PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) merupakan perguruan tinggi
plus. Ia memiliki kelebihan tersendiri, dibanding perguruan tinggi lainnya.
Sekurang-kurangnya, ada dua kelebihan mendasar PTKI dibanding dengan
perguruan tinggi lainnya. Pertama, PTKI memiliki kemampuan mengharmoniskan
relasi Islam dan ilmu pengetahuan. Kedua, PTKI memiliki kontribusi besar dalam
membangun relasi Islam dan negara dengan baik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiman Relasi Islam dan Ilmu Pengetahuan
2. Bagaimana Relasi Islam dan Negara
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
samping ahli di bidang sosial-sains dan sosial-humaniora, juga ahli di bidang
keislaman.
Dalam konteks ini, yakni pada perguruan tinggi yang mengintegrasikan
disiplin ilmu keislaman dengan disiplin sosial-sains dan sosial-humaniora ini,
PTKI memiliki kontribusi besar dalam menjembatani relasi Islam dan ilmu
pengetahuan dengan baik. Sebab, dalam sejarah umat beragama, tercatat sejarah
cukup kelam yang memperhadapkan agama dengan ilmu pengetahuan.
Sejarah mencata, pada 13 Februari 1633, sang filsuf, astronom, dan pakar
matematika asal Italia, Galileo Galilei, diadili oleh otoritas gereja karena dianggap
menemukan teori ilmu pengetahuan yang dianggapnya “bid’ah”, bertentangan
dengan doktrin gereja. Galileo Galilei mengafirmasi temuan Copernicus dengan
teori heliosentrisme, yang menyatakan bumi mengitari matahari; sementara
doktrin gereja berkeyakinan pada teori geosentrisme, yang menyatakan bahwa
bumi sebagai pusat alam semesta. Atas temuan yang dianggap “bid’ah” ini,
Galileo Galileo harus menerima inkuisisi yang digelar Gereja Katolik dan pada
April 1633 bersedia mengaku bersalah untuk mendapatkan hukuman. m
Membangun relasi agama (Islam) dengan ilmu pengetahuan merupakan
persoalan yang sangat serius. Perbincangan mengenai hal ini, hampir tidak pernah
habis. G. Ian Barbour, fisikawan dan teolog, dalam karyanya berjudul When
Science Meets Religion, (San Francisco: Harper San Francisco, 2000)
memaparkan setidaknya terdapat 4 (empat) pola relasi, yakni konflik, independen,
dialog, dan integrasi. Keempat relasi ini terus digali dan dicari pola-pola
konstruksi yang produktif. Dalam konteks ini, PTKI yang melakukan integrasi
keilmuan ini memiliki kontribusi besar dalam menjembatani relasi Islam dan ilmu
pengetahuan dengan baik.
Di samping itu, integrasi keilmuan dimaksudkan untuk memperkuat peran
dan kontribusi umat Islam dalam pembangunan bangsa. Di tengah tuntutan
partisipasi dalam pembangunan yang demikian besar, sarjana muslim diminta
untuk mengisi ruang-ruang sosial dengan memiliki kecakapan dan integritas
keilmuan yang memadai guna membangun bangsa. Melalui PTKI, diharapkan
3
dapat melahirkan sarjana muslim yang menguasai keahlian di bidang sosial-sains
dan sosial-humaniora secara massif.
4
beragama di setiap PTKI merupakan salah satu wujud nyata akan semangat
moderasi beragama itu.
Saat ini, moderasi beragama telah menjadi bagian penting dari instrumen
modal sosial dalam membangun bangsa. Melalui Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2020-2024, moderasi beragama ditempatkan sebagai
bagian dari strategi pembangunan sumber daya manusia di bidang penguatan
karakter. Ini berimplikasi pada moderasi beragama menjadi “khittah” yang tak
terpisahkan dari denyut nadi program dan kerja pada PTKI, secara khusus, dan
Kementerian Agama, secara umum.
Menurut hemat penulis, setidaknya ada 2 (dua) ciri moderasi beragama itu,
agar dapat dirumuskan dan diturunkan ke dalam langkah taktis-operasional.
Pertama, memahami dan mempraktikkan agama yang diarahkan sesuai dengan
hakikat dan fungsi agama itu sendiri. Hakikat beragama adalah memanusiakan
manusia. Sebab, agama diturunkan oleh Tuhan untuk kepentingan manusia. Yang
butuh terhadap agama adalah manusia, bukan Tuhan. Oleh karenanya, beragama
itu harus mampu menyelesaikan problem-problem kemanusiaan, bukan
sebaliknya, yakni beragama menjadi sumber masalah bagi manusia. Untuk itu,
kita perlu melakukan upaya agar agama itu dapat dipahami dengan bahasa-bahasa
kemanusiaan dan berdampak terhadap kemasalahatan bagi manusia.
Kedua, moderasi beragama itu harus mampu meletakkan pondasi faham
keagamaan yang sesuai dengan faham kebangsaan, sehingga faham keagamaan
dengan faham kebangsaan itu saling mendukung dan mengisi, bukan saling
memperhadapkan dan menegasikan. Mencintai tanah itu merupakan bagian dari
implementasi keimanan. Di samping sebagai umat beragama, kita juga sebagai
warga negara Indonesia, yang harus dapat diwujudkan secara sinergis dan saling
menguatkan.
Dalam konteks merevitalisasi moderasi beragama di lingkungan
masyarakat kampus, PTKI terus memperkuat gagasan-gagasan para pemikir dan
tokoh bangsa yang telah sukses meletakkan pondasi moderasi beragama dengan
baik. Terdapat sejumlah nama untuk disebut. Kuntowijoyo yang berhasil
5
membangun gagasan Islam-Transformatif, Nurcholish Madjid yang membangun
hubungan antara Islam, Indonesia, dan Kemanusiaan, Abdurrahman Wahid
dengan ide Pribumisasi Islam, M. Quraish Shihab dengan perspektif
Membumikan Alquran, dan lain-lain. Ide dan gagasan briliyan ini perlu direplikasi
dan didiseminasi serta dikembangkan lebih lanjut, terutama dalam
penyelenggaraan tridarma perguruan tinggi.
Selain itu, PTKI juga perlu melakukan penguatan moderasi beragama yang
tidak hanya melalui pengembangan dan kapasitas akademik an sich, tetapi juga
memperkokoh praktek-praktek kebudayaan yang telah lama dilakukan oleh
masyarakat. Merevitalisasi kebudayaan masyarakat sebagai entitas dasar
keindonesiaan merupakan langkah strategis yang perlu digarap PTKI.
Indonesia dibangun atas dasar keanekaragaman kebudayaan, sehingga
tidak perlu dilakukan unifikasi menjadi satu kebudayaan tertentu. Masing-masing
negara-bangsa juga memiliki kebudayaannya sendiri, yang sangat ditentukan oleh
berbagai faktor. Oleh karenanya, antara kebudayaan di Indonesia dengan
kebudayaan di luar sana tidak perlu untuk dipaksa untuk disamakan. Termasuk,
kebudayaan dalam wujud tata berpakaian, misalnya, yang menjadi ciri khas
sebuah negara tertentu tidak perlu untuk dipaksakan untuk digunakan.
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dunia perguruan tinggi di Indonesia ini dalam aspek keilmuan sekurang-
kurangnya terdapat tiga bidang ilmu yang ditekankan. Pertama, disiplin ilmu-ilmu
pengetahuan umum-murni, seperti disiplin sosial-sains dan sosial-humaniora.
perguruan tinggi yang mengintegrasikan kedua disiplin itu, yakni di samping
menguasai bidang ilmu-ilmu umum murni, seperti disiplin sosial-sains dan sosial-
humaniora, juga ia menguasai bidang keislaman
B. Saran
7
DAFTAR PUSTAKA
Allison, Michael dan Jude Kaye. 2005. Perencanaan Strategis Bagi Organisasi.
Nirlaba, Pedoman Praktis dan Buku Kerja. Jakarta: Yayasan Obor.
Karim, Adiwarman. 2005. Fiqh and Financial Analysis. Jakarta: PT. Raja.
Grafindo Persada.