Anda di halaman 1dari 206

TENTANG PENDIDIKAN YANG DIPIKIRKAN

Di susun oleh:

Peserta DAD Angkatan 2023

Rencana Kegiatan Tindak Lanjut Perkaderan dan Darul Arqam


Dasar 2023 Pimpinan Komisariat Ahmad Dahlan Ikatan
Mahasasiswa Muhammadiyah

Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Arqam (STAIDA)

Muhammadiyah Garut

2023

1
LANDASAN PENDIDIKAN

Oleh: Adam Paturrahman Nugraha Akbar

A. Pengertian Pendidikan

Menurut ahli pedagogik dari Belanda, Langeveld, mengemukakan bahwa pengertian


pendidikan merupakan suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak
yang belum dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan.

Mendidik dan pendidikan adalah dua hal yang memiliki keterkaitan. Pengertian pendidikan
sendiri bermakna melakukan suatu tindakan berupa memberikan pendidikan kepada pihak
lain.

Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak supaya mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Lalu, menurut Crijns dan Reksosiswoyo, mendidik adalah pertolongan yang diberikan oleh
siapapun yang bertanggung jawab atas pertumbuhan anak untuk membawanya ke tingkat
dewasa.

Menurut GBHN 1973, pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik di dalam dan di luar sekolah
dan berlangsung seumur hidup. Terdapat beberapa konsep dasar mengenai pendidikan,
yakni :

1. Bahwa pendidikan berlangsung selama seumur hidup (long life education) Hal tersebut
karena usaha pendidikan sejatinya telah dimulai sejak manusia lahir dari kandungan ibu
sampai meninggal. Konsep pendidikan berlangsung sepanjang hayat ini seolah
memberikan pengertian bahwa pendidikan tidak identik dengan lingkungan sekolah
saja, tetapi juga dalam lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.
2. Tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga,
masyarakat, dan pemerintah.
3. Bagi manusia, pendidikan merupakan suatu kewajiban karena dari adanya pendidikan,
manusia dapat memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang.

2
Sehingga dapat disimpulkan dari pendapat-pendapat tersebut bahwa pendidikan adalah
suatu usaha yang disadari, bukan suatu perbuatan yang serampangan begitu saja supaya
dirinya menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab dan mandiri.

B. Pendidikan Hanya Berlaku Bagi Manusia

Upaya pendidikan menyangkut pada hati nurani, nilai-nilai, perasaan, pengetahuan, dan
keterampilan manusia. Hanya manusia yang dapat dididik dan menerima pendidikan
karena manusia dilengkapi oleh akal budi. Sedangkan hewan tidak tidak didik dan tidak
memungkinkan untuk dididik, sehingga tidak mungkin terlibat dalam proses pendidikan.

Mengapa Manusia Perlu Memperoleh Pendidikan? Terdapat beberapa asumsi yang


memungkinkan mengapa seorang manusia perlu memperoleh pendidikan dalam hidupnya,
yakni:

 Manusia dilahirkan ke dunia dalam keadaan yang tidak berdaya sehingga perlu
mendapatkan bantuan dari orang lain untuk melangsungkan hidupnya.
 Manusia lahir tidak langsung menjadi seorang yang dewasa. Supaya dapat sampai pada
tingkat dewasa maka diperlukan proses pendidikan.
 Pada hakikatnya, manusia adalah makhluk sosial sehingga tidak akan bisa hidup tanpa
adanya manusia lain.
 Pada hakikatnya, manusia dapat dididik dan mendapatkan pendidikan sepanjang
hidupnya.
C. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan di suatu negara dengan negara lain tentu akan berbeda bergantung dasar
negara, falsafah hidup, dan ideologi negara. Sehingga sebagai manusia Indonesia,
pendidikan memiliki tujuan sebagai berikut:

a. Untuk mencapai suatu kehidupan yang lebih baik.


b. Untuk membentuk manusia Indonesia yang memiliki sikap dan perilaku sesuai pada
nilai-nilai Pancasila.
c. Untuk mencapai hal tersebut adalah dengan adanya kedewasaan.

Terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk menyebut seorang individu telah
menjadi dewasa, yakni :

3
a. Mandiri; dapat hidup sendiri, tidak menggantungkan hidupnya pada orang lain, dan
dapat mengambil keputusan atas hidupnya.
b. Bertanggung jawab atas perbuatannya.
c. Memahami norma dan moral yang berlaku dalam masyarakat.
D. nsur-Unsur dalam Pendidikan
1. Peserta didik

Pada zaman sekarang, peserta didik tidak selalu menjadi pihak yang menerima informasi
dari pendidik saja. Namun, bisa saling memberikan timbal balik kepada pendidik dan antar
peserta didik lain. Selain itu, pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik dapat berbeda
dengan peserta didik lain. Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya perbedaan
lingkungan pendidikannya.

2. Pendidik

Pendidik dibedakan menjadi dua jenis yakni a) pendidik kodrati, yakni orang tua selaku
pendidik pertama sejak individu lahir ke dunia; dan b) pendidik profesi, yakni guru. Orang
tua selaku sebagai pendidik kodrati dilakukan bukan atas kemauan anak, melainkan
semata-mata secara kodrati bahwa mereka harus mendidik anaknya dengan cara dan aturan
yang berbeda-beda.

Walaupun pada zaman sekarang ini, tidak sedikit orang tua yang mengabaikan tanggung
jawabnya sebagai pendidik kodrati. Penyebabnya beragam, salah satunya adalah tidak
adanya waktu untuk berinteraksi dengan anak akibat terlalu sibuk bekerja. Adanya
keterbatasan waktu tersebut menjadikan pengalihan pendidikan anak kepada negara dan
masyarakat (berupa profesi guru).

Guru selaku pendidik profesi telah menerima tanggung jawab mendidik dari berbagai pihak
yakni orang tua, masyarakat, dan negara (pemerintah). Tanggung jawab tersebut diterima
atas dasar kepercayaan bahwa seorang guru mampu memberikan pendidikan yang sesuai
dengan peserta didik.

Terlebih saat ini menjadi seorang guru memiliki persyaratan yang cukup banyak, tidak
hanya cukup berupa ijazah lulusan sarjana pendidikan saja. Berjiwa Pancasila, demokratis,
sehat jasmani, menjadi beberapa syarat lain yang harus dimiliki oleh seorang guru.

4
3. Tujuan

Setiap pendidikan yang diberikan kepada peserta didik harus memiliki tujuan. Misalnya
agar peserta didik pandai berbicara, membaca dan menulis, berhitung; agar peserta didik
memiliki budi pekerti luhur, cinta bangsa dan tanah air; dan lain-lain. Tujuan-tujuan
tersebut harus dikaji berdasarkan kebutuhan dan kemampuan peserta didik supaya proses
mendidiknya dapat diterima sebagai nilai hidup yang baik.

4. Isi Pendidikan

Isi pendidikan meliputi segala sesuatu yang diberikan oleh pendidik kepada peserta
didiknya supaya dapat mencapai tujuan pendidikan. Isi pendidikan ini berupa materi yang
harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan dan kemampuan peserta didik.

5. Metode Pendidikan

Dalam kaitannya dengan pendidikan, metode ini bergantung pada kemampuan pendidik
yang bersangkutan dan sarana pendidikan. Dalam proses pendidikan, sering terjadi adanya
metode X kurang berhasil diterapkan oleh pendidik A, tetapi sukses dilakukan oleh
pendidik B. Sehingga dapat disebut bahwa suatu metode pendidikan tetap memiliki
keunggulan dan kelemahan masing-masing.

6. Situasi Lingkungan Pendidikan

Situasi lingkungan menjadi salah satu unsur paling berpengaruh dalam proses pendidikan.
Situasi lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan sosial budaya, lingkungan fisik
(bangunan gedung), dan lingkungan alam (cuaca dan musim).

E. Landasan Pendidikan Nasional di Indonesia


 Landasan Ideal: Pancasila
 Landasan Konstitusional: Undang-Undang Dasar 1945
 Landasan Operasional: Undang-Undang Pokok Pendidikan Nasional
F. Asas-Asas Pelaksanaan Pendidikan
 Asas semesta, menyeluruh, dan terpadu. Dalam asas ini berarti pendidikan terbuka
bagi setiap rakyat negara Indonesia, mencakup semua jenis dan jenjang pendidikan.
 Asas pendidikan seumur hidup. Dalam asas ini, setiap individu harus memperoleh
hak dan kesempatan untuk mendapatkan pengajaran dan belajar kapanpun selama
hidupnya.

5
 Asas tanggung jawab antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
 Asas pendidikan berlangsung dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan
masyarakat.
 Asas keselarasan dan keterpaduan dengan Ketahanan Nasional dan Wawasan
Nusantara.
 Asas Bhinneka Tunggal Ika
 Asas keselarasan, keserasian, dan keseimbangan
 Asas manfaat, adil, dan merata
 Asas ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.
 Asas kepastian hokum
G. Lingkungan Pendidikan
1. Lingkungan Pendidikan Keluarga

Keluarga menjadi bentuk lingkungan pendidikan yang pertama dan utama dari setiap
individu yang lahir ke dunia. Oleh sebab itu, orang tua berperan sebagai pendidik yang
bertanggung jawab atas proses pendidikannya. Seorang ahli bernama Drost
mengungkapkan bahwa dalam lingkungan pendidikan sekolah lebih banyak
mengembangkan kemampuan akademis individu, sementara dalam lingkungan pendidikan
keluarga bertanggung jawas atas pengembangan kepribadian.

Pendidikan keluarga dibagi atas tahap prenatal dan postnatal. Dalam tahap prenatal ini
berkaitan dengan pendidikan sebelum lahir atau sejak individu masih di dalam kandungan.
Wujud praktiknya cenderung merupakan kearifan lokal, misalnya dalam kebudayaan Jawa
ada neloni, mitoni, dan lain-lain.

2. Lingkungan Pendidikan Sekolah

Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, sekolah menjadi posisi utama dalam
upaya pendidikan manusia. Sekolah bertanggung jawab atas orang tua dan masyarakat
dalam bidang pendidikan demi generasi masa depan. Dasar tanggung jawab tersebut
meliputi tiga hal yakni:

 Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan menurut
perundang-undangan pendidikan.
 Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan, dan jenjang pendidikan.

6
 Tanggung jawab fungsional kepada pengelola dan pelaksaan pendidikan yang
menrima ketetapan berdasarkan ketentuan jabatannya.
3. Lingkungan Pendidikan Masyarakat

Dalam banyak hal, sekolah dinilai telah mengalami ketertinggalan dari masyarakatnya.
Khususnya dalam bidang teknologi, telah terjadi lebih dahulu dalam masyarakat daripada
di sekolah. Maka dari itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk mengakrabkan sekolah
dengan masyarakat. Misalnya dengan adanya sistem magang, KKN (Kuliah Kerja Nyata),
PKL (Praktik Kerja Lapangan), dan lain-lain.

7
DAFTAR PUSTAKA

https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-pendidikan/

8
KONSEP MERDEKA BELAJAR MENURUT KI HAJAR DEWANTARA

Oleh: Afni Alfiani Oktora

Menurut KHD, mendidik dan mengajar adalah proses memanusiakan manusia, sehingga harus
memerdekakan manusia dan segala aspek kehidupan baik secara fisik, mental , jasmani dan
rohani. Hal positif yang bisa diterapkan di kelas/sekolah sesuai dengan budaya Jawa/ orang
Banyumas yang berkarakter seperti tokoh Banyumas yaitu Semar/ Bawor yang sifatnya adalah
suka momong, walaupun sakti beliau tidak pernah sombong dan selalu memperhatikan akhlak
yang mulia (memperhatikan tata krama terhadap orang tua, juga sayang terhadap yang lebih
muda, dekat dengan Tuhan), bekerja itu tidak hanya mengandalkan otak semata,tetapi juga
dengan kerja keras, maka dibutuhkan keterpaduan kerja otot dan otak untuk hasil yang
maksima, rajin, suka bekerja keras dan cekatan (cancudan: bhs Banyumas).

Sama dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pengembangan budi pekerti (olah
cipta, olah karya, olah karsa, dan olah raga) yang terpadu menjadi satu kesatuan. Hasil hasil
positif yang sesuai dengan pemikiran KHD yaitu :

1. Prinsip kepmimpinan sebagai seorang guru yaitu

Ing ngarso sung tuladho (maka orang tua atau guru sebagai suri tauladan anak dan siswa)

Ing madya mangun karso (yang ditengah memberikan semangat ataupun ide-ide yang
mendukung)

Tut wuri handayani (yang dibelakangan memberikan motivasi

2. Sistem pendidikan yang dilakukan yaitu menggunakan sistem among atau Among Methode
artinya guru itu menjaga, membina dan menididk anak kasih sayang

3.Tri pusat pendidikan yaitu yang mewarnai peserta didik adalah keluarga, sekolah dan
masyarakat.

4. Asas asas dalam pendidkan ada 5 yaitu :

- Asas Kemerdekaan

- Asas Kodrat Alam

- Asas Kebudayaan

- Asas Kebangsaan

9
- Asas Kemanusiaan

Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara, berulang kali menekankan apa yang
disebutnya 'kemerdekaan dalam belajar'. Dari berbagai literatur, gagasan ini boleh jadi bermula
karena pria bernama Soewardi Surjaningrat itu menolak betul praktik pendidikan yang
mengandalkan kekerasan dan berjuang menyebarkan konsep pendidikan ala 'Taman Siswa'

Anggota Majelis Luhur Taman Siswa, Ki Priyo Dwiyarso, menjelaskan, makna kemerdekaan
belajar yang diusung Ki Hadjar Dewantara yakni bagaimana membentuk manusia harus
dimulai dari mengembangkan bakat.

"Jadi yang punya kehendak itu siswanya, bukan pamong gurunya, dosennya, yang
memaksakan kamu harus jadi hijau, harus jadi merah. Untuk itu kemudian timbul Tut Wuri
Handayani

Tut Wuri Handayani berarti mendorong dan menguatkan. Namun, menurut Ki Priyo, cara
mendorong dan memberi kekuatan belajar tak boleh sembarangan. Rentang kendali harus tetap
ada, agar asa menjadi manusia terap terjaga.

Menurut Ki Priyo, bakat menjadi kiblat bagi sang pendidik. Guru harus memperhatikan apa
yang dapat dikembangkan dari anak didiknya. Guru harus jeli menelisik kebutuhan anak didik,
mana yang harus didorong, dan apa yang harus dikuatkan.

Guna memenuhi kebutuhan pengembangan bakat, kata dia, anak didik harus merasa merdeka.
Namun, merdeka yang dimaksud bukan bermakna mutlak.

Menurut Ki Priyo, Merdeka Belajar yang diusung Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) Nadiem Makarim menjadikan kata 'merdeka" sebagai subjektifitas, sehingga
membawa arah pembelajaran menjadi liar. Inilah yang menjadikan istilah Merdeka Belajar
dirasa kurang pas untuk menjadi dasar pendidikan saat ini.

"Banyak yang belum membaca ajaran Ki Hadjar tentang merdeka belajar. Sebetulnya lebih pas
belajar merdeka. Merdeka belajar sangat mengganggu orang lain atau golongan lain," ujarnya.

Putra dari Ki Hadi Sukitno, tangan kanan Ki Hadjar Dewantara, menuturkan Belajar merdeka
itu berarti merdeka atas diri sendiri. Minat dan bakat siswa itu harus merdeka untuk
berkembang seluas mungkin. Konsep itu yang dibawa Ki Hadjar Dewantara bagi bangsa ini

10
dengan harapan tak digerus perkembangan zaman. Serta, menjadi cetak biru dalam
membangun pendidikan Indonesia.

Angka tidak boleh menjadi tolak ukur dalam pengembangan bakat. Kurikulum jangan
dijadikan alat untuk menjajah anak didik. Terjajahnya anak didik dalam kurikulum, malah
membunuh pengembangan bakat yang digaungkan oleh pahlawan nasional itu.

"Pikiran kok sampai terjajah? itu artinya terjajah intelektualisme. Ki Hadjar anti
intelektualisme. Dia bilang, saya tidak suka orang yang terlalu intelek tapi mengabaikan
karakter. Artinya belajar itu terlalu kognitif. Tapi afeksinya, rasanya, kadang-kadang hilang,"
jelas dia, sembari mengenang sosok Ki Hadjar Dewantara yang terkenal garang di depan kelas.

Ia melanjutkan, pendidikan karakter dalam membangun bakat semakin terasa penting dan tak
boleh tersingkirkan. Karakter meruakan kunci utama dalam membangun setiap insan
pendidikan.

Guru bisa mengukur kemampuan anak didiknya dengan cara yang lebih deskriptif. Bagi Ki
Priyo, uraian kalimat ini bisa menjelaskan seperti apa karakter anak didik yang sesungguhnya.
Tinggal bagaimana Nadiem menentukan kebijakan. Menteri yang belum genap satu tahun
memegang kendali pendidikan Indonesia itu harus memutar otak.

"Tidak hanya numeratif, tapi juga uraian kalimat yang bisa menjelaskan karakter si anak itu
sesungguhnya bagaimana. Tetapi tidak kemudian memberikan beban berat kepada guru,
sehingga saat menilai siswa itu seperti membuat skripsi, kasihan dia. Dibuatlah yang lebih
sederhana," paparnya.

Ki Priyo yakin Nadiem paham bagaimana menjalankan esensi dari konsep belajar merdeka.
Sebab, menurutnya, Nadiem telah melalui apa yang disebut belajar merdeka ketika menggarap
usaha Gojek.

"Buktinya membuat Gojek itu kemerdekaan dia di dalam belajar hidup dan penghidupan.
Waktu dia studi, dia belajar merdeka, kreasi sana sini, begitu lulus, usahanya membuahkan
hasil. Dia tak mau kerja sebagai buruh. Merdekanya di situ," terangnya.

Ki Priyo menyatakan, Ki Hadjar Dewantara sangat memperhatikan bakat dan minat anak dalam
belajar. Ini jadi pekerjaan rumah bagi Nadiem untuk mempertahankan budaya belajar merdeka
yang diusung Ki Hadjar Dewantara.

11
Ki Hadjar Dewantara tak pernah mematok anak didiknya di kelas kelak akan menjadi apa. Ki
Hadjar Dewantara memerdekakan anaknya saat belajar apapun, berdasarkan bakat mereka.
Bekal itulah yang harus dibawa anak Indonesia untuk berdaulat atas dirinya sendiri. Belajar
merdeka dipercaya pula dalam membawa Indonesia sebagai negara yang maju.

Indikator negara maju dapat dilihat dari kemampuan lulusan akademiknya dalam membuka
lapangan kerja. Sayang, hal ini belum menjadi mindset atau dasar berpikir anak negeri, karena
luput dari arti belajar merdeka ala Ki Hadjar Dewantara.

Saat ini, lulusan Indonesia baru mampu menjangkau angka dua persen dalam urusan membuka
lapangan kerja. Padahal, idealnya untuk dikatakan sebagai negara maju, harus ada empat persen
dari lulusan Indonesia yang bisa membuka lapangan kerja.

"Bahwa kita itu tidak mencetak lulusan alumni itu untuk sekadar menjadi buruh, menjadi
tenaga kapitalis, menjadi tenaga industri, atau sekedar ASN. Makanya namanya belajar
merdeka. Membawa mereka, untuk merdeka, dalam arti sesungguhnya," ujar Ki Priyo.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://www.smanjatilawang.sch.id/read/6/konsep-merdeka-belajar-menurut-ki-hajar-
dewantara.

13
CIRI-CIRI PENDIDIKAN INDONESIA

Oleh: Agim

Cara melaksanakan pendidikan Indonesia sudah tentu tidak bisa terlepas dari tujuan pendidikan
di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang
dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia.

Tujuan pendidikan bangsa Indonesia tertera dalam Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003
sebagai berikut: mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UURI, No. 20 tahun 2003, h. 5).

Supaya lebih jelas, aspek-aspek individu yang akan dikembangkan dan ditumbuhkan dapat
diperhatikan di bawah ini. Kesembilan aspek individu itu dikembangkan secara optimal,
artinya masing-masing aspek dikembangkan setinggi-tingginya sesuai dengan potensinya dan
tersedianya sumber-sumber pendidikan. Bila semua aspek sudah berkembang secara optimal
berarti aspek-aspek itu berkembang secara seimbang yaitu tidak ada salah satu dari aspek itu
yang dilalaikan perkembangannya. Inilah yang membuat perkembangan menjadi harmonis.
Supaya perkembangan optimal, berimbang dan harmonis itu menjadi sempurna perkembangan
semua aspek individu itu perlu dibuat berintegrasi satu dengan yang lain. Dengan cara mi
barulah akan diperoleh perkembangan total atau manusia Indonesia seutuhnya.

Aspek ketuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui pendidikan-
pendidikan agama di sekolah maupun perguruan tinggi, melalui ceramah-ceramah agama di
masyarakat, melaui kehidupan beragama di asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan
ketuhanan di televisi, melaui radio, surat kabar dan sebagainya. Bahan- bahan yang diserap
melalui media itu akan berintegrasi dalam rohani para siswa/mahasiswa.

Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan


tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa
diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta
menyimpulkannya.

Pengembangan aspek perasaan, kemauan, sikap, penghargaan, dan komitmen sukar dipisahkan
satu dengan yang lain sebab mereka berkaitan erat Itulah sebabnya dalam kepustakaan sering

14
semua aspek tersebut diberi satu nama yaitu afeksi. Selanjutnya afeksi itu sendiri sukar
dikembangkan tersendiri terlepas dari pengembangan aspek-aspek lainnya Pengembangan
aspek-aspek lam seperti pikiran, keterampilan kesehatan, cinta tanah air, dan sebagainya adalah
merupakan media untuk mengembangkan afeksi Dengan kata lain afeksi berkembang bersama
dengan pengembangan aspek-aspek lain asal diusahakan proses belajar mengajar dapat
menunjangnya.

Aspek keterampilan dikembangkan dengan berbagai cara sepen praktek di laboratorum,


praktek di lapangan, magang di perusahaan perusahaan dan melakukan kerja nyata.
Pengembangan ini membutuhkan perlengkapan belajar yang memadai.

Pengembangan aspek kesehatan dan penumbuhan jasmani dan keindahan tubuh seringkali juga
dilakukan bersama-sama. Tidak besar gunanya mempelajari ilmu kesehatan bila tidak
dipraktekkan. Mempraktekkan ilmu kesehatan berarti melaksanakan cara hidup yang sehat
seperti memilih makanan yang bergizi, ada keseimbangan antara bekerja, istirahat, dan tidur,
dan melakukan olah raga yang teratur Pengembangan dan penumbuhan ini sudah banyak
ditangani baik di sekolah maupun di masyarakat.

Pelajaran sejarah Indonesia khususnya zaman perjuangan, zaman kemerdekaan dian


pembangunan berusaha mengembangkan aspek cinta tanah air. Ditambah dengan peringatan
hari-hari nasional dan informasi tentang pembangunan bangsa membuat para siswa/mahasiswa
cinta akan bangasa dan negaranya.

Aspek kemasyarakatan dikembangkan lewat pelajaran-pelajaran ilmu sosial dan praktek ke


masyarakat, seperti melalui kerja bakti, melaksanakan/memberi bantuan bantuan sosial,
melalui pengabdian kepada masyarakat dan sebagainya. Di samping itu bekerja secara
kelompok, berdiskusi dan seminar juga dapat mengembangkan aspek kemasyarakatan.

Setelah menguraikan tentang pengembangan individu secara total, kini akan dilanjutkan
dengan uraian tentang pembentukkan manusia Pancasilais, sebagai perwujudan dari individu
yang mendukung filsafat Pancasila. Pembentukkan manusia Pancasila juga merupakan salah
satu an pendidikan Indonesia.

Keseluruhan aspek individu yang patut dikembangkan dan ditumbuhkan seperti telah diuraikan
di atas harus diwarnai oleh sila sila Pancasila. Arah perkembangan masing-masing aspek
hendaklah sejalan dengan sila-sila Pancasila. Misalnya, bila mengembangkan pikiran siswa
hendaklah ia mampu berkreasi, memecahkan masalah dan berkarya yang berguna bagi bangsa

15
dan kemanusiaan. Dan bukan berefek negatif bagi masyarakat. Begitu pula dalam
mengembangkan keindahan tubuh bukanlah dengan maksud untuk menimbulkan nafsu seks
melulu, melainkan lebih ditekankan kepada nilai seni suatu bangsa yang telah memiliki
kebudaya yang tinggi.

Bagaimana caranya agar hal ini bisa diwujudkan? Nugroho mengingatkan agar kita
melaksanakan Pancasila in action (1984, h 6). Yaitu menegakkan tatakrama atau pergaulan
yang didasarkan atas kekeluargaan, kerjasama, dan pengorbanan demi kepentingan bersama
dalam lingkungan sekolah dan kampus. Pemasyarakan yang bersifat pengertian saja belum
mencukupi. Hal ini harus disertai pengamalan Pancasila dalam wujud sikap dan perbuatan.
Sikap dan perbuatan yang mencerminkan butir-butir Pancasila ini hendaklah dimonitor secara
kontinu. Sehingga perilaku Pancasila itu bisa terjadi pada siswa dan mahasiswa.

Pergaulan dan proses belajar di sekolah dan di kampus yang diwarnai oleh sila-sila Pancasila
akan terjadi bila Pancasila - in action dilaksanakan setiap hari. Sehingga terwujud masyarakat
belajar dan masyarakat ilmiah yang Pancasilais. Pengalaman di sekolah dan di kampus seperti
ini sangat mempengaruhi pribadi para siswa/mahasiswa sebagai generasi penerus.

Pembentukkan manusia pembangunan atau usaha meningkatkan kualitas hidup juga


merupakan salah satu ciri pendidikan Indonesia yang perlu mendapat perhatian .Dalam zaman
pembangunan dan reformasi perlu ada manusia-manusia yang mampu membangun.
Kemampuan in didapat terutama melalui pendidikan dan pengajaran di sekolah dan di
perguruan tinggi. Namun bukanlah dengan sekadar dengan memberi ilmu dan pengetahuan
sebanyak-banyaknya kepada para siswa/mahasiswa Yang lebih penting ialah bagaimana
caranya agar mereka dapat mengembangkan dirinya sendiri.

Pengembangan diri sendiri dalam segi rohani, jasmani, dan sosial adalah usaha awal dalam
meningkatkan kualitas hidup Seseorang memiliki kualitas hidup yang memadai bila ia siap
menghadapi tantangan zaman, responsif terhadap perubahan-perubahan dan kebutuhan bangsa,
bersikap positif untuk menjawab tantangan dan mengisi kebutuhan bangsa, mempunyai
kemauan keras dan bermental baja dalam membangun negara, dan sanggup bekerja karena
telah memilik keahlian dan keterampilan yang memadai. Hidup orang yang seperti ini sangat
bermakna bagi dirinya, bagi bangsa dan negara, dan sudah tentu sangat mulia di hadapan Tuhan
Yang Maha Esa sebab la menghendaki umat- Nya memiliki kualitas hidup seperti itu.

Pembentukan manusia pembangunan dan reformasi sejalan dengan peningkatan kualitas hidup
individu. Keduanya saling menunjang Manusia pembangunan sanggup membangun bangsa,

16
negara dan lingkungannya yang memungkinkan kualitas hidup secara lebih tepat. Dan kualitas
hidup yang memadai akan mempercepat jalannya pembangunan bangsa. Pembangunan
Indonesia memang kompleks. Dua di antaranya ialah membangun lingkungan hidup dan
membangun manusia Indonesia itu sendiri.

Ciri lain perlu mendapat perhatian dalam pendidikan Indonesia ialah pembentukan cara hidup
serba teknologi dalam kebudayaan Indonesia. Hal ini penting sebab kemajuan teknologi di
dunia sangat pesat. Bila pendidikan tidak menyiapkan sikap positif terhadap teknologi,
dikhawatirkan Indonesia akan tertinggal dalam bidang itu. Agar tidak terjadi hal seperti itu
sejak awal para siswa/mahasiswa perlu memahami teknologi, mengerti manfaatnya dalam
kehidupan, dan bila mereka berbakat perlu dibina untuk menjadi kader-kader teknolog yang
pantang menyerah.

Tetapi perlu dijaga bahwa kepuasan akan teknologi tidak sampai mengorbankan kebudayaan
bangsa yang bersumber dari filsafat Pancasila Teknologi yang diterapkan di Indonesia harus
menunjang dan memajukan kehidupan yang berlandaskan sila-sila Pancasila.

17
DAFTAR PUSTAKA

Prof. DR. MADE PIDARTA. BUKU MANAJEMEN PENDIDIKAN INDONESIA.

18
PENDIDIKAN PAUD (PENDIDIKAN ANAK USIA DINI)

Oleh: Aida Nuraini

Pendidikan

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang


yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau
penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga
memungkinkan secara otodidak.Pendidikan adalah menyampaikan informasi supaya yang
dituju dapat memahami, membangun dan menyatakan pengetahuan, sikap, kamauan dan
perilaku aktual tertentu yang lebih baik.Pendidikan adalah hak setiap anak. Semua anak berhak
mendapatkan pendidikan baik anak dari keluarga berekonomi menengah keatas ataupun anak
dari keluarga menengah kebawah. itupun berlaku kepada anak kerkebutuhan khusus, mereka
berhak atas pendidikan yang layak dan mendapatkan bimbingan dan dukungan dari orang-
orang terdekat terutama orang tua. Tak jarang juga banyak orang tua yang tidak memahami
bahkan tidak tahu kekurangan atau masalah yang di hadapi oleh anak dan menyekolahkannya
di sekolah yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak. oleh karna itu perlu adanya keterbukaan
pemikiran dari orang tua dan Kolaborasi yang baik antara orang tua dan pendidik khususnya
guru agar ketidak kesesuaian penanganan terhadap pendidikan anak bisa di minimalisir.

pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

pengertian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Beberapa pengertian tentang Pendidikan Anak
Usia Dini

(PAUD) :
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1
angka 14 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampaimpai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut.
1. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan
dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan

19
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal,
dan informal.

2. Rentangan anak usia dini menurut Pasal 28 UU Sisdiknas No.20/2003 ayat 1 adalah 0 -6
tahun. Sementara menurut kajian rumpun keilmuan PAUD dan penyelenggaraannya di
beberapa negara, PAUD dilaksanakan sejak usia 0-8 tahun.

3. Penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan \formal berbentuk Taman Kanak-Kanak

Fungsi dan Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik
(koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi,
sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:

Tujuan utama: untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh
dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang
optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di
sekolah.

Prinsip Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Dalam melaksanakan Pendidikan anak usia dini hendaknya menggunakan prinsip-prinsip


sebagai berikut :

a. Berorientasi pada Kebutuhan Anak


Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak
usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai
optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu
intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional.

20
b. Belajar melalui bermain

Bermain merupakan saran belajar anak usia dini. Melalui bermain anak diajak untuk
bereksplorasi, menemukan,memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda
disekitarnya.

c. Lingkungan yang kondusif

Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan
memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui
bermain.

d. Menggunakan pembelajaran terpadu Pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan
konsep pembelajaran terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus
menarik dan dapat membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan
agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran
menjadi mudah dan bermakna bagi anak

e. Mengembangkan berbagai kecakapan hidup mengembangkan keterampilan hidup dapat


dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk
menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggungjawab serta memiliki disiplin diri.

f. Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar Media dan sumber pembelajaran
dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh
pendidik /guru.

g. Dilaksanakan secara bertahap dan berulang –ulang Pembelajaran bagi anak usia dini
hendaknya dilakukan Secara bertahap, dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat

dengan anak. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik hendaknya guru menyajikan kegiatan–
kegiatan yang berluang. Pengadaan sarana PAUD harus memenuhi standard isi.

Standard isi mencangkup beberapa hal mengenai standard kegiatan

yang ada pada sarana PAUD, antara lain adalah standard struktur

program dan bentuk kegiatan layanan.

Struktur program kegiatan PAUD mencakup bidang


pengembangan pembentukan perilaku dan bidang pengembangan kemampuan dasar melalui
kegiatan bermain dan pembiasaan. Lingkup pengembangan meliputi: (1) nilai-nilai agama dan

21
moral, (2) fisik, (3) kognitif, (4) bahasa, dan (5) sosial emosional. Kegiatan pengembangan
suatu aspek dilakukan secara terpadu dengan aspek

yang lain, menggunakan pendekatan tematik.

Bentuk Kegiatan Layanan PAUD dikelompokkan berdasarkan usia anak : 9

a. Kegiatan PAUD untuk kelompok usia 0 - < 2 tahun.

b. Kegiatan PAUD untuk kelompok usia 2 - < 4 tahun.

c. Kegiatan PAUD untuk kelompok usia 4 - ≤ 6 tahun.

d. Kegiatan pengasuhan anak usia 0 - ≤ 6 tahun yang dilakukan setelah kegiatan a, b, c selesai
dilakukan.

e. Kegiatan penitipan anak usia 0 - ≤ 6 tahun yang dilakukan dengan menggabungkan kegiatan
a atau b atau c dengan d.

22
DAFTAR PUSTAKA

Standard Pendidikan Anak Usia Dini (PERMENDIKNAS NO.58 TAHUN 2009)

www.Wikipedia.Pendidikan_anak_usia_dini.htm

www.Wikipedia.Pendidikan_anak_usia_dini.htm

KERANGKA DASAR KURIKULUM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

23
PENGANTAR PENDIDIKAN SIFAT DAN HAKIKAT MANUSIA

Oleh: Dina Alyani

Bab 1 Sifat dan Hakikat Manusia

pengertian sifat dan hakikat manusia kata sifat manusia diartikan sebagai karakteristik jangan
secara prinsip till membedakan manusia dengan hewan meskipun antara manusia dan hewan
banyak kehidupan terutama jika dilihat dari segi biologi isinya kesamaan secara biologis ini
misalnya adanya kesamaan bentuk misalnya kera bertulang belakang seperti manusia berjalan
dengan menukar menggunakan dua kedua kakinya melahirkan menyusui anak pemakan segala
atau humaniora bahan dalam teori evolusi nya charles darwin telah berjuang untuk menyatakan
bahwa manusia berasal dari karakter tapi teorinya gagal

Wujud sifat hakikat manusia dikemukakan oleh paham eksistensialisme yaitu kemampuan
menyadari diri kemampuan bereksistensi memiliki kata hati moral kemampuan bertanggung
jawab rasa kebebasan kebiasaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak serta
kemampuan menghayati kebahagiaan dimensi-dimensi hakikat manusia beserta potensi
keunikan dan dinamikanya dimensi ke Individual

Dikatakan oleh lisan bahwa individu adalah orang seorang sesuatu yang merupakan suatu
keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi selanjutnya individu diartikan juga sebagai pribadi
kecerdasan yang selanjutnya kita sebut sebagai potensi ini tentu saja berbeda pada setiap
individu ada individu yang memiliki kelebihan dalam hal kebahasaan tetapi kurang pintar
dalam hal musik maupun sebaliknya dimensi kesusilaan

kelemahan pengembangan yang utuh dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor yaitu
kualitas dimensi manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan yang disediakan
untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya pengembangan yang tidak utuh
pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi di dalam proses
pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk ditangani

Bab 2 pengertian dan unsur-unsur pendidikan

pengertian pendidikan adalah usaha untuk mendapatkan pengetahuan baik secara formal
melalui sekolah maupun secara informal dari pendidikan di dalam rumah dan masyarakat
pengertian pendidikan menurut undang-undang sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

24
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan pengendalian diri kepribadian kecerdasan akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat

unsur-unsur pendidikan yaitu adanya peserta didik merupakan subjek yang dibimbing atau
dididik adanya pendidik adalah orang yang mendidik si peserta didik tersebut adanya interaksi
edukatif adalah interaksi antara peserta didik dengan pendidik interaksi edukatif

pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik yang terarah kepada tujuan
pendidikan

tujuan umum merupakan tujuan pendidikan secara nasional Pancasila merupakan landasan
dari tujuan umum pendidikan,tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional
manfaat pendidikan salah satunya mendapat ilmu yang akan dibutuhkan untuk masa depan
faktor yang mempengaruhi pendidikan pada ideologi sosial ekonomi sosial budaya
perkembangan Iptek

Bab 3 landasan dan asas pendidikan

landasan pendidikan adalah suatu pijakan atau penentu isi dan arah pendidikan asas-asas
pendidikan merupakan suatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir baik pada
tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan ,landasan pendidikan nasional di indonesia
yaitu landasan idiil landasan konstitusional dan landasan operasional.

Asas-asas pendidikan

Asas Tut Wuri Handayani merupakan inti dari sistem Among perguruan asas yang
dikumandangkan oleh Ki Hajar Dewantara asas belajar sepanjang hayat meliputi dimensi
vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antara tingkatan
persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan dimensi horizontal
meliputi keterkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah

Bab 4 komponen-komponen sistem pendidikan

input data ada sistem pendidikan meliputi dasar adanya dasar pendidikan,tujuan pendidikan,
anak didik atau peserta didik. Proses pada sistem pendidikan itu sendiri pendidik dan non
pendidikan ialah orang yang memikul tanggung jawab untuk membimbing mendidik berbeda
dengan pengajar sebab pengajar hanya berkewajiban untuk menyampaikan materi pelajaran
kepada murid.Non pendidikan yang sering disebut sebagai tenaga kependidikan adalah anggota

25
masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan
pendidikan (UU No.20 tahun 2003 pasal 1 Bab 1:ketentuan umum)kurikulum atau materi
pendidikan,prasarana dan sarana,administrasi,anggaran.Output pada sistem pendidikan ialah
hasil keluaran dari proses yang terjadi di dalam sistem pendidikan yaitu lulusannya tamatan
atau putus sekolah

Bab 5 perkiraan dan antisipasi terhadap masyarakat masa depan

perkiraan masyarakat masa depan dalam undang-undang nomor 2 tahun 1989 dijelaskan bahwa
dalam kehidupan suatu bangsa mendirikan mempunyai peranan yang amat penting untuk
menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa.Kecenderungan
globalisasi yang semakin kuat seakan-akan sebagai satu kesatuan Tanpa Batas administrasi
negara bidang iptek mengalami perkembangan yang semakin cepat terutama dengan
penggunaan teknologi canggih seperti komputer dan satelit bidang ekonomi bidang lingkungan
hidup bidang pendidikan

Bab 6 pengertian jenis dan fungsi lingkungan pendidikan

secara umum diartikan sebagai Kesatuan ruang dengan segala benda daya keadaan dan
makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
perikemanusiaan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya jenis lingkungan
pendidikan mengacu pada tiga macam lingkungan yang disebut dari pusat oleh Ki Hajar
Dewantara yaitu lingkungan pendidikan keluarga dua lingkungan pendidikan sekolah
lingkungan pendidikan masyarakat fungsi lingkungan pendidikan terhadap proses pendidikan
manusia pembimbingan dalam upaya pemantapan pribadi yang berbudaya dua pengajaran
dalam upaya penguasaan pengetahuan 3 pelatihan dalam upaya pemahiran keterampilan

Bab 7 aliran klasik dan gerakan baru dalam pendidikan

Aliran klasik dalam pendidikan 1 aliran empirisme bertolak dari Locken tradition yang
mementingkan stimulasi eksternal di dalam perkembangan manusia dan menyatakan bahwa
perkembangan anak tergantung pada lingkungan sedangkan pembawaan tidak dipentingkan
Aliran nativisme bertolak dari Leibnitzian tradisional yang menekankan kemampuan dalam
diri anak sehingga faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap
perkembangan anak.Aliran naturalisme dipelopori oleh seorang filsuf Perancis J. J. rousseau
dalam kurung (1712-1778)berbeda dengan Schopenhauer Rosseau berpendapat bahwa semua
anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan yang baik tetapi pembawaan baik itu akan

26
menjadi rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan.Aliran konvergensi pendidikan
memungkinkan untuk dilaksanakan pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan
lingkup kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dari mencegah
perkembangan potensi yang buruk

Bab 8 Dua aliran pokok di Indonesia hampir sama dengan bab 7

Bab 9 karakteristik sistem pendidikan nasional Indonesia

Tujuan sistem pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan


mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya.Pengertian pendidikan nasional berfungsi
untuk pengembangan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia
Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional sistem pendidikan nasional adanya
satuan pendidikan sekolah atau luar sekolah menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang
dilaksanakan di sekolah atau di luar sekolah jalur pendidikan yaitu jalur pendidikan sekolah
dan jalur pendidikan luar sekolah jenis pendidikan pendidikan umum pendidikan kejuruan
pendidikan luar biasa pendidikan kedinasan pendidikan keagamaan pendidikan akademik
pendidikan profesional jenjang pendidikan (SD,SMP/MTS,SMA/SMK/MA).

Bab 10 permasalahan pokok pendidikan dan penanggulangannya

permasalahan pokok pendidikan(1)Bagaimana semua warga negara dapat menikmati


kesempatan pendidikan dan(2)bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan
keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam Kancah kehidupan
bermasyarakat. Jenis permasalahan pokok pendidikan ada 4 masalah pokok pendidikan 1
masalah pemerataan,masalah mutu pendidikan,masalah efisiensi pendidikan,masalah relevansi
pendidikan.

Keterkaitan antara masalah pokok pendidikan meskipun keempat masalah pendidikan dapat
dibedakan satu sama lain tetapi masih ada keterkaitannya Seperti masalah pemerataan
pendidikan serta tingkat kompetensi tenaga pengajar sangat berkaitan dengan mutu pendidikan
yang akan dihasilkan garis baru.permasalahan aktual pendidikan di Indonesia yaitu kurikulum
yang sering berganti dimulai CBSA kurikulum 84 kurikulum 94 KTSP dan kurikulum 2013
dikarenakan perubahan ini cukup sering terjadi.Biaya pendidikan pendidikan saat ini
khususnya pendidikan tinggi sangat mahal bahkan tidak terjangkau oleh kalangan yang kurang
mampu maka dari itu diturunkanlah dana BOS namun bagaimana dengan daerah terpencil tetap
saja biaya menjadi hambatan.Kontroversi penyelenggaraan UN atau ujian nasional

27
pemerintahan telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2002-2023 menjadi 4,01
pada tahun 2003-2004 dan 4,25 pada tahun 2004- 2005. kerusakan fasilitas sekolah ini pasti
saja terjadi dikarenakan usia bangunan yang sudah tua.

Upaya penanggulangan permasalahan pendidikan pelatihan khusus bagi tenaga pendidik


latihan ini dapat dilakukan misalnya melalui PKG pusat kegiatan guru mgbs musyawarah guru
bidang studi dan MGMP musyawarah guru mata pelajaran.

Bab 11 kelembagaan program dan pengelolaan pendidikan

Lembaga pendidikan adalah suatu badan yang berusaha mengelola dan menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan sosial kebudayaan keagamaan penelitian keterampilan dan keahlian yaitu
dalam hal pendidikan intelektual spiritual serta keahlian atau keterampilan. fungsi dan peranan
pendidikan keluarga merupakan pengalaman pertama masa kanak-kanak,menjamin kehidupan
emosional anak,menanamkan dasar pendidikan moral,memberikan dasar pendidikan
sosial,pelekatan dasar-dasar keagamaan.

Lembaga pendidikan masyarakat peranan penting dalam upaya ikut cerita dalam
menyelenggarakan pendidikan karena masyarakat turut membantu pengadaan sarana dan
prasarana serta menyediakan lapangan kerja cirinya yaitu diselenggarakan dengan sengaja
sekolah pada waktu belajar dan metode formal serta evaluasi yang sistematis isi pendidikan
bersifat praktis dan khusus.Bentuk-bentuk lingkungan pendidikan tempat/lingkungan fisik
seperti keadaan iklim pengadaan tanah keadaan alam,kebudayaan/lingkungan budaya
contohnya seperti warisan budaya tertentu bahasa seni ekonomi ilmu pengetahuan pandangan
hidup keagamaan kelompok hidup bersama atau lingkungan sosial atau masyarakat contohnya
seperti keluarga. Definisi lain dari bentuk-bentuk lingkungan pendidikan yaitu lingkungan
pendidikan formal dan lingkungan pendidikan non formal

Lingkungan keluarga,Lingkungan Sekolah,Lingkungan masyarakat.Bentuk-bentuk lembaga


pendidikan lembaga pendidikan keluarga, lembaga pendidikan sekolah,lembaga pendidikan di
masyarakat.Program dan pengelolaan pendidikan merupakan bagian dari sistem pendidikan
secara politik keseluruhan adanya jalur pendidikan dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003
pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal non formal
dan informal. Jenjang pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003 pasal 14 jenjang pendidikan
formal terdiri atas (a) pendidikan dasar SD dan SMP ,MTS (b) pendidikan menengah SMA
,MA,SMK MAK (c)pendidikan tinggi (Akademi,Politeknik,Sekolah
Tinggi,Institut,universitas)jalur pendidikan menurut undang-undang nomor 20 tahun 2003

28
pasal 15, jenis pendidikan mencakup pendidikan umum kejuruan,akademik,profesi,vokasi
keagamaan, dan khusus.Kurikulum ketentuan mengenai kurikulum diatur dalam undang-
undang nomor 20 tahun 2003 pasal 36,37 dan 38 pasal 36 ayat 1 pengembangan kurikulum
dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.

Bab 12 pembangunan Pendidikan Nasional

pengertian pembangunan Pendidikan Nasional adalah suatu proses untuk berubah menjadi
lebih baik dari keadaan sebelumnya melalui upaya yang direncanakan mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar tercipta peserta didik yang secara aktif upaya
pembangunan pendidikan nasional pembaruan landasan yuridis pendidikan adalah landasan
hukum yang mendasari semua kegiatan pendidikan dan mengenai hal-hal yang penting seperti
komponen struktur pendidikan Kurikulum pengelolaan pengawasan dan Ketenagaan

Pembaruan kurikulum pembaruan kurikulum dapat dilihat dari segi orientasinya strategi isi
atau program dan metodenya.Pembaruan tenaga pendidik yang dimaksud adalah guru menjadi
sumber belajar utama bagi siswa di sekolah-sekolah di Indonesia.Meningkatkan ketersediaan
aksesibilitas dan daya tampung pemerintah juga menggratiskan program wajib belajar 9
tahun.Mengoptimalkan kinerja dan kesejahteraan guru dalam undang-undang nomor 14 tahun
2005 tentang guru dan dosen pasal 14-16 UU ini menyebutkan tentang hak dan kewajiban guru
dan dosen diantaranya hak guru dalam memperoleh penghasilan adalah 0kebutuhan hidup
minimum dan dijadikan Kesejahteraan Sosial mendapatkan promosi dan penghargaan berbagai
fasilitas untuk meningkatkan kompetisi berbagai tunjangan seperti t.profesi,t. fungsional dan
jangan khusus bagi guru di daerah khusus serta berbagai nasehat tambahan
kesejahteraan.Proses pembelajaran yang menyenangkan dan mendidik proses pendidikan
adalah sebuah proses yang dilakukan seperti mengukir di atas batu artinya proses tersebut
sangat sulit dan membutuhkan kesabaran yang luar biasa daripada pendidik proses
pembelajaran yang menyenangkan dapat meningkatkan motivasi dan konsentrasi peserta didik
menghasilkan sesuatu yang luar biasa dan membuat suatu pembelajaran yang efektif.jumlah
dan kualitas buku harus memadai,ketersediaan anggaran, tujuan pembangunan pendidikan
yaitu meningkatkan iman taqwa akhlak mulia,meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi,meningkatkan sensitifitas dan kemampuan estetis,meningkatkan kualitas jasmani
menurunkan secara signifikan jumlah penduduk buta aksara dan lain-lain

29
Bab 13 Peranan manusia dan pendidikan dalam pembangunan

sumber daya manusia dalam pembangunan konsepsi manusia seutuhnya yang memiliki
keutuhan potensi manusia sebagai subjek yang berkembang keutuhan wawasan orientasi
manusia sebagai subjek yang sadar nilai yang menghayati dan yakin akan cita-cita dan tujuan
hidupnya,wawasan dunia akhirat merupakan cara pandang manusia tentang kehidupan di dunia
yang pasti berakhir,wawasan jasmaniah dan rohaniah,wawasan masa lampau dan masa
depan.Kualitas kemasyarakatan dan kualitas berbangsa bersifat majemuk sehingga diperlukan
keterikatan lintas kelompok sebagaimana tercermin di dalam kualitas bermasyarakat dan
berbangsa.

Bab 14 pendidikan masa depan menghadapi abad ke-21

Jacques Delors selaku ketua komisi internasional tentang pendidikan untuk abad ke-21 dari
PBB dalam learningThe Treasure Within 1996.ketegangan antara global dan lokal,ketegangan
antara universal dan Individual,ketegangan antara tradisi dan kemodernan,ketegangan antara
pertimbangan jangka panjang dan pertimbangan jangka pendek,ketegangan antara kebutuhan
akan persaingan dan persamaan kesempatan,ketegangan antara perkembangan pengetahuan
yang sangat pesat dan kemampuan manusia untuk mencernanya,ketegangan antara hal-hal
yang bersifat spiritual dan material.Prinsip-prinsip pendidikan untuk menciptakan masyarakat
masa depan imajinasi harus tetap selangkah lebih maju dibandingkan kemajuan teknologi guna
menghindari terus meningkatnya pengangguran dan pengucilan sosial atau ketimpangan di
dalam pembangunan,pendidikan seumur hidup pengertiannya jauh melampaui perbedaan
tradisional antara pendidikan awal dan melanjutkan pendidikan.Empat pilar belajar belajar
untuk hidup bersama (learning to Life together),belajar untuk mengetahui (learning to know),
belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be).Visi
dalam menghadapi abad ke-21. Dari masyarakat lokal menuju sebuah masyarakat dunia,Dari
kohesi sosial menuju partisipasi demokratis,Dari pertumbuhan ekonomi menuju pembangunan
manusia arah perkembangan pendidikan(1)mengenai pendidikan dasar hingga universitas(2)
guru-guru dalam upaya mencari perspektif baru(3)pilihan-pilihan bagi pendidik atau faktor
politik(4)kerjasama internasional mendidik di dalam Desa global.

30
DAFTAR PUSTAKA

Amin Kuneifi Elfachmi. Pengantar Pendidikan. 2016. Erlangga.

31
HAKIKAT ILMU PENDIDIKAN ISLAM

Oleh: Elfin Mardiansyah

A. Konsep Dasar Pendidikan Islam

1. Pengertian

Menurut Arif Rohman dalam kamus besar bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai
proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan
manusia melalui proses pengajaran dan pelatihan.

Kata "Islam" dalam "pendidikan islami" menunjukan warna pendidikan tertentu, yaitu
pendidikan yang berwarna islam, pendidikan yang islami yaitu pendidikan yang berdasarkan
sumber ajaran islam. Pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer degan istilah tarbiyah,
ta'lim, ta'dib, riyadhah, irsyad, dan tadris.

Pendidikan agama Islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu sistem pendidikan
yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan cita - cita
Islam, sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam.

2. Sumber ajaran Islam

Menurut Sa'id Ismail Ali, sebagaimana yang dikutip oleh Hasan Langgulung, sumber
pendidikan Islam terdiri atas enam macam, yaitu al-Qur'an, As Sunnah, kata - kata sahabat,
kemaslahatan umat (Mashalih Al Mursalah), tradisi atau adat kebiasaan masyarakat ('uruf), dan
hasil pemikiran para ahli dalam Islam (ijtihad). Keenam sumber pendidikan Islam tersebut
didudukkan secara hierarkis. Jelas bahwa rujukan pendidikan Islam diawali dari sumber
pertama (al Qur'an) untuk kemudian dilanjutkan pada sumber - sumber berikutnya secara
berurutan.

3. Prinsip pendidikan Islam

a) Prinsip universal

Prinsip universal yaitu memandang keseluruhan aspek agama (akidah, akhlak dan ibadah, serta
muamalah) manusia (jasmani, ruhani, dan nafsani) masyarakat dan tatanan kehidupannya serta
adanya wujud jagat raya dan hidup.

32
b) Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan

Prinsip ini adalah keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan pada pribadi, berbagai
kebutuhan individu dan komunitas.

c) Prinsip kejelasan

Prinsip yang di dalamnya terdapat ajaran dan hukum yang memberi kejelasan terhadap
kejiwaan manusia (qalb, akal, dan hawa nafsu) dan hukum masalah yang dihadapi.

d) Prinsip tak bertentangan

Prinsip yang di dalamnya tak terdapat keadaan pertentangan antara berbagai unsur dan cara
pelaksanaannya, sehingga antara satu komponen dengan komponen yang lain saling
mendukung.

e) Prinsip realisme dan dapat dilaksanakan

Prinsip yang menyatakan tidak adanya kekhayalan dalam kandungan program pendidikan,
tidak berlebih lebihan, serta adanya kaidah yang praktis dan realistis.

f) Prinsip perubahan yang diingini

Prinsip perubahan struktur diri manusia yang meliputi jasmaniah, ruhaniyah dan nafsuniyah;
serta perubahan kondisi psikologis, sosiologis, pengetahuan, konsep, pikiran, kemahiran, nilai-
nilai, sikap peserta didik untuk mencapai dinamisasi kesempurnaan pendidikan.

g) Prinsip menjaga perbedaan - perbedaan individu

Prinsip yang memerhatikan perbedaan individu misalnya; perbedaan peserta didik, baik ciri-
ciri, kebutuhan, kecerdasan, kebolehan, minat, sikap, tahap pematangan jasmani, akal, emosi,
sosial, dan segala aspeknya.

h) Prinsip dinamis dalam menerima perubahan dan perkembangan Yang terjadi pelaku
pendidikan serta lingkungan di mana pendidikan itu dilaksanakan.

4. Tujuan

a) Tujuan dan tugas hidup manusia yang berupa mengabdi kepada allah dengan beribadah.

b) Memerhatikan sifat sifat dasar manusia, yaitu konsep tentang manusia sebagai makhluk unik
yang mempunyai beberapa potensi bawaan, seperti fitrah, bakat, minat, sifat, dan karakter,
yang berkecenderungan pada al-islamu (rindu akan kebenaran dari tuhan).

33
c) Tuntutan masyarakat, Tuntutan ini berupa pelestarian nilai-nilai budaya yang telah
melembaga dalam kehidupan suatu masyarakat, maupun pemenuhan terhadap tuntutan
kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dunia modern.

d) Dimensi-dimensi kehidupan ideal islam, Dimensi kehidupan dunia ideal islam mengandung
nilai yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia untuk mengelola dan
memanfaatkan dunia sebagai bekal kehidupan di akhirat.

B. Hakikat Ilmu Pendidikan

1. Pengertian

Ilmu pendidikan adalah ilmu yg mempelajari serta memproses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Ilmu pendidikan sebagai suatu ilmu harus dapat bersifat:

a) Empiris, karena objeknya dijumpai dalam dunia pengalaman.

b) Rokhaniah, karena situasi pendidikan berdasar atas tujuan manusia tidak membiarkan
peserta didik kepada keadaan alamnya.

c) Normatif, karena berdasar atas pemilihan antara yang baik dan yang buruk.

d) Historis, karena memberikan uraian teoritis tentang sitem-sistem pendidikan sepanjang


jaman dengan mengingat latar belakang kebudayaan dan filsafat yang berpengaruh pada zaman
tertentu.

e) Praktis, karena memberikan pemikiran tentang masalah dan ketentuan pendidikan yang
langsung ditujukan kepada perbuatan mendidik.

2. Fungsi ilmu pendidikan

Adapun mengenai fungsi dan peranan pendidikan dalam masyarakat menurut Wuradji, bahwa
pendidikan sebagai lembaga konservatif mempunyai fungsi - fungsi sebagai berikut:

a) Fungsi sosialisasi

Pendidikan berperan penting dalam proses sosialisasi, yaitu proses membantu perkembangan
individu menjadi makhluk sosial, makhluk yang dapat beradapatasi dengan baik di masyarakat.

34
b) Fungsi kontrol sosial

Pendidikan dalam menanamkan nilai - nilai dan loyalitas terhadap tatanan tradisional
masyarakat harus juga berfungsi sebagai lembaga pelayanan pendidikan untuk melakukan
mekanisme kontrol sosial. Durheim menjelaskan bahwa pendidikan moral dapat dipergunakan
untuk menahan atau mengurangi sifat - sifat egoisme pada anak anak menjadi pribadi yang
merupakan bagian masyarakat yang integral di mana anak harus memiliki kesadaran dan
tanggung jawab sosial.

c) Fungsi pelestarian budaya masyarakat Pendidikan

Di samping mempunyai tugas untuk mempersatu budaya - budaya etnik yang beraneka ragam
juga harus melestarikan nilai - nilai budaya daerah yang masih layak dipertahankan seperti
bahasa daerah, kesenian, daerah, budi pekerti, dan suatu upaya mendayagunakan sumber daya
lokal bagi kepentingan masyarakat.

d) Fungsi latihan dan pengembangan tenaga kerja

Dalam rangka menyiapkan tenaga kerja untuk suatu jabatan tertentu, maka di sana akan terjadi
tiga kegiatan yaitu kegiatan, latihan untuk suatu jabatan dan pengembangan tenaga kerja
tertentu. Proses seleksi ini terjadi di segala bidang baik ketika masuk sekolah maupun ketika
ingin masuk pada jabatan tertentu. Untuk masuk sekolah tertentu harus mengikuti ujian
tertentu, untuk masuk suatu jabatan tertentu harus mengikuti testing kecakapan tertentu.
Melalui hal ini, perkembangan pendidikan dapat diketahui.

e) Fungsi pendidikan dan perubahan sosial Pendidikan mempunyai fungsi untuk mengadakan
perubahan sosial mempunyai fungsi :

Melakukan reproduksi budaya, Difusi budaya, Mengembangkan analisis kultural terhadap


kelembagaan - kelembagaan tradisional, Melakukan perubahan - perubahan atau modifikasi
tingkat ekonomi sosial tradisional, Melakukan perubahan - perubahan yang lebih mendasar
terhadap institusi - institusi tradisional yang telah ketinggalan.

C. Lingkungan pendidikan

1. Pendidikan lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga
inilah anak pertama-tama mendapat didikan dan bimbingan. Tugas utama dari keluarga bagi
pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan dan pandangan hidup keagamaan.

35
a) Fungsi dan peranan pendidikan keluarga

Pengalaman pertama masa kanak-kanak lingkungan pendidikan keluarga memberikan


pengalaman pertama yang merapakan faktor penting dalam perke angan pribadi anak. Suasana
pendidikan keluarga ini sangat penting diperhatikan, sebab dari sinilah keseimbangan jiwa di
dalam perkembangan individu selanjutnya ditentukan.

Menjamin kehidupan emosional anak melalui pendidikan keluarga ini, kehidupan emosional
atau kebutuhan akan rasa kasih sayang dapat dipenuhi atau dapat berkembang dengan baik, hal
ini dikarenakan adanya hubungan darah antara pendidikan dengan anak didik, sebab orang tua
hanya menghadapi sedikit ilmu pendidikan islam anak didik dan karena hubungan tadi
didasarkan atas rasa cinta kasih sayang murni.

Menanamkan dasar pendidikan moral di dalam keluarga juga merapakan penanaman utama
dasar - dasar moral bagi anak, yang biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua
sebagai teladan yang dapat dicontoh anak.

Memberikan dasar pendidikan sosial perkembangan benih-benih kesadaran sosial pada


anak-anak dapat dipupuk sedini mungkin, terutama lewat kehidupan keluarga yang penuh rasa
tolong-menolong, gotong-royong secara kekeluargaan, menolong saudara atau tetangga yang
sakit, bersama-sama menjaga ketertiban, kedamaian, kebersihan dan keserasian dalam segala
hal.

Peletakan dasar-dasar agama masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk
meresapkan dasar - dasar kehidupan beragama, dalam hal ini tentu terjadi dalam keluarga.
Anak - anak seharusnya dibiasakan ikut serta ke masjid bersamasama untuk menjalankan
ibadah, mendengarkan khutbah atau ceramah keagamaan, kegiatan seperti ini besar sekali
pengaruhnya terhadap kepribadian anak.

2. Pendidikan lingkungan sekolah

Pada dasarnya pendidikan sekolah merupakan bagian dari pendidikan dalam keluarga, yang
sekaligus juga merupakan lanjutan dari pendidikan dalam keluarga.

Ada beberapa karakteristik proses pendidikan yang berlangsung di sekolah ini, yaitu sebagai
berikut:

a) Pendidikan diselenggarakan secara khusus dan bagi atas jenjang yang memiliki hubungan
hierarkis.

36
b) Usia anak didik pada suatu jenjang pendidikan relatif homogen.

c) Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus diselesaikan.

d) Materi atau isi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum.

e) Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban terhadapkebutuhan di masa


yang akan datang.

Fungsi dan peranan sekolah peranan sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan
keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperhalus
tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarganya.

Fungsi sekolah menurut suwarno dalam bukunya pengantar umum pendidikan, adalah: (a)
mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan; (b) spesialisasi; (c)
efisiensi; (d) sosialisasi; (e) konservasi dan transmisi kultural; dan (f) transisi dari rumah ke
masyarakat.

3. Pendidikan lingkungan masyarakat

Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan
sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk
beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah.

D. Faktor yang mempengaruhi pendidikan

1. Pembawaan dan lingkungan

Salah satu dasar perbedaan individual adalah latar belakang pembawaan masingmasing.
Pembawaan dapat diartikan sebagai pewarisan atau pemindahan biologis karateristik individu
dari pihak orang tuanya. Dapat pula dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pembawaan ialah
semua kesanggupan-kesanggupan yang dapat diwujudkan. Pembawaan atau bakat terkandung
dalam sel-benih (kiem-cel), yaitu keseluruhan kemungkinan-kemungkinan yang ditentukan
oleh keturunan, inilah yang dalam arti terbatas kita namakan pembawaan.

Pengertian lingkungan sering diartikan orang secara sempit adalah alam sekitar. Dalam
psikologi, lingkungan diartikan dalam pengertian yang luas mencakup lingkungan yang ada di
dalam dan di luar individu. Dengan demikian lingkungan dapat diartikan dengan segala sesuatu

yang ada di dalam dan di luar diri individu yang bersifat mempengaruhi sikap tingkah laku atau
perkembangannya.

37
Lingkungan juga terbagi menjadi tiga, yaitu:

a) Lingkungan dalam, meliputi gizi, peredaran darah, seks, suhu, kesehatan, dan lain - lain.

b) Lingkungan alam, meliputi iklim, geografis, waktu pagi, siang, dan malam.

c) Lingkungan sosial, meliputi keluarga, masyarakat, teman, dan organisasi.

Perlu kiranya disini kami singgung sedikit beberapa "macam" pembawaan berikut;

a) Pembawaan jenis

Tiap-tiap manusia biasa di waktu lahirnya telah memiliki pembawaan jenis, yaitu jenis
manusia. Bentuk badannya, anggota-anggota tubuhnya, intelegensinya, ingatannya, dan
sebagainya.

Semua itu menunjukkan ciri-ciri yang khas dan berbeda dengan jenis-jenis makhluk lain.

b) Pembawaan ras

Dalam jenis manusia pada umumnya masih terdapat lagi bermacam - macam perbedaan yang
juga termasuk pembawaan keturunan, yaitu pembawaan keturunan mengenai ras, misalnya ras
indo german, ras mongolia, dan ras lainnya.

c) Pembawaan jenis kelamin

Setiap manusia yang normal sejak dilahirkan telah membawa pembawaan jenis kelaminnya
masing-masing, laki-laki atau perempuan. Pada kedua jenis kelamin itu terdapat pula
perbedaan sikap dan sifatnya terhadap dunia luar. Tetapi, dalam hal ini kita hendaklah berhati-
hati dalam mencari perbedaan sifat antara kedua jenis kelamin itu.

d) Pembawaan perseorangan

Adapun yang termasuk pembawaan perseorangan yang dalam pertumbuhannya lebih


ditentukan oleh pembawaan keturunan antara lain adalah:

Konstitusi tubuh, cara berkerjanya alat indera, sifat sifat ingatan dan kesanggupan belajar,
intelejensi kosien (IQ), cara cara berlangsungnya emosi yang khas, tempo dan ritme
perkembangan.

38
2. Faktor instrumental

a) Kurikulum

Muatan kurikulum akan mempengaruhi intensitas dan frekuensi belajar anak didik. Seorang
guru terpaksa menjejalkan sejumlah bahan pelajaran kepada anak didik dalam waktu yang
masih sedikit tersisa, karena ingin mencapai target kurikulum. Akan memaksa anak didik
belajar dengan keras tanpa mengenal lelah. Padahal anak didik sudah lelah belajar ketika itu.
Tentu saja hasil belajar yang demikian kurang memuaskan dan cenderung mengecewakan.

b) Program pendidikan

Program pengajaran yang dibuat oleh guru akan mempengaruhi ke mana proses belajar itu
berlangsung. Gaya belajar anak didik digiring ke suatu aktivitas belajar yang menunjang
keberhasilan program pengajaran yang dibuat oleh guru. Program pengajaran yang dibuat tidak
hanya berguna bagi guru, tetapi juga bagi anak didik. Bagi guru dapat menyeleksi perbuatan
sendiri dan kata-kata atau kalimat yang dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran. Bagi
anak didik dapat memilih bahan pelajaran atau kegiatan yang menunjang ke arah penguasaan
materi se-efektif dan se-efisien mungkin.

c) Sarana dan prasarana.

Sarana dan fasilitas mempengaruhi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Anak didik tentu
dapat belajar lebih baik dan menyenangkan bila suatu sekolah dapat memenuhi segala
kebutuhan anak didik. Masalah yang dihadapi dalam belajar relatif kecil. Hasil belajar anak
didi tentu akan lebih baik.

d) Guru

Hasil belajar anak didik tidak hanya dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan/pengalaman
mengajar, tetapi juga dipengaruhi sikap mental guru dalam memandang tugas yang
diembannya. Seorang guru yang memandang profesi keguruan sebagai panggilan jiwa akan
melahirkan perbuatan untuk melayani kebutuhan anak didik dengan segenap jiwa raga.
Kerawanan hubungan guru dengan anak didik yang dirisaukan selama ini tidak lagi menjadi
masalah aktual yang berkepentinagn. Yang terjadi adalah kemesraan komunikasi antara guru
dan anak didik.

39
3. Kondisi Fisiologis

Kondisi fisiologis pada umumnya sangal berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang.
Orang yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang dalam
keadaan kelelahan. Anak anak yang kekurangan gizi ternyata kemampuan belajarnya di bawah
anak-anak yang tidak kekurangan gizi; mereka lekas lelah, mudah mengantuk, dan sukar
menerima pelajaran. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah kondisi panca indra (mata,
hidung, pengecap, telinga, dan tubuh).

4. Kondisi psikologis

a) Minat

Minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidangbidang studi
tertentu. Misalnya, seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap matematika, akan
memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian, karena pemusatan
perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar
lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.

b) Intelejensi

Kecerdasan mempunyai peranan yang besar dalam menentukan berhasil dan tidaknya
seseorang mempelajari sesuatu atau mengikuti suatu program pendidikan pengajaran. Orang
yang lebih cerdas pada umunya akan lebih mampu belajar daripada orang yang kurang cerdas.

c) Bakat

Bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar seseorang.
Hampir tidak ada orang yang membantah bahwa belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat
memperbesar kemungkinan berhasilnya usaha itu. Akan tetapi banyak sekali halhal yang
menghalangi untuk terciptanya kondisi yang sangat diinginkan oleh setiap orang.

d) Motivasi

Motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar.
Motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Karena itu, motivasi
belajar perlu diusahakan, terutama yang berasal dari dalam diri (motivasi instrinsik) dengan
cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus dihadapi untuk
mencapai cita-cita. Senantiasa memasang tekad bulat dan selalu optimis bahwa cita-cita dapat
dicapai dengan belajar.

40
e) Kemampuan kognitif

Ranah kognitif adalah kemampuan yang selalu dituntut kepada anak didik untuk dikuasai.
Karena penguasaan kemampuan pada tingkatan ini menjadi dasar bagi penguasaan ilmu
pengetahuan. Ada tiga kemampuan yang harus dikuasai sebagai jemabatan untuk sampai pada
penguasan kemampuan kognitif, yaitu persepsi, mengingat, dan berpikir.

5. Lingkungan

a) Lingkungan Alami

Keadaan suhu dan kelembaban udara berpengaruh terhadap belajar anak didik di sekolah.
Belajar pada udara yang segar akan lebih baik hasilnya dari pada belajar dalam keadaan udara
yang panas dan pengap.

b) Lingkungan Sosial Budaya

Lingkungan sosial yang lebih mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga
siswa itu sendiri, sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan

keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak baik
ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.

6. Faktor Pendukung Seputar Pendidikan

a) IPTEK.

b) Laju Pertumbuhan Penduduk.

c) Permasalahan Pembelajaran. (Gaya belajar dan gaya mengajar yang tidak sesuai).

41
DAFTAR PUSTAKA

Shaleh Muhammad Assingkly. Ilmu Pendidikan Islam (K-Media. Yogyakarta 2021)

42
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

Oleh: Ermawati

Pemimpin pendidikan adalah orang yang memilki kelebihan untuk mempengaruhi, mengajak,
mendorong, membimbing, menggerakkan dan mengkoordinasikan staf pendidikan lainnya ke
arah peningkatan mutu pendidikan. Pemimpin resmi dimiliki oleh orang yang menduduki
posisi dalam struktur pendidikan. Pemimpin tidak resmi, bisa dimiliki oleh setiap orang yang
memberikan arahan kepada perbaikan pendidikan.

Kepemimpinan dan pendidikan adalah dua hal yang tidak sama akan tetapi tidak bisa
dipisahkan, alasan yang mendasar adalah pada dasarnya disetiap suatu lembaga pendidikan
tidak akan terlepas dari adanya peran sebuah pemimpin. Kepemimpinan dalam pendidikan
mempunyai aturan-aturan yang kompleks, sehingga hal tersebut menjadi sangat penting untuk
dikolaborasikan. Tidak bisa dipungkiri, bahwa salah satu pendorong dari sebuah kemajuan
adalah kepemimpinan yang kuat dan sekaligus bisa melayani masyarakat.

Pemimpin yang kuat maka akan bisa menerapkan prinsip, fungsi, dan tujuan dari
kepemimpinan itu sendiri, pemimpin yang berhasil menerapkan beberapa aspek tersebut maka
akan menghasilkan pengaruh, karena sejatinya inti dari sebuah kepemimpinan adalah
mempengaruhi (leadership is influence).

Kepemimpinan menjadi sebuah profesi bukan bawaan dari gen atau kelahiran melainkan
kemampuan, kemauan, kesanggupan serta kecakapan seseorang untuk memahami asas
kepemimpinan yang sehat , berdasarkan prinsip-prinsip, system, metode dan teknik
kepemimpinan yang betul, memiliki pengetahuan dan pengalaman, dan mampu merancang
rencana yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

Dalam Pendidikan, kepemimpinan ialah suatu metode mempengaruhi dan potensi,


mengkoordinir serta menggerakkan seluruh anggotaorganisasi dalam dunia Pendidikan. Hal
tersebut bertujuan untuk menciptakankegiatan-kegiatan yang efisien dan efektif demi
tercapainya tujuan Pendidikan. Pemimpin pada lembaga pendidikan haruslah memiliki
kewibawaan (power), sifat-sifat, keterampilan serta fleksibilitas. Sedangkan tujuannya ialah:
peningkatan sumber daya manusia,

anggaran untuk belanja, fasilitas, serta korelasi masyarakat. Tujuan pada lembaga pendidikan
akan tercapai apabila pemimpin bisa terus maksimal memimpin untuk mencapai tujuan.
Pemimpinnharus memiliki kemampuan seperti proses mensugesti, memberi dorongan,
43
memberi bimbingan, memberi arahan dan mampu menggerakkan orang lain agar
pengaplikasian pengembangan pendidikan dan pengajaran dapat berjalan secara efisien dan
efektif pada proses untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam kepemimpinan ada beberapa
yaitu : sifat Sidiq, Amanah, Tabliq, dan Fatonah ini sangat diperlukan.

a. Sidiq yang berarti jujur. Kejujuran termasuk salah satu syarat terpenting yang harus dimiliki
pemimpin. Seorang pemimpin yang sidiq dapat diterima dengan baik di hati masyarakat, serta
mendapat kepercayaan dari masyarakat. Mereka akan menghormati pemimpin seorang
pemimpin apabila pemimpin tersebut memiliki sifat yang jujur. b. Amanah artina dapat
dipercaya. Pada konteks kepemimpinan, pemimpin yang amanah akan mendapatkan rasa
percaya dari masyrakat untuk mengelola segala macam urusan kepada pemimpin agar dapat
dikelola dengan baik demi kepentingan bersama. c. Tabliq yang berarti menyampaikan atau
bisa dikatakan mengkomunikasikan. Jika seorang pemimpin dapat membuka diri kepada
masyrakatnya serta memiliki kemampuan berkomunikasi, seorang pemimpin ini akan
mendapat nilai lebih di hati masyarakatnya, karena dengan komunikasi segala aspirasi
masyarakat akan dapat terseampaikan dengan baik. d. Hal yang terakhir adalah cerdas. Menjadi
pemimpin haruslah cerdas karena kecerdasan pemimpin akan membantu menyelesaikan
masalah yang terjadi di lingkungan masyrakat, pencarian solusi, serta dapat membangun dan
mengarahkan jalan suatu organisasi atau lembaga yang dipimpinnya.

Karakteristik kepemimpinan pendidikan

Karakteristik kepemimpinan dalam pendidikan menurut Mujami Qomar adalah sebagai


berikut: a. Mempunyai knowledge dan skill yang memadai. Hal tersebut digunakan untuk
mengelola dan mengendalikan lembaga yang di handle nya b. Memfungsikan keistimewaan
yang dimilikinya dibandingkan orang lain c. Memahami kebiasaan-kebiasaan para
bawahannya

d. Bermuamalah dengan baik, lemah lembut, dan memberikan kasih sayang kepada
bawahannya e. Selalu bermusyawarah dengan bawahannya dan selalu meminta pendapat
ketika dihadapkan kepada suatu pilihan f. Memiliki pengaruh dan kekuatan dalam memberikan
arahan g. Selalu bersedia mendengarkan nasihat dan bersikap tidak sombong kepada siapapun
h. Memiliki wibawa dan kharisma yang khas

44
Menurut M.I Anwar, dalam mewujudkan tujuan kepemimpinan di sekolah memerlukan tiga
fungsi utama yaitu: 1. Merumuskan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan yang jelas
menjadikan sebuah pedoman atau acuan sebelum merencanakan kegiatan-kegiatan yang akan
dilaksanakan sehingga tetap bisa fokus pada sesuatu yang ingin dicapai. 2. Mendayagunakan
warga sekolah meliputi guru, staff karyawan, siswa dan masyarakat. Warga sekolah memiliki
perannya masing-masing namun memiliki keterkaitan satu sama yang lain sehingga jika ada
salah satu peran yang tidak memainkan perannya maka akan mengganggu program pendidikan.
Terbangunnya kerjasama warga sekolah yang baik akan menentukan keberhasilan sekolah. 3.
Membangun lingkungan sekolah yang dinamis, harmonis dan nyaman. Pemimpin harus
mampu menghadirkan budaya islami dan suasana yang aman di sekolah. Lingkungan yang baik
dan mendukung dapat mempengaruhi etos kerja warga sekolah. Dengan lingkungan yang baik
diharapkan masing-masing tenaga pendidikan dapat bekerja dengan produktif tanpa adanya
keterpaksaan maka hasil kerjanya bisa memuaskan. Tipe kepemimpinan pendidikan

Adapun tipe kepemimpinan pendidikan antara lain sebagai berikut :

1 .Tipe Otoriter/Tipe authoritarian.

Dalam kepemimpunan yang otoriter, pemmpin bertindak sebagai dictator terhadap anggota
kelompok

2. Tipe Laissez-faire.

Pemimpin tidak memberikan kepemimpinannya, melainkan membiarkan bawahannya berbuat


sekehendaknya. Keberhasilan lembaga ditenukan atas kesadaran dan dedikasi anggota
kelompok. Struktur organisasinya kabur, segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan tanpa
pengawasan dari pimpinan.

3. Tipe Demokratis. Kepemimpinannya bukan sebagai dictator, tapi di tengah-tengah anggota


kelompoknya. Pemimpin berusaha menstimulus anggotanya agar bekerja secara produktif
untuk mencapai tujuan bersama. Pemimpin selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan
anggotanya. 4. Tipe Pseudo-demokratis / demokratis semu / manipulasi demokratik. Pemimpin
hanya tampaknya saja demokratis, namun sebenarnya dia bersikap otokratis.

Pendekatan dalam mempelajari Kepemimpinan Pendidikan

1. Tiga keterampilan / skills yang harus dikuasai oleh seorang pemimpin (Kazt) :

(a).Human Relatian Skill. Kemampuan berhubungan dengan bawahan

45
(b). Technical Skill. Kemampuan menerapkan ilmunya ke dalam pelaksanaan (operasional)

(c). Conceptional Skill. Kemampuan dalam melihat sesuatu sacara keseluruhan yang kemudian
dapat merumuskannya. Seperti dalam mengamibil keputusan, membentuk kebijakan, dll.
Kemampuan ini juga disebut Managerial Skill

2. Pendekatan Sifat (Traits Aproach). Pendekatan yang didasari asumsi bahwa kondisi fisik
dan karakteristik pribadi adalah penting bagi kesuksesan pemimpin.

3. Pendekatan keperilakuan (Behavioral Aproach). Pendekatan yang memandang


kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan sifat-sifatnya. Studi ini
melihat dan mengidentifikasi perilaku yang khas dari

pemimpin dalam kegiatannya dalam mempengaruhi anggota-anggota


kelompoknya.Pendekatan ini menitikberatkan pandangannya pada dua aspek perilaku
kepemimpinan : (a)Fungsi-fungsi kepemimpinan (b)Gaya-gaya kepemimpinan. Gaya-gaya
kepemimpinan dapat dikategorikan sebagai gaya yang berorientasi pada tugas (task oriented)
dan gaya yang berorientasi dengan bawahannya (employee oriented).

Pendekatan-pendekatan kepemimpinan muncul guna menjawab pertanyaan mendasar tentang


studi kepemimpinan. Pertama, how one become a leader (bagaimana seseorang dapat menjadi
seorang pemimpin). Kedua, how leader behave (bagaimana para pemimpin itu berperilaku).
Ketiga, what makes the leader effective (apa yang membuat pemimpin berhasil).

Tipe kepemimpinan merupakan bentuk atau pola kepemimpinan dari seorang pemimpin, yang
di dalamnya diimplementasikan beberapa perilaku atau gaya kepemimpinan sebagai
pendukungnya. Sementara gaya kepemimpinan merupakan perilaku atau cara yang dipilih dan
dipergunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi fikiran, sikap, dan perilaku
anggotanya.

Paling tidak ada tiga tipe dan gaya kepemimpinan yang paling mendasar, yaitu: kepemimpinan
otoriter (authoritarian leadership), kepemimpinan demokratis (democratic leadership), dan
kepemimpinan bebas (laissez faire leadership). Di samping itu tipe dan gaya kepemimpinan
lainnya, seperti: kepemimpinan kharismatik, kepemimpinan paternalistik, dan kepemimpinan
ahli (expert).

46
Kepemimpinan Pendidikan sebagai Manajer

Fungsi kepemimpinan pendidikan sebagai manajer menduduki fungsi-fungsi manajemen.


Fungsi kepemimpinan pendidikan sebagai manajer identik dengan keharusan menjalankan
berbagai fungsi yang ada pada manajemen. Manajer sudah pasti melakukan berbagai aktivitas,
sedangkan aktivitas kerja manajer sering dikategorisasikan menjadi fungsifungsi manajemen.

Adapun fungsi manajemen menurut Leslie W. Rue dan Lloyd L. Byars6 adalah sebagai berikut.
1. Planning; deciding what objectives to pursue during a future period and what to do to achieve
those objectives. 2. Organizing; grouping activities, assigning activities, and providing the
authority necessary to carry out the activities. 3. Staffing; determining human resource needs
and recruiting, selecting, training, and developing human resources. 4. Leading; directing and
channeling human behavior toward the accomplishment of objectives. 5. Controlling;
measuring performance against objectives, determining the causes of deviations, and taking
corrective action where necessary. Kepemimpinan dalam organisasi sekolah adalah
kepemimpinan pendidikan. Adapun kepemimpinan pendidikan merupakan proses aktivitas
peningkatan pemanfaatan sumberdaya manusia dan material di sekolah secara lebih kreatif,
mengintegrasikan semua kegiatan dalam kepemimpinan, sedangkan manajemen dan
administrasi pendidikan membuat keputusan untuk kelangsungan pembelajaran secara efektif.
Dalam proses kepemimpinan telah muncul beberapa teori kepemimpinan. Teori kepemimpinan
dalam organisasi telah berevolusi dari waktu ke waktu ke dalam berbagai jenis dan merupakan
dasar terbentuknya suatu kepemimpinan. Setiap teori menyediakan gaya yang efektif dalam
organisasi. Dalam teori kepemimpinan adanbeberapa macam teori, diantaranya: (1) Great Man
Theory, (2) teori sifat, (3) perilaku, (4) kepemimpinan situasional dan kharismatik.

47
DAFTAR PUSTAKA

Hefny Rozak, kepemimpinan pendidikan dalam alquran (yogyakarta:teras 2014) Mujamil


Qomar, manajemen pendidikan islam (jakata: erlangga,2007)
http://ejournal.yasin.alsys.org/index.php./alsys/article/download/30/27/
http://core.ac.uk//download/pdf/95747704.pdf
http://www.reseachgate.net./publication/325292069_Kepemimpinan_Pendidikan/fullt
ext/kepemimpinan-pendidikan http://jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php./intel/article/download/3944/2613

48
EVALUASI PENDIDIKAN

Oleh: Eryanti Nursyipa

Pengertian Evaluasi Pendidikan


Dilihat dari segi bahasa, evaluasi berasal dari kata Bahasa Inggris ; evaluation. Sedang dalam
Bahasa Arab; al-Tqdir (‫)التقدير‬, dan dalam Bahasa Indonesia; penilaian, yang akar katanya
adalah value (inggris), al-Qimah (arab), nilai(Indonesia). Sementara pendidikan merupakan
sebuah program. Program yang melibatkan sejumlah komponen yang bekerja sama dalam
sebuah proses untuk mencapai tujuan yang telah diprogramkan. 1
Dengan demikian, secara harfiah evaluasi dapat diartikan sebagai penilaian dalam bidang
pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan.
Devinisi evaluasi yang dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977):
Evaluation refer to the act or process to determining the value of something. Menurut devinisi
ini, maka istilah evaluasi itu menunjukan kepada atau mengandung pengertian: Suatu tindakan
atau proses untuk menentukkan nilai dari sesuatu. 2

Apabila Devinisi evaluasi yang dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W. Brown itu
untuk memberikan definisi tentang evaluasi pendidikan, maka evaluasi pendidikan sebagai;
Suatu tindakan atau kegiatan atau suatu proses menentukan nilai dari segala sesuatu dalam
dunia pendidikan.

Syarat dan Tujuan Evaluasi

Evaluasi juga punya kedudukan yang tak terpisahkan dari belajar dan pembelajaran secara
keseluruhan, karena strategi belajar dan pembelajaran, proses belajar dan pembelajaran
menempatkan evaluasi sebagai salah satu langkahnya. Hampir semua ahli prosedur sistem
instruksional menempatkan evaluasi ini sebagai langkah-langkahnya. Perhatikan pula langkah-
langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli berikut, pasti kita akan tahu betapa
tidak dapat terpisahkan evaluasi tersebut dengan keseluruhan proses belajar dan pembelajaran. 3
Syarat Evaluasi pendidikan
1. Mentout Kauffman, langkah-langkah yang harus ditempuh dalitm belajar pembelajaran
adalah dengan menggunakan model pemecahan masalah sebagai berikut:
a. Identifikasi masalah.

1
Prof.Drs. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi pendidikan. hlm 1
2
Prof.Drs. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi pendidikan. hlm 1
3
http://globallavebookx.blogspot.co.id/2015/03/pengertian-kedudukan-dan-syarat-syarat.html

49
b. Menentukan syarat-syarat dan altematif pemecahan masalah
c. Memilih strategi pemecahan masalah.
d. Melaksanakan pemecahan msalah.
e. Menentukan keefektifan hasil
f. Mengadakan revisi atas keseluruhan langkah a sampai dengan Iangkah c.
2. Menurut Glaser, proses belajar pembelajaran haruslah menempuh prosedur-prosedur sebagai
berikut :
a. Merumuskan teori pembelajaran (instuksional objectives)
b. Memutuskan situasi permulaan siswa
c. Menentukan prosedur pembelajaran.
d. Penilaian terhadap perfomansi
e. Umpan balik.
3. Menurut Gelder
a. Merumuskan tujuan instruksional.
b. Analisis situasi.
c. Menentukan aktivitas guru, aktivitas pembelajar, mata pembelajaran dan alat bantu
pembelajaran.
d. Evaluasi
4. Menurut model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem lnstruksional):
a. Merumuskan tujuan
b. Mengembangkan alat evaluasi
c. Merumuskan kegiatan belajar pembelajaran
d. Mengembangkan program kegiatan
e. Pelaksanaan kegiatan belajar pembelajaran.
b. Tujuan Evaluasi pendidikan
secara umum, Evaluasi sebagai suatu tindakan atau proses setidak-tidaknya memiliki tiga
macam fungsi pokok yaitu :
1. mengukur kemajuan
2. menunjang penyusunan rancana, dan
3. memperbaiki atau melukukkan penyempurnaan kembali.
4Pada kondisi dimana hasil yang dicapai tidlak mernuaskan maka siswa akan berusaha
memperbaiki kegiatan belajar, namun demikian sangat diperlukan pemberian stimulus positif

4
Prof.Drs. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi pendidikan. hlm 7-8

50
dari guru/pengajar agar siswa tidak putus asa. Dari sisi pendidik, hasil evaluasi dapat digunakan
sebagai umpan balik untuk menetapkan upaya upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
Ada beberapa tujuan dan atau fungsi penilaian dalam pengajaran di sekolah, yaitu:
1. Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan pengajaran yang telah ditetapkan telah tercapai
dalam kegiatan pembelajaran.
2. Untuk memberikan objektivitas pengamatan kita terhadap perilaku hasil belajar siswa.
3. Untuk mengetahu kemampuan siswa dalam bidang/topik tertentu.
4. Untuk menentukan kelayakan siswa, misalnya naik kelas, lulus.
5. Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan pembelajaranyang dilakukan.
Evaluasi memiliki beberapa fungsi yaitu:
1. Fungsi normatif, yaitu berfungsi untuk perbaikan sistem pembelajaran
2. Fungsi diagnostik, yaitu untuk mengetahui faktor kesulitan siswa dalam proses pembelajaran
3. Fungsi sumatif, yaitu berfungsi untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik.
4. Fungsi penempatan.

Klasifikasi Evaluasi Pendidikan

Klasifikasi atau penggolongan evaluasi dalam bidang pendidikan sangat beragam.


Sangat beragamnya pengklasifikasian atas evaluasi pendidikan itu disebabkan karena sudut
pandang yang saling berbeda dalam melakukan pengklasifikasian tersebut. Salah satu cara
pengklasifikasian terhadap evaluasi pendidikan itu adalah dengan jalan membedakan evaluasi
pendidikan tersebut atas tiga kategori, 5 yaitu:
1. Klasifikasi evaluasi pendidikan yang didasarkan pada fungsi evaluasi dalam proses
pendidikan.
Dilihat dari segi fungsi yang dimiliki maka evaluasi pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga
golongan yaitu:
a. Evaluasi pendidikan yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan
psikologis
b. Evaluasi pendidikan yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan
didaktik
c. Evaluasi pendidikan yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebuutuhan
administrative.

5
http://berawaldarihati.blogspot.co.id/2010/12/pengertian-evaluasi-evaluasi-pendidikan.html

51
2. Klasifikasi evaluasi pendidikan yang didasarkan pada pemanfaatan informasi yang
bersumber dari kegiatan evaluasi itu sendiri.
Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan pendidikan, evaluasi dalam bidang
pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu:
a. Evaluasi pendidikan yang mendasarkan diri pada banyaknya orang yang terlibat dalam
pengambilan keputusan pendidikan.
Evaluasi jenis ini dapat dibedakan menjadi dua golongan:
1) Evaluasi pendidikan dalam rangka pengambilan keputusan pndidikan yang bersifat
individual.
Yang dimaksud dengan keputusan pendidikan yang bersifat individual adalah keputusan-
keputusan pendidikan yang dibuat oleh individu-individu yang secara langsung hanya
menyangkut individu tertentu. contoh keputusan rektor untuk membebaskan seorang
mahasiswa dari kewajiban membayar SPP karena mahasiswa tersebut setelah di evaluasi
ternyata adalah mahasiswa terbaik.
2) Evaluasi pendidikan dalam rangka pengambilan keputusa pedidikan yang bersifat
institusional. Maksudnya adalah keputusan pendidikan yang dibuat oleh lembaga pendidikan
tertentu ditujukan untuk orang banyak.
b. Evaluasi pendidikan yang mendasarkan diri pada jenis atau macamnya keputusan
pendidikan.
Berdasarkan klasifikasi ini, maka evaluasi pendidikan dibedakan menjadi empat golongan,
yaitu :
1) Evaluasi pendidikan yang dilaksanakan dalam rangka pengambilan keputusan yang bersifat
didaktik. Contoh keputusan mengenai keharusan bagi murid kelas VI yang akan mengikuti UN
unuk mengikuti les tambahan. Keputusan ini diambil setelah memperhatikan hasil evaluasi
belajar yang rendah.
2) Evaluasi pendidikan yang dilaksanakan dalam rangka pengambilan keputusan yang bersifat
bimbingan dan penyuluhan. Contoh keputusan untuk menyelenggarakan ceramah keagamaan
secara rutin seperti ceramah mengenai kenakalan remaja.
3) Evaluasi pendidikan yang dilaksanakan dalam rangka pengambilan keputusan yang bersifat
administrative. Contoh penentuan siswa yang dapat dinyatakan naik kelas atau tinggal kelas
dengan mendasarkan diri pada nilai-nilai hasil belajar yang tercantum dalam buku rapor.
4) Evaluasi pendidikan yang dilaksanakan dalam rangka pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan kegiatan penelitian ilmiah atau riset. Contoh sebuah perguruan tinggi
mengdakan riset tentang evaluasi dalam rangka mengatahui kualitas tes seleksi penerimaan
52
calon mahasiswa baru, terutama dari segi validitas dan reliabilitasnya. Hasil penelitian tersebut
selanjutnya digunakan untuk memutuskan tindakan apa yang harus dilakukan untuk
meningkatkan mutu tes seleksi itu.
3. Evaluasi pendidikan yang dilatar belakangi oleh pertanyaan dimana atau pada bagian
manakah evaluasi itu dilaksanakan dalam rangka proses pendidikan.
Dari klasifikasi ini dapat dibedakan menjadi dua gologan:
a. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan ditengah-tengah atau pada saat
berlangsungnya proses pembelajaran.
b. Evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan seelah seluruh unit pelajaran selesai
diajarkan.

Objek Evaluasi Pendidikan

Objek evaluasi biasa disebut juga dengan sasaran evaluasi. Yaitu segala sesuatu yang menjadi
titik pusat pengamatan karena penilai menginginkan informasi tentang sesuatu tersebut.

Obyek evaluasi pendidikan dilihat dari aspek inputnya, maka objek dari evaluasi pendidikan
itu sendiri meliputi tiga aspek, yaitu: 6

1. Aspek Kognitif (Kemampuan)

Kemampuan calon peserta didik yang akan mengikuti program pendidikan sebagai taruna
Akademi Angkatan Laut tentu harus dibedakan dengan kemampuan calon peserta didik yang
akan mengikuti program pendidikan pada sebuah perguruan tinggi agama islam. Adapun alat
yang biasa digunakan dalam rangka mengevaluasi kemampuan peserta didik itu adalah tes
kemampuan (attitude tes).

2. Aspek Psikomotor (Kpribadian)

Kepribadian adalah sesuatu yang terdapat pada diri seseorang, yang menampakkan bentuknya
dari tingkah lakunya. Sebalum mengikuti program pendidikan tertentu, para calon peserta didik
perlu terlebih dahulu dievaluasi kepribadiannya masing-masing, sebab baik burukya
kepribadian mereka secara psikologis akan dapat mempengaruhi keberhasilan mereka dalam

6
https://febrisartika257.wordpress.com/tugas-media/internet-dan-web-desain/artikel-makalah/obyek-
evaluasi-pendidikan/

53
mengikuti program tertentu. Evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui atau mengungkap
kepribadian seseoarng adalah dengan jalan menggunakan tes kepribadian (personality test).

3. Aspek Afektif (Sikap)

Sikap, pada dasarnya adalah merupakan bagian dari tingkah laku manusia, sebagai gejala atau
gambaran kepribadian yang memencar keluar. Namun karena sikap ini merupakan sesuatu
yang paling menonjol dan sangat dibutuhkan dalam pergaulan, maka diperoleh informasi
mengenai sikap seseorang adalah penting sekali. Karena itu maka aspek sikap tersebut perlu
dinilai atau dievaluasi terlebih dahulu bagi para calon peserta didik sebelum mengikuti program
pendidikan tertentu.

Unsur-unsur Objek Evaluasi Pendidikan

1. Input
2. Calon siswa sebagai pribadi yang utuh, dapat ditinjau dari beberapa segi yang
menghasilkan bermacam-macam bentuk tes yang digunakan sebagai alat untuk
mengukur. Aspek yang bersifat rohani setidak-tidaknya mencakup 4 hal. 7

a. Kemampuan

Untuk dapat mengikuti program dalam suatu lembaga/sekolah/institusi maka calon siswa harus
memiliki kemampuan yang sepadan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kemampuan
ini disebut tes kemampuan atau attitude test.

b. Kepribadian

Kepribadian adalah sesuatu yang terdapat pada diri manusia dan menampakkan bentuknya
dalam tingkah laku. Dalam hal-hal tertentu, informasi tentang kepribadian sangat diperlukan.
Alat untuk mengetahui kepribadian seseorang disebut tes kepribadian atau pesonality test.

c. Sikap-sikap

Sebenarnya sikap ini merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala atau
gambaran kepribadian yang memancar keluar. Namun karena sikap ini merupakan sesuatu

7
https://febrisartika257.wordpress.com/tugas-media/internet-dan-web-desain/artikel-makalah/obyek-
evaluasi-pendidikan/

54
yang paling menonjol an sangat dibutuhkan dalam pergaulan maka banyak orang yang
menginginkan informasi khusus tentangnya. Alat untuk mengukur keadaan sikap seseorang
dinamakan tes sikap atau attitude test.

d. Inteligensi

Untuk mengetahui tingkat inteligensi ini digunakan tes inteligensi yang sudah banyak
diciptakan oleh para ahli. Dalam hal ini yang terkenal adalah tes buatan Binet dan Simon yang
dikenal dengan tes Binet-Simon. Selain itu ada lagi tes-tes yang lain misalnya SPM, Tintum,
dan sebagainya. Dari hasil tes akan diketahui IQ (Intelligence Quotient) orang tersebut.

2. Transformasi

Unsur-unsur dalam transformasi yang menjadi objek penilaian antara lain:

1. Kurikulum/materi
2. Metode dan cara penilaian
3. Sarana pendidikan/media
4. Sistem administrasi
5. Guru dan personal lainnya

3. Output

Penilaian terhadap lulusan suatu sekolah dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat
pencapaian/prestasi belajar mereka selama mengikuti program. Alat yang digunakan untuk
mengukur pencapaian ini disebut tes pencapaian atau achievement test.

Kecenderungan yang ada sampai saat ini di sekolah adalah bahwa guru hanya menilai prestasi
belajar aspek kognitif atau kecerdasan saja. Alatnya adalah tes tertulis. Aspek psikomotorik,
apalagi afektif, sangat langka dijamah oleh guru. Akibatnya dapat kita saksikan, yakni bahwa
para lulusan hanya menguasai teori tetapi tidak terampil melakukan pekerjaan keterampilan,
juga tidak mampu mengaplikasikan pengetahuan yang sudah mereka kuasai. Lemahnya
pembelajaran dan evaluasi terhadap aspek afektif inim jika kita mau introspeksi, telah berakibat
merosotnya akhlak para lulusan, yan selanjutnya berdampak luas pada merosotnya akhlak
bangsa.

55
Subjek Evaluasi Pendidikan

Subjek/pelaku Pendidikan adalah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi. Siapa yang dapat
disebut subjek evaluasi untuk setiap tes ditentukan oleh suatu aturan pembagian tugas atau
ketentuan yang berlaku, karena tidak setiap orang dapat melakukannnya.
Dalam kegiatan evaluasi pendidikan di mana sasaran evaluasinya adalah sasaran belajar, maka
subjek evaluasinya adalah guru atau dosen yang mengasuh mata pelajaran tertentu. Jika
evaluasi yang dilakukan itu sasarannya adalah peserta didik, maka subjek evaluasinya adalah
guru atau petugas yang sebelum melaksanakan evaluasi tentang sikap itu, terlebih dahulu telah
memperoleh pendidikan atau latihan mengenai cara-cara menilai sikap seseorang.
Adapun apabila sasaran yang dievaluasi adalah kepribadian peserta didik, di mana pengukuran
tentang kepribadian itu dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa tes yang sifatnya
baku (Standardized Test), maka subjek evaluasinya tidak bisa lain kecuali seorang psikolog;
yaitu seseorang yang memang telah dididik untuk menjadi tenaga ahli yang profesional
dibidang psikologi. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa disamping alat-alat evaluasi yang
digunakan untuk mengukur kepribadian seseorang itu sifatnya rahasia, juga hasil-hasil
pengukuran yang diperoleh dari tes kepribadian itu, hanya dapat diinterpretasi dan disimpulkan
oleh para psikolog tersebut, tidak mungkin dapat dikerjakan oleh orang lain. 8

Asas-asas Evaluasi Belajar

Agar supaya evaluasi berlajar benar mencapai sasaran, yaitu untuk mengetahui tingkat
perubahan tingkah laku atau keberhasilan siswa, maka harus dilaksanakan dengan berdasarkan
pada suatu asas atau prinsip mapan.

Adapun asas atau prinsip-prinsip yang dimaksudkan adalah:

1. Evaluasi harus dilaksanakan secara terus menerus

Maksud evaluasi yang dilaksanakan secara terus-menerus atau continue ialah agar kita (guru)
memperoleh kepastian atau kemantapan dalam mengevaluasi. Dan dapat mengetahui tahap-
tahap perkembangan yang dialami oleh siswa.

2. Evaluasi harus menyeluruh (Conprehensive)

8
http://sabdakhairuss.blogspot.co.id/2011/03/objek-dan-subjek-evaluasi-pendidikan.html

56
Evaluasi yang menyeluruh ialah yang mampu memproyeksikan seluruh aspek pola tingkah
laku yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan.

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk alat pengukur yang baik, yaitu:

a. Validitas

Validitas alat pengukur berhubungan dengan ketepatan dan kesesuaian alat untuk
menggambarkan keadaan yang diukur sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Ketepatan
berhubungan dengan pemberian informasi persis (akurat) seperti keadaannya. Atau dengan
perkataan lain disebut sahih.

b. Evaluasi harus deskriminatif

Kegiatan evaluasi yang dapat memenuhi asas ini akan mampu membedakan tentang keadaan
yang diukur apabila keadaannya memang berbeda.

Jenis-jenis Evaluasi Belajar

Sehubungan dengan 4 (empat) tujuan sebagaimana dituangkan di dalam sub bab yang
terdahulu, selanjutnya kurikulum 1975 membedakan evaluasi prestasi belajar siswa di
sekolah menjadi 4 (empat) jenis yaitu:

1. Evaluasi Formatif

Adalah evaluasi yang ditujukan untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Jenis evaluasi
wajib dilaksanakan oleh guru bidang studi setelah selesai mengajarkan satu unit pengajaran
tertentu.

2. Evaluasi Sumatif

Adalah evaluasi yang ditujukan untuk keperluan penentuan angka kemajuan atau hasil belajar
siswa.

3. Evaluasi Diagnostik

Adalah evaluasi yang ditujukan guna membantu memecahkan kesulitan belajar yang dialami
oleh siswa tertentu.

57
Evaluasi Formatif dan Evaluasi Sumatif

Sebagai salah satu perwujudan dari usaha pembaharuan bidang pendidikan di Indonesia, ialah
dibakukannya Kurikulum 1975, yang di dalamnya tersurat juga suatu pedoman guru dalam
melaksanakan penilaian atau evaluasi hasil belajar siswa. Karena di atas telah disinggung
bahwa evaluasi yang menjadi tanggungjawab guru bidang studi adalah evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif, maka untuk memberikan gambaran yang jelas dan tegas, berikut akan
diuraikan batasan pengertian dan teknik pelaksanaannya.

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan oleh guru selama dalam perkembangan atau
dalam kurun waktu proses pelaksanaan suatu Program Pengajaran Semester. Dengan maksud
agar segera dapat mengetahui kemungkinan adanya penyimpang-penyimpangan, ketidak
sesuaian pelaksanaan dengan rencana yang telah disusun sebelumnya. Karena dilaksanakan
setelah selesai mengajarkan satu unit pengajaran (mungkin sesuatu topik atau pokok bahasan),
maka ternyata apabila ada ketidaksesuaian dengan tujuan segera dapat dibetulkan. Oleh karena
itu, fungsi dari pada evaluasi ini terutama ditujukan untuk memperbaiki proses bolajar
mengajar. Dan karena scope bahannya hanya satu unit pengajaran, dan dalam satu semester
terdiri dari beberapa unit, maka pelaksanaan evaluasi ini frekuensinya akan lebih banyak
dibanding evaluasi sumatif. Umumnya frekuensi tes formatif ini berkisar antara 2 – 4 kali
dalam satu semester.

Sedangkan yang dimaksud dengan evalusi sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan oleh guru
pada akhir semester. Jadi guru baru dapat melakukan evaluasi sumatif apabila guru yang
bersangkutan selesai mengajarkan seluruh pokok bahasan atau unit pengajaran yang
merupakan forsi dari semester yang bersangkutan. Oleh karena itu evaluasi ini dimaksudkan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai siswa selama satu semester. Jadi fungsinya
untuk mengetahui kemajuan anak didik.

Akhirnya, untuk menambah kejelasan didalam pelaksanaannya, berikut penulis rumuskan


perbedaan dari kedua jenis evaluasi tersebut.

Evaluasi Formatif Evaluasi Sumatif


Tujuannya untuk memperbaiki PBM. Tujuannya untuk mengetahui hasil atau
tingkat kemajuan belajar siswa.

58
1. Dilaksanakan setelah selesai 1. Dilaksanakan setelah
mengajarkan suatu unit mengajarkan seluruh unit
pengajaran tertentu. pengajaran, yang menjadi forsi
sesuatu semester.
1. Frekuensi 2 – 4 kali dalam satu
2. Frekuensinya 1 x dalam satu
semester.
semester.
2. Lingkup atau scope bahannya
3. Lingkup atau scope bahannya
sempit.
luas.
3. Obyeknya hanya terdapat suatu
4. Obyeknya meliputi berbagai
aspek perilaku.
aspek perilaku.
4. Bobot atau kadar nilainya rendah.
5. Bobot atau kadar nilainya tinggi.

Mengingat karakteristik dari masing-masing jenis evaluasi itu, maka guna penentuan nilai akhir
(misalkan nilai raport), diberikan pedoman sebagai berikut :

Jika seorang siswa misalnya si Arief dalam suatu semester mengikuti evaluasi formatif 4
(empat) kali dan hasilnya: 6, 8, 8, 10. Kemudian sewaktu mengikuti evaluasi sumatif mendapat
nilai 9, maka nilai akhir Arief untuk mata pelajaran itu menjadi: dibulatkan menjadi 9,00

Ruang Lingkup Evaluasi Pendidikan

Ruang lingkup dari evaluasi dalam pendidikan di sekolah mencakup tiga komponen utama,
yaitu: evaluasi mengenai program pengajaran, evaluasi mengenai proses pelaksanaan
pengajaran, evaluasi mengenai hasil belajar (hasil pengajaran).
Anas Sudijono menyatakan dalam bukunya Evaluasi Pendidikan menyatakan komponen ruang
lingkup evaluasi pendidikan itu sebagai berikut:
a. Evaluasi Program Pengajaran
Evaluasi atau penilain terhadap program pengajaran akan mencakup tiga hal, yaitu: evaluasi
terhadap tujuan pengajaran, evaluasi terhadap isi program pengajaran, dan evaluasi terhadap
strategi belajar mengajar.
b. Evaluasi Proses Pelaksanaan Pengajaran
Evaluasi mengenai proses pelaksanaan pengajaran akan mencakup:

59
1) Kesesuaian antara proses belajar mengajar yang berlangsung, dengan garis-garis besar
program pengajajaran yang telah ditentukan
2) kesiapan guru dalam melaksanakan program pengajaran
3) Kesiapan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
4) Minat atau perhatian siswa di dalam mengikuti pelajaran
5) Keaktifan atau partisipasi siswa selama proses pembelajaran berlangsung
6) Peranan bimbingan dan penyuluhan terhadap siswa yang memerlukannya
7) Komunikasi dua arah antara guru dan murid selama proses pembelajran berlangsung
8) Pemberian dorongan atau motivasi terhadap siswa
9) Pemberian tugas-tugas kepada siswa dalam rangka penerapan teori-teori yang
diperolehan di dalam kelas
10) Upaya menghilangkan dampak negatif yang timbul sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan
yang dilakukan di sekolah.
c. Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi terhadap hasil belajar peserta didik ini mencakup:
1) Evaluasi mengenai tingkat penguasaan peserta didik terhadap tujuan-tujuan khusus yang
ingin dicapai dalam unit-unit program pengajaran yang bersifat terbatas
2) Evaluasi mengenai tingkat pencapain peserta didik terhadap tujuan-tujuan umum
pengajaran.9

9
Anas Sudijono, Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007), hal. 29-30.

60
DAFTAR PUSTAKA

Prof. H.M. Sukardi, MS., Ph.D. Evaluasi Pendidikan. hlm 1

Sudijono, Anas. 2007. Pengantar Evaluasi pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

http://globallavebookx.blogspot.co.id/2015/03/pengertian-kedudukan-dan-syarat-syarat.html

http://berawaldarihati.blogspot.co.id/2010/12/pengertian-evaluasi-evaluasi-pendidikan.html

https://febrisartika257.wordpress.com/tugas-media/internet-dan-web-desain/artikel-
makalah/obyek-evaluasi-pendidikan/

https://febrisartika257.wordpress.com/tugas-media/internet-dan-web-desain/artikel-
makalah/obyek-evaluasi-pendidikan/

http://sabdakhairuss.blogspot.co.id/2011/03/objek-dan-subjek-evaluasi-pendidikan.html

61
MINDSET DALAM PENDIDIKAN

Oleh: Fikri Ahmad Fadillah

Perkembangan zaman telah membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan
manusia, salah satunya adalah pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai hal yang penting
dalam kehidupan manusia, dan akan berlangsung sepanjang hayat manusia dimanapun manusia
berada (Driyarkara, 1980). Umumnya seseorang mulai menempuh pendidikan formal pada usia
sekitar 6 tahun dan menempuh tantangan akademis. Menurut tahap perkembangan psikososial
Erikson, pada usia tersebut anak mulai memasuki tahap perkembangan industry vs inferiority,
yaitu usia 6-12 tahun (Erikson dalam Santrock, 1999). Erikson (dalam Santrock, 1999)
menjelaskan bahwa apabila anak tidak dapat melalui tantangan-tantangan dimasa tersebut
dengan baik, maka anak akan beresiko mengalami perasaan rendah diri, dan hal ini akan
mempengaruhi keyakinan anak akan kemampuannya. Kenyataannya, tidak semua anak di usia
sekolah dapat memenuhi tugas perkembangan dengan sukses. Terdapat kondisi dimana anak-
anak kesulitan mengikuti pendidikan formal karena mengalami gangguan belajar. Berdasarkan
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th Edition (DSM-5; APA, 2013),
terdapat tiga jenis gangguan belajar yangdapat mempengaruhi proses belajar di masa kanak-
kanak, yaitu disleksia, disgrafia, dan diskalkulia. Disleksia adalah jenis gangguan belajar
dimana individu mengalami hambatan saat membaca dan dalam memahami isi bacaan;
disgrafia adalah gangguan belajar dimana individu memiliki hambatan dalam menulis, baik
dalam ketepatan mengeja, ketepatan tata bahasa, penggunaan tanda baca, maupun dalam
kejelasan atau

Pengorganisasian tulisan; sedangkan diskalkulia adalah gangguan belajar dimana individu


memiliki hambatan dalam memaknai angka, mengingat bentuk aritmatika, serta mengkalkulasi
dengan akurat dan lancar. Dari ketiga jenis gangguan belajar yang ada, gangguan belajar
yang paling sering ditemui adalah disleksia. Lyon (1996) menyatakan bahwa sebanyak 5%
dari total populasi anak di sekolah mengalami gangguan belajar. Pada tahun yang sama, Lyon
melakukan studi kasus di Ontario, Canada dan memperoleh hasil bahwa 80% anak dengan
gangguan belajar mengalami kesulitan membaca. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh
Critchly (dalam Handriana, 2016) dimana dalam sebuah kelompok individu dengan gangguan
belajar, sebanyak 80% diantaranya mengalami disleksia. Menurut Reid (2011), gangguan
belajar disleksia memiliki karakteristik yaitu kesulitan dalam membaca dan mengeja; kesulitan
dalam memahami kata-kata; kesulitan dalam memproses suara dari kata-kata; memiliki

62
kelemahan dalam memori terutama memori verbal. Gangguan belajar disleksia juga dapat
mempengaruhi proses memori, kecepatan memproses, manajemen waktu, koordinasi dan
reflek seseorang, namun kondisi ini tidak disebabkan oleh rendahnya Intelligence Quotient
(IQ). Keadaan ini dapat menyebabkan beberapa permasalahan psikologis, seperti yang
diungkapkan dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Problems 10th revision (ICD-10; WHO, 2011), terdapat beberapa gangguan emosional,
perasaan rendah diri, dan permasalahan relasi yang dapat terjadi dan berhubungan dengan
gangguan membaca (WHO, 2011). Penelitian dan pemahaman tentang disleksia sendiri mulai
berkembang beberapa tahun terakhir di negara-negara yang menggunakan Bahasa Inggris (Lee
dalam Jap dkk, 2017). Sedangkan di Indonesia, dari 50 juta anak yang bersekolah, diperkirakan
jumlah anak dengan gangguan disleksia mencapai sekitar 5 juta (Padika, 2018). Jumlah ini
tergolong besar,

namun sangat disayangkan, perhatian masyarakat terhadap kasus disleksia dan jumlah
penelitian mengenai disleksia masih jarang di Indonesia. Berdasarkan studi literatur, peneliti
menemukan bahwa riset yang meneliti tentang aspek psikologis anak dengan disleksia di
Indonesia masih sangat terbatas. Penelitian tentang disleksia yang umum ditemukan terbatas
membahas aspek biologis dari struktur otak dan strategi belajar anak dengan disleksia saja
(Kershner, 2019; Osman dkk, 2015; Saadah & Hidayah, 2013). Hal ini didukung dengan
pernyataan Lee (dalam Jap dkk, 2017) bahwa perhatian terhadap individu dengan disleksia di
negara-negara yang tidak menggunakan bahasa Inggris masih kurang. Selain itu, hasil
wawancara pribadi peneliti terhadap Ibu Laurentia Ika, S.Psi, pendiri pusat terapi disleksia di
Sidoarjo yang telah berpengalaman 16 tahun menangani kasus disleksia, ikut mengkonfirmasi
hal tersebut. Berikut adalah kutipan pernyataan beliau: “Masih jarang ya peneliti-peneliti di
Indonesia itu yang mengambil tema disleksia dan yang mau mengembangkan penelitian di
bidang disleksia, soalnya mereka merasa pasti sulit, selain itu tempat terapi untuk penanganan
disleksia juga masih sedikit di Indonesia, kota besar kaya Surabaya saja belum punya layanan
tersendiri untuk terapi anak dengan disleksia.” Kota Surabaya merupakan kota kedua terbesar
di Indonesia dengan jumlah penduduk sebanyak 3.065.000 jiwa (Dispendukcapil dalam Aini,
2018). Di Surabaya, pelayanan yang diberikan untuk anak dengan disleksia masih sangat
minim (Elo, 2016). Pertama, hanya terdapat sebuah tempat di Surabaya yang disediakan
pemerintah untuk memfasilitasi anak dengan disleksia yaitu Dyslexia Corner (Syahfauziah,
2016). Melalui survei langsung ke lokasi Dyslexia Corner, peneliti menilai bahwa sarana yang
disediakan di tempat tersebut masih kurang memadai. Salah satu alasannya dikarenakan,

63
peneliti mendapati ruang Dyslexia Corner masih menjadi satu dengan ruang untuk bermain
anak-anak, sehingga masih kurang terlihat bagian mana yang dikatakan Dyslexia Corner.
Kedua, peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa orangtua dari anak dengan
disleksia dari Malang, Banyuwangi, dan Surabaya yang mengaku harus datang ke Sidoarjo
demi melakukan terapi dan mengikuti seminar di salah satu pusat disleksia di Sidoarjo. Kedua
hal tersebut semakin mengkonfirmasi kurangnya pelayanan yang efektif bagi anak dengan
disleksia di Surabaya. Anak dengan disleksia beresiko mengalami rendah diri dan berbagai
masalah emosi lain yang akan menghambat perkembangannya (WHO, 2011). Hal ini
disebabkan antara lain karena dimilikinya self-efficacy yang rendah pada murid dengan
disleksia. Self-efficacy adalah keyakinan individu terhadap kemampuannya untuk mempelajari
atau melakukan suatu tindakan (Bandura dalam Schunk, 2012). Self-efficacy dapat
menentukan seberapa besar usaha yang akan diberikan individu dan berapa lama individu dapat
bertahan menghadapi rintangan yang dihadapinya (Bandura, 1977). Semakin tinggi self-
efficacy individu, maka usaha yang diberikan akan semakin besar. Sebaliknya semakin rendah
self-efficacy individu, maka usaha yang diberikan juga semakin kecil (Bandura, 1977). Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Long dkk (2007) pada seorang anak dengan disleksia berusia
13 tahun berinisial M di Irlandia Utara menemukan bahwa M memiliki konsep diri yang
rendah yang ikut mempengaruhi self-efficacy yang dimilikinya. Hasil riset ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ramadhany (2013) terhadap enam orang anak dengan disleksia
dan enam orang anak tanpa disleksia yang bersekolah di kelas tiga SD di Denpasar. Dalam riset
ini ditemukan bahwa terdapat perbedaan tingkat self-efficacy pada anak dengan disleksia
dengan anak yang tidak mengalami disleksia. Dalam studi tersebut, anak dengan disleksia
ditemukan memiliki tingkat self-efficacy yang lebih rendah dibandingkan

dengan anak tanpa disleksia. Self-efficacy yang rendah pada anak dengan disleksia
merupakan fenomena yang perlu mendapat perhatian orangtua dan para pendidik, mengingat
bahwa apabila tidak berhasil memenuhi tugas perkembangannya di usia sekolah, maka anak
tersebut beresiko mengalami perasaan rendah diri, dan hal ini akan mempengaruhi keyakinan
anak akan kemampuannya (self-efficacy). Adapun hasil studi preliminari yang peneliti
lakukan juga sejalan dengan hasil temuan Long dkk (2007) dan Ramadhany (2013). Dalam
studi preliminari, peneliti mewawancarai seorang guru yang mengajar anak dengan disleksia
di Surabaya. Guru tersebut mengungkapkan bahwa muridnya memiliki self-efficacy yang
rendah. Berikut adalah pernyataan guru tersebut mengenai muridnya yang mengalami
disleksia: “Saya sebagai guru itu nda tega liatnya. Dia bilang nda bisa dan percuma kalo

64
belajar. Sudah belajarpun tetap nda bisa, jadi ya percuma. Mau berdoa sama Tuhan juga
percuma, Tuhan loh kasih kepinteran di orang lain, buat apa berdoa, jadi ya percuma.”
Melalui wawancara lebih lanjut dengan guru tersebut, peneliti menemukan indikasi bahwa
keyakinan murid yang rendah akan kemampuannya (low selfefficacy) membuat murid tersebut
tidak bersemangat untuk belajar. Self-efficacy yang rendah pada anak dengan disleksia dapat
dikaitkan dengan jenis pola pikir yang anak tersebut miliki. Profesor Carol Dweck (Dweck,
2016) memperkenalkan dua jenis pola pikir pada manusia, yaitu Fixed dan Growth. Fixed
Mindset adalah jenis pola pikir individu yang menilai bahwa kemampuan (potensi, kecerdasan,
karakter) atau kualitas diri seseorang sudah ditentukan sejak lahir, sedangkan Growth Mindset
adalah jenis pola pikir yang percaya bahwa kemampuan atau kualitas individu dapat terus
bertumbuh melalui usaha dan strategi (Dweck, 2016).

Dweck (2016) menjelaskan bahwa cara seseorang meresponi kegagalan sangat dipengaruhi
oleh jenis mindset yang dimiliki orang tersebut. Saat tidak dapat mencapai target, individu yang
memiliki Fixed Mindset akan cenderung menyalahkan kemampuan yang dimiliki, melabel diri
negatif, dan merasa tidak memiliki kemampuan atau potensi yang cukup untuk berhasil.
Mereka cenderung berfokus pada hasil atau pencapaian daripada kerja keras, strategi atau
proses. Hal ini mengakibatkan seseorang dengan Fixed Mindset cenderung lebih cepat putus
asa dan mudah menolak tantangan di luar zona nyaman. Sebaliknya, individu dengan Growth
Mindset percaya bahwa kegagalan dalam hidup hanyalah indikator yang menunjukkan bahwa
dirinya perlu berusaha lebih keras dan mencari strategi yang lebih baik di lain waktu. Mereka
tidak mudah putus asa dan tidak melabel dirinya negatif saat belum berhasil mencapai target.
Hal ini disebabkan karena individu dengan pola pikir ini lebih berfokus pada kerja keras dan
proses ketimbang hasil (Dweck, 2016). Mrazek dkk (2018) meneliti hubungan antara Growth
Mindset dengan kemampuan sekelompok mahasiswa di California dalam menghadapi
tantangan dan kegagalan. Dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa mahasiswa yang
memiliki jenis pola pikir Growth Mindset mau melakukan tugas-tugas yang lebih menantang
dan berusaha lebih tekun agar dapat berhasil dibanding mahasiswa yang memiliki Fixed
Mindset. Hasil riset ini mengindikasikan bahwa mahasiswa dengan Growth Mindset memiliki
selfefficacy yang positif yang mendorong ketekunan mereka. Studi lain mengenai Growth
Mindset yang dilakukan oleh Zander dkk (2018) pada sejumlah mahasiswa di Jerman juga
menemukan adanya hubungan positif antara self-efficacy dengan Growth Mindset. Dalam riset
tersebut, ditemukan bahwa dibanding mahasiswa yang memiliki Fixed Mindset, para

65
mahasiswa dengan Growth Mindset berusaha lebih keras, lebih optimis dalam menghadapi
tantangan, dan percaya akan kemampuannya di masa depan.

Kedua studi tentang Growth Mindset di atas (Mrazek, 2018; Zander, 2018) menyimpulkan
bahwa pola pikir Growth Mindset berhubungan erat dengan tingkat self-efficacy yang dimiliki
seseorang. Hal ini mendorong peneliti untuk menyelidiki lebih lanjut apakah Growth Mindset
dapat ditumbuhkan dalam diri individu. Dalam studi literatur lebih lanjut, peneliti menemukan
hasil riset Profesor Dweck pada siswa usia sekolah (Dweck, 2008). Dalam risetnya, siswa usia
sekolah yang diberikan materi pengajaran Growth Mindset, berfokus pada ‘usaha’ yang dapat
mereka lakukan untuk meningkatkan kemampuan mereka. Sedangkan siswa dengan Fixed
Mindset, berfokus pada kemampuannya 'saat ini’. Siswa yang menerima pelatihan Growth
Mindset akhirnya mengalami peningkatan nilai matematika karena menjadi terus mau
mencoba, sedangkan siswa dengan Fixed Mindset mengalami penurunan dalam prestasi di
subyek matematika karena mudah putus asa. Berdasarkan ulasan di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa Growth Mindset penting untuk ditumbuhkan dalam diri siswa dalam
rangka meningkatkan self- efficacy siswa tersebut. Lebih spesifik, peneliti ingin mengetahui
apakah tingkat self-efficacy yang dimiliki anak dengan disleksia akan mengalami perubahan
saat diberi pelatihan yang berlandaskan pada konsep Growth Mindset. Dalam riset ini, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian eksperimen pada anak dengan disleksia yang berusia 6 -12
tahun yang berdomisili di Surabaya. Peneliti akan melihat perbedaan tingkat selfefficacy anak
dengan disleksia sebelum dan sesudah diberi pelatihan yang berlandaskan pada konsep Growth
Mindset. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi orangtua, pendidik,
dan terapis anak dengan disleksia, khususnya yang berada di kota Surabaya.

66
PENDIDIKAN DI INDONESIA

Oleh: Gina Sri Maharani

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Penjelasan tersebut
tampak jelas, bahwa pendidikan adalah pembentuk kepribadian bangsa yang meliputi tiga
ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Kehandalan/kualitas pendidikan akan
mempengaruhi kehidupan suatu bangsa dan masyarakat, baik sekarang maupun masa yang
akan datang. Dengan demikian kemampuan bangsa dalam menghadapi masa depan sangat
ditentukan oleh mekanisme dan sistem pendidikan yang dimiliki dan sedang berjalan.

Pendidikan merupakan hak setiap warga negara, namun masih ada beberapa dari mereka yang
belum mendapatkan hak tersebut. Hingga saat ini, peluang terbesar untuk memperoleh akses
pendidikan yang baik hanya anak orang kaya dan pintar. Dengan bermodalkan kemampuan
ekonomi yang lebih dari cukup, didukung dengan kemampuan berpikir tinggi, menjadi faktor
pendukung untuk memperoleh akses pendidikan yang lebih baik. Mereka berpeluang besar
memasuki sekolah-sekolah elit, berkualitas, berstandar nasional, bahkan internasional. Hal ini
menciptakan lingkungan belajar-mengajar yang kondusif, karena ditunjang dengan kualitas
anak didik yang punya daya pikir tinggi. Selain itu, tersedianya sarana prasarana yang lengkap
membantu untuk mewujudkan pendidikan yang mapan.

Dengan mempertimbangkan kondisi pendidikan nasional yang belum semua memenuhi


standar pendidikan nasional, sangat memandang perlu untuk membenahi pendidikan di
Indonesia dalam berbagai komponen. Dengan kompleksnya fenomena masa depan, bangsa ini
tidak cukup hanya dengan mewariskan pendidikan ke generasi bangsa dengan kondisi
pendidikan yang syarat dengan kelemahan dan kekurangan. Diharapkan dengan dilakukan
pembenahan pendidikan yang ada, bangsa Indonesia akan mampu menyongsong masa depan
yang penuh ketidakpastian. tidak seorang pun yang akan mengetahui keadaan masa depan
dengan pasti, walaupun berdasarkan data yang telah ada dapat dilakukan prediksi – prediksi ,
namun itu semua masih bersifat perkiraan dan belum pasti.

Berdasarkan perkembangan ilmu dan teknologi yang sampai saat ini terus berjalan, kondisi
kehidupan manusia di dunia ini/antara negara satu dengan lainnya semakin tidak ada batas

67
ruang dan waktu. Kondisi ini akan memicu terjadinya persaingan hidup yang semakin ketat
dari berbagai sektor kehidupan manusia, maka manusia dan bangsa yang majulah yang akan
dapat bersaing dan bertahan dalam percaturan dunia. Uraian tersebut menunjukkan betapa
peran penting dari pendidikan yang akan membentuk kepribadian dan kemampuan suatu
bangsa dan masyarakat dunia.

Kelemahan dan permasalahan yang menghantam sistem dan mekanisme pendidikan bangsa
Indonesia harus segera dibenahi dan direformasi, agar generasi penerus bangsa mampu
menghadapi tantangan masa yang akan datang. Reformasi pendidikan harus dilakukan, agar
dapat menghasilkan generasi bangsa yang mampu menghadapi tantangan global.

Pendidikan Modal Utama Untuk Sebuah Pembangunan, Sesuai dengan preambule UUD 1945
bahwa tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan juga merupakan
salah satu faktor penentu masa depan suatu bangsa. Oleh karenanya, negara harus
mementingkan elemen pendidikan dalam aspek kehidupan untuk mencapai SDM yang
berkualitas memberi perhatian dalam mempersiapkan SDM yang kompetitif.

Sumber Daya Manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan nasional,
terutama dalam bidang perekonomian bangsa. Artinya, semakin banyak SDM yang
berpendidikan pada suatu negara maka semakin mudah pula untuk menyukseskan pebangunan
nasional. Akan tetapi, SDM yang dihasilkan pun harus bisa menjadi leader dalam segala bidang
dan siap menghadapi tantangan perkembangan zaman. Bukan menjadikan tujuan pendidikan
hanya untuk memperoleh ijazah atau gelar bagi kepentingan pribadi.

Setidaknya ada 3 alasan mengapa pendidikan harus diletakkan pada bagian terpenting dalam
suatu bangsa. Pertama, untuk perkembangan ekonomi bangsa. Pada Pendidikan, peserta didik
mendapatkan pengetahuan serta keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup dan berkompetensi
dalam bidang ekonomi. Kedua, sebagai perbandingan nilai investasi. Nilai balik yang diberikan
dari perbandingan total biaya yang digunakan untuk membiayai pendidikan lebih kecil dengan
total pendapatan yang diperoleh ketika memasuki dunia kerja. Ketiga, Fungsi sosial, politik
dan budaya. Kontribusi pendidikan terhadap pengembangan SDM, perkembangan politik,
sikap dan keterampilan kewarganegaraan, serta untuk perkembangan budaya Indonesia.

Memberdayakan pendidikan dapat dilakukan dengan memberikan perhatian penuh dan


prioritas lebih pada pendidikan. Pemberdayaan dari segi sistem, strategi, input serta outputnya
sebagai pencapaian substansi pendidikan. Pada pemberdayaan substansi pendidikan inilah

68
diharapkan tercapainya SDM yang berkualitas, adaptif serta generatif dalam mengatasi
berbagai permasalah yang begitu kompleks dimasa depan.

Inilah modal awal yang harus dikembangkan untuk menjadi aset pembangunan nasional.
Adanya SDM yang berkualitas tentunya harus dibarengi dengan adanya nilai-nilai moral
keinsanan pada diri setiap individu, agar mampu memegang amanah dan selalu bertanggung
jawab atas segala perbuatan yang ia lakukan. Dan hanya dengan pemberdayaan SDM inilah,
bangsa kita bisa berdiri tegag sejajar dengan bangsa lain. Hasil investasi melalui pendidikan
ini memang tidak terlihat dalam waktu yang singkat, butuh waktu yang lama untuk menikmati
hasilnya. Akan tetapi hasilnya dapat dirasakan oleh bangsa secara keseluruhan dari berbagai
bidang. Dalam pendidikan sebagai investasi ini bukanlah semata-mata untuk mengumpulkan
SDM sebanyak-banyaknya, akan tetapi SDM yang berkualitaslah yang diprioitaskan sebagai
modal utamanya.

Pendidikan merupakan salah satu upaya kita untuk menanggulangi kebodohan dan kemiskinan
yang terjadi di Negara kita yaitu Indonesia. Yang mana kita ketahui bersama, bawasannya
dengan seseorang mengenyam bangku sekolah maka, orang tersebut telah mengetahui berbagai
hal yang ada di dunia ini.Sebenarnya pendidikan itu dapat kita perolah dimana saja dan kapan
saja. Oleh karenaitu, kita sebagai manusia hendaknya mau menyadari hal tersebut. Pendidikan
sangat berdampak besar bagi pengaruh perkembangan masa depan. Tidak hanya untuk diri
sendiri, bahkan dapat pula berpengaruh bagi bangsa dan Negara Repubik Indonesia.Pendidikan
itu ada bersifat formal , non formal dan informal. adapun contohnya bersifat formal yaitu : SD,
SMP, SMA, Perguruan Tinggi . dan pendidikan non formal Yaitu dengan cara mengikuti
kursus atau bimbingan belajar dan lain sebaginya. bagaimanapun cara kita menempuh
pendidikan tersebut, asal kita mau serius dalam menjalaninya maka, sangat berdampak besar
bagi masa depan diri sendiri maupun orang lain.

Sehingga dengan pendidikan orang akan mampu untuk menata masa depanya
dengan bijaksana, dan dapat berfikir lebih kritis dalam memecahkan suatu masalah yang terjadi
didalam kehidupannya. dengan kita mengerti tentang pendidikan, maka kita akan mampu
untuk membantu pemerintah untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan sehingga tidak
banyak pengangguran yang ada di Indonesia. begitu banyak hal penting yang didapat dari kita
mengetahui makna pentingnya pendidikan tersebut. Oleh karena itu, hendaknya kita mulai
menyadari betapa pentingnya pendidikan tersebut bagi kelangsungan masa depan kita. dan kita
sebagai manusia terpelajar hendaknya mau memahami betul hal tersebut.

69
Pendidikan merupakan kebutuhan manusia. Pendidikan selalu mengalami perubahan,
perkembangan dan perbaikan sesuai dengan perkembangan di segala bidang kehidupan.
Perubahan dan perbaikan dalam bidang pendidikan meliputi berbagai komponen yang terlibat
di dalamnya baik itu pelaksana pendidikan di lapangan (kompetensi guru dan kualitas tenaga
pendidik), mutu pendidikan, perangkat kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan dan mutu
menejemen pendidikan termasuk perubahan dalam metode dan strategi pembelajaran yang
lebih inovatif. Upaya perubahan dan perbaikan tersebut bertujuan membawa kualitas
pendidikan Indonesia lebih baik.

Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka peningkatan mutu pendidikan suatu hal
yang sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan di segala aspek kehidupan manusia.
Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional, maupun global (M ulyasa, 2006: 4).

Memasuki masa era globalisasi, bangsa Indonesia tidak mati-matinya selalu melakukan
pembangunan disegala bidang kehidupan baik pembangunan material maupun spiritual
termasuk di dalamnya sumber daya manusia, salah satu faktor yang menunjang pembangunan
atau peningkatan sumber daya manusia yaitu melalui pendidikan mendapat prioritas utama.

Pendidikan tidak terlepas dari kegiatan pembelajaran. Belajar menurut Spears dalam Suprijono
(2009:2) adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti
arah tertentu. Jadi belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi
terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan kepada suatu tujuan,
proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati, memahami sesuatu
yang dipelajari

Dalam proses belajar mengajar guru dituntut untuk dapat mewujudkan dan menciptakan situasi
yang memungkinkan siswa untuk aktif dan kreatif. Pada sistem ini diharapkan siswa dapat
secara optimal melaksanakan aktivitas belajar sehingga tujuan instruksional yang telah
ditetapkan dapat tercapai secara maksimal.

Proses belajar adalah suatu proses yang dengan sengaja di ciptakan untuk kepentingan siswa,
agar senang dan bergairah belajar. Guru berusaha menyediakan dan menggunakan semua
potensi dan upaya. M asalah motivasi adalah factor yang penting bagi peserta didik. Apakah
artinya anak didik pergi ke sekolah tanpa motivasi untuk belajar. Hanya saja motivasi sangat
bervariasi dari segi tinggi rendahnya maupun jenisnya. Guna mewujudkan tujuan itu bukan
suatu hal yang mudah. Sehingga sangatlah dibutuhkan sebuah tekad dari berbagai pihak guna

70
meraih kebersamaan tujuan dan visi yang sama dalam menciptakan keterpaduan pencapaian
dalam tujuan pembelajaran.

Pentingnya pendidikan sering kali disepelekan. Selain menjadi sarana untuk menambah
wawasan, pendidikan pun dapat mengasah kemampuan dalam menyelesaikan masalah,
meningkatkan perekonomian, hingga menciptakan kesempatan kerja yang lebih
baik. Pentingnya pendidikan tidak boleh diremehkan dan perlu ditanamkan sejak dini.

Pentingnya pendidikan bagi pembinaan sumber daya manusia sangat diharapkan oleh setiap
orang. Karena melalui pendidikan akan tercipta seorang manusia yang cakap, terampil dan
berilmu sebagai bekal hidup nantinya, serta mampu hidup mandiri di tengah pesatnya kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini.

71
DAFTAR PUSTAKA

http://forum.detik.com.

http://tyaeducationjournals.blogspot.com/2008/04/efektivitas-dan-efisiensi-anggaran.

http://www.detiknews.com.

http://www.sib-bangkok.org.

Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia.

72
REKONSTRUKSI KURIKULUM PENDIDIKAN DI PERGURUAN
TINGGI ISLAM

Oleh: Luki Alawi

1.Pendidikan Tinggi Islam dan perkembangannya

Perkembangannya Pendidikan Tinggi Islam Indonesia hadir di tengah bangsa di fase atau
awalkemerdekaanbangsa dari belum penjajahan kolonialisme Belanda yang selama 3 abad dan
Jepang dalam beberapa tahun, bangsa ini lama menderita kebodohan. Menyadari hal itu
berdirilahPendidikan tinggi Islam yang pertama pada tahun 1940 yang bernama Sekolah Tinggi
Islam (STI) oleh Persatuan Guru Agama Islam di Padang, istitusi ini tidak lama kemudian
bubar. Kemudian sebulan setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945
atas prakarsa tokoh- tokoh Islam yang diketuai oleh Moh. Hatta dan sekretarisnya Mohammad
Natsir didirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta dengan pimpinan Prof. Kahar Muzakkir,
kemudian (STI) lembaga ini dipindahkan ke Yogyakarta pada tahun 1946 mengikuti
berpindahnya pusat pemerintah RI. Di Jakarta didirikan pula Akademi Dinas Ilmu Agama
berdasarkan penetapan Menteri Agama No, I Tahun 1957. Kemudian didirikan pula Pergutuan
Tinggi Agama Islam (PTAIN) yang diambil dari fakultas agama Universitas Islam Indonesia
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1950.

Demikian luas cakupan ilmu | agama Islam yang meliputi berbagai aspek dan semakin
mejemuknya pola pengembangan kehidupan sosial. maka pengembangan ilmu agama Islam
semakin kehilangan geraknya bila hanya dilokalisir dalam satu fakultas. Maka, diterbitkanlah
Peraturan Presiden No. 11 tahun 1960 yang menggabungkan PTAIN di Yogyakarta dan ADIA
di Jakarta (STAIN). pada tanggal 9 Mei 1960, menjadi Institut Agama Islam Negeri dengan
nama al-Jami 'ah al- Islamiyah al-Hukumiyahyang berkedudukan di Yogyakarta dan Jakarta
(Rahim, 2000 F413). Berdiripula PTAIS yang banyak didirikan oleh swasta untuk mewadahi
para pelajar muslim yang sudah menyelesaikan di pendidikan diniyah dan pesantren.
Pendidikan tinggi Islam ini pada awal berdirinya menyandang misi utama ahli agama yang
berwawasan luas dan mampu menjadi panutan masyarakat (Furchan, 2006:121). Pendidikan
tinggi Islamdiharapkan menjadi pusat pengembangan dan pendalaman agama Islam.Lembaga
inidiharapkan memproduks sarjana ini dalam-menghadapi kehidupan. - Muslim yang
mempunyai keahlian dalam ilmu agama Islam, berakhlak mulia, cakap dan bertangungjawab
atas kesejahteraan umat serta masa depanbangsa Indonesia (Binbagais, | 1986: 3) Sebagai
lembaga pendidikan tinggi agama Islam harapan umat terhadap lembaga tersebut dapat

73
memproduks ahli agama ('ulama) di samping juga harapan pemerintah untuk mengisi birokrasi
pemerintahan di Departemen Agama. PTAV/Sini berkembang ke seluruh Indonesia.Khusus
bagi IAINdalam perkembangannya ada pula yang nomenklaturnya menggunakan Sekolah
tinggi agama Islam negeri

Saat ini beberapa IAIN mengalami perkembangan dimaksudkan untuk mempersiapkan


generasi mudah Muslim memasuki dunia yang lebih luas maka beberapa IAIN/STAIN berubah
menjadi Universitas Islam negeri (UIN) (Azra, 2001: 75). Sementara itu sebelum muncul UIN
telah berdiri beberapa Universitas Islam di beberapa provinsi di Indonesia baik yang berada
dibawah organisasi keagamaan maupun dibawah Yayasan mandiri (Saridjo, 2010: 213) Juga
ada yang secara khusus menyiapkan para penghapal Al-quran pada pendidikan tinggi Islam
seperti PTIQ/IIQ di Jakarta agar semakin kuat fondasi bangsa.Sebagaimana juga Universitas
Islam di berbagai belahan dunia dengan fakultas-fakultas yang ada harus memperhatikan
bidang riset sebagai tugas pendidikan tinggi. Bila tidak sulit akan memaksimalkan perannya di
tengah dunia keilmuan. Penelitian di laboratorium harus dipandang kerja ibadah, apalagi tabir
ayat-ayat kauniyat yang terbentangluas masih belum banyak diungkap, inilah tugas penting
pendidikan tinggi Islam untuk menggalinya.

Produks Universitas Islam juga harus bersaing dalam mengisi berbagai kebutuhan
masyarakat di semua bidang kehidupan. Lulusannya tidak cukup hanya berorientasi menjadi
pegawai pemerintah karena hanya kecil persentase yang bisa menyerap mereka. Mereka harus
menyiapkan diri bidang swasta seperti pemberdayaan masyarakat, wartawan, penulis di koran
dan majalah, peneliti dan lainnya (Indra, 2002: 35).

Berdasarkan tujuan pendidikan tinggi Islam sebagaimana diatur dalam PP 60 tahun 1999 dan
Misi Departemen Agama (saat ini 1 Kementrian Agama) maka tujuan pendidikan tinggi agama
Islam. Pertama,menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemauan
akademik atau profesional yang dapat menerapkan pegembangan dan memperkaya khazanah
ilmu, teknologi seni dan kebudayaan yang. bemafaskan Islam. Kedua, mengembangkan dan
menyebarkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni naf bernafaskan islam atau kebudayaan
Islam untuk meningkatkan tarap kehidupan masyarakat serta mempercayakan- kebudayaan
nasional. Ketiga, merumuskan menyebarluaskan dan mendidikkan filosofi dan nilai-nilai
agama Islam sehingga dapat digunakan oleh masyarakat sebagai parameter perilaku kehidupan
menjadi inspirator dan katalisator pembangunan serta motivator terciptanya toleransi

74
kehidupan beragama serta kehidupan yang harmonis antar umat yang berbeda agama
(Muhaemin, 2007: 146).

Pendidikan tinggi Islam di era ini harus dipandang tidak hanya sebagai lembaga pendidikan
melainkan sekaligus sebagai lembaga pengembangan IPTEK. Dalam kaitan ini pengembangan
net working dengan lembaga-lembaga riset baik milik pemerintah maupun swasta di dalam
maupun diluar negeri di pusat maunpun di daerah mutlak diperlukan. Pengembangan jaringan
perlu diikuti pengembangan akses oleh yang menyeluruh dan saling bersinergi terhadap sumber
daya riset terutama yang didukung oleh – sektor publik(Muhaemin, 2007:146)== Menurut
Azyumardi Azra selama kurun waktu lebih dari beberapa dasawarsa sejak Indonesia bebas dari
kolonialisme dunia pendidikan Islam di Indonesia belum meberikan konstribusi yang
signifikan terhadap kemajuan bangsa. Pendidikan belum mampu memberikan tanggapan atau
jawaban ketika dituntut perannya untuk mengatasi berbagai persoalan moral dan mentalitas
bangsa Indonesia. Pendidikan Islam sering terlambat merespon perubahan dan -kecenderungan
perkembangan masyarakat (Azra, 2005:-xi). 7

Pendidikan tinggi Islam ke depan harus membenahi diri untuk menjadi lembaga
pendidikanyang diharapkan mampu berdaya daya saing menyiapkan tenaga kerja Indonesia
sehingga menjadi lebih kompetitif dan produktif di level internasional. Sebagai refleksi tabel
dibawah ini dapat menjadi renungan di posisi mana Indonesia dibandingkan dengan negara-
negara Asia lainnya berada di paling bawah yakni, Korea Selatan 3.09, singapura, 319, jepang.
350. Taiwan 3.96, india 4.24. Malaysia 4.41, hongkong 4.72, philipinna, 5.47, Thailand 5.96,
Vietnam 6.21 dan Indonesia 6.56,(Thoyyib, 2007: 1164). Urutan inimemperlihatkan lemahnya
daya saing SDM Indonesia dibandingkan dengan negara Asia lainnya.(Muhaimin, 2007: 147).
Untuk itu PTAI Indonesia harus segera melakukan pembenahan terutama dalam kaitan dengan
visi dan kurikulumnya.

2. Produk Pendidikan Tinggi Islam pentingnya ilmu melalui perlunya dan Tantangannya

Produks pendidikan tinggi Islam memiliki visi para alumninyadan qalam (QS.al-Alaq, 1-2).
berilmu sehingga ia memiliki wawasan yang luas dan dengan ilmunya ia menjadi penyebar
kedamaian di muka bumi, ia menjadirahmatallil'alamin. (QS.al- Ambiya, 107) atau dengan kata
lain dapat memberi manfaat bagi seluruh umat manusia. Visi ini diperlukan karena kehidupan
manusiaditandai oleh pluralitas dalam banyak hal. Pluralitas yang menandai manusia
sebagaimana dalam surat al-quran yangartinga: diciptakan manusia dalam berbangsa dan
berkelompok untuk saling kenal mengenal yang bunyinya Yaayyuhannas inna halaqnakum min

75
dzakarin aw untsa wa ja'alnakum syu'uban. waqaba ila lita'arafu. "(QS. al- Hujurat, 13).Dalam
hal pluralitas agama ditekanlan oleh Allah bahwa dalam sejarah kehidupan umat manusia telah
ada yang beragama Yahudi, Nasrani dan majusi (QS.al- Baqarah, 256).

Demikian pula nilai ilmu, dan nilai profesional dalam bekerja, al- Quran mendorong Muslim
untuk mencapainya. Bidang ilmu telah menjadi stressing sejak awal penciptaan manusia
(QS.al- Baqarah 31-33). Kemudian beberapa abad kemudian Allah ingin menunjukkan lagi
demikian #manusia membaca pada ayat pertama tutrun yang berbunyi igra.

Produk Pendidikan Tinggi Islam pentingnya ilmu melalui perlunya dan Tantangannya
Produks pendidikan tinggi Islam memiliki visi para alumninyadan qalam (QS.al-Alaq, 1-2).

Penelitian Ia pun memiliki kompetensi atau skill.Al-quran sudah mengingatkan Muslim untuk
menyiapkan diri menghadapi masa depannya. Salah satu yang harus disiapkan adalah
kompetensi, hal ini salah satu diisyaratkan Nabi agar generasi muda Muslim I memilikinya.
Sebagaimana hadis Nabi, yang artinya "apabila suatu amanah diberikan kepada orang yang
bukn ahlinya tunggulah kehancurannya". (Muhammad, 1987: 33). Dengan kompetensinya ia
dapat melangkah menjadi entepreneurship yang di masyarakat bidang ini demikian luasnya.
Mereka setelah lulus bukan mencari pekerjaan tetapi dapat menciptakan pekerjaaan yang
merupakan bentuk nyata dari pengabdiannya kepada Allah dan bangsa.

Selain itu pandangan hidup Muslim mengajarkan kesimbangan hidup-baik-untuk-dunia ini


maupun di akhirat (QS.al-Qhashas, 76). Tetapi aplikasinya perlu terus di koreksi apakah visi
ini dalam kaitan keilmuan dan kompetensi serta skillada dalam kenyataannya. Kalau melihat
kehidupan muslim yang terpuruk dalam hampir semua bidang kehidupan saat ini, penerapan-
world viewnya belum seimbang.

Muslim memiliki sistem nilai yang transedent yang memberikan garansi pahala di dunia ini
dan juga memperoleh ganjaran di akhirat kelak. Nilai yang mendorong untuk menggeluti ilmu
pengetahuan (QS. al-Mujadilah, 11), begitu pula nilai bekerja dalam mengembangkan ekonomi
(QS.at-Taubah, 105; al- Jumu'ah, 9-10). Bila non muslim sistem nilai yang mendorong mereka
adalah yang berupa pandangan bapak-bapakbangsanya yang tentu tidak bernilai kepada
kehidupan akhirat. Seharusnya sistem nilai muslim lebih dahsyat lagi dan mestinya muslim
akan meraih kejayaan, tetapi apa hendak dikata hasilnya berbeda. Seharusnya kemajuan IPTEK
berada pada tingkat yang tinggi, seharusnya penemuan baru dalam bidang tersebut dilakukan
oleh kampus muslim atau universitas Muslim. Begitu pula kemajuan dalam bidang ekonomi
muslim juga akan menunjukkan hal itu. Misalnya Negara yang menyebut dirinya muslim,

76
seperti neara- negara Arab yang kaya kemajuan ekonominya tidak membuat mereka
menjadinegara maju dalam bidang ilmu. Mereka baru menjadi Negara Berkembang itu pun
karena hasil alam,bukan hasil kemajuan yang diciptakan- manusianya.- oleh manusia Kondisi
tersebut terjadi, dikarenakan di dunia pendidikan mereka belum banyak memberikan prespektif
keduniaan ketika pelajarnya membahas mata pelajaran agama. Contohnya dalam mengkaji fiqh
dalam konteks shalat yang pertama kali ditanya oleh Allah di ke mudian hari, hal itu sangat
mendapatkan perhatian, tetapi menyediakan sarana prasarana shalat seperti pakaian yang suci
hal yang tidak bergitu sajaturun dari langit, kurang mendapatkan perhatian. Contoh lain ibadah
Haji hal yang penting dari ajaran Islam merupakan kewajiban sekali seumur hidup bagi Muslim
yang mampu, tetapi dorongan bagaimana menyediakan sarana untuk sampai ke Makkah
dengan cara membuat pesawat terbang tidak cukup mendapatkan perhatian. Apabila kita hanya
menjelaskan begitu pentingnya shalat di mata Allah dan sarananya tidak mendapatkan
penekanan dari guru, da'i, dosen dan ulama ini tandanya pandangan hidup kita belum seimbang.
Al-quran demikian lengkap memuat semua hal, tentang shalat, haji, dan bahkan tentang
fenomena alam, gempa bumi, kebanjiran, yang menjadi bagian dari kehidupan manusia.Maka
apabila kita abai dengan hal itu dan tanpa upaya yang sungguh-sungguh memikirkan untuk
mengatasinya, kita belum seimbang dalam Emenjalani kehidupan ini. +Masyarakat sesamanya
dalam waktu yang demikian cepat melalui kemajuan informasi dan teknolog.Dalam konteks
ini Marshall McLutan berpandangan bahwa dunia bagaikan desa global dalam banyak hal telah
menjadi nyata (Ibrahim. 1995: 15). Melalui perkembangan ini IPTEK bidang kedokteran,
angkasa luar, bio-teknologi, energi dan material. Tetapi juga sebaliknya terjadi ozon menjadi
belong, air tercemar limbah industri. kesenjangan kaya-miskin kriminal sadis, nuklir
mengancam. Masa ini disebut juga era glabalisasi, Akhbar Ahmad dan Hasting, la memberi
arti bahwa globalisasi pada dasamya mengacu pada perkembangan yang cepat di dalam
teknologi komunikasi, transformasi, informasi yang dapat membawa bagian-bagian dunia yang
jauh yang bisa- dijangkau dengan mudah(Ahmad, 1994: 1).

Globalisasi merupakan kelanjutan saja dari modernisasi yang dasarnya berisi sekularisasi
yang semakin maju dan semakin menjauh dari agama (Mas'ud, 2006, cepat berserah diri kepada
Allah,:1). Di era ini era yang di tandai kompetisi antar bangsa melalui pergerakan
ekonomiseperti GATT, kemudian NAFTA perjanjian dagang antar Amerika dengan sekarang
Maksiko, dan Sijori antara itu Juga Singapura, Johor dan Riau masyarakat sekarang ini
masyarakat Indonesia. (Faqih, terbuka berkomunikasiantar :196) Kemudian Era MEA
perdagangan bebas antar Negara Asian pada tahun 2016 ini (Baskoro.2015: t.hal). Era dimana

77
menurut Qodri Azizy harus I dihadapi denganself confidence(Azizy, 2004: 26). Era MEA ini
menjadi tantangan langsung bagi pendidikan tinggi Islam untuk menyiapkan lulusannya dapat
bersaing dengan produk pendidikan lainnya di Indonesia maupun produk pendidikan tinggi
Luar Negeri. Kompetisi kata kunci, produks pendidikan tinggi disiapkan menjadi petarung
ditengah glombang yang mengandalkan kualitas manusianya.

3. Kondisi Pendidikan Tinggi Islam

Pendidikan tinggi Islam Indonesia yang berdiri sejak awal-awal kemerdekaan hingga hari ini
masih tertatih-tatih jalannya, mahasiswa nya seharusnya bersemangat dalam mengembangkan
ilmu, seharusnya mereka terlihat ramai atau sibuk di laboratorium dan perpustakaan, tetapi
nyatanya hal terjadi I sebaliknya, tempat-tempat itu seperti mesium. Pendidikan tinggi Islam
yang bersumber iqra, dan menuntut ilmu bagian dari ibadah, gagal menciptakan masyarakat
pembaca, jangankan msyarakat muslim pada umumnya menjadi masyarakat pembaca,
masyarakat- nya sendiri juga gagal untuk diciptakan sebagai masyarakat pembaca. Inilah
kegagalan -Muslim- memahami semangat al-Quran. Al- Quran hanya seolah memuat tentang
shalat, puasa, haji dan zakat, ayat al-Quran seolah tidak ada kaitan dengan dunia dan fenomena
alam. Padahal al-Quran memuat juga tentang dunia dan fenomena alam ini.(QS. Qaf, 6; an-
Nahl, 14: Yunus, 24).Selain penerapan pandangan hidup yang belum seimbang hal ini terjadi
karena ada hal lain menyebabkannya. Hal yang yang terjadididuga karena kesalahan
metodologi penyampaian ilmu. Para pendidik, da'i atau ulama sebagai produk pendidikan
tinggi Islam lebih mengutamakan metodologi deduktik dulu baru induktif, ancaman terlebih
dahulu ketimbang mengembirakan, neraka dulu baru surga, mengingatkan ke norma dulu baru
dorongan, ke usia tua dulu baru ke orang muda, kematian dulu baru kehidupan. Seharusnya
sebaliknya, induktif dulu baru deduktik, pendekatan ini banyak menstimulus akal seseorang
untuk banyak dan terus berfikir, bila deduktif dulu akalnya tidak banyak mendapatkannya.
Seharusnya- mengembirakan --dulu baru ancaman, hal yang manusiawi setiap manusia tidak
senang ada. ancaman. sanjungan lebih utama.Surga lambang kesenangan setiap manusia
diutamakan ketimbang nereka. Mendorong duludiutamakan, mendorong berdagang, berusaha
baru diingatkan dengan etikanya, jangan belum didorong usaha sudah digempur dengan etika
yang ideal, terkadang mereka yang sibuk berdagang diberi prediket hubbut dunya. Yang muda
dulu baru yang tua. Yang muda logis hidupnya lebih panjang meskipun usia manusia tidak ada
yang tahu tetapi umumnya kehidupan yang mudah lebih lama ketimbang yang tua, penerus
kehidupan adalah yang hal muda bukan yang tua. Kehidupan dulu baru kematian, manusia saat
Hasyr, 7). ini hidup, berikan optimisme dalam kehidupan.Bila mendahulukan duduktif baru

78
induktif dan seterusnya hal itu sebagai lambang | pesimisme hidup sebaliknya mendahulukan
induktif dulu baru deduktik sebagai lambang optimisme. Pandangan hidup | Muslim berada di
tataran optimisme, riel hidup dulu baru meninggal. Hidup tempat menanam dan meraih
kesuksesan dengan kesuksesan ia banyak beramal shalih dan ia akan petik di akherat.

Pendidikan tinggi Islam ke depan harus berada pada lambang "optimisme". Selama ini
pendidikan tinggi Islam dibelahan dunia manapun memilihi pendekatan "pesimisme" itu. Anak
didik selama ini di pendidikan usia dini, dasar dan menengah, telah melalui pendekatan
pesimisme. Sebagai contoh pendekatan optimisme dalam konteks ekonomi misalnya
pendekatan pertama selalu saja pendekatan etika atau hukum haram dan halal, padahal yang
perlu didahulukan adalah dorongan untuk beraktivitas dalam ekonomi.Dari- ayat al-quran
menggunakan pendekatan optimisme seperti dorongansegera menyebar ke muka bumi salah
satunya berdagang (QS. at-Taubah, 105; al-Jumu'ah, 9-10). baru kemudian mengingatkan hal-
yang berkaitan dengan etikanya(QS. an-Nisa, 29).

Pendidikan tinggi Islam harus menghidupkan dunia fikir dan dunia skill.Pendidikan- ini
berdasarkan data Diktis berjumah 665.000 mahasiswa (Pendis,2014: 147)tentu saja tidak
semua akan menjadi filosfof, pemikir, dosen, guru, dai atau ualama, tetapi sebagian besarnya
menjadi pekerja teknikal yang ada di tengah masyarakat. Sajiannya harus dua hal itu kalau
tidak kita hanya secara besar-besar menyiapkan satu sajian hidangan sementara hidangan yang
lain jauh lebih besar jumlahnya tidak kita siapkan. Kompetensi yang juga kurang dimiliki
adalah penguasaan IT (Natta, 2008: 254) dan penguasaan bahasa. MEA telah di depan mata,
pendidikan tinggi Islam suka tidak suka harus menghadapinya. Oleh karena itu Pendidikan
tinggi Islam hendaklah memberikan nilai-nilai progresif Penelitian kepada mahasiswanya
untuk menghadapinya.

4. Format dan Kurikulum

Dikatakan adalah pewaris para Nabi.Katagori ini sangat sedikit dan bahkan dalam satu
dekade bisa Pendidikan Tinggi Islam ke dihitung dengan jari.Nabi yang tercatat dalam al-
Quran hanya 25 Nabi.Ulama juga adalah mereka yang jumlahnya terbatas. Ulama dimaknai
pula para filosof, para atau mereka yang berprofesi di bidang akademik seperti dosen atau
peneliti jumlahnya hanya sedikit. Puluhan ribu-setiap tahun-lulusan pendidikan tinggi Islam =
mereka yang= dengan akal. Tentang akal ini al-terkatagori ulama, filosof atau pemikir hanya
bisa dihitung dengan

79
Depan Pendidikan tinggi Islam seperti pendidikan nasional di tanah air membuat kebijakan
yang berkaitan dengan pendidikan tidak berangkat pemikir dari esensi manusia dan kenyataan
hidup yang dijalani oleh seorang anak manusia. Esensi manusia dalam prespektif Islam ada
potensi di dalam dirinya yang disebut quran mengungkapsebagaisalah satu alat untuk meraih
pengetahuan jari. dan juga kecerdasan dalam terma afalata 'kilun, la 'allakum ta 'kilun,
inkuntum ta'kilun (Nasution, 1998: 140). Adapun nafsu atau dorongan seseorang menemukan
sesuatu melalui nafsu yang diridhai Tuhan (QS. Yusuf, 53), nafsu inilah yang menggerakkan
orang hidup, nafsulah yang mendorong akal dapat mengembangkan berbagai kebudayaan dan
peradaban umat manusia, tentang hati, hati yang baik atau mulia ditampilkan seseorang dengan
akhlakul karimahnya. Manusia dihadapan Tuhan adalah manusia yang taqwa (QS.al- Baqarah,
21;al-hujurat, 13).Dalam fungsi kehidupan manusia dalam prespektif al-Quran ada yang
disebut dengan ulama (QS. Fathir, mengarahkanuntuk menjadi pemikir 28).

Sementara itu manusia yang non pemikirberpuluh lipat dari para pemikir itu.Mereka para
pekerja. Keduanya dalam prespektif Islam haus diwarnai oleh hati atau akhlakul
karimah.Dalam kenyataan hidup kenyataan seperti itu lebih banyak pekerja ketimbang pemikir.
Dalam kontek dunia pendidikan apakah semua lulusan pendidikan tinggi Islam semua akan
menjadi pemikir? Tentu jawabannya tidak. Tapi kenyataan pada saat ini pendidikan tingi pada
umumnya dan pendidikan tinggi Islam tidak berangkat dari kenyataan itu.Semua pendidikan
tinggi menyiapkan para pemikir dan tidak menyiapkan para pekerja yang jumlahnya
terbatas.Oleh karena itu perlu di Kini, pendidikan tinggi Islam review kembali kurikulum harus
disesuaikan kembali dan pendidikan- tinggi Islam yang dikembangkan lebih lanjut untuk
berjalan selama ini disesuaikan dengan kondisi yang ada. Kebutuhan riel yang sedang dihadapi
oleh pendidikan tinggi Islam adalah merespon dunia kerja yang membutuhkan skill atau
kompetensi. Untuk itu format kurikulum harus berbeda atau paling tidak menyiapkan pula bagi
mereka yang berpotensi denganskill, tidak berarti pemikir dan non pemikir adalah kasta yang
universitas/institut/sekolah tinggi, berbeda dan lebih pintar antara tidak semuaakan menjadi
pemikir yang satu dengan yang lain, atau ulama. Dalam perjalanannya dalam lebih mulia yang
satu dari yang kaitan kurikulumnya misalnya lainnya.Presiden tidak perlu kasus IAIN sejak
berdirinya hingga pintaryang diperlukan ia memiliki awal 1972 tidak banyak berubah, skill,
begitu banyak orang pintar kalaupun ada hanya tambal dibawah presiden. Seorang tersebut
pengusaha diperlukan juga skill, cenderung kedinasan yang begitu banyak orang pintar berada
dirasakan tidak sesuai dengan dibawah pengusaha.

80
Untuk itu fomat besar di 1973 dari hasil kerja para Rektor pendidikan tinggi Islam paling
tidak mengalami perubahan yang ada dua yang patut diperhatikan, | signifikan, merupakan
kurikulum untuk dimensi intelegensi dan yang sistematik, rasional dan dimensi skill.Dalam
dunia holistik; kurikulum yang pendidikan saat ini termasuk menjembatani inklusifitas dan
pendidikan tinggi Islam masih tolernasi, seperti dalam bidang fiqh menggunakan mengajarkan
semua mazdhab, dan pembelajaran pendekatan bloom bidang kajian agama yang pendekatan
yang menggunakan teori membentuk toleransi beragama kognitif. afektif dan psikomotorik
(Mastuki, 1998: 61). Memang (Winkel, 1987:149). Pendidikan itu tantangan yang ada di
masyarakat pada dasarnya untuk diterapkan pada masanya diantisipasi melalui atau diamalkan,
bukan hanya sekedar teori, apalagi produk pendidikan hanya sebagian kecil saja yang menjadi
pemikir, maka karena itu pendidikan harus lebih banyak pada sisi psikomotorik, bukan pada
sisi kognitifnya. Apalagi ajaran Islam lebih banyak mengajarkan sisi psikomoriknya. Tetapi
semangat ini tidak diambil oleh muslim yang diambil hanya sisi kognitif dan sisi afektifnya
saja. Demikian banyak ritual Islam yang banyak menggambarkan dari pendekatan sisi
pesikomotoriknya. Ada shalat wajib, shalat sunnah, puasa wajib, puasa sunnah, zakat, shadaqah
semuanya sisi 2016: 35). psikomoritk. Pembelajaran yang banyak menggunakan sisi kognitif
hanya bagian yang sedikit dari ajaran Islam tersebut. Oleh karena itu kurikulum pendidikan
tinggi Islam- harus lebih banyak sisi psikomotoriknya.

Mengapa pendidikan tinggi Islam seperti pendidikan tinggi Islam tertua di negeri muslim lain
seperti di Mesir misalnya tidak memunculkan banyak kreativitas, atau miskin berbagai
penemuan karena lebih banyak kognitifnya ketimbang psikomotoriknya. Mengapa dunia
muslim masih menjadi bangsa produsen hingga sekarang ini karena pendekatan
psikomotoriknya kurang atau lemah. Kemajuan berbagai penemuan teknologi saat ini adalah
hasil dari pendekatan psikomotorik itu. Pendekatan sisi psikotorik dalam dunia ilmu adalah
riset yang di dunia pendidikan tinggi Indonesia atau pendidikan tinggi Islam kurang mendapat
tempat. Apa yang dilakukan oleh Nasrin seorang tamatan sekolah menengah yang membuat
versi TV dan menghasilkan kreativitas yang berharga. Inilah contoh hasil dari riset yang
dilakukan berulang- ulang. Dunia pendidikan di Indonesia harusnya berkaca-dengan kreatifitas
Kusrin sehingga iadipanggil oleh Jokowi ke istanaNegara (Nyata, IV Januari

Pendidikan tinggi Islam mempunyai asas yang sebenarnya sangat maju mengutamakan ilmu
dan pengembangannya.Al-quran mendorong untuk mencari ilmu serta melakukan penelitian
terhadap pengembangan ilmu yang ada (al-- Ghaasiyah, 17:08. al-Jatsiyah, 13).Bagi produk
pendidikan tinggi Islam ayat-ayat ilmu sudah banyak dihapal dan memahami maknanya, tetapi

81
sering hanya menjadi hapalan dan pemahaman, impelementasinya sulit dilaksanakan.Bila non
Muslim yang menjadi inner dynamic mencari ilmu dan mengembangkan- nya hanya sekedar
menemukan kepuasan dirinya atau keinginan agar namanya di kenal dalam sejarah
kemanusiaan, latar belakangnya. hanya bersifat individual dan tidak bermakna
teologis.Dorongan yang bersifat material itu demikian dahsyat mereka telah menemukan
banyak hal dalam kehidupan ini.Berbeda dengan Muslim lebih mulia dorongan itu dari
seseuatu yang diyakini sebagai Tuhannya tetapi mengapa tidak menjadikah hal itu sebagai
dorongan yang maha dahsyat pula?Muslim masih saja tertidur lelap tidak membuahkan dalam
kehidupan ini. Apakah otak Muslim kalah cerdas dengan otak orang non Muslim? Bila non
Muslim apa yang mereka lakukan tidak berdampak berpahala berbeda dengan Muslim akan
memberi dampak yang berpahala (QS. an-Nahl, 97; al- -Zalzalah, 7-8).

Apakah Muslim berpandangan bahwa hanya shalat, puasa, haji dan zakat saja berpahala,
sementara banyak bekerja di laboratorium, banyak di lapangan melakukan penelitian tidak
berpahala? Atau mungkin muslim memang ditakdirkan menjadi terbelakang atau malas dalam
kehidupannya. Muslim punya doktrin bahwa seorang Muslim meninggal dunia semua hal akan
terputus baginya kecuali tiga hal yakni doa anak yang shaleh, ilmu yang bermanfaat dan amal
jariah. Dua hal yang kita sebutkan yakni ilmu yang bermanfaat serta menjadi amal jariyah yang
dapat berbentuk melakukan pengkajian ilmu dan melakukan penelitian dan menghasilkan
manfaat bagi masyarakat, ini termasuk amal jariah dalam konsep Islam.

Dunia pendidikan tinggi Islam secara tidak disadari mengagungkan sisi kognitif, berteori, itu
pun jarang menemukan teori baru.Riset itu semangat agama Islam dalam bentuk berbagai
bentuk shalat berbagai bentuk puasa, berbagai ritual ibadah haji yang dilakukan- seperti sat
berulang-ulang. Melakukan thawaf dilakukan berulang-ulang, melakukan sai dilakukan
berulang-ulang; ini merupakan pendektan psikomo- torik. Lihat pula iqra' diulang tiga kali,
lihat pula dalam surat...yang berbunyi fabiayyiala irabbikuma tukadzziban (QS.ar-Rahman, 1-
78).Riset ini terkatagori amal shalih yang juga mempunyai nilai ibadah (QSal-Zalzalah, 7).
Tetapi juga pengembangan ilmu melalui riset merupakan kewajiban baik dilaboratorium
maupun di industri dan masyarakat. Riset ini telah dicontohkan oleh ilmuan Muslim tempo
dulu seperti Jabir Ibn Hayyyan (721/815) mengembang- kam ilmu kimia, ia mendirikan
bengkel, dimana ia mempunyai tungku untuk mengolah mineral- mineral menjadi zat-zat kimia
serta mengklasifikasi zat-zat tersebut (Arsyad, 2011:14).

82
Riset ini yang membawa masa keemasan Islam beberapa abad yang lalu dan juga dunia
modern sekarang ini. Pendidikan tinggi Islam di Indonesia ke depan dalam kurikulumnya
disemua fakultas di awal perkuliahan sudah harus diberikan metodologi riset, bukan hanya
ketika mereka ingin menyelesaikan studinya. Dengan pengetahuan riset dan memiliki
pengalaman riset dilakukan dengan banyak frekwensi psikomotoriknya (banyak frekwensi
risetnya) akan menjadikan dunia pendidikan Islam menjadi bermakna untuk kompetisi di era
globalisasi dan MEA. Bagi fakultas yang sudah menyiapkan skill untuk pekerjaannya ke depan
bila dilakukan banyak eksprimen yang dilakukan memberi banyak pengalaman psikomotorik
tidak ada lagi cerita mereka mulai belajar bekerja di tempat tugas barunya.

Demikian format kurikulum di pendidikan tinggi Islam hendaklah memberikan porsi yang
sama untuk menghantarkan anak didiknya untuk memiliki skill, serta memberikan ruh
entrepreneurship kepada mahasiswa. Riset perlu diberikan untuk semua fakultas dengan sks
yang sama, yakni pengantar metodologi riset, riset bidang ilmu dan statistik, sehingga semua
mahasiwa memiliki pemahaman yang sama. Demikian pula perlu dirumuskan lebih lanjut
sehingga sisi psikomotorik lebih banyak diselenggarakan. Kuliah di kelas mungkin cukup 8
pertemuan untuk riset atau sisi psikomotoriknya dilapangan 6 pertemuan/kali.Riset
impelementasi dari semangat ajaran Islam yang pro pengembangan ilmu dan juga
penekanannya psikomotorik. pada sisi

Kompetensi yang juga harus dimiliki oleh produk pedidikan Islam di era ini penguasaan
bahasa asing serta penguasaan terhadap IT.Khusus untuk penguasaan menyiapkan lulusannya
berbahasa asing sudah saatnya di pendidikan tinggi Islam dalam pembelajarannya
menggunakan bahasa Indonesia-bahasa Inggris atau bahasa Indonesia bahasa arab. Bahasa
asing ditekankan bahasa komunikasi yang akan diperoleh mahasiswa karena sering
mendengarkan bahasa tersebut.

83
DAFTAR PUSTAKA

Akbar S. Ahmad dan Hastings Donnan, Islam Globalization 2006 and


Postmodernity.Routledge, London, 1994

Azra, Azyumardi, "Upaya IAIN Menjawab Tantangan Zaman", Perta, Jakarta, Depag. Vol,
IV/No.01, 2001.

dalam Kata Mas'ud, Pengantar buku Armai Arif, Reformulasi Pendidikam Islam,CRSD Press,
Jakarta, 2005.

Press, Yogyakarta, tt Ismail, Abu Abdullah, Muhammad, al-Buchari al-Ja'fi al-Jami al- Sahih
al-Mukhtasar. Beirut, 1987.

dalam Kata Mas'ud, Pengantar buku Armai Arif, Reformulasi Pendidikam Islam, Reformasi
dan Globalisasi". CRSD Press, Jakarta, 2005.

Azhar Arsyad, "Buah Cemara Integrasi dan Interkoneksitas Sains dan Ilmu Agama", Hunafa:
Jurnal Studi Islamica, UIN Alauddin Makassar, Vo.8, No. 1, Juni 2011,

Azizy, Qadri, Melawan Globalisasi, Pustaka Pelajar. Yogyakarta, 2004.

Baskoro Aryo, "Tantangan dan Peluang dan resiko bagi Nata, Indonesia dengan adanyanya
Management Studies MEA" Center for Risk Indonesia, diunduh 3 oktober memerlukan ruh
entrepreneurship 2015,

Daud Ibrahim, Marwah, Teknologi Emansipasi dan Transendensi Mizan, Bandung, 1995.

Ditjen Binbagais, IAIN Tahun 1976-1980, Jakarta: Ditjen Binbagais, 1986.

Ditjen Pendis, Statistik Pendidikan Islam, 2012-2013, Jakarta: Ditjen Pendis, 2014.

Furchan, Arief, Transpormasi Pendidikan Islam di Indonesia. Gama Media. Yogyakarta,2006

Mansour Faqih, Jalan Lain, Insist Press, Yogyakarta, tt.

Ismail, Abu Abdullah, Muhammad, al-Buchari al-Ja'fi al-Jami al- Sahih al-Mukhtasar. Beirut,
1987.

Abdurrahman, "Pendidikan Islam dalam Era Reformasi dan Globalisasi."

Religia, STAIN Pekalongan, Edisi II/ 2006.

84
Mastuki, "Reformasi IAIN: Menelusuri Jejak-jejak Pemikiran Menteri Agama Selama Orde
Baru", Lektur, STAIN Cirebon, S

Muhaemin, "Tantangan dan Peluang PTAI, dalam Hasil Acis, Kemenag RI, 21-24 Nopember
2007

Abuddin, Membangun Keunggulan Pendidikan Islam Indonesia, UIN press, Jakarta, 2008.

Nasution, Harun, Islam Rasional, Mizan, Bandung, 1998.

Indra, Hasbi, Dosen IAIN dan STAIN dan Tantangan ke Thoyyib, Depan, Ikhlas, Majalah
Depag. No. 21 th. V, Maret 2002.

Saridjo, Marwan, 2010, Pendidikan Islam dari Masa ke Masa, Penamadani, Jakarta,

Qurash Shihab dkk, Masyarakat Qur'ani, (ed.) Hasan M, Noer, Penamadani, Jakarta, 2010.

Muhammad. "Internasionalisasi Pendidikan", dalam Hasil ACIS, Kemenag. 21-24 Nopember


2007.

WS, Winkel, Psikologi Pengajaran, Gramedia, Jakarta, 1987. Tabloid Nyata, IV Januari 2016.

85
SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA

Oleh: Merlin Marifah

Pendidikan

Pada dasarnya pengertian pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya dan masyarakat.

Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat
imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan
mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran
dan pelatihan.

Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang


pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak -anak,
adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-
anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai
keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan Negara.

Sistem

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sistem adalah perangkat unsur yang secara
teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Sistem juga diartikan sebagai
susunan yang teratur dari pandangan, teori, asas, dan sebagainya. KBBI juga mendefinisikan
pengertian sistem sebagai sebuah metode.

86
Pengertian sistem menurut Cambridge Dictonary

Pengertian sistem menurut Cambridge Dictonary adalah cara untuk melakukan sesuatu. Ini
didefinisikan seperti satu set benda atau perangkat terhubung yang beroperasi bersama.
Pengertian sistem juga bisa berarti satu set peralatan komputer dan program yang digunakan
bersama untuk tujuan tertentu atau sekumpulan organ atau struktur dalam tubuh yang memiliki
tujuan tertentu.

Pengertian sistem menurut Meriam-Webster

Pengertian sistem menurut Meriam-Webster adalah interaksi secara teratur atau kelompok item
yang saling bergantung membentuk satu kesatuan yang utuh. Sistem juga didefinisikan
Meriam-Webster sebagai seperangkat ajaran, gagasan, atau asas yang terorganisasi biasanya
dimaksudkan untuk menjelaskan pengaturan atau cara kerja dari keseluruhan yang sistematis.

Pendidikan Sebagai Sistem


Dalam Bab ini I Pasal 1 UU SISDIKNAS no. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa Sistem
Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Berangkat dari bunyi pasal ini dapat diketahui bahwa pendidikan adalah sistem yang
merupakan suatu totalitas struktur yang terdiri dari komponen yang saling terkait dan secara
bersama menuju kepada tercapainya tujuan (Soetarno, 2003: 2). Adapun komponen-komponen
dalam pendidikan nasional antara lain adalah lingkungan, sarana-prasarana, sumberdaya, dan
masyarakat. Komponen-komponen tersebut bekerja secara bersama-sama, saling terkait dan
mendukung dalam mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam UU SISDIKNAS adalah untuk
mengembangkan potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Peran Pemerintah dan Masyarakat


Pemerintah adalah pihak yang mengendalikan dan mengelola sistem pendidikan secara
nasional. Meskipun dalam UU SISDIKNAS dikatakan bahwa masyarakat adalah mitra
pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan dan memiliki kesempatan yang seluas untuk
berperan serta dalam menyelenggarakan atau mengelola unit pendidikan, dengan tetap pada
ciri-ciri identitasnya. Namun dalam praktiknya, semuanya ditentukan oleh pemerintah, lengkap
dengan rambu-rambu dan ukuran-ukuran dalam penilaiannya.

87
Pemerintah melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dalam rangka pembinaan dan
perkembangan satuan pendidikan yang bersangkutan.

Peran masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan yang antara lain dimanifestasikan dalam
penyelenggaraan sekolah, keluarga, dan unit-unit pendidikan non-formal lainnya, juga terasa
kosong, formalis, tidak berjiwa, terpisah-pisah, dan lepas dari sentuhan nilai-nilai
kemanusiaan, nilai-nilai agama, budaya, dan nilai-nilai keadaban lainnya.

Materi Ajar
Senada dengan strategi sistem pendidikan tersebut, maka orientasi penyusunan materi ajar
diarahkan untuk memenuhi kepentingan pemerintah agar target pembangunan dapat mengejar
pertumbuhan yang telah ditetapkan. Padahal globalisasi menuntu agar agar materi ajar
diorientasikan demi kepentingan anak didik, pasar dan pembangunan IPTEK. Tentu saja
semuanya ini dalam perspektif demi kepentingan bangsa dan Negara.
Selain itu kurikulum dan materi ajar terkesan fragmentaris atau terpecah-pecah, kurang
berkelanjutan dan kurang konsisten. Pilihan dan penentuan serta level materi ajar ditentukan
pemerintah pusat, sedangkan sekolah dan satuan-satuan penyelenggaraan pendidikan
dibawahnya cukup sebagai pelaksana teknis di lapangan.
Masih mengenai materi ajar, dalam kaitannya dengan agama, ilmu dan agama diajarkan secara
terpisah yang disajikan secara fragmentaris, seperti halnya materi-materi ajar untuk ilmu-ilmu
umum. Terdapat dikotomi diantara keduanya, tidak terdapat hubungan yang fungsional yang
terjalin dalam kesatuan yang integral diantara agama dan ilmu pengetahuan. Akibatnya materi
ajar lepas dari nilai agama dan hanya mampu mengembangkan kecerdasan akal (intellectual
quotient) dan tidak menyentuh pengembangan kecerdasan emosi (emotional quotient) dan
kecerdasan spiritual (spiritual quotient), dan ketiga-tiganya (IQ, EQ, SQ) dalam zaman modern
ini diharapkan bersumber dari dan berkembang dalam RQ (religious quotient).

Pendekatan dan Metodologi Pembelajaran


Sistem Pendidikan Nasional masih berpegang pada paradigma lama bahwa ilmu diperoleh
dengan jalan diberikan atau diajarkan oleh orang lebih pandai atau guru kepada murid. Pola
guru tahu-murid tidak tahu-guru memberi-murid menerima-guru aktif-murid pasif, masih terus
diparaktekkan. Tidak ada kritik atau koreksi terhadap pendapat guru, yang adalah minta
penjelasan kemudian menerima dan mengikutinya.

88
Paradigm itu jelas kehilangan tempat dalam konteks modern dimana ilmu itu dicari. Polanya
sudah berubah menjadi: guru memotivasi-mendorong-memfasilitasi-menemani murid
mencari-bersama menemukan ilmu. Murid sendiri yang mencari ilmu dan memutuskannya.
Kecuali itu paradigma era reformasi ini, ilmu tidak dalam posisi dimiliki, tetapi dalam proses
menjadi, di mana pencari ilmu terus menerus dalam proses menjadikan dirinya ilmuan atau
cendekiawan yang tidak kunjung berhenti. Dalam era global, sekolah boleh selesai, tetapi
belajar tidak pernah selesai. Bobot ilmu tidak terletak pada hasil akhir atau final product, tetapi
pada proses metodologi atau cara mencarinya. Dengan kata lain, metode pembelajaran baru
titik tekannya pada meneliti dan bukan menerima barang jadi. Satu-satunya pertanyaan yang
selalu muncul dari peserta didik, orang tua, dan masyarakat, adalah bagaimana belajar yang
baik, mendapatkan nilai yang tinggi, cepat lulus, dan mencapai tingkat belajar tertinggi: doktor
dan gelar akademik tertinggi pula, professor. Tidak ada yang salah dengan arah model
pembelajaran yang mengutamakan liability yaitu kerja keras, penuh tanggung jawab, jujur, dan
disiplin serta lurus seperti tersebut di atas.

Ada kecenderungan model atau pola belajar baru yang berkembang dewasa ini antara lain:
1. Sistem pebelajaraan berorienntasi pada pengembangan liability, depency, dan kesetiaan saja,
atau menjadi pekerja keras yang jujur.
2. Pola atau model pendidikan dengan mengembangkan IQ, EQ, SQ, dan RQ. Karena dalam
kehidupan modern ini tidak dapat hanya mengandalkan IQ saja sebab ada banyak hal yang
secara logika tidak benar, tetapi perasaan menyatakan bahwa itu benar, karena itulah
diperlukan kecerdasan akal didampingi kecerdasan emosional.Kecerdasan emosi itu berakar
dalam hati nurani yang amat mendalam dan kesadaraan diri. Ada 3 komponen dari EQ yaitu:

a. Kecerdasan emosi yang akan mengantar peserta didik memiliki kemampuan memanfaatkan
nilai-nilai luhur dan mengambil keputusan dalam kehidupan bersama;

b. Penilaian diri, yang akan mengantarkan peserta didik memiliki kemampuan belajar dari
pengalaman; dan
c. Percaya diri, yang akan mengantar peserta didik memiliki kemampuan dan keberanian
menyatakan kebenaran (Goleman, 1999: 63).

Penghayatan ketuhanan yang di dalamnya kita semua memilikinya yang harus kita temukan,
ia bagaikan intan yang terus-menerus harus diasah. Jika model pendidikan hanya IQ semata,
maka kehidupan akan semakin menakutkan atau mengerikan, karena hanya mengandalkan
perolehan materi saja.

89
DAFTAR PUSTAKA

Golman, Daniel, 1999, Working With Emotional Inteliggence, USA and Canada: Bantam
Book.

Mastuhu, 2003, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21,
Yogyakarta: Safiria Ingaria Press.
Soetarno, 2004, Makalah Sumber Daya Pendidikan Dengan Pendekatan Sistem, Surakarta:
UMS.

90
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM DI PONDOK PESANTREN

Oleh: Muhamad Fauzi Miftah

KURIKULUM

Kata kurikulum berasal dari bahasa Latin currere yang berarti to run (menyelenggarakan) atau
to run the course(menyelenggarakan suatu pengajaran). Dari sini kemudian muncul berbagai
definisi mengenai kurikulum. Misalnya Harold B. Albertys (1965) memandang kurikulum
sebagai “ all of the activities that are provided for students by the school”. Dalam hal ini,
kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain
di dalam dan di luar kelas yang berada di bawah tanggung jawab sekolah. Definisi ini melihat
manfaat kegiatan dan pengalaman siswa di luar mata pelajaran tradisional. Sedangkan J.G.
Saylor et.al. memandang kurikulum dalam empat sisi, yaitu : (1) kurikulum sebagai tujuan, (2)
kurikulum sebagai kesempatan belajar yang terencana, (3) kurikulum sebagai mata pelajaran,
dan (4) kurikulum sebagai pengalaman. Sementara Caswell mendefinisikan kurikulum sebagai
jumlah atau keseluruhan pengalaman yang secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi sekolah. 10

Kurikulum merupakan “peta jalan” yang akan menjadi acuan oleh setiap satuan pendidikan,
baik oleh pengelola maupun penyelenggara, khususnya oleh guru dan kepala sekolah. Dengan
demikian, kurikulum mempunyai peranan sentral karena menjadi arah atau titik pusat dari
proses pendidikan. 11

Hampir setiap orang sudah mengenal kata kurikulum dengan pengertian menurut persepsinya
masing-masing, sehingga membuat maknanya menjadi rancu. Oleh karena itu perlu
menyamakan persepsi supaya tidak menunjuk “sesuatu” yang berbeda-beda. Berdasarkan
keberdampakannya kepada peserta didik, pengertian kurikulum dapat dibedakan ke dalam lima
tataran yang berbeda, yaitu kurikulum ideal, kurikulum formal, kurikulum instruksional,
12
kurikulum operasional, dan kurikulum eksperiensial.

Kurikulum ideal mengandung segala sesuatu yang dianggap penting sehingga dianggap perlu
dimasukkan kedalamnya oleh hampir setiap orang. Cakupannya akan sangat luas,
kandungannya tidak sistematis, dan bebannya menjadi sangat besar sehingga tidak mungkin

10
Pendidikan Islam Dalam Dialektika Perubahan, hal 58
11
Pendidikan Islam Dalam Dialektika Perubahan, hal 58
12
Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, hal 251-253

91
diwujudkan. Namun, kurikulum ideal tetap ada fungsinya, yaitu sebagai pencerminan aspirasi
warga masyarakat yang perlu diperhatikan, disaring, ditata, dan dikemas dalam sosok yang
tepat oleh semua pihak yang terlibat dengan kebijakan pendidikan formal.

Kurikulum formal adalah kurikulum yang di-sanction oleh yang berwenang dan kemudian
ditampilkan sebagai dokumen resmi kurikulum, seperti kurikulum madrasah yang ditetapkan
oleh Departemen Agama.

Kurikulum instruksional adalah terjemahan dari kurikulum formal menjadi seperangkat


skenario pembelajaran dari jam pertemuan ke jam pertemuan oleh guru yang bertugas
mengimplementasikannya dalam suatu konteks kelembagaan tertentu. Dengan kata lain
kurikulum instruksional adalah kurikulum yang mencerminkan niat para guru sebagai
implementatornya.

Kurikulum operasional adalah perwujudan objektif dari kurikulum instruksional dalam


interaksi pembelajaran.

Sedangkan kurikulum eksperiensial adalah makna dari pengalaman belajar yang terhayati oleh
peserta didik. Oleh karena itu, kurikulun eksperiensiallah yang akan membuahkan dampak
dalam bentuk perubahan cara berpikir, bersikap, dan bertindak peserta didik. Melacak
kurikulum pendidikan Islam di Pondok Pesantren dalam pengertian kurikulum seperti di atas
akan terasa sulit, sebab tidak dapat dipahami sebagaimana kurikulum modern yang
mengandung komponen: tujuan, isi, organisasi, dan strategi. Kurikulum dengan segala
komponennya sulit ditemukan dalam literatur-literatur pendidikan Islam di Pondok Pesantren.
Oleh karena itu, kurikulum pendidikan Islam di Pondok Pesantren dalam tulisan ini dipahami
sebagai subjek atau materi-materi ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam suatu proses
pendidikan.

PENDIDIKAN

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan pola ajaran Islam. Karena
ajaran Islam berdasarkan Alquran, Sunah, pendapat ulama serta warisan sejarah, maka
pendidikan Islam pun mendasarkan diri pada Alquran, Sunah, pendapat ulama serta warisan
13
sejarah tersebut. Kitab ilmu pendididkan islam.

13
Ilmu Pendidikan Islam Menuntun Arah Pendidikan Islam Di Indonesia, hal 4

92
Dalam memberikan batasan tentang ilmu pendidikan Islam, para pemikir pendidikan Islam
memiliki pandangan yang beragam. Muzayin Arifin memberi batasan Ilmu Pendidikan Islam
sebagai studi tentang sistem dan proses kependidikan yang berdasarkan Islam untuk mencapai
produk atau tujuannya, baik studi teoritis maupun praktis.

Achmadi mendefinisikan Ilmu Pendidikan Islam sebagai ilmu yang mengkaji pandangan Islam
tentang pendidikan dengan menafsirkan nilai-nilai ilahi dan mengkomunikasikan secara timbal
balik dengan fenomena dalam situasi pendidikan.

Ahmad Tafsir mendefinisikan bahwa Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu yang digunakan
dalam proses pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam sebagai pedoman umat manusia
khususnya umat Islam. Isi ilmu adalah teori. Teori adalah suatu konsep pemikiran manusia
yang disusun secara sederhana tentang suatu bidang kehidupan yang tersusun berdasarkan
fakta-fakta yang saling berkaitan dan mendukungnya. Teori merupakan isi ilmu pengetahuan
yang dihasilkan melalui pendekatan empiris-rasional. Sehingga menjadi suatu produk
pemikiran yang teruji dengan praktek yang berhubungan dengan berbagai variabel. Maka isi
ilmu pendidikan adalah teoriteori tentang pendidikan; ilmu pendidikan Islam merupakan teori
tentang pendidikan berdasarkan ajaran Islam.

Secara filosofis, ilmu pendidikan Islam dapat diartikan sebagai proses pendidikan yang di
dasari nilai-niai Islam yang bersumber al-Qur‟an dan Sunnah. Dengan pikirannya, manusia
diperintahkan untuk menggali nilai-nilai di dalam al-Qur‟an dan Sunnah tentang ilmu
pengetahuan. Karena dengan ilmu pengetahuanlah manusia bisa memahami fenomena alam
sekitarnya sehingga menjadi bekal dalam menjalani hidup sebagai hamba Allah dan
khalifatullah. Dan dengan pengetahuan dan teknologi yang dimikinya manusia disuruh untuk
memahami alam semesta sejauh kemampuan rasionya. 14

Muhaimin yang menyatakan bahwa: usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka
mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran Islam
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.

Zakiyah Darajat dalam bukunya Ilmu Pengetahuan Pendidikan Agama Islam menyatakan
bahwa PAI adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah

14
Pendidikan Islam Dalam Dialektika Perubahan, hal 5-6

93
selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama serta menjadikannya
sebagai pedoman dan pandangan hidup. 15

PESANTREN

Pondok Pesantren berasal dari kata Pondok dan Pesantren. Ada yang menmperkirakan bahwa
kata pondok berasal dari kata funduk dalam bahasa Arab yang berarti rumah penginapan atau
hotel. Akan tetapi, di Indonesia hal ini mirip dengan pemondokan dalam lingkungan padepokan
yaitu perumahan sederhanan yang dipetak-petak dalam bentuk kamar-kamar yang merupakan
asrama santri. Istilah pondok juga diartikan dengan asrama. Pondok juga sering diartikan
sebagai tempat tinggal. Santri bermukim di asrama yang berkamar-kamar dan diatur
sedemikian rupa, ada 4 orang bahkan 8 orang satu kamar, tempat tidur bertingkat, dan
seterusnya.16

Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan, yang memberikan pendidikan dan pengajaran
serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam. Pondok pesantren merupakan
model lembaga pendidikan Islam pertama yang mendukung keberlangsungan sistem
pendidikan nasional dan memiliki akar tradisi sangat kuat di lingkungan masyarakat Indonesia.

Secara historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga makna
keaslian Indonesia (indigenous). Sebagai lembaga indigenous, pesantren muncul dan
berkembang dari pengalaman sosiologis dan memiliki keterkaitan erat dengan komunitas
lingkungannya. M. Dawam Rahardjo menyebut bahwa pesantren merupakan salah satu simbol
budaya pendidikan asli Indonesia (Nusantara), karena sistem pendidikan yang dikembangkan
di pesantren memang berakar pada tradisi pendidikan keagamaan semasa Hindu dan Budha
berkembang di Indonesia. 17

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang telah banyak
mewarnai perjalanan pendidikan di Indonesia. Sistem pengajaran yang dijalankan pondok
pesantren sangat khas sehingga lembaga pendidikan ini sekaligus menjadi identitas Indonesia
dengan beragam variasi dan bentuk pembelajaran di dalamnya. Salah satu tradisi agung (great
tradition) di Indonesia adalah tradisi pengajaran agama Islam seperti yang muncul di pesantren
khususnya di Jawa dan lembaga-lembaga serupa di luar Jawa dan semenanjung Malaya.
Kemunculan pondok pesantren pun, lanjut Martin, bertujuan untuk mentransmisikan Islam

15
Pendidikan Islam di Pondok Pesantren: Problematika dan Solusinya, hal 34-35
16
Pendidikan Islam di Pondok Pesantren: Problematika dan Solusinya, hal 48
17
Pendidikan Islam Dalam Dialektiak Perubahan, hal 79-80

94
tradisional sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang ditulis pada berabad-abad
yang lalu.18

KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM DI PONDOK PESANTREN

Pengertian kurikulum yang telah dipaparkan diatas lebih menekankan ke arah khusus
pendidikan Islam. Namun secara umum, kurikulum pondok pesantren dapat dipilah menjadi
dua, yakni kurikulum studi keagamaan dan kurikulum studi umum. Dalam pondok pesantren
tradisional, ada pemisahan antara kurikulum pesantren dan kurikulum sekolah dan madrasah.
Kurikulum pesantren merupakan kurikulum khas pesantren berupa ilmu-ilmu keagamaan yang
terdiri dari sembilan bidang ilmu, yakni: tauhid, fikih, ushul fikih, tafsir, hadis, tasawuf,
nahwu/saraf, dan akhlak serta sirah (sejarah) nabi. Sementara kurikulum sekolah merupakan
kurikulum yang berasal dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), jika
pesantren tersebut memiliki sekolah semisal SMP dan SMU. Selanjutnya jika pesantren
memiliki madrasah semisal Tsanawiyah dan Aliyah, maka ia menggunakan kurikulum yang
berasal dari Kementerian Agama (Kemenag). Sementara dalam pesantren modern, pada
umumnya menggunakan kurikulum terpadu, yakni tidak memisahkan antara kurikulum
pesantren yang berupa kurikulum studi keagamaan dan kurikulum sekolah/ madrasah yang
berupa studi umum.

Untuk meningkatkan kemampuan santri di bidang-bidang tertentu, selain materi-materi agama,


diajarkan juga materi keterampilan khusus yang disesuaikan dengan tujuan dan orientasi
pesantren, seperti yang dilaksanakan Pesantren Modern dengan materi muhadlarah (ceramah),
bahasa Arab, dan Inggris.

Model tradisional pesantren memang menunjukkan ciri khas sebagai pusat pendidikan ilmu -
ilmu keagamaan di mana terdapat di dalamnya paling sedikit lima unsur utama, yaitu:

a. Pondok (Asrama/Kobong)

b. Masjid

c. Pengajaran Kitab-Kitab Klasik dan Modern

d. Santri

e. Kyai (asatidz/asatidzah)

18
Pendidikan Islam di Pondok Pesantren: Problematika dan Solusinya, hal 49

95
Pada dasarnya kurikulum pendidikan islam di pondok pesantrenn meniru kurikulum kuttab
pada zaman kerajaan Islam dahulu. Sejarah pendidikan Islam mencatat ada dua jenis kuttab
pada zaman awal Islam. Kuttab jenis pertama adalah kuttab yang lahir masa pra-Islam tapi
terus berlanjut setelah masa Islam. Kuttab ini mengajarkan tulis-baca dengan teks dasar puisi-
puisi Arab, dan dengan sebagian besar gurunya orang-orang non-Muslim.

Kuttab jenis kedua adalah kuttab yang berfungsi sebagai tempat pengajaran al-Qur’an dan
prinsip-prinsip Islam lainnya. Banyak di kalangan ilmuwan, seperti halnya Philip K. Hitti,
Ahmad Amin, dan Ignaz Goldziher yang terjebak dengan menyamakan kedua jenis kuttab itu,
sehingga akibatnya baik pelajaran tulis-baca maupun pelajaran al-Qur’an dan pelajaran dasar-
dasar agama lainnya diajarkan pada kuttab yang sama dan kemungkinan guru-guru non-
Muslim mengajar baca-tulis alQur’an kepada anak-anak muslim.

Menurut Ahmad Syalabi, kedua jenis kuttab itu terpisah. Kuttab jenis kedua tidak ditemukan
pada masa paling awal ketika kuttab jenis pertama sudah berkembang. Pengajaran al-Qur’an
pada kuttab jenis kedua baru dimulai setelah qurrâ’ (ahli baca) dan huffâzh (penghafal) al-
Qur’an telah banyak.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa sejak Islam lahir, sudah terasa pentingnya baca-tulis.
Walaupun anak-anak muslim tidak pernah belajar al-Qur’an kepada guru-guru non-Muslim,
tapi tidak demikian halnya dengan belajar baca-tulis. Anak-anak orang muslim tidak mengapa
belajar baca-tulis kepada guru yang bukan orang muslim. Dengan demikian, syarat muslim
untuk menjadi guru pada masa lalu tidak sepenuhnya benar dalam kondisi-kondisi tertentu.
Rasulullah juga mempunyai perhatian terhadap pentingnya baca tulis waktu itu. Hal ini
dibuktikan dua tindakan Rasulullah dalam hal ini. Pertama, Rasulullah membebaskan tawanan
perang Badar, setelah mereka mengajarkan tulis-baca kepada sejumlah anak-anak muslim.
Kedua, Rasulullah memerintahkan al-Hakam bin Sa`id untuk mengajar pada sebuah kuttab di
Madinah.

Peserta didik di kuttab jenis pertama, belajar baca-tulis dengan teks dasar puisi-puisi Arab. Hal
ini menunjukkan bahwa sebelum adanya al-Qur’an, puisi-puisi Arab sangat penting sebab
biasanya berisi ungkapan bahasa yang halus dan mempunyai nilai etika yang tinggi. Rasulullah
pun membanggakan dirinya dikarenakan pernah diasuh oleh Halimah al-Sa’diyah di suatu
tempat yang bahasanya masih murni dan halus. Rasulullah berkata tentang masa silamnya yang
artinya sebagai berikut: Aku orang yang terpasih di antara kamu, dan aku seorang Quraisy yang
dibesarkan di dusun keluarga Banu Sa`ad bin Bakr.

96
Pada masa selanjutnya setelah berkembang kuttab jenis kedua, pelajaran terfokus kepada al-
Qur’an. Al-Qu’ran dijadikan buku muthala’ah untuk belajar pelajaran membaca, dan kemudian
memilih ayat-ayat al-Qu’an untuk dijadikan bahan pelajaran menulis.

Di samping belajar membaca dan menulis, mereka mulai belajar kaidah-kaidah bahasa Arab,
kisah-kisah Nabi khususnya hadits-hadits Nabi. Di sini sudah mulai terlihat bahwa pelajaran
al-Qur’an sudah mulai menggeser peran sya`ir Arab, dan materi pelajaran lain lahir karena
mendukung pelajaran al-Qur’an.

Pada masa selanjutnya, ketika Umar bin Khaththab diangkat menjadi khalifah, beliau
menginstruksikan kepada penduduk kota agar anak-anak diajari : berenang, mengendarai unta,
memanah, membaca sya`ir dan peribahasa. Instruksi Umar ini hanya berlaku di tempat-tempat
yang memungkinkan, misalnya belajar berenang dapat dilaksanakan di kota-kota yang
mempunyai sungai, seperti Irak, Syam, Mesir, dan lain-lain.

Pada perkembangan lebih lanjut, pelajaran di kuttab semakin berkembang. Muhammad


`Athiyyah al-Abrasyi mengemukakan sejumlah materi pelajaran kuttab yang meliputi:
membaca alQur’an, menulis, pokok-pokok agama, bahasa, ilmu hitung, dan tata bahasa.

Tiap-tiap kuttab tidak menunjukkan keseragaman dalam memberikan materi pelajaran. Catatan
Ibnu Khaldun menginformasikan hal ini: Umat Islam di Maroko sangat menekankan
pengajaran al-Qur’an. Muslim Spanyol mengutamakan pelajaran menulis dan membaca.
Daerah Ifriqiyah mengutamakan belajar al-Qur’an dengan tekanan khusus pada variasi bacaan.
Daerah Timur menganut kurikulum campuran dengan al-Qur’an sebagai inti, tetapi tidak
memadukannya dengan keterampilan kaligrafi, sehingga tulisan anak-anak muslim dari Timur
tidak begitu baik.

Demikianlah kurikulum pendidikan Islam di Pondok Pesantren yang terbagi menjadi dua,
kurikulum klasik yang berdasarkan kurikulum Rasulullah dan kerajaan-kerajaan Islam jaya
pada saat itu (Kuttab) dan kurikulum modern yang berdasarkan pemerintah kementrian
pendidikan dan budaya (Kemendikbud) dan departemen agama (Depag).

97
DAFTAR PUSTAKA

DR. Siswanto, M.Pd.I. PENDIDIKAN ISLAM DALAM DIALEKTIKA PERUBAHAN.


2015. Pena Salsabila.

DR. ST. Wardah Hanafie Das, M.Pd.I dan DR. Abdul Halik, M.Pd.I. PENDIDIKAN ISLAM
DI PONDOK PESANTREN: PROBLEMATIKA DAN SOLUSINYA. 2019. Uwais
Inspirasi Indonesia.

Al-Furqon. KONSEP PENDIDIKAN ISLAM PONDOK PESANTREN DAN UPAYA


PEMBENAHANNYA. 2015. UNP press Padang.

Prof . DR. Ahmad Tafsir, dkk. CAKRAWALA PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM.


2004. Mimbar Pustaka.

Achmad Muchaddam Fahham. PENDIDIKAN PESANTREN. 2020. Publica Istitute Jakarta.

DR. Rahmat Hidayat, MA. ILMU PENDIDIKAN ISLAM “MENUNTUN PENDIDIKAN


ISLAM DI INDONESIA”. 2016. LPPPI.

98
MANAJEMEN PENDIDIKAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN

DI INDONESIA

Oleh: Neng Wulan

Manajemen Pendidikan

Pengertian Manajemen pendidikan pada hakikatnya adalah usaha-usaha yang berhubungan


aktifitas pendidikan yang terjadi proses mempengaruhi, memotivasi kreativitas anak didik
dengan menggunakan alat-alat pendidikan, metode, media, sarana dan prasarana yang
diperlukan dalam melaksanakan pendidikan. Manajemen pendidikan dapat pula diartikan
sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian sumberdaya
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Manajemen
pendidikan adalah suatu penataan bidang garapan pendidikan yang dilakukan melalui aktivitas
perencanaan, pengorganisasian, pengkomunikasian, pemotivasian, penggangaran,
pengendalian, pengawasan, penilaian dan pelaporan secara sistematis untuk mencapai tujuan
pendidikan secara berkualitas.

Manajemen pendidikan terdiri dari 2 (dua) kata yaitu manajemen dan pendidikan namun
memiliki 1 makna. Manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai seluruh proses kegiatan
bersama dalam bidang pendidikan dengan mendayagunakan semua sumber daya yang ada
untuk dikelola guna mencapai tujuan pendidikan. Sumber daya dalam konteks manajemen
pendidikan yaitu berupa man (manusia, guru, siswa, karyawan), money (uang, biaya),
materials(bahan atau alat-alat pembelajaran), methods (teknik atau cara), machines (mesin,
fasilitas), market (pasar).

Manajemen Pendidikan adalah rangkaian segala kegiatan yang menunjukan kepada usaha
kerjasama dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Menurut Oemar Hamalik (2007) manajemen pendidikan adalah menyatukan beberapa unsur
dalam pendidikan dan kemudian mencoba untuk dikembangkan dan fokus untuk mencapai
pada tujuan dari manajemen pendidikan itu sendiri. Dan untuk kurikulum itu sendiri dipandang
sebagai suatu rencana. Seperti yang dijelaskan oleh Nasution “Kurikulum adalah suatu rencana
yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung
jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.” ( Nasution, kurikulum dan
Pengajaran, Bumi Aksara, Jakarta, 1999, hal.5). Dalam perencanaan kurikulum itu tidak hanya
mencakup pembentukan secara intelektual saja tetapi juga pembentukan pribadi siswa secara

99
utuh. Baik secara intelektualnya, afektifnya maupun pembentukan tingkah lakunya sehingga
siswa dapat hidup di dalam masyarakat. Sistem yang digunakan dalam perecanaan kurikulum
adalah pembelajaran yang dialami oleh siswa itu sendiri. Menurut M. Skilbeck (1984): The
learning experiences of students, in so far as they are expressed or anticipated in goals and
objectivies, plans and designs for learning and implementation of these plans and design in
school environments. (pengalamanpengalaman murid yang diekspresikan dan diantisipasikan
dalam cita-cita dan tujuan-tujuan, rencana-rencana dan desain-desain untuk belajar dan
implementasi dari rencana-rencana dan desain-desain tersebut di lingkungan sekolah.
Pengertian kurikulum tersebut mengandung arti bahwa kurikulum itu memiliki tujuan/sasaran
tertentu. Setelah tujuan/sasaran itu jelas, barulah mendesain metode pembelajaran yang
menunjang proses pembelajaran terebut. Akan tetapi penerapan dari model desain system
pembelajaran itu hanya terbatas pada lingkungan sekolah saja. Kelemahan dari definisi ini
adalah kegiatan yang dilakukan diluar lingkungan sekolah yang diselenggarakan sekolah tidak
dianggap sebagai kurikulum walaupun menunjang proses pembelajaran. Padahal bisa saja kan
kegiatan yang dilakukan diluar sekolah itu merupakan salah satu jalan untuk membuat murid-
murid itu lebih mendalami pelajaran disekolah , wujud penerapannya, dan makna pendidikan.
Menurut J.Wiles & J.Bondi (1989) The curriculum is a goal or a set of values, which are
activated through a development for students. The degree to which those experiences are a true
representation of the envisioned goal or goals is a direct function of the effectiveness of the
curriculum development efforts. (Kurikulum ialah seperangkat nilainilai, yang digerakkan
melalui suatu pengembangan proses kulminasi dalam pengalaman pengalaman di kelas untuk
murid-murid.

Sistem Pendidikan

Dalam Pasal 1 UU SISDIKNAS no. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa Sistem Pendidikan
Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional. Berangkat dari bunyi pasal ini dapat diketahui bahwa
pendidikan adalah sistem yang merupakan suatu totalitas struktur yang terdiri dari komponen
yang saling terkait dan secara bersama menuju kepada tercapainya tujuan (Soetarno, 2003: 2).
Adapun komponen-komponen dalam pendidikan nasional antara lain adalah lingkungan,
sarana-prasarana, sumberdaya, dan masyarakat. Komponen-komponen tersebut bekerja secara
bersama-sama, saling terkait dan mendukung dalam mencapai tujuan pendidikan. Tujuan
pendidikan nasional yang dirumuskan dalam UU SISDIKNAS adalah untuk mengembangkan
potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

100
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara
yang demokratis serta bertanggung jawab. Di samping komponen-komponen tersebut
pendidikan juga meliputi aspek-aspek sistemik lainnya yaitu: Implementasi dari aspek
pendidikan isi adalah input (anak didik) sebagai obyek dalam pendidikan, sedangkan
proses/trasformasi merupakan mesin yang akan mencetak anak didik sesuai yang diharapkan,
dan Tujuan merupakan hasil akhir yang dicapai atau output. Perlu diketahui bahwa proses/
trasformasi dalam kerjanya dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti fasilitas, waktu,
lingkungan, sumber daya, pendidik dan sebagainya, dimana faktor tersebut sangat menentukan
output.Oleh karena itu sebuah sistem pendidikan perlu melakukan penyesuaian dengan
lingkungan, karena lingkungan mengandung sejumlah kendala bagi bekerjanya sistem
(misalnya: keterbatasan sumber daya). Untuk itu sistem pendidikan dituntut oleh lingkungan
untuk mengolah sumber daya pendidikan secara efektif dan efisien. Dengan demikian jelaslah
bahwa makna pendidkan sebagai sistem adalah seluruh komponen yang ada dalam pendidikan
(seperti lingkungan, masyarakat, sumber daya) dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan
pendidikan pendidikan nasional, yang dalam implementasinya dapat dilihat dari aspek -aspek
sistem yaitu input-proses-output, dan hasil akhir dari output dapat memberikan umpan balik
terhadap input dan proses sehingga dapatdiketahui hasil akhir tujuan pendidikan.
Sistem Pendidikan Di Indonesia

sistem pendidikan di Indonesia yang menganut Sistem Pendidikan Nasional secara makro
dapat dilihat dalam berbagai aspek antara lain sebagai berikut:

1. Pengelolaan

2. Peran Pemerintah dan Masyarakat

3. Materi Ajar

4. Sumber Daya Manusia

5. Dana

6. Evaluasi Diri dan Akreditasi

Pertama, pengelolaan, peran pemerintah dan masyarakat dalam sistem pendidikan dikelola
secara desantralistik atau otonom merupakan salah satu Tuntutan di era reformasi.
Disentralisasi pendidikan berhadapan dengan masalah yang sangat mendasar yaitu pendidikan
adalah milik rakyat dan untuk rakyat (Tilaar, 2003: 26). Gagasan desentralisasi pendidikan

101
bukanlah dekonstruksi kekuasaan semata dari pemerintah pusat kepada daerah otonom. Itu
berarti, pendidikan merupakan proses pengembangan social capital dan intellectual capacity
dari suatu bangsa. Bahkan lebih jauh, pendidikan merupakan hak serta milik rakyat yang
dilahirkan dan dikembangkan di dalam masyarakat yang kongkrit. Oleh karena itu,
penyelenggaraan pendidikan juga seharusnya mengikut sertakan masyarakat. Alasannya,
masyarakat adalah stakeholder yang pertama dan utama dari proses pendidikan. Hal ini berarti
proses pendidikan, tujuan pendidikan, dan sarana pendidikan, termasuk pula mutu pendidikan
adalah merupakan bagian dari tanggung jawab masyarakat. Di samping itu, pelaksanaan
pendidikan hendaknya dilangsungkan secara demokratis dimana setiap warga negara
memperoleh kesempatan yang sama untuk belajar dan menyelenggarakan usaha-usaha
pendidikan (UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003). Pada dasarnya pendidikan adalah proses
pemanusiaan. Dalam prosesnya, pemanusiaan dalam pendidikan tidak datang dengan
sendirinya tetapi datang dari masyarakat. Hal ini merupakan ciri dari sistem demokrasi
pendidikan yang diharapkan. Semua keputusan ada pada anggota masyarakat yang terlibat
dalam pendidikan baik secara individu maupun sosial. Tuntutan pendidikan demikian dalam
era modern adalah penyelenggaraan satuan pendididkan yang demokratis dan otonom yang
memenuhi prinsip-prinsip school based management atau pengelolaan sekolah berbasis
masyarakat yang mengusung budaya yang melingkari sekolah itu, namun tetap dalam nilai-
nilai kebangsaan dan kenegaraan (Mastuhu, 2003: 37).

Kedua, kurikulum atau materi ajar. Materi ajar yang diharapkan adalah yang dapat memenuhi
sifat-sifat integrality, holistic, wholistic, continuity dan consistency serta dapat memenuhi
kebutuhan peserta didik, pasar, dan pengembangan IPTEK. Karakteristik itu dapat diketahui
karena terjadi kemanunggalan yang fungsional dalam bidang studi bukan secara dikotomi,
dimana ada pemisahan antara ilmu pengetahuan dan agama misalnya. Karena itu seyogyanya
materi ajar untuk ilmu-ilmu umum bersumber dari nilainilai agama, dan berkembang melalui
metodologi pembelajaran yang tepat.

Ketiga, pendekatan dan metodologi pembelajaran. Pendekatan dan metodologi pembelajaran


menempatkan guru sebagai motivator, fasilitator, dan dinamisator murid dalam mencari dan
menemukan ilmu. Murid sendiri yang mencari ilmu dan memutuskannya.

Keempat, sumber daya manusia dalam pendidikan yang meliputi guru, karyawan, dan siswa.
Sebagai guru dan karyawan (disebut juga tenaga kependidikan) hendaknya profesional agar
mampu mengembangkan kreativitas, inovasi dan dedikasi baik sebagai pendidik ataupun

102
tenaga kependidikan. Di samping itu guru dapat mengembangkan metodologi belajar dan
bukan hanya produk belajar. Siswa atau anak adalah titipan Tuhan. Guru mengemban amanat
Tuhan untuk mendidik dan mengajar mereka sesuai dengan minnat, potensi, bakatnya yang
tetap pada koridor kepentingan bangsa dan Negara. Keberhasilan anak belajar tergantung
mereka sendiri, bukan semata-mata guru. Dengan adanya guru dan tenaga kependidikan
professional dalam system pendidikan diharapkan akan mampu mengembangkan kualitas
pendidikan yang mampu berasaing dengan Negara lain dalam percaturan pendidikan serta
mampu memenuhi tuntutan zaman yang selalu berubah.

Kelima, dana dan Lingkungan Sekolah. Dana yang diperlukan hendaknya mencukupi atau
kebutuhan pendidkan yang diperlukan, dan dalam penggunaannya jelas atau transparan,
sehingga akan efektif dan efisien. Apalagi adanya system otonomi daerah hendaknya dana
digunakan denga sebaik-baiknya, dimana dalam pengelolaannya secara otonom hanya berlaku
dalam hal memperoleh, mengelola, dan mengembangkan serta menjalin kerjasama dengan
berbagai agencies baik dalam negeri dan luar negeri sesuai dengan perundang-undangan yang
ada tetapi dalam membelanjakan dan untuk membiayai program-program pendidikan unit kerja
dana harus selalu in one yaitu bersama-sama dalam system kebijaksanaan sekolah atau
perguruan dalam mensukseskan visi, misi, tujuan, orientasi dan strategi sekolah dalam
mencapai tujuan. Selanjutnya pemakaian dana pendidikan harus tegas, jelas, dan prodktf, tidak
boleh digunakan untuk kepentingan lain apapun alasannya selain untuk program-program
pendidikan bermutu. Kemudian untuk lingkungan kampus diupayakan yang kondusif dan
mendorong kegairaham belajar-mengajar atau interaksi akademik. Bangnanbangunan dan local
belajar harus didesain sedemikian rupa sehingga menciptakan suasana yang nyaman, enak dan
menyenangkan dalam kerja akademik. Begitu juga hendaknya fasilitas harus tersedia atau
mencukupi seperti perpustakaan, ruang diskusi, seminar dan sebagainya.

Keenam, evaluasi diri dan akreditasi. Akreditasi hendaknya dapat dilakukan oleh banyak
lembaga secara independen atau otonom, baik oleh pemerintah maupun ikatan profesi, atau
asosiasi ahli menurut bidang-bidang keahlian. Komponen akreditasi meliputi seluruh syarat-
syarat pendidikan bermutu, kecuali evaluasi diri kita sendiri, dengan arah penilaian dan
penetaan standar yang berbeda yaitu patokan benchmarking terus berubah dan berkembang
sesuai dengan tuntutan mutu yang terus berkembang dan asumsi atau teori pendidikan yang
digunakan. Akreditasi yang dilakukan dengan menggunakan teori pendidikan yang demokratis
dan otonom, lengkap dengan system kompetisi akademik, maka nilai tinggi akreditasi akan
diperoleh sekolah atau perguruan tinggi yang demokratis sesuai denagn standar mutu yang

103
diakui oleh dunia kerja dan perkembangan IPTEK, dan bukan karena sesuai-tidaknya sengan
atuuran pemerintah yang menjadi focus utamanya, adalah mutu reputasi akademiknya.

Manajemen Kurikulum Pendidikan Dalam Sistem Pendidikan Di Indonesia

Pengertian sistem pendidikan yang telah dipaparkan diatas lebih menekankan bahwa sistem
pendidikan di Indonesia ini tampak ada kesenjangan antara kenginan dan realita. Secara makro
dapat dilihat dalam aspek pengelolaan, peran pemerintah dan masyarakat, kurikulum atau
materi ajar, pendekatan dan metodologi pembelajaran, sumber daya manusia, lingkungan
kampus atau sekolah, dana, dan akreditasi. Kesenjangan dalam sistem pendidikan tersebut
disebabkan karena faktor politik, ekonomi, sosial-budaya dan sebagainya yang selalu berubah
sesuai dengan perubahan dan perkembangan zaman.

Manajemen pengelolaan pendidikan nasional diatur dalam UU nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang disahkan oleh Presiden pada tanggal 8 Juli 2003. UUSPN
Nomor 20 Tahun 2003 tersebut merupakan pengganti UUSPN Nomor 2 Tahun 1989 yang
sudah tidak relevan lagi dengan semangat reformasi dan otonomi daerah, karenanya UUSPN 2
Tahun 1989 harus diperbarui dan diganti.

UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 didasarkan pada prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan,
dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
sebagaimana runtutan reformasi. Prinsip-prinsip tersebut menjadi dasar bagi kandungan,
proses, dan manajemen sistem pendidikan. Selain itu, pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi memunculkan tuntutan baru dalam sistem pendidikan. Tuntutan
tersebut menyangkut pembaruan sistem pendidikan, diantaranya, pembaruan kurikulum, yaitu
diverifikasi nya kurikulum untuk melayani peserta didik dan potensi daerah yang beragam;
diversifikasi jenis pendidikan yang dilakukan secara profesional; penyusunan standar
kompetensi tamatan yang berlaku secara nasional dan daerah menyesuaikan dengan kondisi
setempat; penyusunan standar kualifikasi pendidikan yang sesuai dengan tuntutan pelaksanaan
tugas secara profesional; penyusunan standar pendanaan pendidikan untuk setiap satuan
pendidikan sesuai prinsip-prinsip pemerataan dan keadilan; pelaksanaan manajemen
pendidikan berbasis sekolah dan otonomi perguruan tinggi; serta penyelenggaraan pendidikan
dengan sistem terbuka dan multimakna. Pembaruan sistem pendidikan Nasional juga meliputi
penghapusan dikriminasi antara pendidikan yang dikelola pemerintah dan pendidikan yang
dikelola Masyarakat, serta pembedaan antara pendidikan keagamaan dan pendidikan umum.

104
DAFTAR PUSTAKA

Golman, Daniel, 1999, Working With Emotional Inteliggence, USA and Canada: Bantam
Book.
Mastuhu, 2003, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21,
Yogyakarta: Safiria Ingaria Press.

Soetarno, 2004, Makalah Sumber Daya Pendidikan Dengan Pendekatan Sistem, Surakarta:
UMS.

Tilaar, HAR, 2002, Membenahi Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta. Pemerintah
Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.

105
HUBUNGAN PENDIDIKAN ISLAM DENGAN

PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh: Nurhadi

A. Latar Belakang

Dalam sebuah negara Indonesia ini adanya sebuah pendidikan yang mana didalam pendidikan
itu merujuk kepada pendidikan keagamaan dan pendidikan umum atau pendidikan nasional,
dari kedua pendidikan ini memang sangat erat hubungannya bahkan hubungan pendidikan
islam dengan pendidikan nasional ini merupakan suatu pendidikan di Indonesia yang tidak bisa
dipisahkan.

B. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan Islam menurut Zarkowi Soejati terbagi dalam tiga pengertian. Pertama,
“Pendidikan Islam” adalah jenis pendidikan yang pendirian dan penyelenggaraannya didorong
oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk menjewantahkan nilai-nilai Islam, baik yang tercermin
dalam nama lembaganya, maupun dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. Di sini kata
Islam ditempatkan sebagai sumber nilai yang akan diwujudkan dalam seluruh kegiatan
pendidikan. Kedua, jenis pendidikan yang memberikan perhatian sekaligus menjadikan ajaran
islam sebagai pengetahuan untuk program studi yang diselenggarakan. Di sini kata Islam
ditempatkan sebagai bidang studi, sebagai ilmu, dan diperlakukan sebagai ilmu yang lain.
Ketiga, jenis pendidikan yang mencakup kedua pengertian di atas.

Ciri khas pendidikan islam itu ada dua macam:

a. Tujuannya : membentuk individu menjadi bercorak diri tertinggi menurut ukuran Allah.

b. Isi pendidikannya : ajaran Allah yang dicantumkan dengan lengkap di dalam Al-Qur’an yang
pelaksanaannya dalam praktek hidup sehari-hari dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Teori-teori pendidikan islam yang berkembang di Indonesia secara umum mendefinisikan


pendidikan islam dalam dua tataran : idealis dan pragmatis. Pada tataran idealis, pendidikan
islam diandaikan sebagai suatu sistem yang independen dengaan sejumlah kriterianya yang

serba islam. Sedangkan pada tataran pragmatis, pendidikan islam ditempatkan sebagai identitas
(ciri khusus) yang tetap berada dalam konteks pendidikan nasional.

106
Nabi Muhammad SAW bersabda dalam hadist tentang pendidikan bahwa ilmu adalah hal yang
penting. Mereka yang mencari ilmu dan mengajarkannya maka akan diganjar dengan pahala
dan keutamaan yang besar oleh Allah SWT. Selain dalil hadits, ayat-ayat Al-Qur’an pun
banyak berbicara mengenai pendidikan islam.

C. Pengertian Pendidikan Nasional

Pendidikan merupakan suatu rencana untuk membentuk generasi penerus bangsa dalam
suasana pembelajaran dengan memberikan ilmu pengetahuan, agar tercapai kemampuan,
spiritual keagamaan, kecerdasan, kepribadian, akhlaq mulia, serta pengendalian diri.
Pendidikan nasional adalah pendidikan berasas Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila
dengan akar nilai-nilai agama serta keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia.

Dalam Undang-undang RI No. 2 tahun 1989 Tentang sistem pendidikan nasional pada Bab I
Pasal 2 berbunyi : Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar dari pada kebudayaan
bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dasar ini dapat dilihat dari
pembukaan UUD 1945 alinean 4 batang tubuh UUD 1945 Bab XIII pasal 31.5Berdasarkan UU
No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

D. Hubungan Pendidikan Islam dengan Pendidikan Nasional

Hubungan pendidikan islam dan pendidikan nasional tidal dapat dipisahkan, keduanya
mempunyai hubungan yang sangat erat. Dalam hal ini dikaitkan dengan konsep penyusunan
sistem pendidikan nasional tersebut. Suatu sistem pendidikan nasional harus mementingkan
masalah eksistensi umat manusia pada umumnya dan eksistensi bangsa Indonesia khususnya
dalam hubungan masa lalu, masa kini dan kemungkinan perkembangan masa depan.

Dari bunyi UU No.2 tahun 1989 beserta peraturan yang menyertai jelas bahwa pendidikan
agama islam adalah kurikulum wajib bagi yang harus diberikan. Jika pendidikan agama (islam)
tidak diberikan, berarti tujuan pendidikan nasional tidak akan pernah tercapai secara maksimal,
karena ada sebagian siswa, khususnya yang berada pada satuan pendidikan tertentu tidak
mendapat pendidikan agama islam. Karena itu kehadiran guru pendidikan agama islam yang
professional sangat dibutuhkan.

107
Dan jika kita menengok kepada tujuan pendidikan sebagaimana tertuang dalam tujuan
pendidikan nasional (Pasal 4 UU no.2 tahun 1989) yang berbunyi “mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan YME dan berbudi pekertu luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta
tanggung jawab kepada masyarakat dan bangsa”. Sedangkan tujuan pendidikan islam adalah
sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran islam.

Untuk memperoleh kebahagiaan dalam kencerdaskan manusia Indonesia ini kuncinya adalah
ilmu. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasululloh SAW.

Artinya : “Barangsiapa yang menhendaki kebaikan didunia maka dengan ilmu, barangsiapa
yang menghendaki kebahagian di akhirat maka dengan ilmu, barangsiapa yang menghedaki
keduanya maka dengan ilmu”. (HR.Bukhori-muslim).

Dengan melihat kedua tujuan pendidikan diatas, baik tujuan pendidikan islam maupun
pendidikan nasional ada kesamaan yang ingin diwujudkan yaitu : dimensi transcendental
(ukhrowi) dan dimensi duniawi (material).

108
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Muhammad SA Ibrahim, www. Indonesiastudents.com www.Indonesiastudent.com


https://www.muslimdakwah.com/2017/12/hadist-tentang-pendidikan.html
https://www.websitependidikan.com/2016/03/pengertian-tujuan-dan-fungsi-pendidikan-
nasionalindonesia.html

109
PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN ISLAM SEBAGAI
DISIPLIN ILMU
Oleh: Rahmi Aulia Fitri

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sumber utama pendidikan islam disiplin ilmu adalah
kitab suci Al-Qur’an dan sunah Rasulullah saw. serta para sahabat dan ulama atau ilmuwan
muslim sebagai tambahan.
Sebagai disiplin ilmu, pendidikan islam bertugas pokok mengilmiahkan wawasan atau
pandangan tentang kependidikan yang terdapat didalam sumber-sumber pokok dengan bantuan
dari pendapat para sahabat dan ulama atau ilmuwan muslim. Dalam sumber-sumber pokok itu
terdapat bahan-bahan fundamental yang mengandung nilai kependidikan atau implikasi-
implikasi kependidikan yang masih berserakan. Untuk dibentuk suatu ilmu pendidikan islam,
bahan tersebut perlu disistematisasikan dan diteorisasikan sesuai dengan kaidah (norma) yang
ditetapkan dalam dunia pengetahuan.
Dunia ilmu pengetahuan yang akademik telah menetapkan norma-norma, syarat-syarat, dan
kriteria-kriteria oleh suatu ilmu yang ilmiah. Persyaratan keilmuwan itu bersifat sekuler, dalam
arti bahwa mengilmiahkan suatu pandangan atau konsep dalam banyak seginya, yang
melibatkan nilai-nilai ketuhanan dipandang tidak rasional karena metafisik dan tidak dapat
dijadikan dasar pemikiran sistematis dan logis. Nilai-nilai keutuhan berada diatas nilai
keilmiahan dan ilmu pengetahuan. Agama bukan ilmu pengetahuan, karena bukan budaya
ciptaan budaya manusia. Agama adalah wahyu tuhan yang diturunkan kepada umat manusia
melalui rasul-rasulnya untuk dijadikan pedoman hidup yang harus diyakini kebenarannya.
Ilmu pengetahuan pendidikan islam pada khususnya tersusun dari konsep-konsep dan teori-
teori yang disistematisasikan menjadi suatu kebulatan yang terdiri dari komponen-komponen
yang satu sama lain saling berkaitan.
Teori tersebut dijadikan pedoman untuk melaksanakan proses kependidikan islam itu. Antara
teori dengan proses oprasionalisasi saling berkait, yang satu sama lain saling menunjang
bahkan saling memperkokoh.
Sebagai suatu disiplin ilmu, pendidikan islam merupakan sekumpulan ide-ide dan konsep-
konsep intelektual yang tersusun dan diperkuat melalui pengalaman dan pengetahuan. Jadi,
mengalami dan mengetahui merupaan pengokoh awal dari konseptualisasi manusia yang
berlanjut kepada terbentuknya ilmu pengetahuan itu.. untuk itu nabi Adam as. Diajarkan nama-
nama benda terlebih dahulu sebagai dasar konseptual bagi pembentukan ilmu pengetahuannya.

110
Dengan kata lain, ilmu pendidikan islam harus bertumpu pada gagasan-gagasan yang dialogis
dengan pengalaman empiris yang terdiri atas fakta atau informasi untuk diolah menjadi teori
yang valid yang menjadi tempat berpujaknya suatu ilmu pengetahuan ilmiah. Dengan
demikian, ilmu pendidikan islam dapat dibedakan antara ilmu pendidikan teoretis dan ilmu
pendidikan praktis.
Pengetahuan kita tentang apa, bagaimana, dan sejauh mana pandangan islam tentang
kependidikan yang bersumberkan Al-Qur’an, dapat kita jadikan bahan untuk merumuskan
konsepsi pendidikan islam teoretis dan praktis yang dilaksanakan dalam lapangan operasional.
Ada tiga komponen dasar yang harus dibahas dalam teori pendidikan islam yang pada
gilirannya dapat dibuktikan validitasnya dalam operasionalisasi. Tiga komponen dasar itu
adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan islam harus dirumuskan dan ditetapkan secara jelas dan sama bagi
seluruh umat islam sehingga bersifat universal. Tujuan pendidikan islam adalah yang asasi
karena ia sebegitu jauh menentukan corak metode dan materi (content) pendidikan islam.
Metode dan content itu bukanlah kurang pentingnya, karena antara tiga komponen tersebut
saling berkaitan dalam proses pencapaian tujuan islam. Meskipun tujuan pendidikan itu
beridealitas tinggi, namun bila metode dan materinya tidak memafai, maka proses
kependidikan tersebut akan mengalami kegagalan. Oleh karena itu, suatu tujuan
pendidikan tidak akan terwujud dalam suatu proses yang kedap metode dan content.
Jika pendidikan isllam menetapkan tujuan yang berbeda-beda menrut idealitas kurtural
masyarakatmasing-masing, maka manusia ideal menurut citra islam yang bernilai
universal tidak akan dapat mencerminkan hakikat islam akan kualitas moral dan ideal yang
berbeda-beda pula. Padalah Islamic way of life telah ditetapkan oleh ajaran Al-Qur’an
dimana ilmu pendidikan islam harus mengacu kepadanya.
Tujuan pendidikan islam yang universal itu tela dirumuskan dalam seminar pendidikan
islam se-dunia di islambad pada tahun 1980. Rumusan tersebut mencerminkan idealitas
islami seperti terkandung dalam Al-Qur’an.
Sebagai esensinya tujuan pendidikan islam yang sejalan dengan tuntuna Al-Qur’an itu
tidak lain adalah sikap penyerahan diri secara total kepada Allah SWT. Yang telah kita
ikrarkan dalam shalat sehari-hari.
) 162:‫ان صالتي ونسكي ومحياي ومماتي هلل رب العلمين ( االنعام‬
“Sesungguhnya salatku, ibadahku, kehidupanku matiku adalah bagi tuhan semesta alam.”
( QS. Al-An’aam: 162).

111
Dengan demikian, kita tidak menghendaki rumusan-rumusan lain yang ditetapkan oleh
para ahli pikir yang orientasinya tidak mengacu kepada petunjuk Al-Qur’an. Bagi umat
islam, Al-Qur’an adalah kriteria dasar yang dipakai untuk menetapkan segala hal yang
bercorak islami.
2. metode pendidikan islam yang kita ciptakan harus berfungsi secara efektif dalam proses
pencapaian tujuan pendidikan islam itu. Komprehensivitas daripada tujuan pendidikan itu
harus pararel dengan keanekaragaman metode, mulai dari metode verbalistik-simbiolisme
sampai kepada berinteraksi langsung dengan situasi belajar mengajar, misalnya kegiatan
belajar dengan berdiskusi atau soal-jawab dengan guru.
Metode yang dipakai dalam proses pendidikan islam bertumpu dalam paedosentrisme,
dimana kemampuan fitrah manusia dijadikan pusat proses kependidikan. Sebagai ilustrasi,
metode yang digunakan oleh Ibnu Sina di rumah sakit muristan secara learning team yang
bertingkat menurut kemampuan yang seragam. Metode ini adalah learning by doing dalam
ilmu kedokteran. Bila tim pertama yang ditugaskan untuk menyelesaikan studi tentang
jenis penyakit beserta pengobatannya gagal, maka tim pertama menyerahkan kepada tim
kedua, berturut-turut kepada tim berikutnya. Bila semua tim-tim tidak dapat mengerjakan
secara tuntas tugas yang diberikan, barulah Ibnu Sina turun tangan, menunjuk atau
mengajarkan ilmu pengetahuan yang berkaitan disertai dengan praktis sekaligus. Metode
demikian mendorong peserta didik untuk melakukan problem solving dengan cara trial
and error yang semakin meningkatkan pengetahuan mereka kea rah penemuan validitas
pengetahuannya. Guru mengesahkan dan men-tahqiq-kannya pada daur terakhir.
Metode islami atau Al-Qur’ani al-hikmah dan Maukizhah al-hasanah serta mujadalah yang
paling baik, menuntut kepada pendidik untuk berorientasi kepada educational needs dari
peserta didik, dimana faktor human nature yang potensial tiap pribadi anak dijadikan
sentrum proses kependidikan sampai kepada batas maksimal perkembangannya. Misalnya,
mengajar sesuai dengan tingkat kemampuan kejiwaannya, memberi contoh teladan yang
baik, mendorong kreativitas dalam berfikir, menciptakan suasana belajar-mengajar yang
favorable, dan lain-lain yang dipraktikkan oleh para ulama, guru, ahli pikir, filsuf islam
yang dapat kita pelajari dalam sejarah pendidikan islam.
3. irama gerak yang harmonis metode dan tujuan pendidikan dalam proses akan mengalami
vakum bila tanpa kehadiran nilai atau ide. Oleh karena itu, content pendidikan islam
menjadi conditiosine qua non dalam proses tersebut. Secara prinsipsial content yang
diwujudkan sebagai kurikulum, mengandung makna sebagi petunjuk (baik bagi guru
maupun murid) kea rah pengembangan kualitas hidup manusia selaku khalifah diatas
112
bumi, yang memiliki kepribadian yang utuh dalam hidup mental rohaniah (iman dan
takwa) dan terial jasmaniah (kemampuan jasmaniah yang tinggi) yang seimbang dan
serasi.
Konsepsi tentang Al-Qur’an tentang ilmu pengetahuan, tidak membeda-bedakan antara
ilmu pengetahuan itu merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, pengetahuan
yang satu yaitu ilmu pengetahuan Allah. Oleh karena itu, dalam islam tidak dikenal dengan
adanya ilmu pengetahuan yang relegius dan nonrelegius (sekuler).
Firman-firman allah yang menunjukkan bahwa semua ilmu pengethuan berasal dari Allah
ialah seperti yang tercantum dalam surah Ar-Rahman ayat 1-4 (Allah mengajarkan Al-
Qur’an dan bahasa), Al-Baqarah ayat 31 (mengajarkan nama-nama benda dan segala
sesuatu), Al-‘Alaq ayat 4-5 (mengajarkan ilmu pengetahuan yang tidak ia ketahui), Al-
Baqarah ayat 282 (Allah mengajarkan tentang administrasi den pembukuan keuangan),
Allah mengjarkan tentang bagaimana berfkir, mengamati, dan merenungkan gejala
alamiah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang beraneka ragam dan sebagainya
dalam banyak ayat-ayat Al-Qur’an.
Klasifikasi ilmu pengetahauan yang ditetapkan oleh para filsuf seperti al-Farabi, Ibnu
khaldun dan Ibnu Sina menunjukan bahwa ilmu pengetahuan islam baik yang eksternal
sekalipun memilliki ciri sakral, selama ilmu itu setia kepada prinsip-psrinsip kewahyuan,
karena semua ilmu pengetahuan bersumber dari firman Allah SWT. Seperti yang
dinyatakan dalam wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasulallah Saw dalam surah
Al-‘Alaq ayat 1-5.
Al-Farabi mengkalsifikasikan ilmu pengetahuan menjadi ilmu bahasa, ilmu logika, ilmu
pengetahuan tingkat persiapan, ilmu alam, metafisika, ilmu kemasyarakatan beserta
perincian masing-masing. Sedangkan Ibnu Khaldun mengklasifikasikan sains islami itu
menjadi sains filosofis beserta perinciannya, dan sains yang ditransmisikan beserta dapat
dilihat dalam buku scince and civilization in Islam.
Dalam klasifikasi sains dari para ahli pikir muslim di atas tidak dapat didikriminasisasi antara
ilmu yang relegius dan ilmu sekuler, semuanya merupakan ilmu-ilmu yang wajib dipelajari
oleh umat islam. Dengan demikian, content (kurikulum) pendidikan islam harus mencerminkan
jenis-jenis sains yang dibutuhkan oleh manusia muslim untuk menunjang tugas sebagai
mandataris tuhan di atas bumi.
Berdasarkan pemikiran di atas maka pendidikan islam sebagai disiplin ilmu telah mempunyai
modal dasar potensial dasar untuk dikembangkan segingga mampu berperan di jantung
masyarakat dinamis masa kini dan mendatang. Pendidikan islam saat ini masih berada pada
113
garis marjinal masyarakat, belum memegang peran sentral dalam proses pembudayaan umat
manusia dalam arti sepenuhnya. Untuk itu ilmu pendidikan islam yang menjadi pedoman
operasional pendidikan islam perlu dikembangkan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
dalam dunia akademik, yaitu sebagai berikut:
1. memiliki objek pembahasan yang jelas dank has pendidikan yang islami meskipun
memerlukan ilmu penunjang dari yang nonislami.
2. Mempunyai wawasan, pandanngan, asumsi, hipotesis serta teori dalam lingkup
kependidikan yang islami yang bersumberkan ajaran islam.
3. Memiliki metode analisis yang relevan dengan kebutuhan perkembangan ilmu pendidikan
yang berdasarkan islam, beserta system pendekatan yang seirama dengan corak keislaman
sebagi kultur dan revilasi.
4. Memiliki struktur keimuwan yang sistematis mengandung totalitas yang tersusun dari
komponen-komponen yang saling mengembangkan satu sama lain dengan menunjukan
kemandiriannya sebagai ilmu kemandiriannya sebagai ilmu yang bulat.
Oleh karena itu, suatu ilmu yang ilmiah yang bertumpu pada adanya teori-teori, maka teori
pendidikan islam juga harus memenuhi persyaratan sebagi berikut:
1. Teori harus menetapkan adanya hubungan antara fakta yang ada.
2. Teori harus mengembangkan system klasifikasi dan struktur dari konsep-konsep, karena
alam kita tidak menyediakan system siap pakai untuk itu.
3. Teori harus mengikhtisarkan sebagi fakta, kejadian-kejadian, oleh karenanya maka sebuah
teori harus dapat menjelaskan sejumlah besar fakta.
4. Teori harys dapat meramalkan fakta atau kejadian-kejadian karena tugas sebuah teori
adalah meramalkan kejadian-kejadian yang belum terjadi.
Sebagai contoh, dapat dikemukakan adanya peristiwa yang menunjukan adanya murid sekolah
yang tidak tertarik kepada bidang studi agama. Untuk mengatasi hal terebut guru agama
mencari teori yang dapat memberitahukan tentang cara yang efektif dalam proses belajar-
mengajar bidang studi agama dengan kebutuhan hidup murid sehari-hari serta pengalamannya,
seirama dengan tingkat perkembangan hidup kejiwaannya. Maka pelajaran agama harus dapat
menarik minat murid bila dikaitkan dengan problema hidup remaja masa kini, misalnya dalam
kaitannya dengan kehidupan seksual, dengan keterampilan kerja dan diorientasikan kepada
perkembangan ilmu dan teknolgi masa kini.
Adapun corak teoritis dari ilmu pendidikan islam hendaknya disusun secara sistematis yang
well-organized, yang mampu memberikan deskripsi tentang adanya fakta dari pengalaman
operasional dalam bentuk pengertian sesederhana mungkin.
114
Yang menjadi urgen bagi ilmu pendidikan islam yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana seharusnya pendidikan islam dapat menjawab tantangan kebutuhan
kependidikan generasi muda bagi kehidupannya dimasa depan secra sistematis berencana,
mengingat ciri khas agama islam aadalah bersifat aspiratif dan kondusif kepada kebutuhan
hidup sesuai dengan human nature (fitrah).
2. Bagaimana agar pendidikan islam mampu mendasari kehidupan generasi mudan dengan
iman dan takwa dan berilmu pengetahuan sekaligus dapat memotivasi daya kreativitasnya
dalam kegiatan pengembangan dan pengalaman ilmu pengetahuan tersebut sejalan
denngan tuntutan Al-Qur’an.
3. Bagaimana pendidikan islam sebagai disiplin ilmu dapat melestarikan dan memajukan
tardisi dan budaya moral yang Islamic-ethnic dalam komunikasi sosial dan interpersonal
dalam masyarakat yang semakin industrial-teknologis.
4. Bagaimana agar pendidikan islam mampu berkembang dalam jalur input invironmental
dilembaga pendidikan dalam proses pencapaian tujuan akhirnya, baik dalam upaya
membentuk pribadi maupun anggota masyarakat dan warga Negara yang berkualitas baik.
Semboyan yang menjadi etos kerja kita antatra lain adalah firman Allah SWT yang
mengatakan:
)11:‫ان هللا ال يغير ما بقوم حتي يغير وا مابانفسهم (الرعد‬
“sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum mereka mengubah
keadaan diri mereka sendiri” (QS. Ar-Rad’:11).

115
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muzayyin. 2007. KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM Edisi Revisi. Jakarta: Bumi
Aksara.

116
PENDIDIKAN CINTA KASIH ANAK DALAM PERSPEKTIK
FILSAFAT ILMU

Oleh: Rini Nuraeni Alfiah

Pendidikan Anak

Pendidikan adalah hak setiap anak. Semua anak berhak mendapatkan pendidikan baik anak
dari keluarga berekonomi menengah keatas ataupun anak dari keluarga menengah kebawah.
itupun berlaku kepada anak kerkebutuhan khusus, mereka berhak atas pendidikan yang layak
dan mendapatkan bimbingan dan dukungan dari orang-orang terdekat terutama orang tua. Tak
jarang juga banyak orang tua yang tidak memahami bahkan tidak tahu kekurangan atau
masalah yang di hadapi oleh anak dan menyekolahkannya di sekolah yang tidak sesuai dengan
kebutuhan anak. oleh karna itu perlu adanya keterbukaan pemikiran dari orang tua dan
Kolaborasi yang baik antara orang tua dan pendidik khususnya guru agar ketidak kesesuaian
penanganan terhadap pendidikan anak bisa di minimalisir.

Guru dan orang tua adalah pondasi utama pendidikan setiap anak. Di sekolah, guru menjadi
panutan utama dan menjadi fasilitator dalam pendidikan anak dan ketika sampai di rumah
sumua peran di atas berpindah menjadi tanggung jawab orang tua. oleh karna itu agar
pendidikan anak berjalan dengan lancar perlu adanya kolaborasi yang baik antara pendidik dan
orang tua dalam membimbing anak mendapatkan pendidikan yang baik.

Cinta Kasih dalam Tinjauan Filosofi

Cinta dalam kajian Filsafat menurut Aristoteles adalah gerakan yang dihasilkan di dalam
jantung; saat sekali bergerak, akan berpindah dan tumbuh. Setelah itu, ketika dewasa, akan
dihubungkan oleh keinginan untuk berkasih sayang. Dalam hal ini, apabila lubuk hati
mendalam pecinta meningkat maka akan memunculkan ketekunan, kegembiraan, harapan, atau
keinginan. Maka hal ini, akan mengarahkannya pada keinginan dan dorongan serta mengalami
kesedihan yang menggelisahkan, tidak bisa tidur terus-menerus, gairah putus asa, kesedihan,
dan kehancuran pikiran (Kartanegara, 2017). Plato menyebut kata cinta dengan istilah Eros
disebut pula sebagai daimon yang memiliki sifat kedewaan yang hebat sebab seluruh alam
dewata berada pada pertengahan antara dewa yang abadi dan sifat fana.

Adapun yang dinamakan kasih adalah keinginan untuk memuaskan hati dan mendamaikan hati
diri sendiri dan orang lain. Thomas Aquinas (2019) menyatakan bahwa kasih adalah sumber

117
kebahagiaan. Kebahagiaan itu sendiri adalah suatu keadaan yang berlangsung dan bukanlah
suatu perasaan atau emosi yang berlalu. Poespoprodjo (1999) mengatakan bahwa kasih lebih
tinggi posisi derajatnya daripada cinta. Jika kasih sumber utamanya adalah hati nurani
(conscience) yang mana kasih ini tidak akan pernah membohongi diri dan bersifat tulus murni
tanpa syarat. Hati nurani yang mencakup kasih ini adalah hati nurani yang saksama yakni hati
nurani yang paham betul terhadap hal-hal yang baik dan berbuat baik, dan meninggalkan hal-
hal yang buruk.

Dengan demikian cinta kasih dalam perspektif filsafat ini memuat beberapa hal; Pertama,
adanya hati yang tumbuh secara positif dan berkembang dengan baik. Kedua, adanya
kegembiraan yang muncul dari dalam hati, kebahagiaan itu muncul karena hati yang sedang
berbahagia. Ketiga, adanya kepuasan batin yang pada akhirnya akan berimbas kepada orang
lain.

Mendidik Diri untuk Memberi Cinta Kasih kepada Anak

Manusia hakikatnya adalah pengembara jiwa, yang mengandung kemungkinan baik dan buruk.
Manusia yang mampu menggunakan akal dan hati nuaraninya dengan bijaksana akan
mengarahkan diri pada kebaikan perilaku, yang memaksimalkan potensi cinta kasih kepada
sesama. Namun sebaliknya manusia yang tidak mampu menggunakan akal dan hati nuraninya
dengan baik, akan membawa manusia pada jalan kesesatan yang menutupi hatinya untuk
berbuat cinta dan kasih kepada sesama. Hal inilah yang menyebabkan keharusan diri untuk
mendidik jiwa, mendidik hati, mendidik perilaku, mendidik perbuatan agar senantiasa berada
pada tujuan yang tepat, dan tidak menyimpang.

Sumber dari segala perilaku diri adalah hati (al-qalb). Hati yang terdidik dengan ketulusan akan
membawa diri pada cinta yang tulus. Hati yang terdidik dengan kemuliaan, akan membawa diri
pada memuliakan, dan hati yang terdidik dengan kebaikan akan membawa diri pada
keselamatan sesama yang di dalamnya kental dengan unsur cinta kasih. Dengan demikian,
mendidik diri adalah bagian dari pengorbanan. Simon May (2011) menyatakan bahwa salah
satu bentuk pengorbanan cinta adalah mengolah rasa, mengolah pikiran dan mengolah
perbuatan agar tetap tidak berubah dan justru semakin tumbuh berkembang, yang pada
akhirnya membawa pada kebaikan sesama.

Bagaimana cara mendidik diri agar tetap bisa berbagi cinta dan kasih kepada sesama terutama
anak-anak, yang memang membutuhkan cinta kasih yang berlebih? Salah satu hal yang harus
diperbuat untuk mendidik diri adalah dengan memahami hakikat diri sebagai manusia. Ada

118
tiga sifat menurut Actus Humanus yakni: pengertian/pengetahuan, kesukarelaan dan
kemerdekaan. Pertama, pengertian merupakan perbuatan terbit dari suatu motif dan diarahkan
pada suatu tujuan. Seseiorang yang mengetahui hakikat dirinya akan mengarahkan tujuan
hidupnya pada kebaikan. Kedua, kesukarelaan, agar terdapat perbuatan diri yang manusiawi
tidaklah cukup ada pengertian, tetapi juga harus dikehendaki. Suatu perbuatan sukarela adalah
perbuatan yang dikehendaki , yang tidak dipaksa pada si pribadi dari luar. Manusia yang
mengetahui hakikat dirinya akan melakukan tindakan yang sukarela dan tulus tanpa syarat
apapun. Ketiga, kemerdekaan kehendak, yakni kebebasan untuk melakukan tindakan-tindakan
antara yang sukarela dan yang tidak sukarela, antara yang tulus dan yang tidak tulus, dan
seseorang yang memahami hakikat dirinya akan memiliki tindakan yang memberikan dampak
kebaikan kepada sesama. Agustinus W. Dewantara (2017).

Kebermanfaatan Mendidik Diri Dalam Memberi “Cinta Kasih” Kepada Anak

Salah satu prinsip finalitas (Principle of Finality) bahwa setiap penindak berbuat untuk suatu
tujuan (every agent acts for and end), dan apabila setiap penindak berbuat untuk suatu tujuan
tersebut, maka bisa dipastikan bahwa setiap penindak manusiawi berbuat untuk suatu tujuan.
Manusia hakikatnya adalah sebagai penindak, yang memiliki tujuan, dan akan berupaya
berbuat untuk meraih tujuan. Salah satu tujuan sebagaimana dijelaskan di awal adalah
mendidik diri untuk menggapai cinta kasih diri yang harapannya mampu membawa diri pada
kesejahteraan diri dan sesama.

Pendidikan diri cinta kasih terutama kepada anak, sejatinya tujuan dan sesuatu yang baik yang
tertinggi, dan bertujuan akhir adalah satu dan sama untuk sesama, yakni sama-sama ingin
merasakan kebahagiaan, kebersamaan, kedamaian, keharmonisan, dan kesejahteraan. Kesemua
itu merupakan kebaikan moralnya dan tujuan terakhir. Oleh karenanya, pendidikan diri untuk
memberikan cinta kasih kepada sesama terutama anak, memiliki banyak kebermanfaatan,
yakni sebagai berikut.

Pertama, Meluruskan perilaku diri. Dengan hati yang terus terdidik karena hati merupakan
sumber perilaku, dengan pikiran yang terus ter-asah positif, maka harapannya cinta kasih diri
akan terbangun dengan baik dan akan tetap lurus memberikan kebermanfaatan bagi sesama.
Manakala diri tidak terdidik maka dikhawatirkan perilaku diri akan menyimpang dari jalan
kebenaran.

Kedua, Menuju manusia yang berfungsi sepenuhnya. Rogers (1991) menyatakan bahwa
manusia yang mampu berfungsi sepenuhnya adalah manusia yang kaya akan pengertian diri,

119
dan pemahaman diri. Dengan mendidik diri harapannya keberfungsian diri sepenuhnya yang
di dalamnya memuat pengertian dan pemahaman diri dapat diraih dengan baik.

Ketiga, Membangun kultur kebaikan dan kebajikan dalam diri. Dengan mendidik diri akan
cinta kasih sejatinya adalah sedang membangun kultur kebaikan dan kebajikan dalam diri yang
pada akhirnya akan disemaikan kepada orang lain, dan arahnya adalah menuju being value,
yakni manusia yang bermakna.

120
DAFTAR PUSTAKA

Agustinus W. D. (2017). Filsafat MoralPergumulan Etis Keseharian Hidup Manusia. Kanisius.

Azam, S.R.,(2016). Penguatan Perilaku “Ngeloni Anak” Oleh Ibu-Ayah Sebagai Upaya

Menciptakan Keluarga Harmonis-Seimbang Sejak Dini, Jurnal Cendekia STAIN Ponorogo

Jurnal Kependidikan dan Kemasyarakatan, Vol 14. No 1.

Bahrum. (2013). Ontologi,Epistimologi,Aksiologi. Sulesana, 8(2), 36.

Gunawan, L. A. S. (2018). Problematika Jatuh Cinta : Sebuah Tinjuan Filosofis. Logos,


15(2),1–30.

Kartanegara, M. (2017). Lentera Kehidupan Panduan Memahami Tuhan, Alam. Mizan.

Ketut, W., I Ketut, S. (2018). Membaca Ulang Pemikiran Gandhi Tentang Kemanusiaan, Jurnal

Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol. 7, No.1.

May, S. (2011). Love: A History (illustrate). Yale University Press.

121
PENGAJAR, PELAJAR, DAN KENAKALAN PELAJAR :

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN

Oleh: Risma Kurnia

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa pengajar berasal dari kata dasar
"ajar" yang artinya orang yang mengajar seperti guru ataus pelatih.19 Perbedaan pengajar dan
pelatih adalah, jika pengajar hanya menyampaikan materi serta memberikan penjelasan-
penjelasan, pelatih mengajarkan sekaligus dengan prakternya. Lalu, ada juga yang disebut
dengan pendidik. Pendidik biasanya mentranfer atau mengajarkan sikap, nilai dan tingkah laku
kepada anak didiknya.

Sedangkan, Pelajar merupakan istilah yang mengacu ke pebelajar atau peserta didik dari
jenjang SD hingga SMA atau SMK. Kata lain dari pelajar adalah siswa atau murid. Pebelajar
pada jenjang yang lebih tinggi disebut mahasiswa. 20 Menurut Abudin Nata, pelajar adalah
orang yang menginginkan ilmu, dan menjadi salah Satu sifat Allah Swt yang berarti Maha
Berkehendak.

Peserta didik sebenarnya bukan hanya di didik atau mempelajari sesuatu di sekolah dan oleh
guru. Orang tua juga termasuk salah satu orang yang terlibat dalam proses pendidikan. Bahkan,
lingkungan juga membantu peserta didik untuk mempelajari sesuatu. Disana, peserta didik
diajarkan hal-hal yang bersangkutan dengan sikap atau perilaku, juga skill atau kemampuan.

Sayangnya, dalam proses belajar-mengajar, terdapat beberapa hal yang mengacu siswa untuk
berbuat "nakal". Studi-studi tentang kenakalan yang dikutip oleh sekolah sebagai penyebab
eksklusi menyorot ada dua pola pokok kenakalan yang mengakibatkan eksklusi 21(proses yang
menghalangi atau menghambat individu dan komunitas, untuk memiliki akses dan kontrol
terhadap sumber daya yang dibutuhkan dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial, ekonomi,
politik dan budaya dalam rangka menikmati standar kesejahteraan yang layak dalam
masyarakat).

Yang pertama, terkait dengan insiden yang serius, yang berefek pada eksklusi langsung, seperti
menjual obat terlarang kepada siswa lain, atau menyerang guru. Pola kedua kedua terkait
dengan masalah yang terbentuk secara berangsur-angsur dan akhirnya mencapai titik dimana

19
https://kbbi.web.id/pengajar
20
https://sites.google.com/site/semangatbarupublishing/pelajar
21
Buku : Chris Kyriacou, Effective Teaching : Theory and Practice, (Bandung : Nusa Media 2015), hlm 267

122
kepala sekolah memandang diperlukan eksklusi, meskipun insidennya sendiri tidak terlalu
serius. Insiden yang paling sering disebutkan oleh sekolah tergolong dalam 5 kategori :

7. Kekerasan fisik, termasuk menyerang anak-anak, guru, dan orang dewasa lainnya,
8. Kekerasan lisan, termasuk berkata kasar, mengumpat dan membangkang terhadap staf,
dan ucapan melecehkan kepada murid lain,
9. Gangguan, termasuk mengganggu terhadap pelajaran, menolak menerima hukuman,
melanggar perjanjian, dan kenakalan yang mengganggu kelancaran sekolah,
10. Kejahatan, termasuk aktivitas terkait narkoba, vandalisme dan pencurian,
11. Membolos, plus masalah lain yang terkait kehadiran, termasuk menghilang tanpa izin.

Namun, faktanya, kenakalan pelajar tersebut tidak hanya diakibatkan oleh dirinya sendiri. Guru
atau pengajar juga dapat terlibat dalam kasus kenakalan atau terciptanya si pelajar itu berbuat
kenakalan. Ada dua faktor yang menyebabkan pelajar tersebut melakukan "kenakalan", yaitu
diakibatkan oleh dirinya sendiri, dan seperti disebutkan tadi, oleh guru atau pengajar.

Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri pelajar itu sendiri, meliputi:

a) Krisis identitas
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua
bentuk integrasi. Integrasi pertama, terbentuknya perasaan konsisten dalam
kehidupannya. Integrasi kedua, tercapainya identitas peran.
b) Faktor kepribadian
Masa remaja dikatakan sebagai masa di mana seseorang sedang mencari jati diri. Pada
periode ini, seseorang akan meninggalkan masa anak-anak untuk menuju kedewasaan.
Masa ini dirasakan sebagai krisis identitas karena belum adanya pegangan. Kepribadian
yang tidak dapat dibentuk dengan baik, akan mengarahkan remaja pada kenakalan atau
perilaku menyimpang.
c) Faktor status dan peranannya dalam masyarakat
Tindakan menyimpang terhadap hukum yang pernah dilakukan seorang anak,
22
mendorongnya kembali untuk berbuat menyimpang.

22
https://www.kompas.com/skola/read/2022/10/20/080000269/faktor-internal-dan-eksternal-penyebab-
kenakalan-remaja?page=all

123
Terdapat studi-studi yang menyoroti 4 situasi yang membuat murid merasa terpancing berbuat
nakal, yaitu23 :

a) Guru membosankan,
b) Guru tidak bisa mengajar,
c) Guru berdisiplin lemah,
d) Guru membuat perbandingan yang tidak fair.

Kenakalan murid bisa berkisar dari ketidak patuhan biasa (seperti, tidak memperhatikan)
sampai ke tindakan mengganggu secara terbuka (misalnya melontarkan benda di ruang kelas).
Jelas, perilaku mengganggu terbuka seperti ini memberikan peluang besar bagi guru untuk
segera mengambil tindangan, namun jelas bahwa faktor yang bernilai fundamental untuk
mempertahankan disiplin adalah kemampuan guru untuk menjaga murid agar tetap menekuni
pengalaman belajar.

Dalam situasi ini, murid kerap menuturkan bagaimana mereka merasa perilaku guru menghina
mereka dengan cara tertentu dan bahwa kenakalan mereka pada dasarnya adalah bentuk upaya
menjaga martabat diri dari lingkungan yang memusuhi mereka.

Memang, sebagian besar studi yang berfokus pada pandangan murid tentang guru dan
pengajaran telah menunjukkan seberapa peka murid terhadap cara guru bertindak kepada
mereka, sehingga mudah bagi kita untuk melihat bagaimana sebagian murid melihat kenakalan
mereka cuma sebagai reaksi yang sah dan adil terhadap cara mengajar guru. Karenanya, semua
guru perlu menyadari bagaimana perilaku mereka bisa menghambat bukannya memfasilitasi
yang baik diruang kelas.

Dari lingkungan yang sudah membiasakan dirinya berbuat "nakal" -lah, akan terciptanya
pembentukan karakter. Pola tingkah laku seseorang, sangat dipengaruhi besar oleh lingkungan.
Kenakalan yang terjadi dalam pendidikan harus dihindari karena akan melahirkan situasi
lingkungan yang menghambat proses pembelajaran. Dari hal-hal seperti yang dilakukan
pelajar, akan terjadi hal yang lebih besar, yang disebut dengan "kekerasan".

Dampak kekerasan sangat luar biasa, baik kita sadari atau tidak. Lingkungan yang keras,
dengan tindakan orang lain yang terlalu kasar, adalah bentuk rangsangan dari luar diri yang
membuat kita kaget, tidak mampu merespon secara pelan dan memunculkan pemahaman.

23
Buku : Chris Kyriacou, Effective Teaching : Theory and Practice, (Bandung : Nusa Media 2015), hlm 273

124
Katakanlah, ketika ada perkataan kasar dan menyakiti, atau kekerasan yang terjadi pada kita,
kita tak memiliki kesempatan untuk menjelaskannya, tapi merespon secara cepat -membalas.

Ada beberapa bentuk kekerasan yang dapat kita pahami dan sekaligus petakan ketika berbicara
tentang kekerasan didunia pendidikan. Pertama, kekerasan terhadap sesama peserta didik.
Misalnya, kasus kekerasan yang dinamakan bullying. School bullying didefinisikan sebagai
perilaku agresif yang dilakukan secara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok yang
memiliki kekuasaan. 24

Terdapat 5 kategori dalam perilaku bullying ini :

a) Kontak fisik langsung (mendorong, memukul, menggigit, menjambak, muncubit,


mencakar, termasuk juga pemerasan)
b) Kontak verbal langsung (mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu,
sarkasme, memberikan panggilan nama tidak layak, dan lain sebagainya)
c) Perilaku non-verbal langsung (melihat dengan sinis, menampilkan raut wajah
merendahkan, menjulurkan lidah, mengejek atau mengancam)
d) Perilaku non-verbal tidak langsung (mendiamkan seseorang, memanipulasi, sengaja
mengucilkan, mengirimkan surat kaleng)
e) Pelecehan seksual (kadang dikategorikan perilaku agresi atau verbal).

Walaupun tidak berpengaruh secara instan, hal yang dapat mencegah terjadinya kenakalan
pelajar ini bisa dengan dilakukan konseling atau pemberian bantuan akademis dalam rangka
membantu para murid tersebut kembali ke persekolahan induk.25

Salah satu perbedaan mendasar diantara berbagai sekolah adalah sejauh mana sekolah
memanfaatkan konseling dan bantuan sekolah untuk bisa membantu murid memperbaiki
perilaku hingga ke level yang bisa diterima, atau setidaknya bisa ditenggang jika sikap simpatik
untuk membantu murid hendak dipertahankan. Dalam sekolah tersebut, kuatnya etos pastoral
care terasa jelas. Sebaliknya, ada sekolah yang lebih banyak mengambil garis keras dalam
melihat kenakalan murid sebagai masalah yang sepenuhnya berakar dari pihak murid, dan jika
murid tidak mau menuruti standar perilaku yang bisa diterima, sekolah tidak bisa diharapkan

24
Buku : Alfred North Whitehead, Tujuan Pendidikan, (Bandung : Penerbit Nuansa Cendeka Agustus 2018), hlm
37
25
Buku : Chris Kyriacou, Effective Teaching : Theory and Practice, (Bandung : Nusa Media 2015), hlm 268

125
akan memulihkan murid, dan kenakalan akan berlanjut cenderung akan berakibat murid
dikeluarkan dari sekolah.

Untuk membuat pelajar lebih senang atau lebih antusias dalam belajar, guru sebaiknya
menerapkan beberapa metode yang disenangi si pelajar itu sendiri. Salah satu model
pembelajaran yang bisa digunakan yaitu tipe Make A Match. 26 Model pembelajaran berkonsep
belajar sambil bermain. Sehingga dapat menciptakan suasana pembelajaran yang akan
meningkatkan minat belajar siswa.

Heriawan, dkk mengemukakan mencari pasangan adalah kegiatan, siswa harus mencari
pasangan kartu yang merupakan kartu soal dan kartu jawaban sebelum batas waktu yang
ditentukan habis. Pembelajaran dengan menerapkan model kooperatif tipe Make A Match
membuat pemahaman dan aktivitas siswa terasah dengan baik.

Langkah-langkah pembelajaran Make A Match adalah sebagai berikut:

a) Guru menyiapkan beberapa kartu berisikan beberapa topik tentang keberagaman


budaya di Indonesia, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
b) Setiap siswa mendapatkan satu buah kartu.
c) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
d) Tiap siswa memikirkan jawaban/soal kartu yang dipegang.
e) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartu sebelum batas waktu diberi poin.
f) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda
dari sebelumnya.

Teknik mencari pasangan ini menuntut siswa untuk selalu aktif dan proses pembelajaran dapat
lebih menyenangkan. Pembelajaran keberagaman budaya bangsa Indonesia dengan
menggunakan model pembelajaran Make A Match dapat menarik perhatian dan minat belajar
peserta didik. Siswa juga lebih aktif dan meningkatkan hasil belajar. Hal ini terbukti dengan
ketuntasan belajar 90 persen dari 41 siswa.

26
https://radarsemarang.jawapos.com/artikel/untukmu-guruku/2022/04/18/make-a-match-memudahkan-
siswa-belajar-keberagaman-di-indonesia/

126
DAFTAR PUSTAKA

https://kbbi.web.id/pengajar

https://sites.google.com/site/semangatbarupublishing/pelajar

Kyriacou, Chris. (2015). Effective Teaching : Theory and Practice. Bandung : Nusa Media

Mu'in, Fatchrul. (2017). Pendidikan Karakter. Jogjakarta : Ar-ruzz Media

https://www.kompas.com/skola/read/2022/10/20/080000269/faktor-internal-dan-eksternal-
penyebab-kenakalan-remaja?page=all

https://radarsemarang.jawapos.com/artikel/untukmu-guruku/2022/04/18/make-a-match-
memudahkan-siswa-belajar-keberagaman-di-indonesia/

127
STRUKTUR KURIKULUM MERDEKA

Oleh: Rosa Yuliana

Kurikulum merdeka ini dirancang agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dari segi
karakter maupun kompetensi dasarnya.

1. Pembelajaran intrakurikuler. Kegiatan pembelajaran intrakurikuler untuk setiap mata


pelajaran mengacu pada capain pembelajaran.

2. Projek penguatan profil pelajar pancasila. Kegiatan khusus yang ditunjukkan untuk
memperkuat upaya pencapaian profil pelajar pancasila yang mengacu pada standar kompetensi
lulusan.

Dapat dilaksanakan dengan menjumlah alokasi jam pelajaran projek dari semua mata pelajaran
dan jumlah total waktu pelaksanaan masing-masing projek tidak harus sama. Satu projek dapat
dilakukan dengan durasi waktu yang lebih panjang dari pada projek yang lain.

Muatan Lokal

Satuan pendidikan menambahkan muatan lokal yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai
dengan karakteristik daerah. Satuan pendidikan dapat menambahkan muatan tambahan sesuai
karakteristik satuan pendidikan secara fleksibel, melalui 3 pilihan:

1. Mengintegrasikan ke dalam mata pelajaran lain

2. Mengintegrasikan ke dalam tema projek penguatan profil pelajar pancasila

3. Mengembangkan mata pelajaran yang berdiri sendiri

Struktur Kurikulum PAUD

1. Kegiatan pembelajaran intrakurikuler

2. Projek penguatan profil pelajar pancasila

Kegiatan pembelajaran intrakurikuler di PAUD di rancang agar anak dapat mencapai


kemampuan yang tertuang di dalam Capaian Pembelajaran (CP) fase pondasi. Intisari kegiatan
pembelajaran intrakurikuler adalah bermain bermakna sebagai perwujudan "merdeka belajar
merdeka bermain". Kegiatan yang dipilih harus memberikan pengalaman yang menyenangkan
dan bermakna bagi anak. Kegiatan perlu didukung oleh penggunaan sumber-sumber belajar

128
yang nyata dan ada dilingkungan sekitar anak. Sumber belajar yang tidak tersedia secara nyata
dapat dihadirkan dengan dukungan teknologi dan buku bacaan anak.

Projek penguatan frofil pelajar merdeka pancasila ditunjukkan untuk memperkuat upaya
pencapaian frofil pelajar pancasila yang mengacu pada standar kompetensi lulusan (standar
tingkat pencapaian perkembangan anak untuk PAUD). Penguatan profil pelajar pancasila di
PAUD dilakukan dalam konteks perayaan tradisi lokal, hari besar nasional dan internasional.
Pelaksanaan projek penguatan profil pelajar pancasila menggunakan alokasi waktu kegiatan di
PAUD. Alokasi waktu di PAUD usia 4-6 tahun sebaiknya tidak kurang dari 900 menit/minggu.
Alokasi waktu di PAUD usia 3-4 tahun sebaiknya tidak kurang dari 360 menit/minggu.

Struktur Kurikulum SD

a. Fase A untuk kelas 1 dan kelas 2

b. Fase B untuk kelas 3 dan kelas 4

c. Fase C untuk kelas 5 dan kelas 6

Pendidikan SD/MI dapat mengorganisasikan muatan pembelajaran menggunakan pendekatan


mata pelajaran atau tematik. Proporsi bebas belajar di SD/MI terbagi menjadi 2:

a. Pembelajaran intrakurikuler

b. Projek penguatan profil pelajar pancasila dialokasikan sekitar 20% beban pelajar per-tahun

Pelaksanaan projek penguatan profil pelajar pancasila dilakukan secara fleksibel, baik muatan
maupun waktu pelaksanaan. Secara muatan, projek harus mengacu pada capaian profil pelajar
pancasila sesuai dengan fase peserta didik, dan tidak harus dikaitkan dengan capaian
pembelajaran pada mata pelajaran. Secara pengelolaan dengan menjumlah alokasi jam
pelajaran projek penguatan profil pelajaran pancasila dari semua mata pelajaran dan jumlah
total waktu pelaksanaan masing-masing projek tidak harus sama.

Struktur Kurikulum SMP

Struktur kurikulum SMP/MTs terdiri dari 1 fase yaitu fase D untuk kelas VII, VIII, IX

Struktur kurikulum SMP/MTs terbagi menjadi 2:

a. Pembelajaran intrakurikuler

b. Projek penguatan profil pelajar pancasila dialokasikan sekitar 25% total JP per-tahun.

129
Pelaksanaan projek penguatan profil pelajar pancasila dilakukan secara fleksibel, baik secara
muatan maupun secara waktu pelaksanaan. Secara muatan, projek profil harus mengacu pada
capaian profil pelajar pancasila sesuai dengan fase peserta didik, dan tidak harus dikaitkan
dengan capaian pembelajaran pada mata pelajaran. Secara pengelolaan waktu pelaksanaan,
projek dapat dilaksanakan dengan menjumlah alokasi jam pelajaran projek dari semua mata
pelajaran dan jumlah total waktu pelaksanaan masing-masing projek tidak harus sama.

Struktur Kurikulum SMA

Struktur kurikulum SMA terdiri atas 2 fase:

a. Fase E untuk kelas X

b. Fase F untuk kelas XI dan kelas XII

Struktur kurikulum SMA/MA terbagi menjadi 2:

a. Pembelajaran intrakurikuler

b. Projek penguatan profil pelajar pancasila dialokasikan sekitar 30% total JP per-tahun

Pelaksanaan projek penguatan profil pelajar pancasila dilakukan secara fleksibel, baik secara
muatan maupun secara waktu pelaksanaan. Secara muatan, projek profil harus mengacu pada
capaian profil pelajar pancasila sesuai dengan fase peserta didik, dan tidak harus dikaitkan
dengan capaian pembelajaran pada mata pelajaran. Secara pengelolaan waktu pelaksanaan,
projek dapat dilaksanakan dengan menjumlah alokasi waktu pelaksanaan masing-masing
projek tidak harus sama.

Satuan pendidikan wajib membuka kelompok mata pelajaran umum serta sekurang-kurangnya
3 kelompok mata pelajaran pilihan. Setiap peserta didik wajib mengikuti:

a. Seluruh mata pelajaran dalam kelompok mata pelajaran umum.

b. Memilih 4 sampai dengan 5 mata pelajaran.

Struktur Kurikulum SMK

Perubahan kurikulum SMK/MAK diawali dengan penataan ulang spektrum keahlian


SMK/MAK.

Spektrum keahlian adalah daftar bidang dan program keahlian SMK yang disusun berdasarkan
kebutuhan dunia kerja yang meliputi dunia usaha, dunia industri, bdan usaha milik

130
negara/badan usaha milik daerah, industri pemerintah atau lembaga lainnya serta
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya.

Spektrum keahlian SMK/MAK merupakan acuan penyusunan struktur kurikulum serta


pembukaan dan penyelenggaraan bidang dan program keahlian pada SMK. Setiap program
keahlian terdiri atas minimun satu konsentrasi keahlian.

Konsentrasi keahlian diselenggarakan dalam program 3 tahun atau program 4 tahun diatur lebih
lanjut dalam keputusan pimpinan unit utama yang membidangi standar, kurikulum, dan
asesmen pendidikan.

Struktur kurikulum SMK/MAK terbagi menjadi 2:

a. Pembelajaran intrakurikuler

b. Projek penguatan profil pelajar pancasila yang dialokasikan sekitar 30% total JP per-tahun.

Pelaksanaan projek penguatan profil pelajar pancasila dilakukan secara fleksibel, baik secara
muatan maupun secara waktu pelaksanaan. Secara muatan, projek profil harus mengacu pada
capaian profil pelajar pancasila sesuai dengan fase peserta didik, dan tidak harus dikaitkan
dengan capaian pembelajaran pada mata pelajaran. Secara pengelolaan waktu pelaksanaan,
projek dapat dilaksanakan dengan menjumlah alokasi jam pelajaran projek dengan semua mata
pelajaran dan jumlah total waktu pelaksanaan masing-masing projek tidak harus sama.Struktur
kurikulum SMK/MAK terbagi menjadi 2:

a. Pembelajaran intrakurikuler

b. Projek penguatan profil pelajar pancasila yang dialokasikan sekitar 30% total JP per-tahun.

Pelaksanaan projek penguatan profil pelajar pancasila dilakukan secara fleksibel, baik secara
muatan maupun secara waktu pelaksanaan. Secara muatan, projek profil harus mengacu pada
capaian profil pelajar pancasila sesuai dengan fase peserta didik, dan tidak harus dikaitkan
dengan capaian pembelajaran pada mata pelajaran. Secara pengelolaan waktu pelaksanaan,
projek dapat dilaksanakan dengan menjumlah alokasi jam pelajaran projek dengan semua mata
pelajaran dan jumlah total waktu pelaksanaan masing-masing projek tidak harus sama.

131
DAFTAR PUSTAKA

YOUTUBE: DR. Yogi Anggraena, M.Si (Sebagai koordinator kurikulum, pusat kurikulum
dan pembelajaran, IJKAP)

132
PENDIDIKAN KARAKTER DI ERA DIGITAL

Oleh: Sabrina Azzahra

Saat ini Indonesia telah memasuki era digital yang ditandai dengan serbuan digitalisasi dan
otomatisasi yang menyebabkan manusia tidak lepas dari smarthphone dan internet. Namun
yang perlu dipahami bahwa efek globalisasi ini diibaratkan seperti dua sisi uang yang berbeda
yaitu mempunyai dampak positif dan negatif.

Dampak positif dari era digital ini dirasakan sekali kepada penggunanya dan menjadikan suatu
profesi baru dikalangan masyarakat seperti youtuber, Blogger, Influencer, dan lain-lain,
sedangkan dampak negatif bagi kehidupan keberagaman/keumatan maupun kebangsaan.

Dampak negatif ini antara lain hilangnya kepercayaan terhadap informasi bersumber pada
agama dan ilmu pengetahuan, pudarnya konsep silaturrahim, munculnya informasi sebagai
sampah (hoax), poxy war yaitu peperangan dengan menggunakan pihak ketiga dengan
menguasai aset sumber daya dan ancaman non militer melalui media informasi, melemahnya
nasionalisme yang 64 Inovasi Pendidikan Lewat Transformasi Digital menyebabkan
keterbelahan rakyat, kontrak pemerintah terhadap informasi sangat lemah, kritik terhadap
pemimpin Negara melalui media informasi, pencitraan pemimpin, narsist, itgemoni dan
ideologi media.

Hal ini menjadi permasalahan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia
dan sangat membahayakan dalam membangun bangsa yang kuat. Kondisi tersebut
menumbuhkan kesadaran betapa mendesaknya agenda untuk melakukan terobosan guna
membentuk dan membina karakter kepada generasi bangsa. Urgensi pendidikan karakter
dikembangkan karena, salah satu bidang pembangunan nasional yang sangat penting dan
menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah pembangunan
karakater.

Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter berasal dari dua suku kata yang berbeda yaitu pendidikan dan karakter.
Kedua kata ini mempunyai makna sendiri sendiri.

Pendidikan lebih merujuk pada kata kerja, sedangkan karakter lebih pada sifatnya.

Pendidikan adalah proses perubahan tingkah laku, penambahan ilmu pengetahuan dan
pengalaman hidup agar menjadi lebih dewasa dalam pemikiran dan sikap.

133
Sedangkan, karakter adalah segala nilai-nilai yang khas baik (tahu nilai kebaikan, nyata,
berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan
dalam perilaku.

Jadi, pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru dalam bentuk nyata dari
upaya yang terencana untuk membentuk watak peserta didik.

Menurut Scerenko (1997) pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang
sesungguhsungguh dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan, di dorong, dan
diberdayakan melalui keteladanan, kajian (sejarah, dan biografi para bijak dan pemikir besar),
serta praktik emulasi (usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang
diamati dan dipelajarari).

Tujuan Pendidikan Karakter

Pentingnya pendidikan karakter untuk segera dikembangkan dan diinternalisasikan, baik dalam
dunia pendidikan formal maupun dalam pendidikan nonformal tentu beralasan, karena
memiliki tujuan yang cukup mulia bagi bekal kehidupan peserta didik agar senantiasa siap
dalam merespon segala dinamika kehidupan dengan penuh tanggung jawab.

Pendidikan karakter bertujuan agar peserta didik sebagai penerus bangsa mempunyai watak
dan moral yang baik, untuk menciptakan berbangsa yang adil, aman, dan makmur.

Tujuan pendidikan dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa
tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki
kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.

Tujuan pendidikan tersebut dibuat agar pendidikan itu tidak hanya membentuk insan Indonesia
yang cerdas, namun juga berkepribadian atau lebih berkarakter. Sehingga nantinya akan
melahirkan generasi generasi bangsa yang unggul dan tumbuh berkembang dengan karakter
yang bernafaskan nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Pengertian karakter menurut Pusat
Bahasa Depdiknas adalah bawaan, jiwa, hati, kepribadian, perilaku, budi pekerti, personalitas,
sifat, tabiat, temperamen, dan watak. Sedangkan berkarakter adalah berkepribadian,
berperilaku, berwatak, bertabiat, bersifat dan berbudi pekerti.

134
Karakter di Era Digital

Revolusi industri ke empat atau sering disebut dengan istilah Industri 4.0 atau Era Disrupsi,
menyampaikan bahwa revolusi industri terjadi sebanyak empat kali.

Era Disrupsi, yakni era dimana teknologi dan komunikasi semakin maju, informasi tidak lagi
dibendung, sumber informasi tidak hanya diperoleh dari satu atau dua media saja, melainkan
ada puluhan, ratusan dan bahkan ribuan, dan itu dapat menjadi pembawa informasi dan
pengetahuan baru.

Hal ini memberikan kontribusi yang besar kepada kesejahteraan umat manusia. Namun disisi
lain, menjadikan manusia kehilangan jati diri (karakter) dan pegangan hidup seperti

1. nilai-nilai etika dan spiritual keagamaan, 2. nilai-nilai luhur bangsa, 3. nilai sosial-kultural,
4. nilai filasafat hidup.

Kemajuan teknologi yang semakin canggih di era disrupsi ini, tidak dapat dihindari bahwa
dalam kehidupan sehari-hari manusia juga membutuhkannya karena kemajuan teknologi
berjalan seiringan sesuai kemajuan ilmu pengetahuan dan mempermudah manusia dalam
aktifitas kehidupannya, sehingga manusia bisa memanfaatkan teknologi dengan sebaikbaiknya.

Selain sangat bermanfaat bagi banyak orang banyak di dalam dunia pendidikan juga
berdampak negatif, sebagai akibat dari berkembangnya teknologi informasi itu sendiri dampak
negatif teknologi infornasi yakni semakin mudah pelanggaran HAKI (Hak Atas Kekayaan
Intelektual), karena dengan mudah mengakses data, semakin mudahlah melakukan kecurangan
yakni menyembabkan palgiatis. Selain pemanfaatan teknologi yang digunakan pada hal
negatif.

Dengan era serba ada dan canggih ini manusia semakin dimanjakan oleh teknologi, manusia
semakin berfikir dengan sera instan, dengan begitu karakter manusia semakin tergerus oleh
zaman. Sehingga era industry 4.0 menjadi disruption/ masalah manusia yang tidak bijak
mengahadapi era ini. Dengan mudahnya mengakses internet, sehingga banyak penggunaan
internet yang salah digunakan seperti banyak tontonan yang tidak layak menjadi tuntunan bagi
masyarakat khusunya peserta didik yang masih mencari jati diri, hampir semua sibuk dengan
telepon genggam masing-masing karena ingin mengekspresikan dirinya di sosial media. Dan

135
bahkan telepon genggam pada zaman sekarang dengan akses internet lebih diutamakan
daripada teman, keluarga, guru bahkan orang disekitarnya, akhirnya tidak ada sopan santun
yang tertanam dalam peserta didik, karena hilangnya karakter/akhlak mulia dalam diri manusia.

Dampak dari kemajuan teknologi, begitu cepatnya penyebaran dan langkah yang diambil
manusia bisa menjangkau lingkup yang amat luas dan tidak terbatas dengan hitungan detik.
Maka gelombang industri 4.0 mampu mengubah berberapa hal dalam pendidikan diantaranya,
On Demand munculnya jasa-jasa pendidikan dan keterampilan, aplikasi-aplikasi yang mobile
dan responsif, layanan konten tanpa batas. Pembalajaran di era teknologi mampu merubah cara
pandang hidup dan mampu membawa kita pada interaksi dunia yang positif dan bahkan juga
negatif (Rahmawati, 2018).

Apabila teknologi mampu memberikan hal secara instan yang diinginkan oleh manusia tentu
juga dapat menghargai peran guru sebagai pusat belajar dalam menuntut ilmu. Maka dengan
fenomena tersebut seharusnya masyarakat atau peserta didik harus lebih di tingkatkan dalam
spritualitas melalui habituasi sehingga mampu menghantarkan pada karakter baik.

Era digital mempunyai dampak positif dan negatif, sebagai orang dewasa harus membimbing,
mengarahkan dan mengawasi agar anak lebih dominan mengambil manfaat positif dari
teknologi ini. dampak positif teknologi digital ini mempermudah kita di dalam sarana
penyampaian informasi, mempermudah akses terhadap informasi baru, media sosial,
mempermudah komunikasi dan lain-lain. Sedangkan dampak negatif era digital yaitu akses
video yang berbau pornografi, mendapatkan informasi yang belum tentu benar keadannya dan
lain-lain. Untuk itu harus ada pengawasan yang ketat kepada anak saat menggunakan gadget.

Pendidikan Karakter di Era Digital

Menerapkan pendidikan karakter pada era digital ini sangatlah penting, agar generasi penerus
bangsa mempunyai moral yang baik. Generasi penerus mencerminkan kualitas bangsa. Apabila
generasi penerusnya baik dalam kognitif dan moral maka baik pula suatu bangsa tersebut.
Untuk itu peran keluarga, sekolah dan masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk
menciptakan generasi yang bermoral dan berakhlak baik.

136
DAFTAR PUSTAKA

ALA Digital Literacy Taskforce, 2011. http://connect.ala.org/files/ 94226/what%20


is%20digilit%20%282%29.pdf

Altbach, P. G. (1993) ‘The dilemma of change in Indian higher education’, Higher Education.
Springer, 26(1), pp. 3–20.

Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education). Bandung: Penerbit
Alfabeta.

APJII (2016). Infografis Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet di Indonesia Survey 2016.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.

Arabasz, P., & Baker, M. B. (2003). Evolving campus support models for e-learning courses.
Educause Center for Applied Research Bulletin, 1–9.

Barton, David& Lee, Carmen. 2013. “Language Online: Investigating Digital Texts and
Practices”. Oxford: Routledge.

Buckingham, David. (2006). “Defining Digital Literacy: What do young people need to know
about digital media?”. Digital Kompetanse.” 4-2006. 1. 263-276.

Darmiyati, Z. (2009) Pendidikan Karkater: Grand Design dan Nilai-nilai Target. Cet. III.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Kesuma A, D. (2009) Pendidikan Karakter di Zaman Keblinger. Surakarta.

137
PENDIDIKAN DI ERA GLOBALISASI

Oleh: Silvi Nuraeni

A. Era Globalisasi
Istilah era globalisasi terdiri dari dua kata, yaitu era dan globalisasi. Era berarti tarikh masa,
zaman; sedangkan globalisasi berarti proses mengglobal, proses membulat, proses mendunia.
Dengan demikian era globalisasi yang kadang juga disebut era mondialisasi itu berarti zaman
yang di dalamnya terjadi proses mendunia. Wuryan dan Syaifullah (2009: 141) menjelaskan
bahwa Secara etimologis globalisasi berasal dari kata “globe” yang berarti bola dunia
sedangkan akhiran sasi mengandung makna sebuah “proses” atau keadaan yang sedang
berjalan atau terjadi saat ini. Jadi secara etimologis, globalisasi mengandung pengertian sebuah
proses mendunia yang tengah terjadi saat ini menyangkut berbagai bidang dan aspek kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara-negara di dunia. Menurut Barker (2004) adalah globalisasi
merupakan koneksi global ekonomi, sosial, budaya dan politik yang semakin mengarah ke
berbagai arah di seluruh penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita. Produksi global
atas produk lokal dan lokalisasi produk global. Disisi lain Anthony G. McGrew (1992)
menjelaskan bahwa globalisasi adalah proses dimana berbagai peristiwa, keputusan dan
kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai
individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain.

Berdasarkan paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa globalisasi merupakan proses
penyebarab kebiasaan-kebiasaan yang mendunia, yang pada prinsipnya mengacu pada
perkembangan yang cepat di dalam teknologi komunikasi dan informasi yang
bisamenghubungkan tempat-tempat yang jauh menjadi dekat dan dapat membawa pengaruh
terhadap pergesekan nilai atau pertukaran budayabaik disengaja maupun tidak yang dapat
memberikan pengaruh kepada sikap dan perilaku manusia dalam suatu bangsa.

Ada pun wujud proses globalisasi sesungguhnya dapat di amati melalui gejala-gejala seperti
terjadinya peredaran ketegangan dunia pada dirinya adalah hasil dari globalisasi. Hal inihanya
dapat dipahami dalam kaitannya dengan kenyataan ini.Dahsyatnya arus informasi akibat
kemajuan teknologi informasiternyata tidak dapat dibendung oleh dinding-dinding penghalang
yang dibangun untuk mencegah masuknya pengaruh dari luar. Contohkonkretnya:

1. Negara-negara komunis tidak dapat menutup mata atas adanyakenikmatan hidup hasil
kemajuan ekonomi yang dicapai olehnegara-negara Barat

138
2. Ketika sistem komunis tumbang di suatu negara komunis, makanegara komunis yang lain
tidak mampu mencegah masuknyainformasi tentang tumbangnya sistem komunis tersebut.

3. Intensifnya kampanye tentang penegakan hak-hak asasi manusiayang dilakukan oleh negara-
negara barat terhadap negara-negara komunis juga dengan memanfaatkan dahsyatnya arus
informasi ternyata telah menumbuhkan kerinduan akan kebebasan,demokrasi, dan lain-
lainnya, dan sekaligus telah berhasil memacu perubahan politik di negara-negara komunis.

Proses globalisasi terjadi karena beberapa faktor penyebab. Mengacu pada pengertian
globalisasi di atas, adapun beberapa faktor penyebab globalisasi adalah sebagai berikut:

1. Munculnya Teknologi Dan Informasi

Semakin lama teknologi dan informasi semakin berkembang.Mobilisasi masyarakat dunia juga
semakin berkembang dan lebihkompleks. Hal inilah yang memicu globalisasi terjadi karena
pergerakanperdagangan dan keuangan bisa semakin mudah di lakukan.

2. Kerja Sama Dari Berbagai Negara Semakin Mudah

Karena kemajuan teknologi dan informasi di berbagai negaramembuat kerja sama semakin
mudah dilakukan. Sektor ekonomisemakin meningkat dan mudah mendapatkan produk
darimancanegara.

3. Kemudahan Transportasi

Karena teknologi semakin berkembang, maka transportasi jugaberkembang. Setiap negara bisa
mengirimkan prodaknya denganmudah dengan teknologi transportasi saat ini.

4. Ekonomi Terbuka

Era globalisasi membuat ekonomi menjadi terbuka. Perdaganganglobal mudah di terima yang
menyebabkan unsur budaya di tempat lainjuga ikut masuk. Transaksi keuangan juga semakin
kompleks danmenjadi lebih besar dari negara satu ke negara lain.

5. Unsur Budaya

Era globalisasi bisa terjadi ketika negara tersebut bisa menerima unsur budaya dari negara lain.
Sehingga, kegiatan ekonomi dan keuangan bisa berjalan sesuai dengan target yang ditentukan.

Globalisasi dapat membawa dampak baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif.
Untuk jelasnya ada baiknya diberikan contohnya masing-masing: Pertama, Dampak Positif.
yaitu pertama, hanya dengan satu medium saja berjuta-juta manusiadapat menyaksikan
139
pertandingan yang bergengsi lewat layar televisi,dan kedua, bahwa globalisasi telah membawa
dampak terciptanya satu masyarakat yang meliputi seluruh umat manusia telah tampak adanya
dampak positif dari globalisasi. Di samping itu, dalam kadarnya yang lebih mendalam, dapat
disebutkan pula bahwa terciptanya kehidupanbersama yang meliputi seluruh umat manusia
pada dirinya akan memungkinkan keterbukaan, penghargaan, dan penghormatan satuterhadap
yang lain: orang yang satu terhadap orang yang lain, sukubangsa yang satu terhadap suku
bangsa yang lain, bangsa yang satu terhadap bangsa yang lain. Pada gilirannya keadaan yang
demikiandapat menjadi landasan bahwa kemanusiaan manusia semakin dijunjung tinggi.
Dampak positif lainnya agaknya dapat disebut yaitu bahwa globalisasi dapat memungkinkan
terjadinya perubahan besar pada pola hidup manusia, misalnya pada cara kerja manusia:
manusia akan semakin aktif dalam memanfaatkan, menanam, dan memperdalamkapasitas
individunya manusia semakin ingin menampilkan nilai-nilai manusiawi dan jati diri
budayanya.

Kedua, Dampak negatif. Dampak negatif dari globalisasi diantaranya adalah sebagai berikut.
Globalisasi, proses mendunia yangdimungkinkan oleh teknologi informasi yang canggih,
dapatmenyebabkan merembesnya budaya dari negara maju (yang adalahpemasok informasi)
ke negara berkembang. Perembesan budaya tersebut tidak mustahil dapat menyebabkan
ketergantungan budaya negara berkembang pada negara maju. Di samping itu, globalisasi
informasi itu sendiri dapat menyebabkan pemerkosaan danim perialisme budaya negara maju
atas negara berkembang (dalam halini negara yang lebih lamban dalam perkembangan
modernisasinya).

Hal sedemikian hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan kenyataan bahwa perbedaan
laju perkembangan dalam modernisasiakan menyebabkan terjadinya pemaksaan budaya oleh
masyarakat yangsatu; masyarakat di negara maju, atas masyarakat yang lain, masyarakatdi
negara berkembang. Akhirnya perlu dikatakan bahwa walaupun globalisasi tidak dapat
disamakan begitu saja dengan westernisasi namun globalisasi sesungguhnya mungkin dapat
menyebabkan terjadinya masyarakat yang individualistis dan yang tidak agamawi.Sehubungan
dengan itu, agaknya perlu disimak tulisan-tulisan parafuturolog yang secara tidak langsung
mengingatkan kita bahwa orang zaman ini, jadi orang modern itu, akan mengalami kekosongan
spiritual yang hebat. Orang modern pasti akan mencari kompensasi untuk mengisi kekosongan
seperti itu, yang tidak jarang dicarinya secara serampangan.

140
Akhirnya perlu ditegaskan bahwa proses globalisasi sesungguhnya berjalan terus. Dewasa ini
orang belum mengetahui secara pasti bagaimana jalannya dan bagaimana nantinya.
Sehubungan dengan hal ini dalam konteks Indonesia agaknya perlu digaris bawahi dua hal.

Pertama, bahwa Indonesia pada hakikatnya telah berdiri diambang pintu proses globalisasi.
Oleh karena itu, menurut parateknolog Indonesia tidak dapat menghindari kemajuan teknologi
komunikasi dan teknologi informasi. Pendapat sedemikian dapat dimengerti, mengingat tidak
ada seorang pun yang dapat luput dari proses globalisasi itu.

Kedua, bahwa karena itu bangsa Indonesia tidak bisa tidak harus terlibat dalam proses
globalisasi itu dengan cara memanfaatkan dan melaju di dalamnya agar dapat menikmatinya.
Bila tidak demikian, ia akan tertinggal atau bahkan akan terhempas dari proses globalisasi,
sehingga proses globalisasi tidak hanya membawa manfaat melainkan juga akan
menghancurkannya.

B. Pemanfaatan TIK dalam Pendidikan

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) meliputi dua aspek,yaitu aspek Teknologi
Informasi dan aspek Teknologi Komunikasi.Perbedaan Teknologi Informasi (TI) dan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) secara sederhana dikatakan Elston (2007), yaitu
“ITas the technology used to managed information and ICT as the technologyused to manage
information and aid communication.”

Menurut Bambang Warsita (2008:135) teknologi informasi adalah sarana dan prasarana
(hardware, software,dan useware) sistem dan metode untuk memperoleh, mengirimkan,
mengolah, menafsirkan,menyimpan, mengorganisasikan, dan menggunakan data secara
bermakna. Hal yang sama juga di ungkapkan oleh Lantip dan Rianto(2011:4) teknologi
informasi diartikan sebagai ilmu pengetahuan dalambidang informasi yang berbasis komputer
dan perkembanganya sangat pesat. Hamzah B. Uno dan Nina Lamatenggo (2011:57) juga
mengemukakan teknologi informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah
data. Pengolahan itu termasuk memproses,mendapatkan, menyusun, menyimpan,
memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu
informasi yang relevan, akurat, dan tepat waktu.

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa teknologi informasi adalah suatu
teknologi berupa (hardware, software,useware) yang digunakan untuk memperoleh,

141
mengirimkan, mengolah,menafsirkan, menyimpan, mengorganisasikan, dan menggunakan
datasecara bermakna untuk memperoleh informasi yang berkualitas.

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) secara umum adalah semua teknologi yang berhubungan dengan
pengambilan, pengumpulan (akuisisi), pengolahan, penyimpanan, penyebaran dan penyajian
informasi.

Pengertian TIK yang merupakan gabungan dari dua konsep yaitu Information Technology dan
Communication Technology, di rumuskanoleh (Moore, 2003: 7), yaitu: Information
technology is the term used todescribe the items of equipment (hardware) and computer
program(software) that allow us to access, store, organize, manipulate, andpresent information
by electronic means. Communication technology isterm used to describe telecommunication
equipment, through which information can be sought and accessed.

Pendapat di atas menjelaskan bahwa teknologi informasi adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan item peralatan (perangkat keras) dan program komputer (perangkat lunak)
yang memungkinkan kita untuk mengakses, menyimpan, mengatur,memanipulasi, dan
menyajikan informasi dengan cara elektronik.Teknologi komunikasi adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan peralatan telekomunikasi, yang melaluinya informasi dapat
dicari dan diakses.

Terdapat 6 peranan TIK dalam bidang pendidikan, antara lain:

1. TIK sebagai skill dan kompetensi

2. TIK sebagai infratruktur pembelajaran

3. TIK sebagai sumber bahan belajar

4. TIK sebagai alat bantu dan fasilitas pembelajaran

5. TIK sebagai pendukung manajemen pembelajaran

6. TIK sebagai sistem pendukung keputusan

Adapun Manfaat TIK bagi dunia Pendidikan, diantaranya:

1. Berbagai hasil penelitian menunjukkan dengan adanya TIK penelitian yang dilakukan
seseorang dapat dimanfaatkan dandiketahui orang lain,ini juga akan mencegah terjadinya
penelitianyang serupa.

142
2. Konsultasi dengan Pakar . Internet juga banyak dimanfaatkan untukberkonsultasidengan
pakar yang berada ditempat lain

3. Perpustakaan Online. Perpustakaan Online adalah perpustakaan dalam bentuk digital yang
ditempatkan di Internet. Pelajar atau mahasiswa dapat mengakses sumber- sumber ilmu dengan
cara mudah tanpa dibatasi jarak dan waktu.

C. Masyarakat Masa Depan

Masyarakat masa depan adalah masyarakat yang memiliki ciri globalisasi, kemajuan IPTEK
dan kesempatan menerima arus informasi yang padat dan cepat. Masyarakat masa depan
dengan ciri globalisasi, kemajuan iptek dan kesempatan menerima arus informasi yang
padat,cepat dan sebagainya, tentulah memerlukan warga yang mau dan mampu menghadapi
segala permasalahan, serta siap menyesuaikan diridengan situasi baru tersebut. Pendidikan
berkewajiban mempersiapkangenerasi baru yang sanggup menghadapi tantangan zaman baru

Pemahaman tentang keadaan masyarakat masa depan tersebut akan sangat penting sebagai latar
kebijakan dan upaya pendidikan masa kini dan masa yang akan datang. Kajian masyarakat
masa depan itu semakin penting jika diingat bahwa pendidikan selalu berupaya menyiapkan
peserta didik yang memiliki peran di masa yang akan datang. Dengan demikian, pendidikan
seharusnya selalu mengantisipasi keadaan masyarakat masa depan.

1. Kecenderungan Globalisasi

Gelombang globalisasi sedang menerpa seluruh aspek kehidupan dan penghidupan manusia,
menyusup ke dalam seluruh unsur kebudayaan dengan dampak yang berbeda-beda. Menurut
Emil Salim terdapat empat bidang kekuatan gelombang globalisasi yang paling kuat dan
menonjol daya dobraknya, yakni bidang IPTEK, ekonomi, lingkungan hidup, dan pendidikan.

a. Bidang Iptek yang mengalami perkembangan semakin dipercepat,utamanya penggunaan


berbagai teknologi canggih seperti komputer dan satelit.

b. Bidang ekonomi yang mengarah ke ekonomi regional dan atau ekonomi global tanpa
mengenal batas-batas negara.

c. Bidang lingkungan hidup telah menjadi bahan pembicaraan dalam berbagai peremuan
tingkat Internasional.

143
2. Perkembangan IPTEK

Perkembangan iptek yang semakin cepat dalam era globalisasi merupakan salah satu ciri utama
dari masyarakat masa depan.Percepatan perkembangan iptek tersebut terkait dengan landasan
ontologis, epistemologis, dan aksiologis.

3. Perkembangan Arus Komunikasi yang Semakin Padat dan Cepat

Kemajuan teknologi telah mendorong perubahan masyarakat dari masyarakat industri ke


masyarakat informasi. Dan di indonesia terjadi perubahan yang serentak dari masyarakat
pertanian ke masyarakat industri dan masyarakat informasi.

Perkembangan komunikasi dengan arus informasi yang semakin padat dan akan dipercepat di
masa depan, mencakup keseluruhan unsur-unsur dalam proses komunikasi tersebut. Sumber
pesan mencakup keseluruhan unsur-unsur kebudayaan, mulai dari sistem dan upacara
keagamaan sampai dengan, bahkan terutama sistem teknologi dan peralatan.

4. Peningkatan Layanan Profesional

Salah satu ciri penting masyarakat masa depan adalah meningkatnya kebutuhan layanan
profesional dalam bidang kehidupan manusia. Karena perkembangan iptek yang makin cepat
serta perkembangan arus informasi yang semakin padat dan cepat, maka anggota masyarakat
masa depan semakin luas wawasan dan pengetahuannya serta daya kritis yang semakin tinggi.

Oleh karena itu, manusia masa depan tersebut makin menuntutsuatu kualitas hidup yang lebih
baik, termasuk berbagai layanan yangdibutuhkannya. Layanan diberikan oleh pemangku
profesi tertentu, atau layanan profesional, akan semakin penting untuk kebutuhan masyarakat
tertentu.

D. Upaya Pendidikan dalam Menghadapi Globalisasi

Pendidikan merupakan hak asasi setiap manusia, yang telah diakui dalam UUD 1945 Pasal 31
ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan.
Pendidikan merupakan serangkaian proses pemberdayaan potensi dan kompetensiuntuk
menjadi manusia yang berkualitas dan berlangsung sepanjang hayat. Mulai dari kandungan
sampai beranjak dewasa kemudian tua,manusia mengalami proses pendidikan yang didapatkan
dari orang tua,masyarakat, sekolah maupun lingkungannya. Pendidikan bagaikancahaya
penerang yang berusaha menuntun manusia dalam menentukan arah, tujuan, dan makna
kehidupan ini. Manusia sangat membutuhkan pendidikan melalui proses penyadaran yang

144
berusaha menggali dan mengembangkan potensi dirinya. Proses yang dilakukan ini tidak hanya
sekedar untuk mempersiapkan manusia agar dapat menggali,menemukan, menempa potensi
yang dimiliki, namun juga untuk mengembangkannya dengan tidak menghilangkan
karakteristik masing-masing.

Untuk menghadapi tantangan masa depan, dengan perkembangan globalisasi, IPTEK, arus
informasi yang cepat dan layanan professional,maka diperlukan pembaharuan pendidikan yang
dilakukan secara sistemik dan sistematik, yaitu pendidikan yang dirancang secara teratur
melalui perencanaan yang bertahap dan menyeluruh mulai dari lapisan sistem pendidikan
nasional, lembaga pendidikan sampai lapis individual. Pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya merupakan kunci keberhasilan bangsa dan Negara Indonesia dalam menghadapi
masa depan. Oleh sebab itu perlu dikaji; tuntutan bagi manusia masadepan dan upaya
mengantisipasi masa depan.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam menghadapi era globalisasi, diantaranya:

1. Meningkatkan Kualitas Pendidik

Mengingat bahwa dalam era global, pendidikan nasional harus pula memperhatikan
perkembangan yang terjadi secara internasional,maka kajian kompetensi guru sebagai unsur
pokok dalam penyelenggaraan pendidikan formal, perlu pula mempertimbangkan bagaimana
kompetensi guru di bina dan di kembangkan pada beberapa negara lain.

Departemen Pendidikan dan Latihan Australia Barat (Departmentof Education and Training,
Western Australia) menentukan kerangka kompetensi untuk guru dengan menerbitkan
Compentncy FrameworkFor Teachers. Standar kompetensi guru ditentukan dalam tiga fase
yang merupakan suatu kontinu dalam praktek pembelajaran. Fase tersebut bukan merupakan
sesuatu yang dinamik dan bukan merupakan suatu bentuk penjenjangan atau lama waktu
bertugas.Misalnya seorang guru yang baru bertugas, mampu menunjukkan kompetensinya
dalam bebarapa indikator dalam setiap fase.Berdasarkan hal itu guru tersebut dapat
menentukan sendiri kompetensi apa yang belum dikuasai, baik pada fase pertama, kedua
maupun ketiga, dan kemudian berusaha untuk dapat melaksanakan kompetensi dengan
berbagai cara yang dimungkinkan.

Masing-masing negara bagian di Amerika Serikat mempunyai ketentuan dalam memberikan


lisensi kepada guru baru. Sedangkan untuk guru berpengalaman diterbitkan panduan oleh
National Board forProfessional Teaching Standards. Panduan ini sifatnya sukarela, tidakada

145
keharusan bagi negara bagian untuk menggunakan dalam memberikan pengakuan atas
kompetensi guru. Panduan tersebut diterbitkan dengan judul What Teachers Should Know and
Be Able to Do (apa yang perlu dipahami dan mampu dilaksanakan oleh guru).Proposisi inti
tentang kompetensi guru meliputi: (1) Guru mempunyai komitmen terhadap siswa dan belajar
mereka; (2) Guru menguasai materi yang pelajaran dan cara mengajarnya; (3) Guru
bertanggungjawab dalam mengelola dan memonitor belajar siswa; (4) Guru berpikir secara
sistematik mengenai tugasnya dan belajar dari pengalamannya;dan (5) Guru menjadi anggota
dari masyarakat belajar.

2. Pembentukan / perubahan sikap atau nilai

Untuk mengantisipasi masa depan yang bersifat global dan arusinformasi yang cepat, maka
tugas pendidik yang utama adalahpembentukan nilai dan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai
luhur yang mendasari kepribadian Indonesia. Pembentukan nilai dan sikap dalamdiri seseorang
dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti pembiasaan, keteladanan dan sebagainya.
Pembentukan harus dilakuakan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat
secarabersama dan bertanggung jawab.

3. Pengembangan kebudayaan

Saling pengaruh dalam pengembangan kebudayaan diduniamerupakan hal yang lumrah,


namun pengembangan budaya tersebutharus dapat melestarikan nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia sebagaiketahanan budaya yang menjadi acuan pokok dalam memilih dan memilah
segala pengaruh yang datang dari luar agar tidak terjadi krisisidentitas bangsa Indonesia.

4. Pengembangan sarana pendidikan

Pengembangan sarana pendidikan merupakan salah satu prasyarat utama untuk memperoleh
kesempatan menghadapi tantanganmasa depan. Pengembangan sarana pendidikan dalam
rangka mengatasiberbagai permasalahan pendidikan telah dilakukan sejak 25 tahun yang lalu
khususnya dalam mengatasi masalah pemerataan pendidikan danakan terus dilanjutkan.

146
DAFTAR PUSTAKA

DR. Rahmat Hidayat ,MA dan DR. Abdillah, S.Ag, M.Pd. ILMU PENDIDIKAN
"KONSEP, TEORI DAN APLIKASINYA" . 2019. Lembaga Peduli Pengembangan
Pendidikan Indonesia ( LPPPI).

147
PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN SEBAGAI MANUSIA
YANG HANDAL DEFINISI PENDIDIKAN

Oleh: Sit Paroh Astiasari

Menurut pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem
Pendidikan Nasional,pendidikan di artikan sebagai berikut “Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan,pengendalian diri,kepribadian,kecerdasan,akhlak mulia,serta keterampilan yang di
perlukan dirinya,masyarakat,bangsa dan Negara”.Berdasarkan UU tersebut terlihat jelas bahwa
tujuan pendidikan nasional tidak hanya untuk mencerdaskan anak secara intelektual saja ,tetapi
mengembangkan kepribadian mereka secara utuh.Tantangan kehidupan global sekarang ini
,justru membutuhkan anak-anak,generasi muda yang memiliki
kepribadian,kemandirian,kreativitas,dan semangat untuk melakukan adaptasi dan perubahan
kehidupan,bukan sekedar generas mud yang menguasai pengetahuan teknikal,tetapi lemah
kepribadiannya.Hal penting bagi praktik pendidikan dalam menghadapi tantangangan
kehidupan modern dan global terebut adalah di butuhkannya landasan paradigma pendidikan
yang bersifat transformasional,pendidikan yang membangun perubahan pada diri anak,seluruh
aspek kehidupan dirinya,perasaan,emsi,pikiran,nilai-nilai,dan kepribadiannya yang mendrng
untuk perbaikan kehidupan (Shodiq A Kuntoro,2011:1-2).

Sementara itu menurut Carter V.Good dalam Ahmadi (2014:32-33).Pendidikan di artikan


sebagai (a)seni, praktik,atau profesi sebagai pengajar (pengajaran),dan (b) ilmu yang sistematis
atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan metode-metode
mengajar,pengawasan,dan bimbingan murid;dalam arti luas di gantikan dengan istilah
pendidikan. Selanjutnya,Carter menyatakan bahwa pendidikan adalah (a) proses
perkembangan pribadi, (b) social process, (c) professional cource, dan (d) seni untuk membuat
dan memahami ilmu pengetahuan yang tersusun dan di warisi atau di kembangkan masa
lampau oleh tiap generasi bangsa.

Pendidikan sebagai seni artinya pendidikan harus berlangsung sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhan masing-masing individu (peserta didik). Sementara individu yang satu dengan yang
lain memiliki karakteristik yang berbeda.Disinilah seorang pendidik harus mampu menghadapi
setiap peserta didik dengan cara-cara tertentu sehingga seluruh pesert didik dapat belajar secara
efektif. Pendidikan sebagai praktik di maksudkan untuk mengukur kemampuan dan

148
mengembangkan potensi peserta didik masing-masing serta mengantarkannya menjadi
mandiri. Dalam hal ini,peserta didik harus lebih aktif,karena pada dasarnya mereka yang
belajar dan guru berperan sebagai fasilitator.

Pendidikan sebagai profesi artinya tugas atau pekerjaan mendidik masyarakat yang di
milikinya keahlian atau disiplin ilmu spesifik. Guru yang professional adalah guru yang
mengajar sesuai dengan disiplin ilmu yang di milikinya. Pendidikan sebagai proses
pengembangan pribadi artinya pendidikan di maksudkan untuk mengembangkan pribadi
peserta didik menjadi seseorang yang dewasa secara psikologis.

TUJUAN PENDIDIKAN

Setiap bangsa dan Negara pasti menyelenggarakan system pendidikan yang bisa saja terjadi
keberagaman dalam penyelenggaraannya. Pendidikan yang berposes dalam latar belakang
yang berbeda akan memiliki tujuan yang berbeda pula. UNESCO dalam agendanya
menyatakan bahwa tujuan di laksanakannya pendidikan adalah untuk semua tujuan. Ada enam
tujuan pendidikan yang di sepakati secara internasional di bawah UNESCO dengan sasaran
terpenuhinya kebutuhan belajar semua anak ,remaja,dan orang dewasa. Keenam tujuan tersebut
antara lain:

1. Memperluas dan meningkatkan perawatan pendidikan anak usia dini yang


komprehensif,terutama bagi anak-anak yang paling rentan dan kurang beruntung.

2. Memastikan bahwa menjelang tahun 2015,semua anak khususnya anak perempuan,anak


dalam keadaan sulit dan mereka yang termasuk etnik minoritas,memiliki akses ke pendidikan
dasar lengkap,gratis,dan wajib dengan kualitas yang baik.

3. Memastikan kebutuhan belajar semua anak muda dan orang dewasa terpenuhi melalui
akses yang adil terhadap pembelajaran yang tepat dan program keterampilan hidup.

4. Mencapai 50 persen perbaikan dalam tingkat keaksaraan dewasa menjelang tahun 2015
terutama bagi perempuan,dan akses yang adil pada pendidikan dasar dan berkelanjutan bagi
semua orang dewasa.

5. Menghapus disparitas gender dalam pendidikan dasar dan menengah pada 2005 dan
mencapai kesetaraan gender dalam pendidikan pada 2015 dengan fokus jaminan bagi
perempuan atas akses penuh dan sama pada prestasi dalam pendidikan dasar dengan kualitas
baik.

149
6. Menigkatkan semua aspek kualitas pendidikan dan memastikan keunggulan semua
sehingga hasil pembelajaran yang di akui dn terukur di capai oleh semua,terutama dalam
keaksaraan,berhitung,dan keterampilan hidup yang penting.

Menurut Pasal 3 UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, pendidikan


nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa,berakhlak mulia,sehat,berilmu,cakap,kreatif,mandiri,dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Jadi dalam pasal tersebut terdapat dua
aspek,yakni: sebagai kegiatan sosial-kolektif agar pendidikan bisa di tujukan pada perwujudan
nilai social,dan realisasi diri atau keinginan individu guna mengembangkan potensi diri guna
mencapai kehidupan yang lebih baik bagi diri dan sesamanya(Darmawan,2011).

KUALITAS PENDIDIKAN

Salah satu teori tentang kualitas yang dapat di aplikasikan dalam dunia pendidikan adalah Teori
Total Quality Management (TQM). Teori ini menjelaskan bahwa mutu sekolah dapat di lihat
dari tiga kemampuan, yaitu kemampuan akademik, kemampuan sosial, dan kemampuan moral.
Menurut teori ini, mutu sekolah di tentukan oleh tiga variable, yakni kultur sekolah, proses
belajar mengajar dan realitas sekolah.Kultur sekolah merupakan nilai-nilai, kebiasaan-
kebiasaan, upacara-upacara,slogan-slogan, dan berbagai perilaku yang telah lama terbentuk di
sekolah dan di teruskan dari satu angkatan ke angkatan berikutnya baik secara sadar maupun
tidak. Kultur yang kondusif bagi peningkatan mutu akan mendorong perilaku warga sekolah
ke arah peningkatan mutu sekolah.

Kultur sekolah di pengaruhi dua variabel, yakni variabel eksternal dan internal. Pengaruh
eksternal dapat berupa peraturan perundang-undangan dari pemerintah ,perkembangan
teknologi,media massa,lingkungan,dan sebagainya. Kondisi internal adalah keadaan dan
kondisi factual yang ada di sekolah meliputi peraturan yang di tetapkan di sekolah,sarana dan
prasarana,interaksi antar warga sekolah,dan sebagainya. Sekolah yang memiliki peraturan yang
di terima dan di laksanakan oleh warga sekolah akan memiliki dampak terhadap mutu sekolah
yang bersangkutan.

Kualitas kurikulum dan proses belajar mengajar merupakan variabel ketiga yang
mempengaruhi mutu sekolah. Variabel ini merupakan variabel yang paling dekat dan paling
menentukan mutu lulusan.Kualitas kurikulum dan PBM memiliki hubungan timbal balik

150
dengan realitas sekolah. Faktor internal adalah aspek kelembagaan dari sekolah seperti struktur
organisasi,bagaimana pemilihan kepala sekolah,dan pengangkatan guru. Faktor internal ini
akan mempengaruhi pandangan dan pengalaman sekolah. Selain itu,pandangan dan
pengalaman sekolah juga akan di pengaruhi oleh factor eksternal.

Selain itu Memberikan pelayanan secara memuaskan kepada pelanggan adalah salah satu asas
dalam Total Quality Management.Dalam konteks pendidikan kepuasan pelanggan khususnya
siswa menjadi satu hal yang menjadi titik tekan utama dalam sebuah lembaga
pendidikan,dalam arti keberhasilan sekolah Indonesia selama ini selalu di lihat dari prestasi
akademik siswa dan output siswanya terutama nilai akhir ujian sekolah. Dengan demikian
upaya sekolah untuk memberikan pelayanan dan mencapai kepuasan siswa siswinya menjadi
satu hal yang penting selain berupaya untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan
pendidikan lainnya.

Ada beberapa prinsip yang harus di gunakan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan
pendidikan,di antaranya sebagai berikut:

a) Self Awareness dan Self Esteem, yaitu menanamkan kesadaran diri bahwa melayani
adalah tugasnys dan melaksanakannya dengan menjaga martabat diri dan pihak lain
yang di layani. Hal ini di wujudkan dengan upaya kontinu sekolah dalam memberikan
pembinaan kepada guru ataupun karyawan dalam hal menumbuhkan kesadaran diri dan
membangun komitmen mutu dalam menjalankan setiap aktivitasnya di sekolah.
b) Keterjaminan (assurance),artinya sekolah mampu menjamin kualitas layanan yang di
berikan,seperti halnya sekolah memberikan jaminan akan kualitas kompetensi guru dan
karyawan serta kualitas lulusan.
c) Emphaty, yaitu mengetengahkan empati dan melayani pelanggan dengan penuh
kegairahan.
d) Tangible (penampilan),artinya situasi sekolah selalu tampak baik dan layak di gunakan
dalam proses pendidikan,contohnya seperti memberikan pelayanan,dimana aspek
kebersihan, kerapian, dan keindahan sekolah selalu di perhatikan untuk mendukung
kegiatan proses pendidikan.
e) Responsiveness(ketanggapan),artinya bahwa sekolah harus cepat tanggap terhadap
kebutuhan dan aspirasi pelanggan. Tanggap terhadap kebutuhan pelanggan juga menjadi
satu hal yang menjadi perhatian disekolah,melalui berbagai media khususnya lewat

151
media humas sekolah yang berupaya untuk menampung aspirasi dan tuntutan yang di
ajukan pelanggan.
f) Reform,yaitu berusaha untuk selalu memperbaiki secara kontinu disekolah dalam
meningkatkan kualitas layanan untuk siswa maupun perangkat lainnya.
g) Empowenmwntand evaluation yaitu memberdayakan diri secara terarah dan selalu
mengevaluasi setiap tindakan yang di lakukan,contohnya seperti berupaya untuk
meningkatkan kualitas dan etos kerja sesuai dengan job description yang telah di buat
dan selalu mengadakan evaluasi program secara kontinu dengan tujuan mengevaluasi
program baik yang sudah berjalan maupun belum berjalan dan kemudian selanjutnya
menentukan tindak lanjut atau langkah kontinu dalam memperbaiki program atau
meningkatkan kualitas layanannya.

Teori kedua yang dapat di adopsi adalah Teori Organizing Business for Excelency yang di
kembangkan oleh Andrew Tani (2004). Teori ini menekankan pada keberadaan system
organisasi yang mampu merumuskan dengan jelas visi,misi dan strategi untuk mencapai tujuan
yang optimal. Teori ini menjelaskan bahwa peningkatan mutu sekolah berawal dari di
rumuskannya visi sekolah. Dalam rumusan visi ini terkandung mutu sekolah yang di harapkan
di masa mendatang. Visi sebagai gambaran masa depan dapat di jabarkan dalam wujud yang
lebih konkret dalam bentuk misi, yaitu suatu pertanyaan tentang apa yang akan di lakukan
untuk bisa mewujudkan gambraran masa depan menjadi realitas.Konsep misi mengandung dua
aspek, yaitu aspek abstrak dan aspek konkret. Misi mengandung aspek abstrak dalam bentuk
perlunya kepemimpinan. Kepemimpinan adalah sesuatu yang tidak tampak. Kepemimpinan
yang hidup di sekolah akan melahirkan kultur sekolah. Bagaimana bentuk dan sifat kultur
sekolah sangat di pengaruhi oleh kepemimpinan di sekolah. Jadi kepemimpinan dan kultur
sekolah merupakan sisi abstrak dari konsep misi (Zamroni,2007).

Peningkatan mutu Pendidikan dapat juga di lakukan melalui Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS). MBS di pandang sebagai alternative dari pola umum pengoperasian sekolah yang
selama ini memusatkan wewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk
meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan dari
pusat dan daerah ke tingkat sekolah . Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan system
manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang
penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian
lebih besar kepada kepal sekolah,guru,murid dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah
mereka (Depdiknas,2003).

152
Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pengambilan keputusan tertentu mengenai anggaran,
kepegawaian,dan kurikulum di tempatkan di tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah
apalagi pusat. Melalui keterlibatan guru,orang tua dan anggota masyarakat lainnya dalam
keputusan penting, MBS di pandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi
para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah upaya memandirikan sekolah
dengan memberdayakannya. Para pendukung MBS berpendapat bahwa prestasi belajar murid
mungkin lebih meningkat jika manajemen pendidikan di pusatkan di sekolah ketimbang di
tingkat daerah.

Berdasarkan MBS maka tugas-tugas manajemen sekolah di tetapkan menurut karakteristik dan
kebutuhan sekolah itu sendiri. Oleh karena itu, sekolah mempunyai otonomi dan tanggung
jawab yang lebih besar atas penggunaan sumber daya sekolah guna memecahkan masalah
sekolah dan menyelenggarakan aktivitas pendidikan yang efektif demi perkembangan jangka
panjang sekolah. Model MBS yang di terapkan di Indonesia adalah Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah(MPMBS). Konsep dasar MPMBS adalah adanya otonomi dan
pengambilan keputusan partisipatif,artinya MPMBS memberikan otonomi yang lebih luas
kepada masing-masing sekolah secara individual dalam menjalankan program sekolahnya dan
dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi.

Sebagai suatu system, MPMBS memiliki komponen-komponen yang saling secara sistematis
satu sama lain, yaitu context,input,process,output,dan outcome (Depdiknas,2003:52). Muara
dari semua kegiatan sekolah adalah mutu hasil belajar siswa. Kemajuan suatu sekolah akan di
lihat dari sejauh mana kualitas hasil belajar siswanya. Oleh karena itu, indikator keberhasilan
pelaksanaan MPMBS di sekolah adalah kualitas kinerja siswa atau kualitas hasil belajar siswa.
Hasil belajar siswa dapat bersifat akademik maaupun non-akademik. Dalam hal ini, sekolah
harus dapat menunjukkan sejauh mana kinerja siswa ini meningkat secara kuantitatif dan
kualitatif seelah program MPMBS di lakukan. Dalam mengukuur keberhasilan kinerja siswa
ini,sekolah hendaknya memiliki indikator-indikator yang jelas,di ketahui oleh semua pihak,dan
dapat di ukur dengan mudah. Selain terdapat keluaran (output),sekolah juga harus memiliki
kriteria keberhasilan yang jelas terhadap dampak (outcome) program-program sekolah sendiri,
lulusannya, dan masyarakat.

153
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Rulam 2014. Pengantar Pendidikan: Asas & Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruz
Media

Madyahardjo. 2012. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindon Persada


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Walker, Melanie & Elaine Unterhaler (eds). 2007. Amartya Sen’s Capability Approach and
Social Justice in Education. New York: Palgrave MacMillan.
Darmawan, Indra. 2011. “Makna Pendidikan Dasar Untuk Semua”.

Darmawan, Indra .2015. “Pendidikan dan Kewirausahaan”. Harian Kedaulatan Rakyat. 2 Juli.
Garis-Garis Besar Haluan Negara.1993. Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Suryadi, Ace. 1999. Pendidikan Investasi SDM, dan Pembangunan. Jakarta: Balai Pustaka.
Haryati, Sri. 2012. “Pengembangan dan Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah dan
Madrasah melalui Proses Akreditasi” Ragam Pengembangan Humaniora” Halaman 199-204.
Zamroni. 2007. Meningkatkan Mutu Sekolah, Teori, Strategi dan Prosedur. Jakarta: PSAP
Muhammadiyah.
Depdiknas,2003. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Buku 1. Konsep Dasar.
Jakarta: Depdiknas.

154
PENDIDIKAN FORMAL

Oleh: Sri Amelia

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang harus dimiliki oleh orang-orang di era
modern seperti ini. Tidak dapat dipungkiri lagi pada dasarnya pendidikan dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup, dengan adanya pendidikan banyak orang yang dapat merasakan
keuntungan atas apa yang mereka dapatkan dari belajar pada sebuah lembaga pendidikan.
Dalam proses mendapatkan pendidikan terbagi dalam 3, yaitu pendidikan formal,informal dan
non formal yang ketiga nya merupakan bagian dari continuing education
dan lifelong education (Shogai Kyoiku), ketiganya tidak dapat terpisahkan dan tidakdapat
berdiri sendiri. Ketiganya saling megisi terutama dalam; memenuhi kebutuhan belajar
sepanang hayat (selama masyarakat itu ada). Masyarakat memeperoleh kemampuan ,
keterampilan dan pemahaman lainnya tidak hanya cukup dengan pendidikan formal saja.
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang di dapatkan oleh masyarakat
melalui sekolah mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah
menegah atas. Dimana pendidikan formal wajib belajar selama 12 tahun dan
mengenal batasan usia di setiap jenjang pendidikannya.. Hal.1

1 Mustofa Kamil . “pendidikan Non Formal Pengembangan melalui PKBM”.Bandung


;Alfabeta. Hal.1

Pendidikan informal merupakan pendidikan yang dilakukan di keluarga dan lingkungan yang
dilakukan secara mandiri oleh orang tua kepada anggota keluarga secara sadar dan bertanggung
jawab.

Pendidikan non formal ialah pendidikan yang yang tidak di peroleh dari
pendidikan informal dan formal, kebanyakan pendidikan non formal ini di berikan kepada anak
anak usia dini seperti Pendidikan Al – Quran di pedesaan, berbagai jenis kursus, bimbingan
belajar dan pendidikan kesetaraan.
Bahkan pendidikan non formal menjadi bagian dalam pembicaraan internasional terutama
berkaitan dengan berbagai kebijakan tetang pendidikan pada era sebelum tahun 1960 dan akhir
tahun 1970-an.

Konsep tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sudah memiliki konsep dan aturan
yang berlaku dalam Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 26
ayat 3 yang berbunyi:

155
Bahwa pendidikan nonformal meliputi pendidikan keckapan hidup, Pendidikan anak usia dini,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, Pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain
yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik .”
Sehingga kegiatan yang di lakukan dalam pendidikan non formal lebih luas cakupannya yang
bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam memanfaatkan pendidikan yang telah
disediakan oleh pemerintah agar masyarakat yang belum memenuhi wajib belajar 12 tahun
dapat melanjutkan pendidikannya. Dalamendidikan nonformal juga menyediakan pelayanan
agar masyarakat mendapatkan
2 Ibid hal 3
3 Moh. Alifuddin, Kebijakan Pendidikan Non Formal, Jakarta Timur,MAGNAScript
Publishing, 2011, hal 46

pendidikan sepanjang hayat yang berarti dalam kegiatan tersebut tidak mengenal
batasan usia, yang dibutuhkan hanya keinginan dan tekad yang kuat dari
masyarakat.
Salah satu lembaga pendidikan nonformal yaitu adalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM). Dengan adanya PKBM di pendididikan nonformal adalah sebagai wadah untuk
masyarakat memperoleh pendidikan dan keterampilan dengan berbagai program yang tersedia
di PKBM. PKBM biasanya di kenal juga dengan sebutan sekolah kesetaraan yang memiliki
program paket A, paket B, paket C dan pelatihan sebagai untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat.
Salah satu PKBM yang terletak di Jakarta adalah PKBM Negeri 23 Kebon Melati yang
tepatnya terletak di Jakarta Pusat, yang berdekatan dengan pusat
perbelanjaan terbesar di Jakarta yaitu pusat grosir tanah abang. didirkiannya PKBM
Negeri 23 Kebon melati di lokasi tersebut bertujuan untuk menarik minat masyarakat
khususnya pelaku bisnis di daerah tanah abang tersebut untuk mengetahui
pentingnya mengenal program pelatihan. Sehingga membuat peneliti melihat berapa
aspek yang dapat di jadikan sebuah pelatihan yaitu adalah memasarkan produk
pakaian sablon melalui penjualan digital di portal E – Commerce.
Perdagangan electronic (E-Commerce) secara garis besar didefinisikan sebagai
cara untuk menjual dan membeli barang – barang (dan jasa), lewat jaringan
terbayangkan internet, tetapi hal ini mencakup berbagai aspek. Sejak awal

156
Perdagangan elektronik mencakup transakasi pembelian serta transfer dana via jaringan
computer. Saat ini perdagangan elektronik telah bertumbuh sehingga
memungkinkan perdagangan dan penjualan komoditas – komoditas baru yang dulutidak,
seperti misalnya iformasi – informasi elektronik, (perangkat lunak computer,
lagu, film, dan sebagainya).
Zaman sekarang pertumbuhan teknologi sudah semakin tinggi dan pesat, hampir
semua orang di ibukota memiliki ponsel pintar (smartphone) yang bisa mengakses
berbagai situs di internet salah satunya ialah situs berbelanja online (E-commerce).
E – Commerce sendiri dibuat untuk memudahkan dalam berbagai hal, salah satunya
ialah kemudahan dalam menjual dan membeli barang – barang ssalah satu contoh
nya ialah Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak. Aplikasi itu merupakan contohperkembangan
teknologi dalam bidang pemasaran barang – barang . kemudahan
yang dirasakan dengan adanya E - commerce yang ada ialah, meminimalisir waktu
untuk berbelanja, memudahkan pemasaran dan promosi barang atau jasa,
memperluas jangkauan calon konsumen dengan pasar yang luas, mempermudah
penyebaran informasi.

157
DAFTAR PUSTAKA

Mustopa Kamil .”Pendidikan Non Formal Pengembangan Melalui PKMB” .Bandung


;Alfabeta.Hal 1 dan 3

Moh.Alifuddin,kebijakan pendidikan non formal, Jakarta Timur, MAGNAScript Publishing,


2011, hal 46

158
FILSAFAT ILMU DALAM PENDIDIKAN

Oleh: Syifa Ihsani Salsabila Subhan

Filsafat ilmu adalah dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat
ilmu.Filsafat ilmu ini memilki cabang-cabnag filsafat dan yang sering kita dengar adalah
Ontologi,Epistemologi,dan Aksiologi. Menyikapi filsafat ilmu ontologi (apa ilmu
itu),epistemologi (bagaimana ilmu itu),dan aksiologi (kemana ilmu itu).Hakekat objek ilmu
(ontologi) terdiri dari objek materi yang terdiri dari jenis-jenis dan sifat-sifat ilmu pengetahuan
dan objek forma yang terdiri dari sudut pandang objek tersebut.Epistemologi atau langkah-
langkah biasanya diawali dengan merumuskan masalah,menyusun kerangka
pikiran,merumuskan hipotesis,dan menarik kesimpulan.Bernilainya ilmu atau tidak tergantung
dari manusia yang memanfaatkanya.Nilasi yang menjadi dasar dasar dalam penilaian baik
buruknya segala sesuatu dapat dinilai dari nilai etika dan estetika

Pada dasarnya manusia sebagai makhluk hidup berpikir dan selalu berusaha untukmengetahui
segala sesuatu, tidak mau menerima begitu saja apa adanya sesuatu itu, selalu ingintahu apa
yang ada dibalik yang dilihat dan diamati. Segala sesuatu yang dilihatnya, dialaminya,dan
gejala yang terjadi di lingkungannya selalu dipertanyakan dan dianalisis atau dikaji. Ada
tigahal yang mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu keheranan, kesangsian, dan kesadaran
atasketerbatasan. Berfilsafat kerap kali didorong untuk mengetahui apa yang telah tahu dan apa
yangbelum tahu, berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah diketahui
dalamkemestaan yang seakan tak terbatas.Filsafat memiliki peranan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Setidaknya adatiga peran utama yang dimiliki yaitu sebagai pendobrak,
pembebas, dan pembimbing.

Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik


potensi fisik potensicipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat
berfungsi dalamperjalanan hidupnya. Sedangkan pendidikan merupakan salah satu bidang
ilmu, sama halnya dengan ilmu-ilmulain. Pendidikan lahir dari induknya yaitu filsafat, sejalan
dengan proses perkembangan ilmu,ilmu pendidikan juga lepas secara perlahan-lahan dari
induknya. Pada awalnya pendidikanberada bersama dengan filsafat, sebab filsafat tidak pernah
bisa membebaskan diri denganpembentukan manusia. Filsafat diciptakan oleh manusia untuk
kepentingan memahamikedudukan manusia, pengembangan manusia, dan peningkatan hidup
manusia.Dasar Pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan
menyiapkan pribadi dalamkeseimbangan, kesatuan. Organis, harmonis, dinamis. Guna

159
mencapai tujuan hidup kemanusiaan.Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam
studi mengenai masalah-masalah pendidikan dan disini dapat kita simpulkan beberapa
pertanyaan dari penjelasan di atas.

1) Apa itu filsafat ilmu?


2) Apa itu manfaat filsafat ilmu?
3) Apa itu Ontologi?
4) Apa itu Epistemologi?
5) Apa itu Aksiologi?
6) Apa pentingnya filsafat ilmu dalam pendidikan?

FILSAFAT ILMU

Filsafat ilmu adalah suatu bidang studi filsafat yang obyek materinya berupa ilmu pengetahuan
dalam berbagai jenis dan perwujudannya. Jadi meliputi prulalitas ilmu pengetahuan. Sementara
objek formalnya yaitu berupa hakekat ilmu pengetahuan. Jadi Filsafat Ilmu merupakan suatu
pengetahuan yang benar secara hakiki mengenai objek pengetahuan yang diperoleh melalui
pendekatan atau sudut pandang metode atau sistem yang filosofis.
Kedua faktor tersebut dalam perkembangannya menghasilkan teknologi yang berkemampuan
luar biasa. Agaknya manusia sebagai penghasil teknologi diarahkan menuju kemudahan. Akan
tetapi dibalik semua itu manusia menjadi tamak, serakah dan manusia alpa terhadap tugasnya.
Sebagai khalifah. Bahkan manusia kehilangan moral dan imannya, bersifat individual, egoistic
dan eksploitatif, dalam lingkungan, bahkan terhadap Tuhan. Dengan kenyataan seperti itu
filsafat hadir di tengah keragaman ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka meluruskan
sehingga terarah pada pencapaian tujuannya. Karena ilmu pengetahuan dan teknologi bukan
hanya bernilai ilmiah saja melainkan bernilai ilmiah keilahian.

Dengan demikian, ilmu pengetahuan harus berdasarkan diri pada aspek ontology, epistemology
dan axiology. Dengan demikian filsafat dapat menetralisir kemungkinan-kemungkinan yang
dimunculkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi.Berdasar pada uraian-uraian tersebut di atas
dapat dipahami bahwa Filsafat Ilmu hadir dengan memikul tanggung jawab yang berat, karena
di samping menetralisir temuan-temuan ilmu pengetahuan, juga memikirkan bagaimana ilmu
pengetahuan berdaya guna dalam kehidupan manusia.

160
MANFAAT FILSAFAT ILMU

Berbicara di seputar manfaat filsafat, paling tidak, dapat disistematisasikan pada beberapa poin
berikut :

a) Menumbuhkembangkan ilmu pengetahuan untuk menuju kemuliaan sehingga mampu


menembus dimensi sekularisme ilmu pengetahuan.
b) Membentuk dan mengembangkan wawasan epistemology ilmu pengetahuan sehingga
moralitas kesarjanaan, yaitu sifat ilmiah menjadi popular. Dengan demikian iptek dapat
dipertanggungjawabkan, bukan hanya kepentingan subjek manusia melainkan juga
kepentingan alam sebagai kebutuhan yang menyeluruh.

Tuntutan etis, ilmu pengetahuan dapat dipertangungjawabkan sehingga kehidupan masyarakat


yang adil dan sejahtera dan bahagia dalam kelestarian alam lingkungan semakin nyata.

ONTOLOGI

Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi
tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki
pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya,
kebanyakan orang belum membedakan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal
sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam
yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa
mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak
bisa dianggap ada berdiri sendiri).

Hakikat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut
pandang:

 Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
 Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki
kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar
yang berbau harum.

Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau
kenyataan konkret secara kritis.

161
EPISTEMOLOGI

Epistemologi (serapan dari Belanda: epistemologie) adalah cabang dari filsafat yang berkaitan
dengan hakikat atau teori pengetahuan. Dalam bidang filsafat, epistemologi meliputi
pembahasan tentang asal mula, sumber, ruang lingkup, nilai validitas, dan kebenaran dari
pengetahuan. Epistemologi mempelajari tentang hakikat dari pengetahuan, justifikasi, dan
rasionalitas keyakinan. Epistemologi menjadi banyak diperbincangkan dalam berbagai bidang,
epistemologi dipusatkan menjadi empat bidang yakni :

1) Analisis filsafat yang terkait hakikat dari pengetahuan dan bagaimana hal ini memiliki
keterkaitan dengan konsepsi seperti kebenaran, keyakinan, dan justifikasi,

2) Berbagai masalah skeptisisme,

3) Sumber-sumber dan ruang lingkup pengetahuan dan justifikasi atas keyakinan,

4) Kriteria bagi pengetahuan dan justifikasi.

Epistemologi membahas pertanyaan-pertanyaan seperti,

“Apa yang membuat kebenaran yang terjustifiksi dapat dijustifikasi?”

“Apa artinya apabila mengatakan bahwa seseorang mengetahui sesuatu?”

“Bagaimana kita tahu bahwa kita tahu?”

Istilah ‘Epistemologi’ diperkenalkan di bidang filosofis oleh filsuf Skotlandia James Frederick
Ferrier pada tahun 1854. Namun, menurut Brett Warren, Raja James VI dari Skotlandia
sebelumnya telah mempergunakan konsep filosofis ini dan menggunakannya sebagai
personifikasi, dengan istilah Epistemon, pada tahun 1591.

AKSIOLOGI

Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia


menggunakan ilmunya.Jadi yang ingin dicapai oleh aksiologi adalah hakikat dan manfaat yang
terdapat dalam suatu pengetahuan.

Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori), yang berarti teori tentang
nilai.Pertanyaan di wilayah ini menyangkut, antara lain:

 Untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan?


 Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral?

162
 Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
 Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan
professional?

Dalam aksiologi, ada dua komponen mendasar, yakni Etika (moralitas) dan Estetika
(keindahan)

PENTINGNYA FILSAFAT ILMU DALAM PENDIDIKAN

Filsafat ilmu dalam pendidikan merupakan aplikasi ide-ide filosofis ke dalam masalah-masalah
pendidikan. Begitupun sebaliknya, praktik-praktik pendidikan juga bisa menyumbang gagasan
terhadap perbaikan ide-ide filosofis tersebut. Sebab pendidikan itu berkaitan dengan dunia ide
juga aktivitas praktis. Ide-ide yang baik memiliki implikasi yang baik pula terhadap praktik-
praktik pendidikan. Di samping praktik-praktik pendidikan yang baik juga berimplikasi
terhadap ide-ide pendidikan.

Filsafat ilmu dalam pendidikan tidak hanya merupakan cara untuk mendapatkan dan mencari
ide-ide, tetapi juga merupakan media pembelajaran tentang bagaimana menggunakan ide-ide
tersebut secara lebih tepat. Filsafat ilmu dalam pendidikan hanya bisa menjadi signifikan
ketika pendidik mengenali perlunya berpikir secara jernih tentang apa yang sedang mereka
lakukan. Kemudian melihat relasi antara apa yang sedang mereka kerjakan dengan konteks
individu dan perkembangan sosial yang lebih luas. Dalam konteks inilah, praktik memperluas
teori dan mengarahkannya untuk mendapatkan kemungkinan-kemungkinan yang baru.

Para pendidik harus memahami bahwa filsafat ilmu dalam pendidikan juga memberikan
sesuatu yang berbeda dalam wawasan dan aktivitas pendidikan itu sendiri. Maka perlunya
menggunakan ide-ide filosofis dan pola-pola pemikiran agar dapat menjadikan aktivitas
mereka pada taraf kesadaran etis. Bukannya sekedar rutinitas. Hanya saja ini tidak berarti
bahwa pendidik harus menerima pemikiran filsafat apa adanya. Mereka harus tetap menguji
pemikiran filsafat sesuai dengan konteks sosial peserta didik. Ketika kondisi berubah maka
perspektif dan wawasan harus diuji kembali.

Filsafat ilmu dalam pendidikan tidak bisa dilihat dalam ruang yang vakum, tapi harus dilihat
dalam dinamika kekuatan-kekuatan yang lain. Maka dari itu, mengkaji basis teori kritis yang
menjadi landasan bagi praksis pendidikan yang memiliki corak dalam mengajarkan idea
terhadap penghargaan atas harkat dan martabat kemanusiaan, kesetaraan dan keadilan,

163
penghargaan atas perbedaan, dan pembebasan atas dominasi dan ketertindasan. Lantas
memungkinkannya untuk memujudkan cita-cita transfomasi sosial dan emansipasi.

Apa yang mau kita didikan, cara kita mendidik, dan daya serap setiap anak didik begitu
kompleks sehingga imaji transfer seperti itu tidak menolong kita untuk mendidik anak -anak.
Gambaran lain yang mirip berbahayanya adalah mengumpankan pendidikan sebagai unduhan
program ke kepala anak-anak.Pembudayaan tidak sama dengan mengunduh aplikasi dari situs
tertentu untuk dimasukkan ke mesin koomputer atau hand phone kita. Pembudayaan tidaklah
segampang tindakan copy paste.Institusi pemikiran Platon tentang pendidikan berpusat pada
jati diri manusia, yaitu pada jiwanya. Mendidik artinya merawat jiwa dengan baik. Hanya jiwa
yang terawat yang nantinya bisa melahirkan pemimpin dan masyarakat rasional yang menjadi
idaman setiap orang.

Suatu proses belajar yang baik bukanlah terletak pada begitu banyaknya pengetahuan yang
telah diserap oleh para pembelajar dan berakhir begitu saja tanpa adanya koherensi terhadap
soal-soal yang lain. Tetapi melainkan bagaimana segala jenis pengetahuan akan menjadi alat
untuk memeriksa dan memecahakan persoalan yang ada.Maka hal itu menjadi penting terhadap
kecerdasan, yang pada dasar itu, antitesanya bukan karena kebodohan, tetapi karena kurangnya
kebebasan dalam berpikir.

Dalam hal ini adalah kualitas kebebasan berpikir yang dapat mengolah persoalan secara tajam
pada tahap yang terus-menerus mengalami interpretatif terhadap soal-soal tertentu. Satu
konsekuensi lain, bahwa harusnya pendidik dapat melihat keunikan dalam diri masing-masing
perserta didik. Bukan sekedar berusaha mencetak anak didik dengan cetakan yang sama.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Neil: Menjadikan sekolah cocok dengan peserta didik dan
bukan mencocokkan peserta didik dengan sekolah. Ini membawa kita ke persoalan paling
rawan dalam dunia pendidikan – persoalan hakikat dan sejauh mana pengaruh yang mustinya
dimiliki sekolah dalam perkembangan peserta didik. Pada tingkat itu memang sekolah
memiliki andil yang sangat penting terhadap kebebasan peserta didik dalam melihat potensi-
potensi yang ada pada diri mereka sendiri.Dengan demikan, integritas dari pendidik menjadi
penting dalam menghasilkan peserta didik yang sanggup menempatkan diri di tengah-tengah
perubahan masyarakat yang begitu cepat. Pendidik harus menghasilkan manusia yang mandiri,
yang artinya mampu memilih berdasarkan nilai-nilai dengan gambar diri yang kokoh.

164
DAFTAR PUSTAKA

https://www.coursehero.com/file/21268145/makalah-filsafat0

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Aksiologi

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Epistemologi

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ontologi

https://www.pancabudi.ac.id/news/2013-04-14~manfaat-dan-makna-filsafat-ilmu-

Nurani Soyomukti. PENGANTAR FILSAFAT UMUM. 2011. Ar-Ruzz Media

165
APLIKASI TAKSONOMI PERILAKU BLOOM DALAM PENDIDIKAN

Oleh: Tiara Alviani

1. Pengertian Taksonomi Bloom

Taksonomi bloom adalah struktur hierarki yang mengidentifikasi keterampilan berpikir mulai
dari jenjang yang rendah hingga jenjang yang tinggi. Taksonomi Bloom pertama kali
diterbitkan pada tahun 1956 oleh seorang psikolog pendidikan yaitu Benjamin Bloom.

2. Pengertian Pendidikan

Dalam bahasa Inggris pendidikan berarti education. Sedangkan dalam bahasa latin berarti
educatum yang berasal dari kata E dan Duco, E berarti perkembangan dari luar dari dalam
ataupun perkembangan dari sedikit menuju banyak, sedangkan Duco berarti sedang
berkembang. Dari sinilah, pendidikan bisa juga disebut sebagai upaya guna mengembangkan
kemampuan diri. Menurut Wikipedia, pendidikan ialah pembelajaran pengetahuan,
keterampilan, serta kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
selanjutnya melalui pengajaran, penelitian serta pelatihan. Sedangkan, menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
ataupun kelompok dalam upaya mendewasakan manusia melalui sebuah pengajaran maupun
pelatihan..

3. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:

1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan


aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek keterampilan motorik seperti menulis dengan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin.
4. Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain
tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta,
rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan
pengamalan.

166
1. Domain Kognitif

1. Pengetahuan

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta,


gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Tingkatan atau jenjang ini merupakan
tingkatan terendah namun menjadi prasyarat bagi tingkatan selanjutnya. Di jenjang ini, peserta
didik menjawab pertanyaan berdasarkan dengan hapalan saja. Sebagai contoh, ketika diminta
menjelaskan manajemen kualitas, orang yang berada di level ini bisa menguraikan dengan baik
definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk
produk.

2. Pemahaman

Berisikan kemampuan mendemonstrasikan fakta dan gagasan mengelompokkan dengan


mengorganisir, membandingkan, menerjemahkan, memaknai, memberi deskripsi, dan
menyatakan gagasan utama.

3. Aplikasi

Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur,


metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi
tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan
mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone
diagram.

4. Analisis

Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk dan
membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk
mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab
dan akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu
memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan
dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg
ditimbulkan.

167
2. Domain Afektif

Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol:

1. Penerimaan

Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran


bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.

2. Tanggapan

Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan,


kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.

3. Penghargaan

Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau
tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang
diekspresikan ke dalam tingkah laku.

4. Pengorganisasian

Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan


membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.

5. Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai

Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi


karakteristik gaya-hidupnya.

6. Domain Psikomotor

Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh Dave pada tahun 1970
berdasarkan domain yang dibuat Bloom.

7. Persepsi

Penggunaan alat indra untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.

8. Kesiapan

Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.

168
9. Respon Terpimpin

Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya


imitasi dan gerakan coba-coba.

10. Mekanisme

Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan


dan cakap.

11. Respon Tampak yang Kompleks

Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang
kompleks.

12. Penyesuaian

Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.

13. Penciptaan

Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi, kondisi atau permasalahan
tertentu.

Taksonomi Bloom dalam Ranah Pendidikan di IndonesiaBenjamin Samuel Bloom adalah


seorang psikolog pendidikan berkebangsaan Amerika Serikat yang telah memberikan
kontribusi besar di bidang pendidikan. Bloom memperkenalkan konsep baru dalam dunia
pendidikan. Bloom berbeda dengan teori Gagne’s Nine Levels of Learning yang harus
dilakukan terstruktur dan semua harus urut.

Pada Taksonomi Bloom tidak perlu dilakukan semua, pendidik dapat menilai
perkembangan peserta didik (remembering dan understanding) sebelum menuju tahap
berikutnya. Seseorang yang belajar harus melewati tahap yang lower dulu lalu ke high.
Kelemahan teori yaitu dengan menggunakan tingkat LOT dan HOT, pendidik akan cenderung
mengabaikan proses berpikir tingkat rendah dan mengejar tingkat atas.

Pada ranah kognitif seorang peserta didik, dapat pendidik amati dalam aspek
intelektual, pengetahuan, dan keterampilan berpikir. Pendidik dapat mengembangkan
pemikiran kritis dan kemampuan kognitif tingkat tinggi pada peserta didik. Ranah afektif dapat
ditinjau dari segi sikap, minat, motivasi, dan perasaan peserta didik. Dalam ranah afektif bisa

169
kita masukan dalam pendidikan karakter. Dan ranah psikomotorik dikaitkan dari aspek
keterampilan peserta didik.

Revisi pada Taksonomi Bloom dilakukan karena dianggap pendidikan pada zaman ini
sudah mengarahkan ke action in learning yang menggunakan verb atau kata kerja yang semula
menggunakan kategori dari kata benda. Sehingga dalam merencanakan pembelajaran seorang
pendidik perlu merumuskan atau menentukan tujuan pembelajaran menggunakan kata kerja
operasional dari taksonomi pembelajaran.

Sistem pendidikan di negara Indonesia masih perlu mendapat perhatian lebih, jika kita
ingin pendidikan di Indonesia berhasil serta menghasilkan peserta didik yang unggul dan
berkarakter. Pada penerapannya, Taksonomi Bloom dapat diterapkan dalam berbagai mata
pelajaran dan pada setiap jenjang pendidikan, dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah
Atas.

170
DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom

https://pusdiklat.perpusnas.go.id/berita/read/160/taksonomi-bloom-model-dalam-
merumuskan-tujuan-pendidikan

Bloom, B. S. ed et al. ( 1956 ). Taxonomy of Educational Objectives: Handbook 1, Cognitive


Domain. New York: David McKay

Abin Syamsuddin Makmun, 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Rosda Karya Remaja.

171
KUALITAS PENDIDIKAN DI LEMBAGA NON FORMAL

Oleh: Tita Restiana

Apa Makna Pendidikan?

Pada dasarnya pengertian pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya dan masyarakat. 27

Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat
imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan
mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran
dan pelatihan.

Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang


pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak,
adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-
anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai
keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan Negara. 28

27
Merdeka Belajar Bagi Pendidikan Non Formal, hal 58
28
Psikologi Pendidikan, hal 12

172
Sedangkan pengertian pendidikan menurut H. Horne, adalah proses yang terus menerus
(abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang
secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam
sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.

Dari beberapa pengertian pendidikan menurut ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
Pendidikan adalah Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada
perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap
melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.

Apa Itu Pendidikan Nonformal?

Pendidikan terbagi ke dalam tiga kategori, yaitu pendidikan formal, pendidikan informal, dan
pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal sendiri merupakan pendidikan yang diadakan di
luar pendidikan formal. Pendidikan nonformal hadir sebagai pelengkap pendidikan formal,
yakni untuk memenuhi aspek tertentu yang tidak diberikan pada pendidikan formal. Contoh
dari pendidikan nonformal yaitu: Kelompok Bermain (KB), sanggar, dan lembaga pelatihan.

Pendidikan nonformal biasanya bersifat fleksibel. Pasalnya, lembaga pendidikan nonformal


dapat mendesain dan menerapkan metode dan kurikulumnya sendiri, atau tidak terikat dengan
aturan atau ketentuan sebagaimana lembaga pendidikan formal. Lembaga pendidikan
nonformal secara umum juga tidak menetapkan syarat-syarat tertentu bagi calon peserta/murid.
Dengan begitu, pendidikan nonformal jadi lebih eksklusif bagi siapapun yang hendak
bergabung.
Berikutnya, pendidikan nonformal biasanya memiliki cakupan pengajaran yang lebih sempit,
tetapi fokus dan mendalam. Misalnya, lembaga kursus bahasa Inggris. Di situ, hanya ada
bahasa Inggris sebagai subjek yang diajarkan. Berbeda dari pendidikan formal, di mana jenis
pelajaran yang diajarkan lebih beragam. Di sinilah, letak kekuatan pendidikan nonformal.
Peserta atau murid hanya akan mempelajari atau berlatih sesuatu yang menjadi minatnya secara
lebih intensif. 29

29
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, hal 80

173
Seberapa Pentingkah Pendidikan Nonformal bagi Anak?

Di lembaga pendidikan formal atau sekolah, terkadang anak belum bisa menemukan satu
bidang yang ia sukai. Atau, bisa jadi si anak memiliki ketertarikan pada suatu bidang pelajaran
atau ekstrakurikuler di sekolahnya, hanya saja pengajarannya belum maksimal. Bisa juga,
sekolah belum mampu memberikan pengajaran dengan kualitas maupun kuantitas
sebagaimana yang diharapkan orang tua maupun anak. Sebagai orang tua, tentunya kita tidak
semestinya berdiam diri. Jika dibiarkan, maka anak akan terhambat untuk mengembangkan
potensi dirinya.

Untuk mengisi ketidakhadiran sekolah terhadap kebutuhan belajar yang disebutkan di atas,
orang tua bisa mencari jalan alternatif melalui pendidikan nonformal. Dengan pendidikan
nonformal akan halnya kursus, kebutuhan anak untuk pengembangan diri yang
diinginkanannya akan terakomodasi. Pendidikan nonformal yang ranah pengajarannya lebih
spesifik, membuat si anak dapat menemukan tempat yang sesuai dengan ketertarikan. Di
samping itu, pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan kepada anak juga lebih mendalam
sehingga berpengaruh positif terhadap kemampuannya.
Pendidikan nonformal tampaknya juga dapat menjadi jawaban untuk mengembangkan minat
dan bakat anak sejak dini. Dengan begitu, perkembangan mereka jadi lebih terarah. Mereka
juga akan bertemu dengan kawan-kawan yang sedang menekuni hal yang sama yang bisa
menjadi support system. Belum lagi, anak akan belajar manajemen waktu sedari kecil karena
ia harus pandai membagi waktu untuk belajar di sekolah, belajar di tempat kursus (pendidikan
nonformal), dan bermain.

Tahukah Anda bahwa EF adalah tempat kursus bahasa Inggris yang menjadi salah satu
manifestasi dari pendidikan nonformal? Ya, dengan kursus bahasa Inggris di EF, kemampuan
bahasa Inggris anak akan meningkat secara signifikan. Di EF, Anda tidak perlu ragu lagi karena
kami memiliki guru yang profesional dan metode belajar yang unik. Jadi, belajar bahasa Inggris
terasa menyenangkan dengan hasil yang memuaskan.
Bagaimana? Anda ingin mencobanya untuk sang anak tetapi ia tidak punya banyak waktu?
Tenang saja, kami punya program short course (insert link). Dengan program ini, anak Anda
dapat meningkatkan keterampilan bahasa Inggrisnya dalam waktu 5-6 minggu saja melalui 3
pilihan program, yaitu Storytellers, Phonics, dan Speak Up!. Tertarik untuk mendaftarkan anak
Anda? Ketuk tombol pink di bawah!

174
Apa Kelebihan dan Kekurangan Pendidikan di Lembaga Non- Formal?

KELEMAHAN PENDIDIKAN NON FORMAL

Kelemahan pertama, kurangnya koordinasi disebabkan oleh keragaman dan luasnya program
yang diselenggarakan oleh berbagai pihak. Semua lembaga pemerintah, baik yang berstatus
departemen maupun non departemen, menyelenggarakan program-program pendidikan
nonformal. Berbagai lembaga swasta, perorangan, dan masyarakat menyelenggarakan program
pendidikan nonformal yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan lembaga tersebut atau untuk
pelayanan kepada masyarakat. Dengan adanya variasi program yang dilakukan oleh berbagai
pihak itu akan memungkinkan terjadinya program-program yang tumpang tindih. Program
yang sama mungkin akan digarap oleh berbagai lembaga, sebaliknya mungkin suatu program
yang memerlukan penggarapan secara terpadu kurang mendapat perhatian dari berbagai
lembaga. Oleh karena itu koordinasi antar pihak penyelenggara program pendidikan nonformal
sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi program serta untuk mendayagunakan sumber-sumber dan fasilitas dengan lebih
terarah sehingga program tersebut mencapai hasil yang optimal.

Kelemahan kedua, tenaga pendidik atau sumber belajar yang profesional masih kurang.
Penyelenggara kegiatan pembelajaran dan pengelolaan program pendidikan nonformal sampai
saat ini sebagian terbesar dilakukan oleh tenaga-tenaga yang tidak mempunyai latar belakang
pengalaman pendidikan nonformal. keterlibatan mereka dalam program pendidikan didorong
oleh rasa pengabdian kepada masyarakat atau kerena tugas yang diperoleh dari lembaga tempat
mereka bekerja, dan mereka pada umumnya berlatar belakang pendidikan formal. Kenyataan
ini sering mempengaruhi cara penampilan mereka dalam proses pembelajaran anatara lain
dengan menerapkan pendekatan mengajar pada pendidikan formal di dalam pendidikan
nonformal sehingga pendekatan ini pada dasarnya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
pembalajaran dalam pendidikan nonformal. Pengelolaan program pendidikan nonformal
memerlukan pendekatan dan keterampilan yang relatif berbeda dengan pengelolaan program
pendidikan formal. Untuk mengatasi kelemahan itu maka diperlukan upaya peningkatan
kemampuan tenaga pendidik yang ada dalam pengadaan tenaga profesional pendidikan
nonformal.

175
Kelemahan ketiga, motivasi belajar peserta didik relatif rendah. Kelemahan ini berkaitan
dengan:

1. Adanya kesan umum bahwa lebih rendah nilainya daripada pendidikan formal yang
peserta didiknya memiliki motivasi kuat untuk perolehan ijazah.
2. Pendekatan yang dilakukan oleh pendidik yang mempunyai latar belakang pengalaman
pendidikan formal dan menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran pendidikan
nonformal pada umumnya tidak kondusif untuk mengembangkan minat peserta didik.
3. Masih terdapat program pendidikan, yang berkaitan dengan upaya membekali peserta
didik untuk mengembangkan kemampuan dibidang ekonomi, tidak dilengkapai dengan
masukan lain (other input) sehingga peserta didik atau lulusan tidak dapat menerapkan
hasil belajarnya.
4. Para lulusan pendidikan nonformal dianggap lebih rendah statusnya dibandingkan
status pendidikan formal, malah sering terjadi para lulusan pendidikan yang disebut
pertama berada dalam pengaruh lulusan pendidikan nonformal.

Dengan demikian, kelemahan-kelemahan di atas merupakan beberapa contoh yang muncul di


lapangan. Namun pendidikan nonformal makin lama makin diakui pentingnya dan
kehadirannya sebagai pendidikan yang berkaitan erat dengan kebutuhan masyarakat dan
bangsa serta sebagai bagian penting dari kebijakan dan program pembangunan.
KELEBIHAN NON FORMAL
Pendidikan Masyarakat Sama Dengan Pemberdayaan Masyarakat
Pendidikan masyarakat adalah suatu gagasan berupa konsep penelitian dan penerapan
pengembangan di masyarakat, sebagai fungsi untuk membimbing dan meningkatkan pola pikir
masyarakat terhadap semua perkembangan dunia yang sedang terjadi saat ini. Dulu, ada sebuah
program pemerintah yang banyak diikuti oleh masyarakat karena programnya yang
menyenangkan dan bisa memeberikan pendidikan secara gratis kepada mereka, yang disebut
Kelompencapir atau Kelompok Pendengar Pembaca dan Pirsawan. Karena dulu media
pendidikan untuk masyarakat hanya ada satu stasiun televisi saja, maka hamper semua
golongan masyarakat menengah ke bawah sering menyaksikan acara di tv. Program ini
termasuk dalam satu program pendidikan masyarakat. Pendidikan masyarakat ini dalam
kegiatannya membahas mengenai berbagai macam isu yang hadir di masyarakat. Mereka yang
tergabung dalam progrm ini akan berdiskusi, berbagai pengalaman membaca buku ataupun

176
sekedar membicarakan isu hangat yang sedang banyak dibicarakan di masyarakat. Tentunya
semua hal yang mereka bicarakan itu bermanfaat dan bukan sekedar gosip saja.
KELEBIHAN
bagi masyarakat golongan menengah ke bawah adalah mereka menjadi semakin tinggi tingkat
kesadarannya akan berbagai macam hal penting yang terjadi di masyarakat kita. Pola pikirnya
menjadi berubah dan semakin terbuka dengan berbagai perubahan dunia. Dengan arti lain,
wawasan mereka semakin luas dengan adanya program ini. Semua kegiatan yang dijadwalkan
dalam pendidikan masyarakat ini disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mereka. Ada yang
bertanam sayuran dan bumbu dapur, ada yang beternak ikan, ayam, ataupun kambing.
Kegiatan keterampilan khusus untuk wanita seperti menjahit, berkreasi dengan barang bekas,
hingga membuat menu sederhana namun bisa penuhi gizi dengan menggunakan bahan
masakan yang berasal dari halaman belakang mereka. Tidak diperlukan banyak biaya untuk
melaksanakan program ini dan semuanya itu penuh manfaat bagi kehidupan mereka.
Pendidikan masyarakat ketika itu mempunyai nilai yang cukup tinggi. Mereka lebih memiliki
tenggang rasa dengan warga yang masih kekurangan. Mereka saling menolong tanpa rasa iri.
Begitu juga dengan kegiatan seputar olahraga dan PKK. semua kegiatan itu bersifat positif dan
menjadi ajang pembinaan yang efektif. Ada sekolah khusus untuk para orang tua yang buta
huruf, mereka sangat menikmati program ini dan berusaha untuk membuka wawasan
pikirannya yang lebih luas lagi sehingga kesenjangan dengan mereka yang mengenyam
pendidikan di sekolah semakin kecil. Pendidikan masyarakat yang memberikan banyak
manfaat dan keguanaan bagi kehidupan masyarakat kelas bawah. Jenis-jenis kegiatan yang
hampir sama dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat, misalnya seperti
berikut ini :
1. Sosialisasi Pemberian ASI pada bayi
2. Program imunisasi rutin untuk semua balita
3. Senam Bersama
4. Kegiatan belajar bagi masyarakat buta huruf
5. Program Jumat bersih
6. Siskamling
7. Dll
Kegiatan ini yang sudah lama sulit kita temukan, saat ini sudah mulai kembali lagi bangkit di
lingkungan masyarakat. Jika program ini bermanfaat dan berguna bagi masyarakat, akan lebih

177
baik jika semua kembali ke program pemberdayaan dan peningkatan kualitas masyarakat
indonesia untuk lebih baik 30

30
Pendidikan Non Formal, hal 23

178
DAFTAR PUSTAKA
Kahar, Abdul. MERDEKA BELAJAR BAGI PENDIDIKAN NON FORMAL. 2020. Pena
Salsabila.

Reza, Jeko Iqbal. 2015. https://www.ef.co.id/englishfirst/kids/blog/seberapa -pentingkah-


pendidikan-nonformal-ini-penjelasannya/, diakses pada 27 Februari 2023 pukul 11.25.

Saleh, Marzuki . PENDIDIKAN NON DORMAL . 2020. Rosda.

Reza, Jeko Iqbal. 2015. https://www.ef.co.id/englishfirst/kids/blog/seberapa-pentingkah-


pendidikan-nonformal-ini-penjelasannya/, diakses pada 10 Februari 2016 pukul 10.27.

Sukmara, Jajang . 2015. https://roboguru.ruangguru.com/question/-adanya-pendidikan-


nonformal-merupakan-salah-satu-upaya-untuk-meningkatkan-kualitas-pendidikan_QU-
RMYSO2GJ, diakses pada 27 Februari 2023 pukul 10.27.

179
PENDIDIKAN MENURUT PARA AHLI

Oleh: Wafa Izzatun Nisa

A. Pengertian Pendidikan

Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat
imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan
mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran
dan pelatihan.

Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan Negara.

Pengertian menurut bebrapa ahli :

1. Rasulullah SAW

Meskipun pada masa Rasulullah pendidikan secara akademik tidak seperti yang sekarang,
ternyata beliau pun sudah menekankan pentingnya pendidikan.

fIa pun bersabda 'barang siapa yang menghendaki kebaikan di dunia maka dengan ilmu. Barang
siapa yang menghendaki kebaikan di akhirat maka dengan ilmu. Barang siapa yang
menghendaki keduanya maka dengan ilmu' (HR. Bukhori dan Muslim).

Dari pendapat di atas menunjukan bahwa pendidikan salah satu modal utama untuk
mencapai banyak hal. Tentu saja jika dilakukan dengan niat dan hati yang lurus. Hal serupa
juga di tegaskan oleh sahabat Nabi, yaitu Ali bin Abi Thalib RA yang menyampaikan bahwa
didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya. Maksudnya di sini adalah tetap mendidik
anak-anak dengan ilmu pengetahuan yang sekarang sedang berkembang.

2. Prof. H. Mahmud Yunus

Pendidikan merupakan upaya mempengaruhi seseorang agar penguasaan ilmu pengetahuan


bertambah. Diharapkan dari ilmu pengetahuan tersebut tidak hanya meningkatkan secara

180
pengetahuan, tetapi juga meningkatkan akhlak dan memudahkan seseorang mencapai tujuan
dan cita-cita yang tinggi.

Disebutkan pula oleh Mahmud Yunus, bahwa pendidikan tidak sekedar sarana mencapai
cita-cita saja. tetapi dapat pula dimanfaatkan untuk mendapatkan kehidupan yang bahagia dan
memiliki kualitas hidup terhadap sesama. Mulai dari bermanfaat untuk masyarakat, Negara,
diri sendiri, bermanfaat untuk agama dan bangsa.

3. Driyarkara

Menurut Driyarkara pendidikan adalah salah satu bentuk usaha seseorang yang dari tidak tahu
menjadi tahu. Dari yang muda ke taraf yang lebih insani. Dari waktu ke waktu, kita akan terus
berproses dan akan terus belajar menjadi lebih baik lewat pendidikan yang sudah kita lakukan.

4. Herman H. Horn

Pendidikan diartikan sebagai sebuah proses yang dilakukan oleh setiap manusia. Dimana
setiap prosesnya menyesuaikan perkembangan fisik, mental orang itu sendiri. Sebagai makhluk
yang terus berkembang sekaligus sebagai makhluk ciptaan Tuhan, Herman menyebutkan
bahwa pendidikan juga salah satu manifestasi dalam alam sekitar, termasuk secara emosional,
intelektual dan karena kebutuhan manusia adalah kemauan dari manusia itu sendiri.

5. Ki Hajar Dewantara

Pendidikan merupakan tuntunan hidup seseorang. Dimana tuntunan inilah yang harus
diajarkan sejak seseorang masih anak-anak. Pendidikanlah yang sebenarnya menuntun
menemukan kekuatan kodrat masing diri seseorang itu sendiri. Dari apa yang ditemukan dalam
diri dan diarahkan oleh pendidikan atau ilmu itulah yang akan menuntun seseorang
menemukan kebahagiaan hidup setinggi-tingginya dan menuntut seseorang mencapai
keselamatan.

6. Prof. Dr. John Dewey

John Dewey berpendapat pendidikan salah satu proses pengalaman seseorang dalam mencari
ilmu pengetahuan. Ia pun berpendapat bahwa ilmu akan terus berkembang, menyesuaikan
dengan pertumbuhan individu itu sendiri.

7. M. J. Langeveld

181
Pendidikan adalah upaya manusia dewasa menolong anak-anak yang masih proses dewasa
dalam segala tugas hidupnya. Dimana seorang anak yang belum dewasa tidak mandiri
diajarkan bagaimana hidup secara mandiri dan bertanggung jawab. Setidaknya inilah yang
ingin ditekankan oleh Lageveld. Karena bagaimanapun juga, pendidikan sesuatu hal yang
paling penting dan harus dijalani oleh semua orang.

8. Stella van Petten Henderson

Stella van Petten Henderson yang mendefinisikan pendidikan sebagai kombinasi dari
pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosialnya.

9. Horne

Horne menyebutkan bahwa proses mendapatkan pendidikan dilakukan memakan waktu dan
proses yang dilakukan secara berkesinambungan dan terus menerus. Karena dilakukan secara
bertahap, maka itu artinya pendidikan dilakukan selama seseorang itu berkembang tumbuh,
menyesuaikan pertumbuhan fisik dan mental.

10. Frederick J. Mc Donald

Frederick J. Mc Donald juga mendefinisikan pendidikan sebagai proses seseorang memperoleh


sesuatu. Dimana proses tersebut bisa mengarah pada tujuan seseorang. Setidaknya berawal dari
tujuan tersebut dapat mengubah tabiat seseorang.

11. Ahmad D. Marimba

Pendidikan sebagai proses belajar yang dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk
membentuk perkembangan jasmani, rohani.

Diharapkan dengan tujuan belajar mampu membentuk pribadi yang unggul. Ahmad D.
Marimba pun menekankan bahwa pendidikan tidak sekedar pandai saja secara akademik saja,
tetapi secara non akademik dan secara karakter pun juga sangat penting.

12. Carter V. Good

Carter V. Good mengartikan pendidikan tidak hanya proses perkembangan kecakapan


seseorang di bidang kognitif. Tetapi juga di bidang kecakapan sikap, perilaku dalam kehidupan
masyarakat. Dimana lingkungan masyarakat juga perlu diperhatikan dan bisa dijadikan media
belajar agar memiliki kecakapan sosial yang baik pula.

13. Gunning dan Kohnstamm

182
Pendidikan ialah sebuah proses pembentukan dan pembangunan hati nurani, di mana
seseorang mampu membentuk serta menentukan diri secara etis berdasarkan hati nurani.

Dari beberapa pengertian pendidikan menurut ahli tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa Pendidikan adalah Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa
kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup
cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.

B. Tujuan Pendidikan

Berdasarkan Bab II Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, dasar pendidikan


nasional yaitu pendidikan nasional yang berdasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Secara normatif, ketentuan dasar pendidikan
nasional ini memiliki kemiripan dengan undang-undang sebelumnya. Selanjutnya, merujuk
pada pasal 3 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
berbunyi bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta
didik supaya menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan Pendidikan Nasional yang terdapat dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003
merupakan tujuan pendidikan yang menjadikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai dasar untuk menyelenggarakan pendidikan.

UU Nomor 20 Tahun 2003 dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Indonesia yaitu untuk
mengembangkan potensi para pelajar dalam hal ini peserta didik agar bisa menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahas Esa.Selain itu, siswa juga diharapkan
dapat mempunyai kepribadian yang berakhlak mulia, berilmu, mandiri, mulia, kreatif, sehat,
dan yang paling penting adalah membentuk pelajar menjadi warga negara yang memiliki sikap
demokratis dan juga bertanggung jawab.

Pemerolehan dan pengembangan pendidikan dapat membuat peserta didik memiliki


kemauan atau motivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik di dalam berbagai aspek
kehidupan. Pendidikan yang baik dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi juga
merupakan suatu syarat utama yang dibutuhkan untuk membantu memajukan bangsa
Indonesia.

183
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 juga memberikan batasan soal apa itu pengertian
pendidikan. Pembatasan itu ditegaskan bahwa pendidikan adalah usaha secara sadar dan telah
terencana yang dilaksanakan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik dapat berperan aktif untuk mengembangkan potensi di dalam dirinya. Usaha
dalam upaya mengembangkan potensi tersebut akan membantu pelajar untuk mempunyai
kekuatan spiritual dalam urusan keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia,
kepribadian, dan juga keterampilan yang dibutuhkan oleh pelajar secara pribadi, masyarakat,
bangsa, dan juga negara.

Berikut ini adalah beberapa pendapat mengenai tujuan pendidikan yang perlu diketahui,
diantaranya adalah:

1. Prof. Dr. John Dewey

John Dewey sebagai pakar pendidikan mengungkapkan tujuan pendidikan berdasarkan suatu
proses pengalaman. Menurutnya, pendidikan merupakan suatu proses pengalaman. Bagi John
Dewey, kehidupan adalah sebuah pertumbuhan, maksud dari pendapat tersebut menjadikan
pendidikan dapat dimaknai sebagai usaha untuk membantu pertumbuhan batin manusia tanpa
dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan sendiri adalah proses untuk menyesuaikan diri dengan
setiap fase dengan menambah keterampilan dalam perkembangan sebagai manusia.

2. Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara sebagai menteri pendidikan negara Indonesia yang pertama


mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan adalah memenuhi kebutuhan dalam tumbuh
kembang anak. Pendapat tersebut dapat dimaknai sebagai usaha untuk membimbing peserta
didik sesuai dengan kemampuan alamiahnya. Harapannya adalah manusia dan anggota
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan tertinggi dalam hidup. Menurut Ki
Hajar Dewantara, tujuan pendidikan adalah untuk mendidikan anak agar bisa menjadi manusia
yang memiliki kesempurnaan dalam hidup. Hidup yang sempurna bisa dimaknai sebagai
seseorang yang mempunyai kehidupan dan penghidupan yang bersifat selaras dengan alam
atau dengan kata lain sesuai dengan kodratnya, dan juga selaras dengan masyarakat.

3. Aristoteles

Menurut filsuf asal Yunani, Aristoteles, tujuan pendidikan adalah persiapan atau bekal untuk
suatu pekerjaan atau kegiatan yang layak. Pendidikan seharusnya diselenggarakan berdasarkan
pedoman pada hukum agar sesuai (koresponden) dengan hasil analisis psikologis, dan juga

184
mengikuti kemajuan secara bertahap, baik fisik (fisik) maupun mental (batiniah atau ruh).
Penyelenggaraan pendidikan pada suatu harus menjadi tanggung jawab negara, hal itu
dikarenakan pendidikan merupakan kepentingan negara dalam membangun sumber daya
manusianya. Negara adalah institusi sosial tertinggi yang bertugas menjamin tujuan manusia
tertinggi yaitu kebahagiaan manusia.

4. Al-Ghazali

Menurut filsuf asal Timur Tengah, Al-Ghazali, tujuan pendidikan adalah proses menjadi
manusia yang sempurna. Proses tersebut adalah proses pembelajaran yang memanusiakan
manusia melalui berbagai ilmu yang disampaikan secara bertahap dari manusia itu muncul
hingga manusia itu meninggal. Proses pembelajaran sendiri merupakan tanggung jawab orang
tua dan masyarakat, dengan sikap mereka kepada Tuhan.

5. Umar Tirtarahardja dan La Sulo

Umar Tirtarahardja dan La Sulo mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan sebenarnya


memiliki nilai-nilai yang bersifat abstrak. Tujuan pendidikan seharusnya bersifat umum, ideal,
serta memiliki kandungan yang sangat luas. Alhasil, tujuan pendidikan tersebut dapat
direalisasikan dalam praktek yang sebenarnya.

Kedua ahli ini mempunyai pendapat bahwa seharusnya pendidikan adalah bentuk suatu
tindakan yang objek sasarannya atau ditujukan kepada peserta didik ketika berada dalam situasi
dan kondisi tertentu, dan juga pada waktu dan tempat tertentu, dengan menggunakan suatu alat
atau media yang juga tertentu.

Pendidikan sendiri harus dilaksanakan dan hanya memungkinkan untuk direalisasikan, dengan
catatan tujuan yang ingin dicapai sudah dibuat lebih jelas atau eksplisit, bersifat konkret, dan
juga mencakup ruang lingkup kandungan yang terbatas.

Tujuan umum pendidikan harus dihadirkan dengan lebih diperinci. Hal ini memiliki maksud
agar tujuan pendidikan lebih bersifat khusus dan terbatas. Dengan begitu, proses untuk
merealisasikan tujuan pendidikan dapat terlaksana dengan lebih mudah, terkhusus dalam
praktiknya.

6. Ahmadi

Selanjutnya, tujuan pendidikan menurut Ahmadi terungkap pada karyanya yang berjudul “Ilmu
Pendidikan”. Ahmadi berpendapat bahwa tujuan pendidikan menurut pandangan agama Islam

185
adalah untuk melahirkan generasi bangsa yang memiliki kecerdasan, kepatuhan, kesehatan,
dan ketaatan kepada Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.

7. Suardi

Dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Pendidikan Teori dan Aplikasi”, Suardi berpendapat
bahwa tujuan pendidikan merupakan suatu hasil dari refleksi yang akan didapatkan sebagai
hasil dari proses pemberian atau penyampaian pendidikan kepada pelajar atau peserta didik
yang sudah selesai dilaksanakan. Adapun proses untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut
disebut sebagai proses belajar dan proses mengajar. Proses belajar mengajar ini juga termasuk
dalam kegiatan memberikan stimulus berupa ilmu yang disampaikan dari guru atau pengajar
kepada peserta didik atau pelajar.

Proses mencapai tujuan pendidikan juga termasuk membiarkan peserta didik untuk
mengerjakan beberapa latihan soal dan beragam aktivitas bermanfaat yang dilakukan selama
proses belajar mengajar. Semua proses tersebut dilakukan agar peserta didik mencapai tujuan
pendidikannya sekaligus bergerak menuju arah dan tujuan pendidikan secara total.

8. H. Alamsyah Ratu Prawira Negara

Menurut H. Alamsyah Ratu Prawira Negara tujuan pendidikan nasional adalah suatu proses
yang diarahkan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Proses ini juga
perlu pendampingan sebagai usaha untuk meningkatkan kecerdasan, keterampilan, keahlian,
dan berbagai aspek efektif lainnya. Adapun aspek efektif yang menjadi pendamping dari
sebuah usaha mencapai tujuan pendidikan diantaranya adalah menuntun agar pelajar memiliki
budi pekerti lebih tinggi dan baik, membentuk kepribadian yang kuat, dan juga memperkuat
semangat dalam urusan kebangsaan.

C. Fungsi Pendidikan

Tujuan pendidikan pada akhirnya dapat diturunkan menjadi fungsi pendidikan seperti
mengembangkan kemampuan, membentuk kepribadian agar dapat menjadi pribadi yang lebih
baik. Berikut ini adalah fungsi pendidikan yang perlu kamu ketahui, diantaranya adalah:

1. Untuk menyiapkan seluruh manusia dapat mandiri dalam mencari nafkahnya sendiri

2. Membangun serta mengembangkan minat dan bakat setiap manusia demi kepuasan pribadi
dan kepentingan umum

3. Mewujudkan pelestarian kebudayaan masyarakat

186
4. Melatih keterampilan yang dibutuhkan dalam keikutsertaan dalam berdemokrasi

5. Memberikan sumber-sumber inovasi sosial di masyarakat

D. Jenis – Jenis Pendidikan

1. Pendidikan Formal

Pendidikan formal adalah jenis pendidikan yang sudah terstruktur karena berada dibawah
tanggung jawab kementrian. Pendidikan formal umumnya memiliki jenjang pendidikan dari
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar (SD), Pendidikan Menengah (SMP),
Pendidikan Menengah (SMA) dan Pendidikan Tinggi (Universitas).

2. Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal adalah jenis pendidikan di luar pendidikan formal yang dilaksanakan
secara berjenjang dan terstruktur. Jenis pendidikan memiliki kesetaraan dengan hasil program
pendidikan formal melalui proses penilaian dari pihak yang berwenang. Contohnya seperti,
Lembaga Kursus, Pondok Pesantren, Majelis Taklim, Kelompok Bermain, Sanggar dan
lainnya.

3. Pendidikan Informal

Pendidikan informal merupakan pendidikan yang berasal dari keluarga dan lingkungan.
Pendidikan informasi memiliki tujuan agar peserta didik dapat belajar secara lebih mandiri.
Bentuk pendidikan informal yang sering kita temukan seperti agama, budi pekerti, etika, sopan
santun, moral dan sosialisasi.

187
DAFTAR PUSTAKA

https://www.ilmiahku.com/2019/12/makalah-pendidikan-di-
indonesia.html?m=1https://pgsd.upy.ac.id/index.php/8-artikel-pendidikan/11-pengertian-
pendidikan

https://deepublishstore.com/blog/pengertian-pendidikan-menurut-para-ahli/

https://www-gramedia-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.gramedia.com/literasi/tujuan-dan-
fungsi-pendidikan-di-
indonesia/amp/?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D%3
D#aoh=16774551935578&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20
%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fwww.gramedia.com%2Fliterasi%2Ftujuan-dan-
fungsi-pendidikan-di-indonesia%2F

https://pgsd.upy.ac.id/index.php/2-uncategorised/12-pendidikan

188
SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLOG PENDIDIKAN

Oleh: Wafa Latifatul Hasanah

Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari jiwa. Peranan ilmu psikologi dalam pendidikan
sangatlah penting, sebab dalam bidang pendidikan, seorang pendidik harus mengetahui
karakteristik, jiwa, dan kepribadian peserta didiknya. Psikologi merupakan salah satu aspek
yang menjadi landasan pendidikan. Psikologi pendidikan menjadi pedoman seorang pendidik
untuk mengetahui perilaku dan sikap peserta didiknya.

A. PSIKOLOGI PENDIDIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI FILSAFAT


Sebelum lahir sebagai ilmu yang berdiri sendiri, psikologi sangat kental dipengaruhi oleh
filsafat. Psikologi kental dipengaruhi oleh cara-cara berpikir filsafat dan dipengaruhi oleh
filsafat itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan para ahli psikologi pada masa itu adalah juga ahli
filsafat atau para ahli filsafat waktu itu juga ahli psikologi. Para ahli filsafat kuno, seperti Plato
(429-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM), telah memikirkan hakikat jiwa dan gejala-
gejalanya. Pada zaman kuno tidak ada spesifikasi dalam lapangan keilmuan, sehingga boleh
dikatakan bahwa semua ilmu tergolong dalam apa yang disebut filsafat. Sementara ahli filsafat
ada yang mengatakan bahwa filsafat adalah induk ilmu pengetahuan (Sobur, 2013:73).

Pada abad pertengahan, psikologi masih merupakan bagian dari filsafat, sehingga objeknya
tetap hakikat jiwa, sementara metodenya masih menggunakan argumentasi logika. Tokoh-
tokoh abad pertengahan antara lain Rene Descrates (1596-1650). Psikologi pada saat
dipengaruhi oleh filsafat, seperti Rane Descartes memandang manusia mempunyai dua unsur
yang tidak dapat dipisahkan, yaitu jiwa dan raga. Dirgagunarsa (1996:17) menyatakan berbagai
pandangan tentang jiwa dan raga dapat digolongkan dalam dua. Pertama pandangan bahwa
antara jiwa dan raga (antara aspek fisik dan psikis) tidak dapat dibedakan karena merupakan
suatu kesatuan. Pandangan ini disebut monism. Kedua padangan bahwa jiwa dan raga pada
hakikatnya dapat berdiri sendiri, meskipun disadari bahwa antara jiwa dan raga merupakan
suatu kesatuan. Pandnagan ini disebut dualism.
B. PSIKOLOGI PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU DAN ILMU YANG MANDIRI

Kata ilmu merupakan terjemahan dari kata science. Kata science berasal dari kata scire yang
artinya mempelajari, mengetahui (Soeprapto, 1996:102). Pada mulanya cakupan ilmu (science)
secara epistimologis merujuk pada pengetahuan sistematik (systematic knowledge).
Pemakaian yang luas dari kata ilmu (science) diteruskan dalam Bahasa Jerman dengan istilah

189
wissenchaften, yang dalam Bahasa Inggris dikenal sebagai the humanitis (pengetahuan
kemanusiaan). Sementara dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai ilmu-ilmu budaya yang
pada umumnyamencakup pengetahuan tentang bahasa dan sastra, estetika, sejarah, filsafat, dan
agama (Dampier, 1966).

Definisi umum merumuskan bahwa ilmu pengetahuan adalah kajian mengenai dunia
eksternal. Ilmu didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan adalah hasil upaya manusia dalam
mencari kebenaran tentang sesuatu, melalui suatu penelitian dengan berbagai alat dan
persyaratannya, yang disusun secara sistematis, sehingga dapat dipelajari, disebarluaskan, dan
dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia (Soedjono, 1982:2). Untuk dapat dikatakan
sebagai ilmu, para ahli umumnya menyebutkan bahwa untuk dinyatakan sebagai ilmu, dituntut
syarat-syarat yaitu mempunyai objek tertentu, mempunyai metode tertentu, sistematis, dan
universal (Sobur, 2013:40). Berikut ini diuraikan psikologi dapat dipandang sebagai ilmu.
1. Objek Psikologi

Ilmu adalah kumpulan pengetahuan. Namun, tidak dapat dibalik bahwa kumpulan pengetahuan
itu adalah ilmu. Kumpulan pengetahuan dapat disebut ilmu apabila memiliki syarat-syarat
tertentu. Syarat yang dimaksud adalah objek material dan objek formal. Psikologi memiliki
objek material yaitu manusia; dan objek formal atau sudut pandang keilmuan yaitu dari segi
tingkah laku manusia. Objek tersebut bersifat empiris (Sobur, 2013:42).

2. Metode Psikologi

Psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, telah menggunakan metode-metode
ilmiah dalam mengumpulkan data dan informasinya. Yang dimaksud dengan metode ilmiah
adalah suatu cara kerja yang mengikuti prosedur ilmiah untuk memperoleh data atau informasi
yang diperlakukan suatu ilmu pengetahuan (Effendi dan Praja, 1993:9). Suatu metode bersifat
ilmiah, antara lain memiliki ciri-ciri yaitu: (1) objektif, artinya dapat memberikan data atau
informasi yang benar sesuai dengan keadaan objek yang sesungguhnya; (2) adekuat (adequate)
artinya memadai, sesuai dengan maslah dna tujuannya; (3) reliabel, artinya dapat dipercaya
memberikan informasi yang tepat; (4) valid, artinya dapat dipercaya (sahih) sesuai dengan
objeknya (kenyataan); dan (5) sistematis, artinya memeberikan data/informasi yang tersuusn
baik sehingga memudahkan penarikan kesimpulan dan akurat artinya dapat memberikan
data/informasi dengan teliti.

3. Sistematis

190
Psikologi sebagai ilmu pengetahuan dapat dikatakan telah memiliki sistematika yang diteliti,
baik sistematika dalam pencabangannya maupun sistematika dalam pembidangannya. Sebagai
gambaran mengenai pembagian dan sistematika dalam psikologi, ikhtisar sederhana mengenai
beberapa cabang psikologi yaitu psikologi teoritis dan psikologi praktis.

4. Universal

Universalitas psikologi mencirikan sekaligus memenuhi syarat keempat bahwa psikologi layak
sebagai ilmu. Masalah universal dari dari konsep-konsep psikologi, menurut pengamatan
Kontjaraningrat (1980:31-32) mendapat perhatian dari ahli antropologi. Mereka mulai
meragukan nilai universalitas dari beberapa konsep dan teori psikologi. Namun demikian
dengan ikut campurnya para ahli antropologi dalam hal penggunaan konsep dan teori psikologi,
karena dengan kritik para ahli antropologi para ahli psikologi dapat berusaha untuk lebih
mempertajam konsep dna teori yang mereka gunakan.

Psikologi mulai mandiri dan berdiri sebagai disiplin ilmu tersendiri pada tahun 1879, dipelopori
oleh Wilhelm Wundt yang merupakan seorang yang berkebangsaan Jerman yang juga seorang
dokter, filsuf, dan seorang ahli fisika. Wundt mendirikan sebuah laboratorium psilokogi
pertama di Leipzing jerman. Wundt banyak melakukan eksperimen mengenai gejala
pengamatan, dan tanggapan manusia, seperti persepsi, reproduksi, ingatan, asosiasi, dan
fantasi. Tampak bahwa tokohtokoh psikologi eksperimental meneliti gejala-gejala yang
termasuk bewusztseinpsychology, atau gejala gejala psikis yang berlangsung di dalam jiwa
yang sadar bagi diri manusia itu, sehingga sesuai dengan rumusan Descrates mengenai jiwa,
yaitu bahwa ilmu jiwa (psikologi) adalah ilmu pengetahuan mengenai gejala-gejala kesadaran
manusia (Gerungan, 1987:11-12).

Tokoh lain pada awal dijadikannya psikologi sebagai ilmu yang mandiri, yaitu Herman Ludwig
Ferdinal Von Helmholtz (1821-1894). Helmholz dikenal sebagai seorang empirikus dengan
keahlian dalam ilmu faal, fisika, dan psikologi. sebagai empirikus, Helmholtz menentang apa
yang disebut sebagai metalism, dan menurutnya psikologi merupakan pengetahuan yang eksak
dan banyak bergantung pada matematika. Namun demikian Helmholtz mengakui adanya naluri
(intstick), walaupun masih dianggapnya sebagai misteri yang belum terpecahkan. Beberapa
penyelidikan penting Helmholtz yaitu menyelidiki tentang pengamatan, kemudian ia
mengemukakan suatu doktrin yang disebut unconscius inference atau unbewusster schluse,
yaitu penyimpulan terhadap suatu rangsang dipengaruhi oleh adanya faktor-faktor yang tidak
disadari. Apa yang masuk dalam pengamatan kita, kadang-kadang hanya samar atau mungkin

191
hanya sebagian saja yang masuk dalam lapangan pengamatankita. Meskipun demikian manusia
dapat mengamati rangsang itu dengan jelas ataupun mengamati objek secara keseluruhan
(Dirgagunarsa, 1996:43).

Upaya-upaya yang bersifat semiilmiah dipelopori oleh para pendidik, seperti Pestalozzi,
Herbart, dan Frobel. Mereka sering dikatakan sebagai pendidik yang mempsikologikan
pendidikan, yaitu dalam wujud upaya memperbaharui pendidikan dengan melalui bahan-bahan
yang sesuai dengan tingkat usia, metode yang sesuai dengan bahan yang diajarkan dan
sebagainya, dengan mempertimbangkan tingkat-tingkat usia dan kemampuan anak didik.
Pestalozzi misalnya, dengan upayanya itu kemudian sampai pula pada pola tujuan
pendidikannya, yang disusun dengan bahasa psikologi pendidikan; dikatakan olehnya bahwa
tujuan pendidikan adalah tercapainya perkembangan anak yang serasi mengenaitenaga dan
daya-daya jiwa. Adapun Frobel Menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah terwujudnya
kepribadian melalui perkembangan sendiri, akativitas dan kerja sama sosial dengan semboyan
belajar sambil bekerja. Herbart bahkan telah menyusun pola rangkaian cara menyampaikan
bahan pelajaran, yaitu berturut-turut mulai persiapan, penyajian, asosiasi, generalisasi, dan
aplikasi. Tentu saja sifat dan luasnya usaha yang mereka hasilkan dan sumbangkan sesuai
dengan zamannya, yaitu bahwa psikologi sebenarnya pada zaman itu belum berdiri sebagai
ilmu pengetahuan yang otonom.

Akhir Abad 19 penelitian-penelitian dalam lapangan psikologi pendidikan secara ilmiah sudah
semakin maju. Di Eropa, Ebbinghaus mempelajari aspek daya ingatan dalam hubungannya
dengan proses pendidikan. Penelitian Ebbinghaus memunculkan teori kurve daya ingatan, yang
menggambarkan bahwa kemampuan mengingat mengenai sejumlah objek kesan-kesannya
semakin lama semakin berkurang (menurun), akan tetapi tidaklah hilang sama sekali.
Pemerintah Prancis pada awal Abad 20 merasa perlu untuk mengetahui prestasi belajar para
pelajar, yang dirasa semakin menurun. Pertanyaannya yang ingin dijawab adalah apakah
prestasi belajar itu semata-mata hanya tergantung pada soal rajin dan malasnya si pelajar,
ataukah ada faktor kejiwaan atau mental yang ikut memegang peranan.

Maka untuk memecahkan problem itu ditunjuklah seorang ahli psikologi yang bernama Alfred
Binet, dengan bantuan Theodore Simon, mereka menyusun sejumlah tugas yang terbentuk
dalam sebuah tes baku untuk mengetahui inteligensi para pelajar. Tes ini kemudian dikenal
dengan istilah tes inteligensi. Tes inteligensi Binet-Simon ini sangat terkenal, yang kemudian
banyak dipakai di Amerika Serikat, yang di negeri itu mengalami revisi berkali-kali untuk

192
mendapat tingkat kesesuaiannya dengan masyarakat atau orang-orang Amerika Serikat. Di
antara para ahli yang mengambil bagian dalam revisi-revisi itu misalnya Stern, Terman, dan
Merril. Perlu juga diketahui, bahwa laboratorium ciptaan Wundt di Leipzig juga tidak hanya
melakukan aktivitas penelitianyang bersifat psikologi umum, melainkan juga memegang
peranan dalam psikologi pendidikan.

Banyak orang Amerika Serikat yang belajar di Leipzig kepada Wundt. Akibatnya setelah
mereka mengembangkan psikologi itu di negaranya, termasuk psikologi pendidikan.
Terkenallah psikologi pendidikan di Amerika Serikat, misalnya Charles H. Judd; E. L.
Thorndike; dan B. F.Skinner. Orang-orang ini sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan
di Amerika Serikat. Terutama Thorndike, sehingga ia dipandang sebagai Bapak Psikologi
Pendidikan di Amerika Serikat. Menurut seorang pakar psikiatri dan psikologi Amerika
Serikat, Perry London yang telah meneliti tentang penggunaan jasa psikologi di Amerika
Serikat, yang menggunakan jasa psikologi bagi lapangan-lapangan tertentu adalah: 25%
merupakan para pendidik; 25% ahli psikologi klinis dan konsultan; 16% merupakan para
peneliti psikologi sendiri; sedang yang 34% tersebar pada lapangan atau pakar yang lain.
C. TOKOH-TOKOH PENTING DIBALIK PERKEMBANGAN PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
Psikologi pendidikan adalah cabang ilmu psikologi yang mengkhususkan diri pada cara
memahami pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan. Bidang psikologi
pendidikan dirintis oleh beberapa ahli sebelum Abad 20. Ada tiga perintis terkemuka yang
muncul di awal sejarah psikologi pendidikan. Wiliam James tokoh pertama yang berperan
besar dalam psikologi pendidikan. Dia adalah seorang filsuf dari Amerika Serikat, yang
terkenal sebagai salah seorang pendiri Mazhab Pragmatisme. Selain sebagai filsuf, James juga
terkenal sebagai seorang psikolog. Ia dilahirkan di New York pada tahun 1842. Setelah belajar
ilmu kedokteran di Universitas Harvard.

Wiliam James belajar psikologi di Jerman dan Perancis. Kemudian ia mengajar di Universitas
Havard untuk bidang anatomi, fisiologi, psikologi, dan filsafat, hingga tahun 1907. Wiliam
mendiskusikan aplikasi psikologi untuk mendidik anak dalam serangkaian kuliah yang bertajuk
talks to teacher. James menyatakan bahwa bagaimana cara mengajar anak secara efektif
(Santrock, 2008). James menegaskan bahwa pentingnya mempelajari psoses belajar mengajar
di kelas guna meningkatkan mutu pedidikan (Santrock, 2008). Salah satu rekomendasinya
adalah mulai mngajar pada titik yang sedikit lebih tinggi diatas tingkat pengetahuan dan
pemahaman anak dengan tujuan untuk meperluas cakrawala pemikiran anak (Santrock, 2008).

193
John Dewey tokoh kedua yang berperan besaar dalam membentuk psikologi pendidikan.
Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika Serikat, yang termasuk Mazhab Pragmatisme.
Selain sebagai filsuf, Dewey juga dikenal sebagai kritikus sosial dan pemikir dalam bidang
pendidikan. Dewey dilahirkan di Burlington pada tahun 1859. Setelah menyelesaikan studinya
di Baltimore, ia menjadi guru besar dalam bidang filsafat dan kemudian dalam bidang
pendidikan pada beberapa universitas. Sepanjang kariernya, Dewey menghasilkan 40 buku dan
lebih dari 700-an artikel. Dewey menjadi motor penggerak untuk mengaplikasikan psikologis
di tingkat praktis. Ia menjadi motor penggerak untuk mengaplikasikan psikologi di tingkat
praktis. Dewey membangun laboraturium psikologi pendidikan pertama di Amerika Serikat,
yakni Universitas Chicago, pada tahun 1894. Kemudian di Columbia University.

Ide penting Dewey tentang pandangan anak yaitu yang pertamaadalah anak sebagai pebelajar
yang aktif (active learner). Kedua pendidikan seharusnya difokuskan pada anak secara
keseluruhan dan memperkuat kemampuan anak untuk beradaaptasi dengan lingkungan. Dewey
percaya ahwa anak-anak seharusnya tidak hanya mendapat pelajaaran akademik saja tetapi juga
harus diajarkan csrs berpikir dan bersdaptasi dengan dunia diluar sekolah. Ia secara khusus
berpendapat bahwa anak-anak harus belajar agar mampu memecahkan masalah secara reflektif.
Ketiga, dari Dewey mendapat gagasan bahwa semua anak berhak mendapatkan pendidikan
yang selayaknya. Cita-cita demokratis ini pada masa pertengahan Abad 19 belum muncul,
sebab pada saat itu pendidikan hanya diberikan pada sebagian kecil anak, terutama anak
keluarga kaya (Santrock, 2008).Thorndike adalah perintis ketiga. Thorndike adalah seorang
psikolog Amerika Serikat yang menghabiskan hampir seluruh karirnya di Teachers College,
Columbia University.

Thorndike adalah Anggota Dewan Corporation Psikologis, dan menjabat sebagai Presiden
American Psychological Association pada tahun 1912. Thorndike memberi banyak perhatian
pada penilaian dan pengukuran dan perbaikan dasar-dasar belajar secara ilmiah. Thorndike
berpendapat bahwa salah satu tugas pendidikan di sekolah yang paling penting adalah
menanamkan keahlian penalaran anak. Thorndike sangat ahli dalam melakukan studi belajar
dan mengajar secara ilmiah (Beatty, 1998). Thorndike mengajukan gagasan bahwa psikologi
pendidikan harus punya basis ilmiah dan harus berfokus pada pengukuran (Santrock, 2008).

D. PERKEMBANGAN LEBIH LANJUT PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Pendekatan Thorndike untuk studi pembelajaran digunakan sebagai panduan bagi psikologi
pendidikan di awal Abad 20. Dalam ilmu psikologi Amerika Serikat, padangan Skinner, yang

194
didasarkan pada ide-ide Thorndike, sangat mempengaruhi psikologi pendidikan pada
pertengahan Abad 20.

Skinner berpendapat bahwa proses mental yang dikemukakan oleh James dan Dewey adalah
proses yang tidak dapat diamati dan karenanya tidak bisa menjadi subyek studi psikologi ilmiah
yang menurutnya adalah ilmu tentang perilaku yang dapat diamati dan ilmu tentang kondisi-
kondisi yang mengendalikan perilaku (Beatty, 1998). Skinner pada 1950 mengembangkan
konsep programmed learning (pembelajaran terprogram), yakni setelah murid melalui
serangkaian langkah ia terus di dorong (reinforced) untuk mencapai tujuan dari
pembelajaran.Skinner menciptakan sebuah alat pengajaran yang berfungsi sebagai tutor dan
mendorong murid untuk mendapatkan jawaban yang benar (Santrock, 2008). Akan tetapi,
muncul keberatan terhadap pendekatan behavioral yang dianggap tidak banyak tujuan dan
kebutuhan pendidikan di kelas. Sebagai reaksinya pada 1950-an Benjamin Bloom menciptakan
taksonomi keahlian kognitif yang mencakup pengingatan, pemahaman, synthesizing, dan
pengevaluasian, yang menurutnya harus dipakai dan dan dikembnagkan oleh guru untuk
membantu murid-muridnya. Perspektif kognitif menyimpulkan bahwa analisis behavioral
terhadap instruksi sering kali tidak cukup menjelaskan efek dari instruksi terhadap
pembelajaran.

Revolusi kognitif dalam psikologi pun mulai berlangsung pada tahun 1980 dan disambut
hangat, karena pendekatan ini mangaplikasikan konsep psikologi kognitif untuk membantu
murid belajar. Jadi, menjelang akhir Abad 20 banyak ahli psikologi pendidikan kembali
menekankan pada aspek kognitif dari proses belajar (Santrock, 2008). Pendekatan kognitif dan
pendekatan behavioral hingga saat ini masih menjadi bagian dari psikologi pendidikan, namun
selama beberapa dekade terakhir Abad 20, ahli psikologi pendidikan juga semakin
memperhatikan aspek sosioemosional dari kehidupan murid. Misalnya mereka menganlisa
sekolah sebagai konteks sosial dan mengkaji peran kultur dalam pendidikan (Santrock, 200

195
DAFTAR PUSTAKA

Sinta Yuni Sulistiawati S.pd,M.pd PSIKOLOG PENDIDIKAN"SEJARAH


PERKEMBANGAN PSIKOLOG PENDIDIKAN" 2017 Nur Hidayah.

196
DEMOKRASI PENDIDIKAN

Oleh: Wulan Sulistiawati

Secara etimologis, istilah demokrasi barasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti
rakyat, dan cratos atau cratein, yang berarti kekuasaan atau pemerintahan. Jadi, demokrasi
adalah kekuasaan atau pemerintahan rakyat. Atau menurut Abraham Lincoln (AS, 1863),
demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government of
the people, by the people, and for the people).

Di dunia pendidikan, pendidikan yang demokratis adalah pendidikan yang memberikan


kesempatan yang sama kepada setiap anak didik untuk mendapatkan pendidikan di sekolah
sesuai dengan kemampuannya (St. Vembrianto, 1981:8). Demokratis di sini mencakup arti
secara horizontal maupun vertikal. Demokrasi secara horizontal maksudnya bahwa setiap
anak, tidak ada kecualinya, mendapatkan kesempatan yang sama untuk menikmati
pendidikan sekolah. Di Indonesia hal ini sesuai dengan Pasal 31 Ayat (1) UUD 1945, yaitu,
“Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Sedangkan demokrasi secara
vertikal maksudnya bahwa setiap anak (warga negara) mendapat kesempatan yang sama
untuk mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi-tingginya, sesuai dengan
kemampuannya (Hasbullah, 2005:243). Maka dalam pendidikan, demokrasi ditunjukkan
dengan pemusatan perhatian serta usaha pada si anak didik dalam keadaan sewajarnya
(inteligensia, kesehatan, keadaan sosial, dsb.) Demokrasi pendidikan dalam pengertian
yang lebih luas memberikan manfaat dalam praktik kehidupan , paling tidak mengandung
hal-hal sebagai berikut :

 Rasa Hormat terhadap Harkat dan Martabat Manusia.

Demokrasi dianggap sebagai pilar pertama untuk menjamin persaudaraan hak manusia
dengan tidak memandang perbedaan jenis kelamin, usia, suku, bangsa, warna kulit, agama,
budaya, dll. Dalam pendidikan, nilai-nilai inilah yang ditanamkan dengan memandang
adanya perbedaan-perbedaan itu sebagai keragaman yang perlu dihormati dan dihargai,
baik di antara peserta didik maupun dengan gurunya, atau antar pemangku kepentingan
(stackholders) yang terkait dalam proses pendidikan.

197
 Setiap Manusia Memiliki Perubahan ke Arah Pikiran yang Sehat.

Prinsip inilah yang melahirkan pandangan bahwa manusia itu harus dididik. Dengan
pendidikanlah manusia akan berubah dan berkembang ke arah yang lebih baik, sehat, dan
sempurna. Oleh karenanya, sekolah sebagai lembaga pendidikan diharapkan dapat
mengembangkan kemampuan anak/peserta didik untuk berpikir dan memecahkan masalah
atau persoalan-persoalan sendiri secara teratur, sistematis, dan komprehensif serta kritis,
sehingga akan memiliki wawasan, kemampuan, dan kesempatan yang luas. Dalam hal ini
diperlukan sikap yang demokratis, sehingga tidak terjadi pemaksaan kehendak kepada
orang lain, dan dari sinilah diharapkan akan lahir warga negara yang demokratis.

 Rela Berbakti untuk Kepentingan Kesejahteraan Bersama.

Pengertian demokrasi tidak dibatasi oleh kepentingan individu-individu lain, artinya


seseorang bebas bersikap dan berbuat, akan tetapi dengan tetap menghormati kebebasan
orang lain. Atau sama halnya memiliki hak asasi manusia tetapi juga menghargai hak asasi
manusia lain. Inilah yang disebut toleransi.Dengan demikian, tidak ada seseorang yang
karena kebebasannya berbuat sesuka hatinya sehingga merusak atau mengganggu
kebebasan orang lain atau malah kebebasannya sendiri. Dalam hal ini, maka norma, aturan,
atau tata nilai yang ada di masyarakatlah (adat-istiadat, kesusilaan, kesopanan, agama,
hukum) yang membatasi dan mengendalikan kebebasan itu. Warga negara yang demokratis
akan dapat menerima pembatasan kebebasan itu dengan rela hati. Jadi, setiap orang akan
menyadari hak dan kewajibannya masing-masing dalam kehidupan sehari-hari baik sebagai
individu, sebagai anggota keluarga, sebagai anggota masyarakat, dan sebagai warga
negara.Kesejahteraan atau kebahagiaan lahir batin akan dicapai oleh masyarakat atau setiap
warga negara jika dapat menyumbangkan dan mengembangkan tenaga dan pikirannya
untuk kemajuan dan kepentingan bersama. Kebersamaan dan kerja sama inilah yang
merupakan pilar demokrasi. Caranya dapat dilakukan melalui dialog dan musyawarah
mufakat sebagai pendekatan sosial dalam setiap pengambilan keputusan untuk mencapai
kesejahteraan dimaksud. Berkenaan dengan inilah, maka bagi setiap warga negara
dibutuhkan :

 Pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah kewarganegaraan (civics),


Ketatanegaraan, kemasyarakatan, urusan-urusan pemerintahan yang penting;

198
 Kesiapan dan kesanggupan menjalankan tugasnya, dengan mendahulukan
kepentingan negara dan masyarakat daripada kepentingan diri sendiri atau
kelompoknya;
 Kesiapan dan kesanggupan memberantas kecurangan-kecurangan dan perbuatan-
perbuatan yang menghalangi kemajuan dan kemakmuran rakyat dan pemerintah.
(Ngalim Purwanto, 1994:44)

PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI DALAM PENDIDIKAN

Dalam setiap pelaksanaan pendidikan, terdapat beberapa masalah yang terkait, antara lain :

 Hak asasi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan.


 Kesempatan yang sama bagi warga negara untuk memperoleh pendidikan.
 Hak dan kesempatan atas dasar kemampuan mereka.

Dari kenyataan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa ide dan nilai demokrasi pendidikan
sangat banyak dipengaruhi oleh alam pikiran, sifat, dan jenis masyarakat di mana mereka
berada. Pengembangan demokrasi pendidikan pun karenanya akan banyak dipengaruhi oleh
latar belakang kehidupan dan penghidupan masyarakatnya. Misalnya, masyarakat agraris di
perkampungan akan berbeda dengan masyarakat modern di perkotaan, dsb. Dikaitkan dengan
prinsip-prinsip demokrasi, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, di antaranya :

 Keadilan dalam pemerataan kesempatan belajar bagi semua warga negara dengan cara
adanya pembuktian kesetiaan dan konsisten pada sistem politik yang berlaku.
 Dalam upaya pembentukan karakter bangsa sebagai bangsa yang baik.
 Memiliki suatu ikatan yang erat dengan cita-cita nasional.

Cita-cita demokrasi pendidikan di Indonesia yang akan dikembangkan tidak meninggalkan


ciri-ciri dan sifat kondisi masyarakat yang ada, namun melalui proses horizontal dan vertikal
yang komunikatif, dihubungkan dengan nilai-nilai demokrasi Pancasila, sehingga demokrasi
pendidikan Indonesia berbeda dengan demokrasi pendidikan di negara-negara lain.
Demikianlah dalam berbagai bidang pun mengikuti demokrasi Pancasila sehingga dikenal pula
ekonomi Pancasila, politik Pancasila, dan kain-lain. Jika demokrasi pendidikan yang akan
dikembangkan berorientasi pada cita-cita dan nilai-nilai demokrasi Pancasila, berarti harus
mengikuti prinsip-prinsip :

 Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan nilai-nilai luhurnya.

199
 Wajib menghormati dan melindungi hak asasi manusia yang bermartabat dan berbudi
pekerti yang luhur.
 Mengusahakan pemenuhan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan
pengajaran nasional dengan memanfaatkan kemampuan pribadinya, dalam rangka
mengembangkan kreasinya ke arah perkembangan dan kemajuan iptek tanpa
merugikan pihak lain.

200
DAFTAR PUSTAKA

https://ejurnal.iainpare.ac.id/index.php/ALMAARIEF/article/download/2176/976#:~:text=De
mokrasi%20pendidikan%20adalah%20suatu%20pandangan,kelas%20maupun%20di%20luar
%20kelas.

Djunaedi sajidiman. 2012. Dasar-dasar ilmu pendidikan. Cianjur : Sekolah Tinggi Ilmu
Tarbiyah Nurul Hikmah.

201
PENDIDIKAN KARAKTER

Oleh: Yunita
Pendidikan

Pendidikan merupakan perbuatan fundamental karena pendidikan mengubah dan


mengonstruksi perbuatan manusia, karena mendidik itu memanusiakan manusia (muda),
karena mendidik itu perbuatan hominisasi dan humanisasi.

Ki Hadjar Dewantara menerapkan pendidikan yang humanis yaitu memanusiakan manusia


yang berbudaya dan berkembang secara kognitif (daya cipta), afektif (daya rasa), dan konatif (
daya karsa).

Pendidikan dapat diartikan juga sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan
untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri
sendiri, sesama, lingkungan, maulun kebangsaan, sehingga menjadi manusia insan kamil,
yakni manusia yang sempurna jasmani dan rohani.

Pendidikan juga adalah salah satu hal penting yang wajib dilakukan, baik di Indonesia ataupun
luar negeri. Tujuan pendidikan sendiri adalah untuk menjadikan seseorang mempunyai
kepribadian yang baik dan memiliki wawasan luas.

Karakter

Kata karakter berasal dari kata Yunani (charassein) yang berarti mengukir sehingga terbentuk
sebuah pola. Mempunyai akhlaq mulia tidak begitu saja dimiliki oleh setiap manusia ketika ia
dilahirkan, tetapi perlu proses yang panjang melalui pengasuhan dan pendidikan (proses
pengukiran).

Dalam istilah bahasa Arab, karakter ini mirip dengan akhlaq (akar kata khuluk), yaitu tabiat
atau kebiasaan melakukan hal yang baik. Al Ghazali menggambarkan, bahwa akhlaq adalah
tingkah laku seseorang yang berasal dari hati yang baik. Oleh karena itu, pendidikan karakter
adalah usaha aktif untuk membentuk kebiasaan baik.

Singkatnya, karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu
untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

202
Pendidikan karakter sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada pasal 3 yang menyebutkan, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.

Ada berbagai pandangan atau pendapat mengenai deginisi karakter, diantaranya adalah sebagai
berikut.

a) Prof. Suganto, Ph.D (2009), mendefinisikan karakter adalah cara berfikir dan berperilaku
yang menjadi ciri khas individu untuk hidup dan bekerja sama di lingkungan keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara.

b) Thomas Lickona (1991), karakter seseorang didefinisikan sebagai sifat alami seseorang
dalam merespon situasi secara bermoral yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui
tingkah laku yang baik, jujur, bertanggungjawab, menghormati orang lain dan karakter mulia
lainnya.

Pentingnya pendidikan karakter

Pendidikan karakter adalah suatu sistem pendidikan yang bertujuan untuk menanamkan nilai-
nilai karakter tertentu kepada peserta didik yang di dalamnya terdapat komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, serta tindakan untuk melakukan nilai-nilai tersebut.

Bobroknya pendidikan tanpa karakter

Salah satu penyebab terjadinya kemunduran moral bangsa adalah lemahnya pendidikan
karakter. Membangun karakter itu harus diiringi dengan karakter yang memberi contoh.
Sejarah berjalan secara dialektis. Kontradiksi yang terjadi pada dasarnya adalah landasan
perubahan.

Karakter guru yang jelek sering melahirkan murid² yang kehilangan karakter, suatu contoh
nyata adalah karakter mengajar guru yang membosankan bisa membuat kita tidak menyukai
pelajaran yang disampaikannya. Bukan pelajaran nya yang sulit akan tetapi dari segi
penyampaian materi oleh guru nya yang sulit untuk dipahami.

203
Di Indonesia, pembangunan karakter dan pembangunan bangsa menjadi semboyan yang kuat
di zaman kepemimpinan RI pertama. Ir. Soekarno. Beliau sering menyerukan pentingnya
pembangunan karakter bangsa yang dapat menjadikan negara Indonesia sebagai bangsa yang
bermartabat, terutama bangsa yang bebas dr penjajahan yg membuat bangsa kita berada dalam
kekuasaan perbudakan dan penjajahan oleh bangsa lain.

Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education)
dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di
negara kita, krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka
kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan
menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi dan perusakan milik orang lain sudah
menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Oleh karena itu,
betapa pentingnya pendidikan karakter. Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep
moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling) dan perilaku moral (moral behavior).
Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh
pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik dan melakukan perbuatan
kebaikan.

Risiko Orang Pintar Tanpa Karakter

Semua orang akan mengatakan bahwa pintar itu penting. Jangan sampai hidup ini menjadi
orang bodoh. Orang pintar hidupnya akan beruntung dan tidak akan miskin atau menderita.
Selain itu, orang pintar akan bisa mengatasi problem-problem hidupnya, tampa
menggantungkan diri pada orang lain. Orang pintar juga akan dijadikan pemimpin dan
dianggap lebih tinggi derajatnya.

Pendidikan dipercayai bisa mengubah seseorang dari bodoh menjadi pintar. Oleh karena itu,
agar rakyat menjadi pintar, maka pemerintah didesak menaikkan anggaran pendidikan.
Manakala anggaran pendidikan mencukupi, maka gedung sekolah bisa dibangun, guru bisa
bekerja maksimal, sarana dan prasarana bisa tercukupi, pendidikan berjalan maksimal dan
hasilnya anak-anak bodoh menjadi pintar.

Namun ternyata, berbekalkan kepintaran saja tidak cukup. Dalam kehidupan sehari-hari, orang
pintar yang tidak berkarakter, berkepribadian baik, atau berakhlaq mulia justru akan
mencelakakan, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Kepintaran harus dibarengi
dengan karakter atau akhlak mulia. Bahkan kalau boleh memilih, antara pintar dan berakhlaq

204
mulia. Lebih memilih yang berakhlaq. Bodoh tetapi berakhlaq lebih baik daripada pintar tetapi
minus karakter.

Betapa besar bahaya orang pintar tetapi tidak berkarakter baik, dilihat dan dirasakan sekarang
ini. Para koruptor yang banyak tertangkap, diadili dan dipenjarakan sekarang ini, adalah orang-
orang pintar tetapi tidak memiliki karakter yang baik. Oleh karena berhasil menempuh
pendidikan dan bahkan hingga pendidikan tinggi, mereka menjadi pintar dan diangkat sebagai
pejabat, baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Namun karena tidak berbekal karakter
dengan enaknya mereka menguras uang masyarakat.

Pemerintah atau negara yang diurus oleh orang-orang pintar tetapi tidak berkarakter, maka
akibatnya sehari-hari yang diperbincangkan hanya soal korupsi, nepotisme, manipulasi
diberbagai bidang kehidupan. Bahkan, persoalan sederhana, seperti pelaksanaan ujian nasional
misalnya, harus melibatkan polisi untuk mengawal untuk ujian dari gudang penyimpanan
hingga ke tempat ujian, agar tidak bocor. Umpama orang-orang pintar itu juga sekaligus
berakhlaq mulia, maka kehidupan ini akan menjadi murah, ringan dan mudah.

Itulah sebabnya, Rasulullah dalam membangun masyarakat, menjadikan akhlaq mulia sebagai
kuncinya. Manakala masyarakat itu berakhlaq mulia, maka aspek-aspek kehidupan lainnya
akan mengikuti menjadi baik. Politik, ekonomi, hukum, pemerintahan, dan lain-lain, akan
menjadi baik, dalam arti tidak akan terjadi penyimpangan, manakala orang-orang yang ada
didalamnya baik yang mengurus dan yang diurus, berkarakter atau berakhlaq.

205
DAFTAR PUSTAKA
Buku, Pengembangan Pendidikan Karakter

Buku, Pendidikan Akhlaq Mulia

Pentingnya pendidikan karakter Hal 18

Pandangan karakter Hal 25

Risiko orang pintar tanpa karakter Hal 17

206

Anda mungkin juga menyukai