Jawaban :
a. Guru sangat penting untuk memahami landasan pendidikan. Mengingat, guru
merupakan garda terdepan yang berinteraksi langsung dengan peserta didik di
kelas. Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya,
relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara
pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu
landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para
pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya. Seorang
guru yang memahami filosofis pendidikan akan memahami tujuan ia mendidik.
Sehingga, dengan seksama ia akan memikirkan bagaimana siswanya belajar, apa
yang harus dipelajari siswanya, bagaimana siswanya bisa terlibat secara aktif
dalam proses pembelajaran, bagaimana hasil belajar siswa bisa membangun
sikap mereka, dan sebagainya.
Sumber referensi : Suyitno, Y. 2009. Landasan Filosofis Pendidikan. Bandung.
UPI Bandung.
b. 1. Landasan Filosofis Pendidikan.
adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik
tolak dalam pendidikan. Peranan landasan filosofis pendidikan adalah
memberikan rambu-rambu apa dan bagaimana seharusnya pendidikan
dilaksanakan.
2. Landasan Religius Pendidikan
adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari ajaran agama yang dijadikan
titik tolak dalam pendidikan. Contohnya: Carilah ilmu sejak dari buaian
hingga masuk liang lahat/meninggal dunia.”Menuntut ilmu adalah
fardhlu bagi setiap muslim.” (hadist). Implikasinya, bagi setiap muslim
bahwa belajar atau melaksanakan pendidikan sepanjang hayat
merupakan suatu kewajiban.
3. Landasan Sosiologis pendidikan
adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah sosiologi yang
dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh.” Di dalam masyarakat
yang menganut stratifikasi social terbuka terdapat peluang besar untuk
terjadinya mobilitas social. Adapun fakta yang memungkinkan terjadinya
mobilitas social itu antara lain bakat dan pendidikan.”Implikasinya, para
orang tua rela berkorban membiayai pendidikan anak-anaknya.
4. landasan antropologis pendidikan
adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah antropologi
yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh : perbedaan
kebudayaan masyarakat di berbagai daerah (misalnya: system mata
pencaharian, bahasa, kesenian, dsb). mengimplikasikan perlu
diberlakukan kurikulum muatan lokal.
5. Landasan historis pendidikan
adalah asumsi-asumsi pendidikan yang bersumber dari konsep dan
praktek pendidikan masa lampau (sejarah) yang dijadikan titik tolak
perkembangan pendidikan masa kini dan masa datang. Contoh
‘Semboyan “tut wuru handayani”. sebagai salah satu peranan yang harus
dilaksanakan oleh para pendidik, dan dijadikan semboyan pada logi
Depdiknas, adalah semboyan dari Ki Hadjar Dewantara (Pendiri
Perguruan Nasional Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1992 di
Yogyakarta) yang disetujui hingga masa kini dan untuk masa datang
karena dinilai berharga.
6. Landasan Hukum/Yuridis Pendidikan
adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundanganan
yang berlaku, yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dsb.
Jawaban :
a. Ada beberapa alasan yang menjadi dasar mengapa manusia perlu dididik dan
memperoleh pendidikan, yaitu :
2) Manusia lahir tidak langsung dewasa, untuk sampai pada kedewasaan yang
merupakan tujuan pendidikan dalam arti khusus memerlukan waktu lama. Bagi
manusia primitif, proses pencapaian kedewasaaan tersebut akan lebih pendek
dibandingkan dengan manusia modern.Manusia primitif cukup dengan mencapai
kedewasaan secara konvensional, dimana apabila seseorang sudah memiliki
keterampilan untuk hidup khususnya untuk hidup berkeluarga, seperti dapat
berburu, dapat bercocok tanam, mengenal norma-norma hidup bermasyarakat,
sudah dapat dikatakan dewasa.Dilihat dari segi usia, misalnya usia 12-15 tahun
pada masyarakat primitif sudah melangsungkan hidup berkeluarga.
3) Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial, yang tidak dapat hidup
tanpa berinteraksi dengan manusia lain.Selain itu, manusia tidak akan
berperilaku manusia seandainya tidak hidup bersama dengan manusia lainnya.
Lain halnya dengan hewan, dimanapun hewan dibesarkan akan tetap memiliki
perilaku hewan, seekor kucing yang dibesarkan dalam lingkungan anjing akan
tetap berprilaku kucing, tidak akan berperilaku anjing. Karena setiap jenis hewan
sudah dilengkapi dengan insting tertentu yang pasti dan seragam, yang berbeda
antara jenis hewan yang satu dengan yang lainnya.
Contoh pengalaman saya adalah saya perlu dididik agar dapat berjalan,
berbicara, bersikap, dan bertindak demi kemaslahatan hidup saya
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan perlu karena manusia
lahir tidak berdaya, tidak bisa langsung bangun dan berjalan sendiri seperti sapi dan
hewan lainnya. Oleh sebab itu, manusia memerlukan pendidikan (dididik) agar mampu
bertahan hidup dan menjalani proses kehidupannya.
Sumber : Fadhilah, I. A., & Maunah, B. (2021). Manusia sebagai Makhluk yang Perlu
dan Dapat Dididik. Cendekia: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 15(2), 254-268.
b. Era digital telah mengubah cara kita memperoleh pengetahuan dan keterampilan.
Teknologi telah membuat pembelajaran menjadi lebih mudah diakses dan fleksibel,
tetapi hal ini tidak mengurangi kebutuhan akan pendidikan. Dalam masyarakat 5.0, di
mana perubahan teknologi dan pengetahuan terjadi dengan cepat, individu harus terus
belajar untuk tetap relevan dalam lingkungan yang berubah. Oleh karena itu, pendidikan
formal dan non-formal tetap penting untuk meningkatkan kemampuan adaptasi dan
peningkatan diri.
Era digital membawa masalah baru terkait etika dan tanggung jawab dalam
penggunaan teknologi. Pendidikan berperan dalam membantu individu memahami
konsep seperti privasi online, keamanan siber, dan dampak sosial dari teknologi. Hal ini
membantu menciptakan pengguna teknologi yang bijak dan bertanggung jawab.
Sumber : Sukatin, S., Ma’ruf, A., Putri, D. M., Karomah, D. G., & Hania, I. (2021).
Urgensi Pendidikan Karakter Bagi Remaja di Era Digital. Jurnal Sosial dan Sains, 1(9),
1-101.
Jawaban :
Sumber : Syaadah, R., Ary, M. H. A. A., Silitonga, N., & Rangkuty, S. F. (2022).
PENDIDIKAN FORMAL, PENDIDIKAN NON FORMAL DAN PENDIDIKAN
INFORMAL. PEMA (JURNAL PENDIDIKAN DAN PENGABDIAN KEPADA
MASYARAKAT), 2(2), 125-131.
4. Pendidikan merupakan suatu ilmu. Namun, pendidikan juga merupakan suatu seni.
a. Jelaskan perbedaan antara pendidikan sebagai ilmu dan pendidikan sebagai
seni.
b. Deskripsikan contoh berdasarkan pengalaman Anda selama menjadi peserta
didik, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
c. Deskripsikan contoh berdasarkan pengamatan Anda terkait pendidikan di
era digital dan masyarakat 5.0.
Jawaban :
a. Mendidik sebagai ilmu, karena isi pendidikan meliputi landasan keilmuan, ilmu
bersifat teoritis dan praktis. Sedangkan pendidikan sebagai seni karena meliputi
perasaan serta hasil proses pendidikan merupakan sebuah karya yang memiliki
nilai. Mendidik sebagai ilmu, karena isi pendidikan meliputi landasan keilmuan,
ilmu bersifat teoritis dan praktis. Sedangkan pendidikan sebagai seni karena
meliputi perasaan serta hasil proses pendidikan merupakan sebuah karya yang
memiliki nilai.
Sumber : Aziz, N., Muslim, K., & Nurlatipah, D. Meningkatkan Pendidikan Dengan Metode
Pendidikan Sebagai Ilmu dan Seni.
b. 1. Di Lingkungan Keluarga
ketika orang tua mengajari saya tentang mengenal alam sekitar dengan
menggabungkan penjelasan ilmiah dengan cerita, pengalaman pribadi, dan
permainan yang membuat pembelajaran lebih menarik
2. Di Lingkungan Sekolah
Guru saya di sekolah dasar, menggunakan beberapa kreatifitas dalam mengajar.
Guru saya menyisipkan permainan atau nyanyian dalam proses praktek
pendidikan. Karena dengan cara seperti itu kami yang masih tergolong usia
bermain akan lebih merasa nyaman ketika mereka melakukan proses
pembelajaran dan lebih mudah menerima pelajaran tersebut.
3. Lingkungan Masyrakat
Selama berinteraksi dengan masyarakat, saya belajar banyak tentang budaya,
tradisi, dan nilai-nilai sosial. Ini adalah kombinasi antara ilmu dan seni, di mana
informasi diberikan dalam konteks nyata. Misalnya, saat menghadiri acara adat
atau festival lokal, saya belajar tentang sejarah dan makna budaya, tetapi juga
merasakan emosi dan ikatan sosial yang ada di sekitar perayaan tersebut.
Sumber : Aziz, N., Muslim, K., & Nurlatipah, D. Meningkatkan Pendidikan Dengan Metode
Pendidikan Sebagai Ilmu dan Seni.
c. Pendidikan seni memiliki potensi dan posisi untuk membina inteligensi dan
imajinasi anak-didik. Kekuatan ini dapat tercapai melalui percerminan artistik
dan pengalaman estetik dalam berekpresi dan berkreasi secara kreatif dan
inovatif pada ekosistem belajar yang kondusif. Oleh sebab itu, pendidikan seni
perlu di terapkan dari segi visual, aural, haptik, literal perlu dipertautkan kembali
sehingga mampu memupuk kesadaran artistik dan kepekaan estetik anak-didik
(sesuai dengan kecenderungannya), sehingga mampu membangun daya kritisnya
sendiri. Keterkaitan antara Society 5.0 dan Revolusi Industri 4.0 pada
pendidikan seni dapat dilihat pada kasus kesenian yang beredar pada masyarakat
atau kesenian tradisional dimana para para pendidik seni, baik akademisi
maupun praktisi, diharapkan mampu melakukan riset berkelanjutan untuk
meneliti dan mengkaji bentuk-bentuk dan konsep-konsep setiap kesenian
tradisional: pengembangan dan penerapannya, berbasis kearifan lokal dan
kemajuan telekomunikasi dan informatika.
Sumber : Sabri, I. (2019). Peran pendidikan seni di era society 5.0 untuk revolusi Industri 4.0.
In Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (PROSNAMPAS) (Vol. 2, No. 1, pp. 342-347).