BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui, sumber hukum Islam adalah Al-Quran dan
Sunnah Rasulullah. Keduanya juga disebut dalil—dalil pokok hukum Islam
karena merupakan petunjuk (dalil) utama hukum Allah. Ada pula dalil yang lain
seperti qiyas, istihsan, istishab, dll, namun dalil tersebut hanya sebagai dalil
pendukung yang merupakan alat bantu untuk sampai pada hukum-hukum yang
dikandung Al-Quran dan sunnah, sehingga disebut pula sebagai metode ijtihad.
Salah satu metode ijtihad yaitu Saddu Adz-Dzariah.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan sadd Adz-Dzari’ah?
2. Bagaimana pengelompokkan dzari’ah?
3. Bagaimana pandangan ulama tentang sadd adz-dzariah?
4. Bagaimana aplikasi sadd adz-dzariah dalam ekonomi Islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi sadd adz-dzari’ah
2. Mengetahui pengelompokkan dzari’ah
3. Mengetahui pandangan ulama tentang saad adz-dzariah
4. Mengetahui aplikasi sadd adz-dzariah dalam ekonomi Islam
2
BAB II
Pembahasan
الوسيلة اليت يتوصل هبا إىل الشيء سواء كان حسيا أو معنويا
“Jalan yang membawa kepada sesuatu, secara hissi atau ma’nawi, baik atau
buruk”. Ada juga yang mengkhususkan pengertian dzari’ah dengan “ sesuatu yang
membawa kepada yang dilarang dan mengandung kemudharatan.” Akan tetapi
Ibn Qayyim al-Jauziyah mengatakan bahwa pembatasan pengertian dzari’ah
kepada sesuatu yang dilarang saja tidak tepat, karena ada juga dzariah yang
bertujuan kepada yang dianjurkan. 1
Perbedaan kedua, dilihat dari segi bentuk perbuatan pokok yang ada di
balik perantara itu. Bila perbuatan pokok yang dituju adalah perbuatan yang
diperintahkan, maka wasilahnya disebut muqaddimah, sedangkan bila perbuatan
pokok yang dituju adalah perbuatan yang dilarang, maka wasilahnya disebut
dzari’ah.2
1
Nasroen Haroen, Ushul Fiqh 1, Logos Wacana Ilmu, Jakarta: 1997, hal. 160
2
Amir Sayrifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, Logos Wacana Ilmu, Jakarta: 2001, hal. 400
3
2. Saddu adz—Dzari’ah
B. Pengelompokan Dzari’ah
3
Satria Effendi, M. Zain, Ushul Fiqh, Prenada Media, Jakarta: 2005, hal.172
4
Nasroen Haroen, Ushul......Op.Cit, hal. 161
5
Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad Al-syaukani: Relevansinya bagi Pembaruan Hukum Islam
di Indonesia, PT Logos Wacana Ilmu, Jakarta: 1999, hal. 142
4
6
Nasroen Haroen, Ushul......Op.Cit, hal. 166
7
Amir Syarifuddin, Ushul.....Op. Cit, hal.402
5
8
_______, Ensiklopedi Hukum Islam, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta:1996, Hal. 2006
9
Amir Syarifuddin, Ushul.....Op. Cit, hal. 403
10
Nasroen Haroen, Ushul.....Op.Cit, hal.163
6
11
Amir Syarifuddin, Ushul.....Op. Cit, hal. 404
12
Q.S. Al-An’am: 8
13
Q.S. An-Nuur: 31
7
18
Abd al-Ghani al-Ghanimi ad-Dimasyqi al-Hanafi, Al-Lubab Fi Syarh Al-Kitab, , juz 1,
Dar al-Ma’rifah, Beirut: 1997, hal. 465.
9
Perlu diketahui bahwa ternyata jual beli inah ini, menurut selain
madzhab Malikiyah disebut-sebut dengan jual beli ‘ajal, yaitu yang
mengandung siasat menjurus kepada riba, yaitu seseorang menjual barang
dengan pembayaran bertempo. Kemudian membelinya lagi pada saat itu
juga, Jual beli ini disebut‘inah karena si pemilik barang bukan
menginginkan menjual barang, tetapi yang diinginkannya adalah ‘ain
(uang). Atau karena si penjual kembali memiliki ‘ain (benda) yang dia jual
pada waktu itu juga. Sedangkan menurut Malikiyah jual beli ajal adalah
jual beli yang diadakan oleh pembeli dari apa yang telah dia beli kepada
penjual atau wakilnya dengan pembayaran bertempo.21
19
Amir Syarifuddin, Ushul....Op.Cit, hal. 406
20
Abdullah al-Mushlih, dkk, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta: 2004,
pg.125
21
http://sevensweet.wordpress.com/2011/12/01/jual-beli-shahih-dan-bathil/
10
Para ulama sepakat bahwa jual beli ‘inah ini diharamkan bila
terjadi melalui kesepakatan dan persetujuan bersama dalam perjanjian
pertama untuk memasukkan perjanjian kedua kedalamnya. Namun para
ulama berbeda pendapat bila tidak terjadi kesepakatan sebelumnya.23
Menurut Malikiyah, akad jual beli ini batil jika ditemukan indikasi
niatan yang tidak baik (dosa). Dengan alasan, untuk mencegah terjerumus
dalam kerusakan. Syafi’iyah dan zahhiriyah menyatakan keabsahan bai’
ajal karena rukunnya telah lengkap, adapun niatan yang kurang baik, hal
itu dikembalikan kepada Allah Swt. Menurut Abu Hanifah, secara dzahir
akad jual beli ini sah, dengan catatan terdapat seorang muhalil (pihak
ketiga yang melakukan pembelian hp dari pembeli pertama, kemudian ia
menjualnya kepada penjual pertama).24
tentang niat dan lafal dalam masalah transaksi (akad). Ulama Hanafiyyah
dan Syafi’iyah mengetakan bahwa dalam suatu urusan transaksi yang
dilihat dan diukur adalah akadnya, bukan niat dari orang yang melakukan
akad. Apabila akad yang disepakati dua orang telah memenuhi rukun dan
syarat, maka akad itu sah. Adapun masalah niat yang tersembunyi dalam
akad, diserahkan sepenuhnya kepada Allah swt.25 Kesimpulan : jumhur
ulama selain Syafi’iyah menghukumi jual beli inah fasid, karena menjurus
pada riba, dan seakan-akan membolehkan apa yang Allah ta’ala larang,
maka tidak dishahihkan, dengan kata lain suaatu alasan yang mendorong
kepada kejelekan itulah yang merusak akad.26
Credit card/ kartu kredit adalah jenis kartu yang dapat digunakan
sebagai alat transaksi jual beli barang atau jasa, dimana pelunasan atau
pembayarannya kembali dapat dilaukan sekaligus atau dengan cara
mencicil sejumlah minimum tertentu. Jumlah cicilan tersebut dihitung dari
nilai saldo tagihan ditambah bunga bulanan. Tagihan pada bulan laluu
termasuk bunga (retail interest) merupakan pokok pinjaman pada bulan
berikutnya.27 Sedangkan akad yang digunakan pada kartu kredit syariah
adalah akad kafalah dan ijarah.28
25
Nasroen Haroen, Ushul....Op.Cit, hal. 170
26
http://sevensweet.wordpress.com/2011/12/01/jual-beli-shahih-dan-bathil/
27
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh .....Op.Cit, hal. 280
28
Lihat At-Takyif asy-Syar’i li Bithaqah al-I’timan, Nawaf Batubara, hal. 143-146
12
Selain itu jika nasabah ternyata belum layak dan belum mampu
membayar tagihan kartu kredit. Maka pihak bank sebaiknya melakukan
penelitian langsung untuk melihat kredibilitas dan kapabilitas nasabah
tersebut.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
29
Kasmir, Bank dan lembaga Keuangan Lainnya, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta:
2008, hal. 346
30
Abdullah Al-Mushlih, Fikih Keuangan....Op.Cit, hal. 315
13
B. Penutup
Sadd adz-dzari’ah adalah suatu perangkat hukum dalam Islam yang sangat
bagus jika diterapkan dengan baik, sesuai dengan rambu-rambu syara’, Metode
ini bisa menjadi perangkat yang betul-betul bisa digunakan untuk menciptakan
kemaslahatan umat dan menghindarkan kerusakan umat. Karena memang salah
satu tujuan hukum Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan dan
menghindari kerusakan (mafsadah). Jika suatu perbuatan yang belum dilakukan
diduga keras akan menimbulkan kerusakan (mafsadah), maka dilaranglah hal-hal
yang mengarahkan kepada perbuatan tersebut. Metode hukum inilah yang
kemudian dikenal dengan sadd adz-dzari’ah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah al-Mushlih, dkk, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta:
2004
Amir Sayrifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, Logos Wacana Ilmu, Jakarta: 2001
Wahbah Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, Jilid 2, Daar al-Fikr, Beirut: 1986
http://sevensweet.wordpress.com/2011/12/01/jual-beli-shahih-dan-bathil/