PENDAHULUAN
1
https://www.kompasiana.com/alwimatalatta6624/5d7cd5eb0d82300396437194/evektifita
s-politik-dalam-pendidikan-nasional?page=all
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian politik dan pendidikan?
2. Bagaimana hubungan antara politik dan pendidikan?
3. Bagaimana hubungan antara politik dan pendidikan dalam kebijakan
pendikan Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa mengetahui pengertian politik dan pendidikan
2. Agar mahasiswa mengetahui hubungan antara politik dan pendidikan
3. Agar mahasiswa mengetahui hubungan antara politik dan pendidikan
dalam kebijakan pendikan Islam
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Politik
Politik adalah kenegaraan, ilmu ketatanegaraan, pemerintahan,
siasat, tipu muslihat, kelicikan, daya upaya, kebijakan, kegiatan dan
interaksi manusia yang berkenaan dengan proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan yang mengikat untuk masyarakat umum. 2 Politik
berarti segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat, dsb) mengenai
pemerintahan suatu negara atau terhadap negara lain.3
B. Pengertian Pendidikan
2
H.S, Kartoredjo, Kamus Baru Kontemporer, (Bandung: Rosdakarya, 2014), hlm., 290.
3
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2011), hlm., 905
4
Agus Irianto, Pendidikan sebagai Investasi Suatu Bangsa, (Jakarta: Kencana,
2011), hlm., 3.
5
M. Sirozi, Politik Pendidikan Politik Pendidikan: Dinamika hubungan antara
Kepentingan Kekuasaan dan Praktik Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2005), hlm., 3.
3
lembaga negara dengan tujuan dan metode pendidikan.6 Ia menganggap
sekolah sebagai salah satu aspek kehidupan yang terkait dengan lembaga
politik. Setiap budaya mempertahankan kontrol atas pendidikan di tangan
kelompok elite yang mengusasi politik, ekonomi, agama dan pendidikan.
Plato mengibaratkan pendidikan dan politik seperti sebuah koin yang tak
mungkin dipisahkan dan selalu dinamis. Timbal baliknya terjadi melalui
tiga aspek yaitu:
1. Pembentukan sikap kelompok (group attitudes)
2. Masalah pengangguran (un-employment)
3. Peranan politik kaum cendekia (the political role of the intelligentsia).7
6
Ibid., M. Sirozi, Politik Pendidikan, hlm., 6-7.
7
Ibid., M. Sirozi, Politik Pendidikan, hlm., 7.
8
Muhammad Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia: peran tokoh-tokoh Islam
dalam penyusunan UU No.2/ 1989, (Jakarta: Inis, 2004), hlm.,17-29.
4
pendidikan terpisah untuk melindungi identitas mereka (pendidikan
pesantren). Sementara yang lain menginginkan terjadi penyeragaman
sistem pendidikan agar dapat mengeliminasi bahaya laten perpecahan
sosial sehingga munculah sekolah Arab, Cina, Kristen, Islam, dll.
Bertahannya sistem ini bergantung pada dua hal yaitu memberi
kesempatan yang sama pada semua kelompok masyarakat dan generasi
muda mengalami belajar bersama mencairkan perbedaan sosial
mereka.9
2. Pendidikan dan dunia kerja
Pendidikan dan dunia kerja memiliki hubungan yang sangat
kompleks. Masalah pengangguran menjadi ujian bagi pemerintah di
negara berkembang. Tuntutan itu untuk mengimbangi keberhasilan
pendidikan dengan ketersediaan lapangan kerja. Hanya dengan sumber
daya manusia yang terlatih dan kesempatan kerja yang memadai
pemerintah dan birokrasinya dapat memenuhi tuntutan masyarakat, dan
manusia yang terdidik itulah yang dapat diminta turut serta bertanggung
jawab dalam pembangunan bangsa.
9
Ibid., M. Sirozi, Politik Pendidikan, hlm., 9-10.
5
Di negara berkembang dinamika antara pendidikan dan politik
cenderung lebih tinggi karena perubahannya lebih nyata dalam proses
menghantarkan negara jajahan menuju gerbang kemerdekaan. Di
Indonesia sendiri, penghancur sistem kolonial adalah murid yang
dididik di sekolah kolonial.
10
Ibid., M. Sirozi, Politik Pendidikan, hlm., 10-15.
6
kekuatan, kekuasaan, dan otoritas. Dengan kata lain, politik adalah
bagian dari paket kehidupan lembaga pendidikan.
11
Ibid., M. Sirozi, Politik Pendidikan, hlm., 15-20.
7
Pendukung non-political-school yaitu para pelaksana dan
praktisi pendidikan menciptakan seperangkat mitos yang
menggambarkan pendidikan sebagai suatu fungsi pemerintahan yang
harus dikeluarkan dari politik dan dijaga oleh pendidik sebagai cara
yang dapat mengamankan kepentingan publik. Sedangkan di Australia,
munculnya sikap non-political-school karena 4 faktor yaitu:
a. Keyakinan itu bagian dari hasil konflik tajam antara gereja dan
sekolah pada abad ke-19.
b. Konfilk itu memunculkan pandangan yang meluas bahwa politik
tidak boleh mengganggu pendidikan, dan sistem sekolah pemerintah
dan penarikan bantuan dari sekolah gereja harus berjalan.
c. Keyakinan bahwa pendidikan diluar politik telah mengakar
dikalangan pendidik profesional selama bertahun-tahun.
d. Pandangan bahwa politik adalah sesuau yang kotor dan tidak
terhormat karena berkenaan dengan ide korupsi, penyalahgunaan
kekuasaan, dan kurang baiknya gambaran tentang partai politik.
5. Hambatan ke depan
12
Ibid., M. Sirozi, Politik Pendidikan, hlm., 20-26.
8
kandidat. Para pendidik telah tampil sebagai kelompok militan yang
dengan gigihnya memperjuangkan hak mereka.
6. Perkembangan di Indonesia
13
Ibid., M. Sirozi, Politik Pendidikan, hlm., 26-28.
9
e. Pentingnya civic education (pendidikan kewargaan).
14
Ibid., M. Sirozi, Politik Pendidikan, hlm., 28-35.
10
ulama dan umara dalam memperhatikan persoalan pendidikan dalam upaya
memperkuat posisi politik kelompok dan pengikutnya. Pendidikan pada
masa Islam klasik bahwa dalam sejarah perkembangan Islam, institusi
politik ikut mewarnai corak pendidikan yang dikembangkan. Keterlibatan
para penguasa dalam kegiatan pendidikan pada waktu itu tidak hanya
sebatas dukungan moral kepada para peserta didik, melainkan juga dalam
bidang administrasi, keuangan, dan kurikulum. 15
Dalam buku karya Hasan Ashari dinyatakan bahwa ketika Nizham
Al-Mulk menjadi seorang wazir pada dinasti Saljuq, tindakannya dalam
membangun madrasah tidak mungkin terpisah dari kerangka kerja
politiknya. Usaha membangun satu pemerintahan yang stabil, ia
membutuhkan hubungan baik dengan para ulama yang berarti hubungan
baik dengan masyarakat secara keseluruhan. Kebijakan Nizham ini juga
bertujuan untuk menciptakan rasa persatuan yang kokoh.16 Madrasah
merupakan salah satu lembaga yang menjadi corong pesan-pesan politik,
seperti madrasah Nizhamiyah ini. Hal ini dapat dipahami, bahwa madrasah
Nizhamiyah merupakan usaha membangun politik yang stabil.
15
Ibid., M. Sirozi, Politik Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm., 2.
16
Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam, (Bandung: Mizan, 1994), hlm., 53.
17
Ibid., M. Sirozi, Politik Pendidikan, hlm., 3.
18
Ibid., M. Sirozi, Politik Pendidikan, hlm., 5.
11
kehidupan seorang muslim dan karena motivasi politik.19 Dengan
kekuasaan mereka menanamkan ideologi negara dengan tujuan lahirnya
kesamaan ide anatara penguasa dan masyarakat sehingga memudahkan
pengaturan masalah kenegaraan.20
19
Ibid., M. Sirozi, Politik Pendidikan, hlm., 5-6.
20
Ibid., M. Sirozi, Politik Pendidikan, hlm., 6.
21
Drs. Sardjan Kadir, Drs Umar Ma’sum, Pendidikan di Negera Berkembang, (Surabaya:
Usaha Nasional, 1982), hal.243.
22
Muhammad Sirozi, Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia: peran tokoh-tokoh Islam
dalam penyusunan UU No.2/ 1989, (Jakarta: Inis, 2004) hlm. 199-200.
12
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
13
dipengaruhi oleh para penguasa dan para penguasa memerlukan dukungan institusi-
intitusi pendidikan untuk membenarkan dan mempertahankan kekuasaan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/alwimatalatta6624/5d7cd5eb0d8230039643719
4/evektifitas-politik-dalam-pendidikan-nasional?page=all
Kadir, Sardjan, Umar Ma’shum. 1982. Pendidikan di Negara Berkembang.
Surabaya: Usaha Nasional.
14