentuk sikap,
kepribadian, dan keterampilan dalam mengamalkan ajaran
agama Hindu.
2. Generasi Hindu bisa mendapat pendidikan keagamaan Hindu
guna mempersiapkan diri untuk dapat menjalankan peranan
yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama
dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran
agamanya; melalui Lembaga Pendidikan Hindu berupa

Prosiding Seminar Nasional Agama Dan Budaya (Semaya II)


27
Pasraman Formal dan non formal yang dibangun oleh
masyarakat dan pemerintah.

3.3. Ketentuan Majelis Agama Hindu


Kebijakan Penyelenggaraan Pendidikan Agama Hindu selama ini
mengacu pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh majelis
agama Hindu sebagai berikut.
a) Pendidikan agama Hindu sesuai penetapan PHDI dalam rumusan
kesatuan tafsir terhadap aspek-aspek agama Hindu menyatakan:
1. Pendidikan agama Hindu di luar sekolah merupakan suatu
upaya untuk membina pertumbuhan jiwa masyarakat,
dengan ajaran agama Hindu itu sendiri sebagai pokok materi.
2. Pendidikan agama Hindu di sekolah ialah suatu upaya
untuk membina pertumbuhan jiwa raga anak didik sesuai
dengan ajaran agama Hindu.
b) Berdasarkan ketentuan UU RI No.20/2003, PPRI No.55/2007, dan
Ketentuan Majelis Agama Hindu dapat dinyatakan di sini Bahwa:
1. Dari segi tujuannya Pendidikan Agama Hindu adalah untuk
menjadikan SDM Hindu yang berpengetahuan agama Hindu,
bisa juga menjadi akhli, berperilaku dan/atau berlaksana
berdasarkan agama Hindu, dan melaksanakan agama Hindu
secara seimbang (lahir batin, dan antara penguasaan konsep
dan praktiknya)
2. Pendidikan agama Hindu dilaksanakan di sekolah (formal) dan
di luar sekolah (informal dalam rumah tangga, non formal di
masyarakat).

IV. Keberadaan Pendidikan Agama Hindu


4.1. Pendidikan Agama Hindu di Luar Bali dan di Bali
Keberadaan pendidikan agama Hindu, sangat terkait dengan sebaran
domisili umat Hindu yang sporadis tidak merata di seluruh tanah air
Indonesia. Keberadaan mereka dapat dikelompokan menjadi dua kelompok
besar yaitu: komunitas umat Hindu di luar Bali dan komunitas umat Hindu
di Bali. Komunitas Umat Hindu di luar Bali bisa dikelompokkan lagi sesuai
domisili dan asal usul mereka yakni:
1. Komunitas Umat Hindu berasal dari Bali dan Jawa yang berada di
daerah transmigrasi di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku,
dan Papua.
2. Komunitas Umat Hindu dari penduduk setempat seperti umat
Hindu Kaharingan di Kalimantan, Aluk Todolo di Tanah Toraja,
umat Hindu di daerah Bugis Sidenreng Rapang Sulawesi Selatan,
dan ada komunitas umat Hindu di Pulau Selayar juga di Sulawesi
Selatan. Kemudian ada komunitas umat Hindu Batak di Sumatra,
Maluku (di Pulau Buru dan Kei), di Jawa, Khusus Tengger,
Madura, dan sebagainya.
3. Komunitas umat Hindu lainnya adalah umat Hindu yang ada di
kota-kota besar seperti di ibu kota provinsi dan kabupaten /kota
di seluruh Indonesia.

Prosiding Seminar Nasional Agama Dan Budaya (Semaya II)


28
Keberadaan Pendidikan Agama Hindu pada komunitas umat Hindu di
luar Bali sangat beragam antara lain :
1. Ada beberapa sekolah yang banyak siswa beragama Hindunya
sudah ada guru agamanya atas fasilitas pemerintah pusat
maupun daerah (tidak masalah).
2. Ada sekolah yang jumlah siswanya yang beragama Hindu
banyak, namun tidak ada guru agama Hindu yang difasilitasi
pemerintah pusat maupun pemerintah setempat (masalah).
3. Ada sekolah-sekolah yang muridnya tersebar, namun guru
agamanya tidak ada (masalah),dsb.
Dalam kondisi seperti ini diambil langkah untuk mengadakan
Pasraman dibeberapa tempat terutama di kota-kota besar untuk mengisi
pendidikan agama Hindu di maksud. Namun dibeberapa tempat terutama di
daerah pedalaman yang terpencil, pendidikan agama Hindu sama sekali
tidak dapat dilaksanakan, karena berbagai alasan.
Mengenai Komunitas umat Hindu di Bali, kondisi pendidikan agama
nya sedikit berbeda dan tentu tetap juga ada masalah yakni:
1. Hampir di seluruh sekolah umum negeri maupun suasta pada
semua jenjang di Bali ada siswa yang beragama Hindu; bahkan di
sekolah berciri Kristen dan Katolikpun ada siswa Hindunya. Di
sekolah-sekolah tersebut sudah ada guru agamanya, namun karena
setiap tahun ada yang pensiun dan tidak ada pengganti, maka
kekurangan guru masih dirasakan ada.
2. Calon-calon guru agama Hindu tamatan perguruan Tinggi Hindu di
Bali tersedia cukup banyak, namun karena tidak ada
pengangkatannya, maka terjadi kelebihan stok calon guru,
sementara ada sekolah yang kekurangan guru agama Hindu.
3. Masalah lainnya; masih diketemukan Guru Agama Hindu kualitas
rendah, sehingga hasil pendidikannya tidak maksimal.

4.2. Peluang dan Keunggulan Konsep.


Saat ini Masyarakat Hindu memiliki peluang besar dan konsep yang
unggul untuk melaksanakan pendidikan agama Hindu formal maupun
nonformal untuk menciptakan generasi yang ilmih dan religius antara lain
sebagai berikut :
1. Berbagai peraturan pemerintah tentang Pendidikan memberi
kesempatan yang sama untuk penyelenggaraan pendidikan agama
Hindu seimbang dengan penyelenggaraan pendidikan agama-agama
yang lain di Indonesia.
2. Kitab Suci Veda sebagai landasan kehidupan beragama Hindu
banyak memberi petunjuk tentang model dan metode dalam
pengembangan pendidikan agama Hindu.
3. Agama Hindu memiliki tradisi penyelenggaraan pendidikan dengan
sistem Pasraman (nonformal) sesuai tingkatan hidup (Catur Asrama
Dharma).
4. Ada konsep Tradisi model pendidikan dengan keteladanan dan
praktek Catur Marga (Karma Marga, Bakti Marga, Jenyana Marga,
Raja/Yoga Marga) seperti di Bali merupakan potensi yang dapat
dibanggakan dan terus dikembangkan. Contoh: anak anak disuruh

Prosiding Seminar Nasional Agama Dan Budaya (Semaya II)


29
membuat sesajen mulai dari yang paling kecil (banten saiban)
samapai tingkat sederhana daksina dalam keseharian. Anak anak
belajar menari dan menabuh di Bale Banjar. Anak anak sebagai
pendamping dan membantu orang tua dalam pekerjaan seperti
melukis, membuat kerajinan, bertani, ngayah di Pura, dan
pekerjaan praktis yang lainnya.
5. Tradisi ( mesatua) berceritra atau dialog orang tua terhadap anak
sesuai waktu yang tersedia.
6. Adanya kelompok propesi (di Bali ada sekaa) berbagai bidang.,
belum difungsikan maksimal.
7. Tatanan mayarakat tradisi tetapi mengandung konsepsi modern
seperti lembaga adat, subak, banjar (di Bali) di daerah lain ada
peguyuban dan sejenisnya.
8. Adanya forum, paruman atau ikatan propesi seperti paruman
sulinggih, paruman welaka, ikatan pemangku kahyangan, Paruman
Pinandita Sanggraha Nusantara, Perhimpunan Pemuda Hindu
Indonesia, Wanita Hindu Indonesia, Mahasiswa Hindu Indonesia
dsb.nya
9. Sumber belajar baik untuk pendidikan formal dan nonformal
tersedia dalam ajaran agama, praktek budaya, alam lingkungan dan
dalam Iptek itu sendiri
10. Telah ada lembaga pendidikan formal (walaupun masih terbatas)
seperti IHDN,UNHI,STAHN,STAH,STKIP Agama Hindu dan
beberapa perguruan swasta berciri Hindu.
Tentu masih banyak kekuatan lain yang dimiliki umat Hindu yang
perlu ditelusuri dikaji dan dikembangakan terkait dengan pendidikan agama
Hindu.

4.3 Masalah Pendidikan Agama Hindu


Di samping ada peluang dan keunggulan konsep mengenai
pendidikan agama Hindu terurai diatas, ternyata pendidikan agama Hindu
saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang harus dipecahkan dan
ditindaklanjuti antara lain sebagai berikut.
1. Hindu belum memiliki lembaga yang khusus mengkaji tentang
pendidikan agama Hindu yang bertangung jawab penuh tentang hal
itu.
2. Belum ada perumusan Visi dan Misi pembinaan dan pengembangan
pendidikan agama Hindu secara terpusat.
3. Dalam pendidikan formal tidak ada lembaga khusus pendidikan
berciri Hindu seperti yang ada di agama lain seperti Madrasah di
Islam. Saat ini baru dalam proses perencanaan berdasarkan
Permenag RI No.56 Tahun 2014.
4. Pendidikan nonformal belum memiliki pedoman yang jelas tentang
penyelenggaraan pendidikan agama Hindu seperti dalam Pasraman
yang sampai saat ini berjalan sendiri - sendiri.
5. Belum ada tindak lanjut penetapan-penetapan majelis agama Hindu
terkait pengembangan dan pembinaan pendidikan agama Hindu.
6. Belum ada satu pemikiran para cendikiawan Hindu tentang
manajemen pendidikan agama Hindu ( dengan pengembangan 8

Prosiding Seminar Nasional Agama Dan Budaya (Semaya II)


30
unsurnya) sampai saat ini yang dapat dijadikan pedoman bersama
dalam pengelolaan pendidikan agama Hindu
7. Pembinaan pendidikan agama Hindu selama ini hanya mengikuti
ketentuan yang ditetapkan secara formal oleh pemerintah seperti
penanganan pendidikan agama Hindu di sekolah formal tingkat
dasar, menengah dan tinggi.
8. Kualitas pendidikan agama Hindu masih rendah manajemennya,
prosesnya, dan hasilnya.
9. Sosialisasi dan pengembangan pendidikan agama Hindu sesuai
ajaran Veda yang disangga oleh adat dan dudaya penganutnya tidak
terealisasikan dengan baik.
10.Masih banyak generasi Hindu yang tidak dapat mengenyam
pendidikan agama Hindu dengan baik, sehingga mereka tidak punya
daya tahan terhadap ideologi agama dan terhadap perkembangan
dunia yang terus berubah.
11.Belum ada kajian materi pendidikan agama Hindu yang berkaitan
dengan:
a. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi dan
cepat,
b. Merebaknya penyakit sosial (HIV/AIDS, judi, narkoba, seks bebas,
pergaulan bebas, komunikasi dan transportaasi yang mudah),
c. Kondisi umat Hindu yang sudah multi etnis, multi budaya, multi
karakter dsb.nya,
d. Sebaran komunitas yang tidak merata, sehingga pelayananpun
tidak merata.
e. Adanya desakan dan tekanan komunitas lain terhadap umat
Hindu,
f. Adanya perlakuan tidak adil dalam kehidupan berbangsa dan
bermasyarakat dan lain sebagainya.
12.Kondisi peserta didik dan suasana belajar Pendidikan Agama Hindu
saat ini patut dicermati antara lain sebagai berikut.
a. Peserta didik ingin serba cepat: belajar tidak usah lama-ama.
Dalam hal ini para pembina ataupun pendidik diharapkan bisa
variatif dalam metode pengajaran. Di samping itu juga perlu
tegas, tetapi lugas, luwes, dapat menjadi teladan yang baik dalam
mengarahkan prilaku dan sikap moral siswa. Sangat baik kalau
kondisi sosial pendidik, keberadaannya lebih baik dari pada
peserta didik.
b. Peserta didik ingin belajar dengan santai, tetapi kalau akan ada
penilain mereka ingin mendapat nilai tinggi.
c. Peserta didik telah dipengaruhi oleh pemikiran bahwa mereka
dilindungi HAM. Sedikit saja merasa dikerasin (dicubit misalnya,
apalagi kalau ditampar) mereka boleh jadi akan melapor ke Polisi.
d. Peserta didik lebih banyak memiliki kepedulian dipermukaan
terhadap dirinya saja: sangat kurang perhatiannya terhadap
lingkungan (gurunya, orang tua dan warga masyarakat lainnya).
Dalam hal ini ada gejala menipisnya penguasaan dan
pelaksanaan ajaran etika umum maupun Susila agama yang
diyakini.

Prosiding Seminar Nasional Agama Dan Budaya (Semaya II)


31
e. Peserta didik sekarang lebih cepat dewasa dalam pikiran, akan
tetapi masih kurang dalam logika, tidak tahan banting, mudah
tersinggung, mudah berputus asa, dan sebagian lagi sangat cepat
mengambil keputusan yang salah dan merugikan dirinya sendiri.
f. Peserta didik telah melengkapi dirinya dengan berbagai alat
eletronik, alat komunikasi canggih yang dapat mengakses berita
positif negatif dengan cepat dan biaya tinggi yang dibebankan
kepada orang tua
g. Dalam Niti Santra dinyatakan mengenai hambatan /musuh bagi
seorang siswa yaitu,
1) kelalaian,
2) kebiasaan melakukan hal-hal yang buruk,
3) penyakit/kelemahan badan,
4) gila asmara,
5) kemiskinan terus menerus,
6) berzinah dan berjudi.
Demikian beberapa masalah pendidikan agama Hindu yang patut
menjadi dasar kebijakan ke depan dalam upaya merevitalisasi pendidikan
agama Hindu untuk menciptakan generasi yang ilmiah dan religius, secara
sungguh-sungguh.

V Upaya Merevitalisasi Pendidikan Agama Hindu


5.1 Kebijakan Teknis
Untuk mendapatkan hasil pendidikan agama Hindu yaitu generasi
Hindu yang ilmiah dan religius mesti dilakukan upaya yang serius,
berkualitas, serentak, sesegera mungkin antara lain sebagai berikut.
1. Majelis Agama Hindu mestinya aktif menggalang kerjasama dengan
berbagai pihak terutama pihak Dirjen Bimas Hindu Kementerian
Agama untuk segera membentuk Lembaga Pengkajian Pendidikan
Agama Hindu Indonesia; dilengkapi dengan unsur manajemennya.
2. Perlu adanya penetapan Visi dan Misi pendidikan agama Hindu
terpusat. Dalam tulisan ini ditawarkan konsep visi dan misi sebagai
berikut.
a. Visi pendidikan agama Hindu yaitu; ―Terwujudnya insan Hindu
yang cerdas, kompetitif, ilmuwan, agamawan, unggul dan dapat
hidup seimbang, harmonis dalam menjalankan Dharma agama dan
Dharma negara serta mampu menhadapi tantangan global‖.
b. Misi pendidikan agama Hindu yakni:.
1) Terselenggaranya pendidikan formal pendidikan agama Hindu
di lembaga pendidikan umum dari TK sampai perguruan tinggi
yang menghasilkan insan cerdas, kompetitif, ilmuwan yang
agamawan dan berkeseimbangan.
2) Terselenggaranya pendidikan agama Hindu informal yang
dapat membangun keluarga sejahtera, rahayu dan bahagia
lahir batin.
3) Terselenggaranya pendidikan agama Hindu nonformal yang
menghasilkan insan Hindu yang trampil, punya keunggulan
dan mampu bersaing dalam membangun masyarakat
jagadhita, rahayu dan damai.

Prosiding Seminar Nasional Agama Dan Budaya (Semaya II)


32
4) Terselenggaranya pendidikan agama Hindu formal di
perguruan tinggi Hindu yang mampu menghasilkan tenaga-
tenaga (cerdas,ilmuwan, agamawan) yang ahli agama, ahli
pendidikan agama, ahli hukum agama, dan ahli manajemen
pendidikan agama Hindu.
3. Perlu dirumuskan pengelompokan materi pendidikan agama Hindu
pada semua jalur, dan jenjang pendidikan menjadi materi inti, materi
penunjang yang jelas.
a. Materi inti berkenaan dengan Tri Kerangka Agama Hindu yait:
Tattva, Susila, dan Acara agama
b. Materi penunjang berkenaan dengan : Sejarah Agama, Aspek sosial
keagamaan Hindu, Kepekaan sosial terhadap perkembangan dunia
global.
4. Diupayakan agar dalam pendidikan agama Hindu dikembangkan
praktik agama yang bermanfaat langsung (berkaitan dengan lokal
geneus) bagi kehidupan generasi Hindu seperti : pendidikan agama
berupa pelatihan yoga, pembuatan sarana upakara, pengadaan
pakaian/busana Hindu, memaknai pelaksanaan Nyepi, peringatan
hari Suci Agama Hindu terkait pemeliharaan lingkungan (tumpek,
Upacara tawúr dll). Pengenalan pembangunan tempat suci
dihubungkan dengan keseimbangan alam, dsb.

5.2 Pengembangan Metode Pembelajaran


Di samping upaya peningkatan kerja sama kelembagaan, pentepan
visi-misi, kejelasan materi, dan meningkatkan manajemen pendidikan
agama Hindu terurai di atas, dipandang perlu untuk didukung dengan
pengembangan metode pembelajaran pendidikan agama Hindu yang sudah
berjalan selama ini. Di dalam pengembangan metode pembelajaran
pendidikan agama Hindu dalam kekinian, diperlukan pemikiran tokoh-
tokoh pendidikan agama Hindu yang memiliki wawasan, pengetahuan,
pengalaman luas, dan mempunyai rasa tanggung jawab serta pengabdian
untuk bersama-sama merancang, sekaligus melaksanakan pengembangan
dimaksud. Tujuannya agar generasi Hindu benar-benar menjadi cerdas,
unggul, kompetitif positif, menjadi ilmuwan (ilmiah) yang agamawan
(religius), adaptif dan mampu menghadapi tantangan global.
Pengembangan metode pembelajaran pendidikan agama Hindu dalam
kekinian juga dimaksudkan agar setiap orang atau lembaga yang
bertanggung jawab, berperanserta dalam pengelolaan pendidikan agama
Hindu saat ini, dapat menyesuaikan pengembangan metode pembelajaran
yang dapat merangsang peserta didik, mau mempelajari agama dengan baik,
sehingga mereka memiliki keyakinan yang mendalam tentang agama Hindu
dan dapat mengamalkan atau melaksanakan agamanya itu dengan baik dan
benar.
Bertolak dari kondisi peserta didik pendidikan agama Hindu terurai di
atas yang keberadaannya sudah berbeda jauh kalau dibandingkan dengan
sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu dan harapan akan hasil
pendidikan agama Hindu terurai di atas, maka perlu pengembangan metode
pembelajaran yang variatif antara lain sebagai berikut :

Prosiding Seminar Nasional Agama Dan Budaya (Semaya II)


33
1 Metode Pembinaan Agama sebagai Metode Pendidikan Agama
Hindu.
Berdasarkan Keputusan Maha Sabha ke V Tahun 1986 PHDI seluruh
Indonesia menetapkan metode pembinaan umat Hindu yang di sebut
enam/sad Dharma, dapat diterapkan sebagai metode pembelajaran dalam
pendidikan agama Hindu yaitu sebagai berikut.
a. Dharma Wacana adalah pembinaan melalui pencerahan/ceramah
agama. Acara ini baik dilakukan pada Acara-Acara sosial
keagamaan umat Hindu. Atau pada kegiatan sosial keagamaan
Hindu dalam penyelengaraan panca yadnya. Dharma wacana
dalam penyelenggaraan pendidikan agama Hindu, sama dengan
metode ceramah/monolog seorang pendidik di depan kelas. Dalam
metode ini bisa dimasukkan metode berceritra dalam
pelaksanaannya.
b. Dharma Tula, yaitu suatu metode pembinaan umat dalam bentuk
diskusi, musyawarah, samua, sangkepan dan dialog. Dalam
penyelenggaraan pendidikan agama Hindu, sama dengan diskusi,
seminar, semi loka atau loka karya kependidikan.
c. Dharma Gita, yaitu suatu metode pembinaan umat dengan
melatihkan lagu-lagu kegamaan. Dalam pendidikan agama Hindu,
metode ini penting untuk dilakukan dalam memupuk keterampilan
peserta didik dalam penguasaan lagu-lagu keagamaan. Kemudian
bisa diterapkan pada setiap acara keagamaan yang
memerlukannya.
d. Dharma Sadhana, yaitu suatu metode pembinaan umat dengan
melatih pengembangan mental spiritual umat, menginternalisasi
ajaran agama ke dalam diri. Saat sekarang banyak dikembangkan
latihan yoga, membangunkan kundalini, dan latihan meditasi.
Dalam penyelenggaraan pendidikan agama Hindu metode ini juga
patut dikembangkan namun, harus dengan cara yang tepat dan
benar, dan bertahap sesuai tingkat kelas peserta didik..
e. Dharma Yatra yaitu suatu metode pembinaan umat dengan
melaksanakan Dharma yatra/tirta yatra atau kunjungan ke
tempat-tempat suci. Saat ini juga metode ini telah dikembangkan
oleh kelompok-kelompok spritual Hindu. Demikian pula di dalam
penyelenggaraan pendidikan agama Hindu, metode ini dapat
dipakai untuk memantapkan pengetahuan peserta didik secara
impiris, untuk menimbulkan rasa kebanggaan terhadap para
tokoh-tokoh yang membangun dan memelihara tempat-tempat suci
dimaksud, dan rasa kagum terhadap kemurahan Tuhan dalam
melimpahkan berbagai hasil ciptaanNYA untuk manusia.
f. Dharma Shanti, yaitu metode pembinaan umat dengan cara
melakukan Dharma Shanti pada setiap akhir pelaksanaan suatu
Upacara keagamaan Hindu. Dalam istilah lokalnya Acara ini
disebut masima krama ataupun maprani. Dalam Acara Dharma
Shanti umat diajak mengevaluasi segala sesuatu sesuai yang telah
dilaksanakan di masa sebelumnya, yang puncaknya terlaksana
dalam suatu Acara peringatan. Dharma Shanti sampai saat
sekarang ini telah populer dilaksanakan sehari setelah peringatan

Prosiding Seminar Nasional Agama Dan Budaya (Semaya II)


34
Hari Raya Nyepi tahun Baru Saka setiap tahun. Metode ini juga
dapat dipergunakan dalam pelaksanaan pendidikan agama Hindu
untuk mengakhiri suatu kegiatan Upacara di sekolah ataupun
untuk mengakhiri Upacara keagamaan Hindu secara umum untuk
peserta didik.
Penulis mengusulkan satu metode lagi yang disebut Dharma krya.
Dharma kriya merupakan pembinaan pendalaman agama melalui kegiatan
kerja. Misalnya seorang tukang ukir relif atau pelukis sebuah dinding
tembok pura, pelawah gamelan, atau yang lain; menampilkan ukiran atau
lukisan ceritra keagamaan seperti Ramayana dan Maha Bharata. Jadi
aktivitas melukis atau mengukir bagi sesorang, sekaligus dapat mendalami
makna agama yang tertuang dalam ceritra keagamaan yang ditampilkan
dalam ukiran atau lukisan tersebut. Dharma Kriya ini juga dapat dijadikan
metode dalam pelaksanaan pendidikan agama Hindu.

2. Metode Mendidik Anak dalam Niti Sastra.


Cara mendidik anak yang dinyatakan dalam Niti Sastra adalah
sebagai berikut :
a. Mendidik anak umur 5 tahun dapat diperlakukan seperti raja,
b. Bagi anak yang berumur 7 sampai 10 tahun ajarkanlah kepada
mereka tentang ketaatan, kepatuhan (disiplin),
c. Pada umur 11 sampai 16 tahun dididik mereka dengan
memperlakukan sebagai teman, dan
d. Anak yang telah berumur 17 sampai dengan 20 tahun mereka
sudah bisa mendidik dirinya secara andragogik. Pendidikan
hanya memberi kode atau tanda-tanda tentang hal yang mana
boleh yang mana tidak boleh, yang mana baik dan yang mana
tidak baik.

3. Metode Pelaksanaan Pendidikan dalam Manawa Dharmasatra.


Dalam bab II Manawa Dharma Sastra sloka 70, 71, dan 74, yang
artinya dalam bahasa Indonesia dinyatakan tentang teknis peleksanaan
pendidikan agama Hindu sebagai berikut :
Bagi siswa yang segera akan mempelajari Veda, akan menerima
perintah setelah terlebih dahulu minum air sesuai dengan Acara
menurut Dharmasastra, dan setelah memberi penghormatan kepada
Tuhan dan berpakaian bersih dan setelah mengendalikan
indrianya(Slk.71)
Pada permulaan dan penutup pelajaran Veda, Ia harus selalu
menyentuh kaki gurunya, dan ia harus belajar mencakupkan kedua
belah tangannya : ini disebut Brahmaanjali, yaitu mencakupkan
tangan untuk Veda(Slk. 72)
Hendaklah mengucapkan pranawa (aksara OM) pada permulaan dan
penutupan pelajaran Veda, karena kalau tak didahului dengan
ucapan OM pelajaran akan tergelincir menyasar dan kalau tidak
diikuti pada penutup maka pelajaran itu akan menghilang (Slk.74)

Selanjutnya dalam sloka 117 ada penegasan sebagai berikut.

Prosiding Seminar Nasional Agama Dan Budaya (Semaya II)


35
Seorang siswa, pertama harus memberi hormat dengan sujud
kepada guru dari mana ia menerima pengetahuan yang menyangkut
soal keduniawian, tentang Veda atau tentang Brahman.

Penjelasan kutipan sloka-sloka di atas memberi petunjuk betapa


pentingnya siswa itu mengikuti disiplin belajar sebagaimana ketentuan
dalam Veda. Dari disiplin tersebut dinyatakan memang ada pahala yang
diperoleh dalam memahami pengetahuan yang dipelajari dan tidak mudah
hilang dari ingatan siswa. Untuk proses pembelajaran pendidikan agama
Hindu di Bali sudah ada beberapa hal yang diupayakan sejak tahun 2003
antara lain :
a. Pada penerimaan siswa baru dilaksanakan Upacara pewintenan
(analog dengan Upanayana).
b. Pada saat penamatan diadakan Upacara sembahyang bersama
(analogdengan samawartana)
c. Pada setiap purnama dan tilem diadakan persembahyangan
bersama, di mana peserta didik berpakaian adat Bali/pakaian
sembahyang.
d. Pada setiap kesempatan diadakan Pasraman untuk melatih
keterampilan siswa dalam berbagai sarana/upakara agama
Hindu, menyeimbangkan pendidikan agama Hindu formal
dengan non-formal.

5.3 Keseimbangan Penyelenggaraan Pendidikan Agama Hindu


Melalui upaya-upaya terurai di atas dapat dipandang sebagai usaha
revitalisasi pendidikan agama Hindu yang diharapkan menghasilkan
generasi Hindu yang ilmiah dan religius. Guna lebih meyakinkan
pencapaian hasil pendidikan agama Hindu, perlu pula memperhatikan
perbaikan dalam penyelenggaraan pendidikan agama Hindu secara
seimbang antara lain sebagai berikut.
1. Perlu ada keseimbangan proses pendidikan dalam rumah tangga
(informal),di masyarakat (non-formal), dan di sekolah (formal).
Caranya adalah dengan menumbuhkan kesadaran dan peranserta
orang tua dan warga masyarakat, serta warga sekolah secara
seimbang, tentang pentingnya saling mengisi dan saling
mengingatkan dalam proses penyelenggaraan pendidikan agama
Hindu.
2. Perlu ada keseimbangan dalam pemberian materi ajar di satu sisi
berupa konsep dan di sisi lain berupa praktik agama yang bermanfaat
dalam hidup sehari-hari.
3. Perlu ada keseimbangan pemberian pelajaran agama Hindu sesuai
tingkat umur peserta didik.
4. Sistem pengajaran agama diharapkan dapat membuka cakrawala
pendidikan agama Hindu berwawasan multikultural.
5. Pemberian materi ajar juga semestinya diseimbangkan antara Tattva,
Susila dan Acara, dan materi kepekaan sosial dan lingkungan serta
diselaraskan dengan keberadaan umat Hindu yang berasal dari
berbagai etnis dan sumber budaya.

Prosiding Seminar Nasional Agama Dan Budaya (Semaya II)


36
6. Para pendidik sudah seharusnya memiliki kompetensi penuh dalam
pendidikan agama Hindu dan dapat bertugas secara profesional,
dimanapun di tugaskan.
7. Pengajar,pembina, warga masyarakat, warga sekolah, para tokoh
agama dan tokoh masyarakat dapat berperan sebagai motivator,
mediator, katalisator, dan bisa diteladani dalam pengembangan
pembelajaran agama Hindu pada tiga jalur.
8. Perlu diciptakan instrumen pendidikan agama Hindu yang menarik,
mudah dimengerti, murah, di samping berupa buku, juga berupa
VCD. dan juga lewat siaran-siaran di media masa.
Demikian beberapa hal yang dikemukakan di atas sebagai upaya
dalam rangka revitalisasi Pendidikan Agama Hindu untuk menciptakan
generasi Hindu yang ilmiah (ilmuwan) dan religius (agamawan).

VI. Penutup
Revitalisasi Pendidikan agama Hindu untuk mewujudkan generasi
ilmiah dan religius akan berhasil bila ada keseimbangan pemahaman ide
penyelenggaraan pendidikan agama Hindu oleh pengambil kebijakan dan
penyelenggara pendidikan agama Hindu pada semua jalur, tingkat dan jenis
pendidikan. Di samping keseimbangan dalam pemahaman ide, juga perlu
ada keseimbangan dalam upaya-upaya peningkatan pelaksanaan
pendidikan agama Hindu; baik berkaitan dengan kebijakan, materi
pendidikan, metode, dan manajemn pendidikan agama Hindu itu sendiri.
Dalam hal ini diharapkan semua pihak (pemerintah, pemerintah daerah,
orang tua, tenaga kependidikan, tokoh masyarakat, tokoh agama) bisa
berperanserta secara positif , aktif, dan produktif dalam penyelenggaraan
pendidikan agama Hindu.
Demikian beberapa hal yang dapat saya sampaikan dalam seminar ini.
Mudah-mudahan dapat bermanfaat adanya.

VII. Daftar Pustaka


Anonim. 2003. Undang – Undang RI. Nomor 20 tahun 2003. tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta. Penerbit PT.Kloang Klede Putra Timur,
bekerjasama dengan Koperasi Primer Praja Mukti Depdagri.
Ali, Muhammad. 2007. Peraturan Pemerintgah Republik Indonesia Nomor 55
Tahun 2007, Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.
Jakarta: Depag.RI.
Anonim. 2009. Himpunan Undang-Undang Republik Indonesia Guru & Dosen,
Sisdiknas. Jakarta: Wacana Intelektual.
Anonim. 2005. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005. tentang Standar
Nasional Pendidikan, Jakarta. Penerbit Lembaga Kajian Pendidikan
Keislaman dan sosial
Arifin, Anwar. 2003. Memahami Praradigma Baru Pendidikan Nasional.
Jakarta: Depag.RI.
Dosen, Tim.2008. Manajemen Pendidikan. Bandung: Alpabeta.
Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan, Sebuah Studi Awal Dasar-
dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Prosiding Seminar Nasional Agama Dan Budaya (Semaya II)


37
Ngurah, I Gusti Made. 1998. Pedoman Guru Pendidikan Agama Hindu
Tingkat Sekolah Dasar, Tantang Pertutan-Peraturan Kependidikan.
Denpasar: Kanwil Depag Prov.Bali.
Ngurah, I Gusti Made. 2011. Kelap Kelip Pendidikan Agama Hindu.
Denpasar, Sari Kahyangan Indonesia.
Siagian, SP. 1973. Filsafat Administrasi. Jakarta: Penerbit Gunung agung.
Sudarsana, I. K. (2015). PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN LUAR
SEKOLAH DALAM UPAYA PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA.
Jurnal Penjaminan Mutu, (Volume 1 Nomor 1 Pebruari 2015), 1-14.
Suparman, M.Atwi. 2012. Panduan Para pengajar dan Inivator Pendidikan
Desai Instruksional Modern. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tim Penyusun.1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai
Pustaka.

Prosiding Seminar Nasional Agama Dan Budaya (Semaya II)


38

Anda mungkin juga menyukai