Anda di halaman 1dari 10

1. Setiap calon pendidik wajib untuk memahami landasan pendidikan.

a. Jelaskan alasan dari pernyataan tersebut.


b. Deskripsikan landasan pendidikan apa saja yang perlu dikuasai oleh pendidik di
era digital dan masyarakat 5.0, serta alasan pendidik perlu menguasainya.

Jawaban :
a. Guru sangat penting untuk memahami landasan pendidikan. Mengingat, guru
merupakan garda terdepan yang berinteraksi langsung dengan peserta didik di
kelas. Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya,
relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara
pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu
landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para
pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya. Seorang
guru yang memahami filosofis pendidikan akan memahami tujuan ia mendidik.
Sehingga, dengan seksama ia akan memikirkan bagaimana siswanya belajar, apa
yang harus dipelajari siswanya, bagaimana siswanya bisa terlibat secara aktif
dalam proses pembelajaran, bagaimana hasil belajar siswa bisa membangun
sikap mereka, dan sebagainya.
Sumber referensi : Suyitno, Y. 2009. Landasan Filosofis Pendidikan. Bandung.
UPI Bandung.
b. 1. Landasan Filosofis Pendidikan.
adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik
tolak dalam pendidikan. Peranan landasan filosofis pendidikan adalah
memberikan rambu-rambu apa dan bagaimana seharusnya pendidikan
dilaksanakan.
2. Landasan Religius Pendidikan
adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari ajaran agama yang dijadikan
titik tolak dalam pendidikan. Contohnya: Carilah ilmu sejak dari buaian
hingga masuk liang lahat/meninggal dunia.”Menuntut ilmu adalah
fardhlu bagi setiap muslim.” (hadist). Implikasinya, bagi setiap muslim
bahwa belajar atau melaksanakan pendidikan sepanjang hayat
merupakan suatu kewajiban.
3. Landasan Sosiologis pendidikan
adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah sosiologi yang
dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh.” Di dalam masyarakat
yang menganut stratifikasi social terbuka terdapat peluang besar untuk
terjadinya mobilitas social. Adapun fakta yang memungkinkan terjadinya
mobilitas social itu antara lain bakat dan pendidikan.”Implikasinya, para
orang tua rela berkorban membiayai pendidikan anak-anaknya.
4. landasan antropologis pendidikan
adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah antropologi
yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh : perbedaan
kebudayaan masyarakat di berbagai daerah (misalnya: system mata
pencaharian, bahasa, kesenian, dsb). mengimplikasikan perlu
diberlakukan kurikulum muatan lokal.
5. Landasan historis pendidikan
adalah asumsi-asumsi pendidikan yang bersumber dari konsep dan
praktek pendidikan masa lampau (sejarah) yang dijadikan titik tolak
perkembangan pendidikan masa kini dan masa datang. Contoh
‘Semboyan “tut wuru handayani”. sebagai salah satu peranan yang harus
dilaksanakan oleh para pendidik, dan dijadikan semboyan pada logi
Depdiknas, adalah semboyan dari Ki Hadjar Dewantara (Pendiri
Perguruan Nasional Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1992 di
Yogyakarta) yang disetujui hingga masa kini dan untuk masa datang
karena dinilai berharga.
6. Landasan Hukum/Yuridis Pendidikan
adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundanganan
yang berlaku, yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dsb.

7. Landasan IPTEK (ilmiah dan teknologi)

Dari dasar-dasar pendidikan edisi pertama, Tirtaharja ( 2005 )


menyatakan bahwa ilmu pendidikan sertailmu pengtahuan dan teknologi
memiliki kaitan yang sangat erat. Pendidikan berperan penting dalam
pewarisan IPTEK. Pada sisi lain, pada setiap perkembangan IPTEK
harus sering diakomodasi oleh pendidik yakni segera memasukkan hasil
IPTEK kedalam bahan pembelajaran. Dengan perkembangan IPTEK dan
kebutuhan masyarakat yang makin kompleks maka pendidikan dengan
segala aspek mau tidak mau mengakomodasi perkembangan itu.
Kecendrangan perkembanga global akibat iptek menimbulkan dua
aplikasi, antara positif dan negatif, bergantung kepada yang
menggunakannya.

Sumber : Rasid, A. (2018). Implikasi Landasan-Landasan Pendidikan. AL-FIKRAH:


Jurnal Studi Ilmu Pendidikan dan Keislaman, 1(1), 1-15.

2. Manusia dapat dan harus untuk dididik.

a. Jelaskan alasan dari pernyataan tersebut disertai dengan contoh relevan


berdasarkan pengalaman Anda.

b. Jelaskan alasan pernyataan tersebut masih relevan di era digital dan


masyarakat 5.0.

Jawaban :

a. Ada beberapa alasan yang menjadi dasar mengapa manusia perlu dididik dan
memperoleh pendidikan, yaitu :

1) Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, manusia begitu lahir ke


dunia perlu mendapatkan uluran orang lain untuk dapat melangsungkan hidup
dan kehidupannya.

2) Manusia lahir tidak langsung dewasa, untuk sampai pada kedewasaan yang
merupakan tujuan pendidikan dalam arti khusus memerlukan waktu lama. Bagi
manusia primitif, proses pencapaian kedewasaaan tersebut akan lebih pendek
dibandingkan dengan manusia modern.Manusia primitif cukup dengan mencapai
kedewasaan secara konvensional, dimana apabila seseorang sudah memiliki
keterampilan untuk hidup khususnya untuk hidup berkeluarga, seperti dapat
berburu, dapat bercocok tanam, mengenal norma-norma hidup bermasyarakat,
sudah dapat dikatakan dewasa.Dilihat dari segi usia, misalnya usia 12-15 tahun
pada masyarakat primitif sudah melangsungkan hidup berkeluarga.

3) Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup
tanpa berinteraksi dengan manusia lain.Selain itu, manusia tidak akan
berperilaku manusia seandainya tidak hidup bersama dengan manusia lainnya.
Lain halnya dengan hewan, dimanapun hewan dibesarkan akan tetap memiliki
perilaku hewan, seekor kucing yang dibesarkan dalam lingkungan anjing akan
tetap berprilaku kucing, tidak akan berperilaku anjing. Karena setiap jenis hewan
sudah dilengkapi dengan insting tertentu yang pasti dan seragam, yang berbeda
antara jenis hewan yang satu dengan yang lainnya.

Contoh pengalaman saya adalah saya perlu dididik agar dapat berjalan,
berbicara, bersikap, dan bertindak demi kemaslahatan hidup saya

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan perlu karena manusia
lahir tidak berdaya, tidak bisa langsung bangun dan berjalan sendiri seperti sapi dan
hewan lainnya. Oleh sebab itu, manusia memerlukan pendidikan (dididik) agar mampu
bertahan hidup dan menjalani proses kehidupannya.

Sumber : Fadhilah, I. A., & Maunah, B. (2021). Manusia sebagai Makhluk yang Perlu
dan Dapat Dididik. Cendekia: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 15(2), 254-268.

b. Era digital telah mengubah cara kita memperoleh pengetahuan dan keterampilan.
Teknologi telah membuat pembelajaran menjadi lebih mudah diakses dan fleksibel,
tetapi hal ini tidak mengurangi kebutuhan akan pendidikan. Dalam masyarakat 5.0, di
mana perubahan teknologi dan pengetahuan terjadi dengan cepat, individu harus terus
belajar untuk tetap relevan dalam lingkungan yang berubah. Oleh karena itu, pendidikan
formal dan non-formal tetap penting untuk meningkatkan kemampuan adaptasi dan
peningkatan diri.

Era digital membawa masalah baru terkait etika dan tanggung jawab dalam
penggunaan teknologi. Pendidikan berperan dalam membantu individu memahami
konsep seperti privasi online, keamanan siber, dan dampak sosial dari teknologi. Hal ini
membantu menciptakan pengguna teknologi yang bijak dan bertanggung jawab.
Sumber : Sukatin, S., Ma’ruf, A., Putri, D. M., Karomah, D. G., & Hania, I. (2021).
Urgensi Pendidikan Karakter Bagi Remaja di Era Digital. Jurnal Sosial dan Sains, 1(9),
1-101.

3. Berdasarkan ruang lingkupnya, pendidikan dikelompokkan menjadi pendidikan


dalam arti luas, pendidikan dalam arti sempit, dan pendidikan dalam arti luas terbatas.
Adapun pendidikan luas terbatas, terdiri dari pendidikan informal, formal, dan non
formal. Jelaskan perbedaan pendidikan informal, formal, dan non formal, serta berikan
contoh untuk tiap jenis pendidikan berdasarkan pengalaman Anda.

Jawaban :

1. Pendidikan formal adalah pendidikan yang dilakukan melalui jalur pendidikan di


sekolah-sekolah. Contohnya adalah ketika saya mengenyam Pendidikan SD
hingga SMA merupakan pendidikan formal.
2. Pendidikan non formal adalah suatu jalur pendidikan yang dilakukan di luar
pendidikan formal. Pendidikan ini bisa dilakukan secara terstruktur dan
berjenjang. Pendidikan non formal yang biasa dilakukan antara adalah seperti
ketika saya belajar mengaji di masjid, pondok pesantren, dan lain sebagainya.
3. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk
kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung
jawab. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan
nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional
Pendidikan. Contohnya adalah orang tua saya mengajarkan say acara
menghargai orang lain, tata krama, pendidikan agama, pendidikan etika,
pendidikan sopan santun, pendidikan moral, dan sosialisasi dengan lingkungan.

Sumber : Syaadah, R., Ary, M. H. A. A., Silitonga, N., & Rangkuty, S. F. (2022).
PENDIDIKAN FORMAL, PENDIDIKAN NON FORMAL DAN PENDIDIKAN
INFORMAL. PEMA (JURNAL PENDIDIKAN DAN PENGABDIAN KEPADA
MASYARAKAT), 2(2), 125-131.

4. Pendidikan merupakan suatu ilmu. Namun, pendidikan juga merupakan suatu seni.
a. Jelaskan perbedaan antara pendidikan sebagai ilmu dan pendidikan sebagai
seni.
b. Deskripsikan contoh berdasarkan pengalaman Anda selama menjadi peserta
didik, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
c. Deskripsikan contoh berdasarkan pengamatan Anda terkait pendidikan di
era digital dan masyarakat 5.0.

Jawaban :

a. Mendidik sebagai ilmu, karena isi pendidikan meliputi landasan keilmuan, ilmu
bersifat teoritis dan praktis. Sedangkan pendidikan sebagai seni karena meliputi
perasaan serta hasil proses pendidikan merupakan sebuah karya yang memiliki
nilai. Mendidik sebagai ilmu, karena isi pendidikan meliputi landasan keilmuan,
ilmu bersifat teoritis dan praktis. Sedangkan pendidikan sebagai seni karena
meliputi perasaan serta hasil proses pendidikan merupakan sebuah karya yang
memiliki nilai.

Sumber : Aziz, N., Muslim, K., & Nurlatipah, D. Meningkatkan Pendidikan Dengan Metode
Pendidikan Sebagai Ilmu dan Seni.

b. 1. Di Lingkungan Keluarga
ketika orang tua mengajari saya tentang mengenal alam sekitar dengan
menggabungkan penjelasan ilmiah dengan cerita, pengalaman pribadi, dan
permainan yang membuat pembelajaran lebih menarik
2. Di Lingkungan Sekolah
Guru saya di sekolah dasar, menggunakan beberapa kreatifitas dalam mengajar.
Guru saya menyisipkan permainan atau nyanyian dalam proses praktek
pendidikan. Karena dengan cara seperti itu kami yang masih tergolong usia
bermain akan lebih merasa nyaman ketika mereka melakukan proses
pembelajaran dan lebih mudah menerima pelajaran tersebut.
3. Lingkungan Masyrakat
Selama berinteraksi dengan masyarakat, saya belajar banyak tentang budaya,
tradisi, dan nilai-nilai sosial. Ini adalah kombinasi antara ilmu dan seni, di mana
informasi diberikan dalam konteks nyata. Misalnya, saat menghadiri acara adat
atau festival lokal, saya belajar tentang sejarah dan makna budaya, tetapi juga
merasakan emosi dan ikatan sosial yang ada di sekitar perayaan tersebut.
Sumber : Aziz, N., Muslim, K., & Nurlatipah, D. Meningkatkan Pendidikan Dengan Metode
Pendidikan Sebagai Ilmu dan Seni.

c. Pendidikan seni memiliki potensi dan posisi untuk membina inteligensi dan
imajinasi anak-didik. Kekuatan ini dapat tercapai melalui percerminan artistik
dan pengalaman estetik dalam berekpresi dan berkreasi secara kreatif dan
inovatif pada ekosistem belajar yang kondusif. Oleh sebab itu, pendidikan seni
perlu di terapkan dari segi visual, aural, haptik, literal perlu dipertautkan kembali
sehingga mampu memupuk kesadaran artistik dan kepekaan estetik anak-didik
(sesuai dengan kecenderungannya), sehingga mampu membangun daya kritisnya
sendiri. Keterkaitan antara Society 5.0 dan Revolusi Industri 4.0 pada
pendidikan seni dapat dilihat pada kasus kesenian yang beredar pada masyarakat
atau kesenian tradisional dimana para para pendidik seni, baik akademisi
maupun praktisi, diharapkan mampu melakukan riset berkelanjutan untuk
meneliti dan mengkaji bentuk-bentuk dan konsep-konsep setiap kesenian
tradisional: pengembangan dan penerapannya, berbasis kearifan lokal dan
kemajuan telekomunikasi dan informatika.

Sumber : Sabri, I. (2019). Peran pendidikan seni di era society 5.0 untuk revolusi Industri 4.0.
In Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (PROSNAMPAS) (Vol. 2, No. 1, pp. 342-347).

5. Landasan filosofis pendidikan di Indonesia adalah Pancasila. Menurut Anda, apakah


implementasi pendidikan di Indonesia sudah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila?
Analisis berdasarkan hal berikut.
a. Pengalaman Anda selama menjadi peserta didik, baik di lingkungan
keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
b. Pengamatan Anda terkait pendidikan di era digital dan masyarakat 5.0.
Jawaban :
a. 1. Lingkungan Keluarga
Saya diajarkan oleh orang tua saya untuk menghormati tetangga yang berbeda
agama atau budaya. Ini mencerminkan semangat toleransi dan keragaman yang
ada dalam Pancasila sila ke-3.
2. Lingkungan Sekolah
Sekolah di Indonesia memiliki mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
yang bertujuan untuk mengajarkan nilai-nilai Pancasila. Materi ini mencakup
pemahaman tentang demokrasi, keadilan sosial, hak asasi manusia, dan nilai-
nilai kebangsaan. Misalnya, dalam pelajaran ini, saya mempelajari sejarah
perjuangan Indonesia untuk meraih kemerdekaan, yang terkait dengan nilai-nilai
Pancasila seperti ketahanan nasional dan keadilan sosial.
3. Lingkungan Masyarakat
Contohnya adalah ketika saya ikut dalam Masyarakat bersatu untuk
membersihkan sungai atau membantu korban bencana alam di kampung saya.
Sumber : Giri, I. P. A. A., Ardini, N. L., & Kertiani, N. W. (2021). Pancasila sebagai landasan
filosofis pendidikan nasional. Sanjiwani: Jurnal Filsafat, 12(1), 116-126.
b. Salah satu masalah kritis yang harus diatasi adalah disparitas akses terhadap
teknologi dan pengetahuan. Pancasila mendorong untuk memastikan keadilan
dan kesetaraan. Oleh karena itu, dalam konteks pendidikan, perlu adanya
kebijakan yang memastikan akses yang adil terhadap teknologi pendidikan,
terutama bagi mereka yang berada di wilayah terpencil atau kurang berkembang.

Akses Pendidikan yang Merata (Pancasila dan Era Digital):


Meskipun teknologi telah membuka akses ke sumber daya pendidikan,
masih ada kesenjangan akses di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini tidak
selalu sesuai dengan semangat Pancasila yang menekankan keadilan sosial dan
kesempatan yang sama bagi semua warga negara.
Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip Pancasila ke dalam kerangka
pendidikan, Indonesia dapat membentuk generasi individu yang tidak hanya
memiliki kecakapan teknologi, tetapi juga integritas moral dan etika. Hal ini
memastikan bahwa ketika bangsa ini maju dalam Revolusi Industri 4.0,
kemajuan identik dengan kasih sayang, harmoni, dan kebaikan bersama.
Perjalanan menuju sistem pendidikan yang berakar pada nilai-nilai Pancasila
adalah langkah menuju masa depan yang lebih cerah, lebih adil, dan bermoral
tinggi bagi Indonesia di tengah revolusi digital.
Sumber : Putra, F. S. D., Febrian, A., & Musa, M. (2023). Pancasila sebagai Landasan Filosofis
Kebijakan Pendidikan Nasional di Era Revolusi Industri 4.0. JP3M: Jurnal Pendidikan,
Pembelajaran dan Pemberdayaan Masyarakat, 5(2), 501-507.

Anda mungkin juga menyukai