Oleh
I Gusti Made Ngurah
Praktisi Agama dan Kebudayaan
I. Pendahuluan
Pendidikan agama Hindu merupakan sub sistem dari sistem
pendidikan nasional, dimana mutu pendidikan nasional Indonesia sampai
saat ini dianggap lebih rendah dari mutu pendidikan negara-negara lain di
Asia Tenggara, apalagi kalau dibandingkan dengan negara-negara Barat
yang pendidikannya boleh dikatakan sudah maju, karena negaranyapun
sudah disebut negara maju. Sementara Indonesia masih digolongkan negara
sedang berkembang; entah kapan akan nedeng (puncak) berkembangnya ?.
Jika mutu pendidikan nasional rendah pasti termasuk pendidikan
agama Hindu-pun mutunya masih rendah. Pemerintah secara terus nenerus
telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional, tentunya termasuk pendidikan agama Hindu di dalamnya. Upaya
di maksud antara lain : 1) adanya perubahan paradigma pendidikan
nasional, 2) adanya perubahan kebijakan dalam peraturan perundang -
undangan pendidikan, 3) adanya upaya peningkatan sarana prasarana
termasuk dana pendidikan, 4) adanya upaya peningkatan SDM
kependidikan, dan 5) adanya peningkatan peranserta masyarakat dalam
penyelengaraan pendidikan.
Jika pendidikan agama Hindu dilihat sebagai sebuah sistem, maka
upaya-upaya yang sama harus dilakukan secara mandiri dan
berkeseimbangan serta berkesinambungan dalam upaya mencapai hasil
pendidikan agama Hindu sesuai dengan yang diharapkan. Tentu dengan
terlebih dahulu menelusuri keberadaan pendidikan agama Hindu saat ini
dibandingkan dengan harapan ke depannya. Untuk hal itu bandingkan
pula dengan start adanya pendidikan agama Hindu dengan pendidikan
agama yang lain, terutama dengan pendidikan agama Islam Indonesia
sangat jauh ketinggalan. Ketertinggalannya disebabkan oleh berbagai hal
yakni antara lain:
1. Pengakuan pemerintah tentang keberadaan agama Hindu di Indonesia
baru terjadi di tahun 1958.
2. Adanya pengekangan dan salah kaprah/salah penafsiran, serta
tekanan pihak hegemoni terhadap istilah ajawera dalam ajaran agama
Hindu.
3. Pemberian pendidikan agama Hindu di sekolah secara normative baru
dimulai dengan adanya kurikulum 1968 berlanjut pada kurikulum
1975 dan seterusnya.
4. Ketidak seimbangan fasilitas negara untuk pengembangan sistem
pendidikan agama Hindu.
5. Kelemahan SDM Hindu dalam pelaksanaan manajemen pendidikan
agama Hindu.
6. Peserta didik Hindu tersebar secara sporadis di berbagai wilayah
Indonesia, kecuali di Bali agak terkonsentarasi.
II Pengertian Istilah
2.1 Revitalisasi Pendidikan Agama Hindu
Kata ‖vital‖ artinya sangat penting untuk kehidupan.; sehingga kata
revitalisasi maksudnya adalah sebuah proses atau cara, perbuatan
merevitalkan ( menjadikan vital); menghidupkan kembali spirit lama (tim
penyusun, 1997:840). Jika pendidikan agama Hindu dipandang sebagai
sebuah sistem, maka seluruh sub sistemnya adalah vital. Akan tetapi tentu
ada yang paling vital, lebih vital, vital, kurang vital, sehingga revitalisasi
dalam sebuah sistem pendidikan agama Hindu bisa ada pilihan skala
prioritas terhadap sub-sub sistem mulai dari yang dianggap paling vital
sampai dengan yang tidak terlalu vital. Dinyatakan demikian; karena tidak
mungkin revitalisasi dapat dilakukan satu kaligus secara keseluruhan
dalam satu proses besar terhadap semua komponen pendidikan agama
Hindu itu sendiri..
Mengenai arti ‖Pendidikan Agama Hindu‖ dapat dibahas dengan dua
bagian yaitu: mendahulukan pemahaman pendidikan dalam arti umum dan
kemudian mencoba memahami arti pendidikan agama Hindu secara
khusus. Para pelaku pendidikan tentu sudah paham betul tentang arti,
maksud dan tujuan pendidikan dalam arti umum, namun agar
pembahasan ini lebih focus maka marilah kita me-recoll sejenak apa arti
pendidikan menurut undang-undang yang kita miliki dan kita jadikan
pedoman bersama dalam mengelola pendidikan saat ini.
VI. Penutup
Revitalisasi Pendidikan agama Hindu untuk mewujudkan generasi
ilmiah dan religius akan berhasil bila ada keseimbangan pemahaman ide
penyelenggaraan pendidikan agama Hindu oleh pengambil kebijakan dan
penyelenggara pendidikan agama Hindu pada semua jalur, tingkat dan jenis
pendidikan. Di samping keseimbangan dalam pemahaman ide, juga perlu
ada keseimbangan dalam upaya-upaya peningkatan pelaksanaan
pendidikan agama Hindu; baik berkaitan dengan kebijakan, materi
pendidikan, metode, dan manajemn pendidikan agama Hindu itu sendiri.
Dalam hal ini diharapkan semua pihak (pemerintah, pemerintah daerah,
orang tua, tenaga kependidikan, tokoh masyarakat, tokoh agama) bisa
berperanserta secara positif , aktif, dan produktif dalam penyelenggaraan
pendidikan agama Hindu.
Demikian beberapa hal yang dapat saya sampaikan dalam seminar ini.
Mudah-mudahan dapat bermanfaat adanya.