Anda di halaman 1dari 12

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

Abstrak BANDUNG
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN MD
MATA KULIAH FILSAFAT ISLAM 2021

FILSAFAT ISLAM PASCA IBNU RUSD


Nama Kelompok
1. Khoirul fitri (1194030
2. Muhamad Fadly Radiansyah P (1194030073)
3. Muhammad Fikri Al Fathoni (1194030
4. Muhammad Gifary Nurfaizi (1194030
5. Muhammad Ibnu Najib N (1194030
Dosen Pengampu :
Abstrak
Tulisan ini mencoba membahas pemikiran filsuf Muslim Ibnu Rusd dan kondis pasca
meninggalnya Ibnu Rusd. Adapun bagi kebanyakan peneliti tradisi intelektualisme Muslim,
Ibnu Rusd bukanlah orang asing karena merupakan salah satu tokoh filsafat islam yang
sangat terkenal yang dijadikan rujukan atau acuan dimasa sekarang. Pemikiran yang menarik
dari filosofi Ibnu Rusd adalah semangatnya untuk menggabungkan kekuatan baik spiritualitas
dan intelektualitas secara bersama-sama dalam mencari ilmu. Hasil penelitian penulis setelah
meneliti beberapa kitab rujukan, baik yang primer maupun sekunder adalah: bahwa Ibnu
Rusyd lahir pada tahun 520H. Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid Muhammad Ibnu
Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Rusyd yang dikenal di Eropa pada zaman
pertengahan dengan sebutan Averrois. Asas-asas rekonsiliasi Ibnu Rusyd diantaranya adalah
bahwa mempelajari filsafat adalah perintah agama yang diperkuat oleh alQur’an, dan nas-nas
itu memiliki makna eksoteris dan esoteric serta ta’wil itu adalah suatu keharusan dalam
agama. Beberapa tahun setelah kematian Ibnu Rusd banyak orang berfikir bahwa filsafat
Islam akan mengalami kemunduran, namun pada kenyataannya setelah itu banyak filsuf
muslim sesudahnya.

Pendahuluan
Pemikiran manusia tidak terbatas dan selalu berkembang. Dalam Ilmu Filsafat sering merujuk
sebagai al-ulum al-aqliyah atau “ ilmu pikiran/rasional”. Hal ini merupakan keseimbangan
ilmu, yakni ilmu agama yang disebut al-‘ulum al-naqliyah atau ilmu Naqli, yaitu merupakan
ilmu yang merujuk kepada Al-qur’an dan As-sunah (Madjid,1997:49). Hal ini bahwasannya
ilmu rasional merupakan bagian dari filsafat. Filsafat merupakan bagian dari peradaban
manusia, semua peradaban manusia pasti mempunyai filsafatnya masing-masing, pada
kenyataannya, filsafat bukan hanya berkembang di negara barat khususnya yunani saja.
Namun, ada juga filsafat yang berkembang selain di yunani, yakni filsafat china, filsafat
Persia serta filsafat islam.
Filsafat muncul pada pemerintahan islam. Pada awalnya sebelum islam datang bangsa arab
belum mempunyai dan mempelajari filsafat, namun bukan berarti bangsa arab tidak ingin
mempelajari. Sejak filsafat masuk pada bangsa arab, kaum muslimin mempelajari filsafat dari
kitab-kitab filsafat yunani dan melakukan penerjemahan kitab. Setelah filsafat sudah tidak
berkembang di yunani,setelah filsafat itu sudah matang di dunia islam maka filsafat
dikembangkan oleh dunia islam. Sejak abad 9 sampai abad ke-12, filsafat berkembang sangat
pesat di dunia islam terutama di baghdad, suburnya khazanah ilmu pengetahuan. Dunia islam
melahirkan banyak filosofis-filosofis yang cerdas. Sampai ada yang memberi julukan “guru
pertama” yakni Artisthoteles dan “Guru Kedua” yakni “Al-farabi”.
Selain al-farabi, dunia islam melahirkan filosofis yang intelektual,filosofis yang mampu
membuka mata dunia barat melalui pemikirannya yakni Ibn Rusyd. Ibn rusyd merupakan
pendukung dan menerapkan ajaran filsafat Aristhoteles. Ia berusaha mengembalikan filsafat
islam kepada filsafat ajaran Aristhoteles yang asli. Ia mengkritik filsafat ajaran
Neoplatonisme yang dimana tokoh-tokoh sebelum ibn rusyd seperti Al-farabi, dan ibnu sina
memakai pemikiran filsafat yang berasal dari Neoplatonisme. Menurutnya, filsafat
Aristhoteles telah di nodai oleh filosofis islam yang terpengaruh filsafat Neoplatonisme. Ia
mengkritik dan menolak gagasan dari Alfarabi yang menyatukan filsafat plato dengan
Aristhoteles. Ia juga mengkritik pemikiran dari Al-ghazali (1059-1085). Al-Ghazali
merupakan filosofis yang melontarkan sanggahan dan kritik yang luar biasa, juga pedas.
Dengan kritikannya terhadap filsafat ia tuangkan secara tegas dalam kitabnya, yakni At-
Tahafut Al-Falasifah, dan menganggap sebagian filosof adalah ahli bid’ah dan mengkafirkan
mereka pada tiga perkara: (1) persoalaan tentang keqadiman alam serta menganggap bahwa
semua jauhar itu qadim, (2) persoalan tentang pengetahuan tuhan tidak menjangkau al-juz’iat
al hadithah min al-asykhas. (3) persoalaan tentang kebangkitan rohani dan jasad dan
penghimpuannya di akhirat kelak. Pandangan al-Ghazali tersebut disanggah dan di kritik oleh
Ibn Rusyd sekaligus sebagai pembelaan terhadap filsuf-filsuf, dalam karyanya yang terkenal
At-Tahafut Al-Falsafah. Ibn Rusyd melakukan pembelaan terhadap filosof karena serangan
filsafat yang dilakukan Imam alGhazali dalam berbagai argumentasi cukup ‚mematikan‛ dan
berpengaruh terhadap orang Islam yang akhirnya menimbulkan kebencian terhadap filsafat.
Akibat serang Al-Ghazali tentang tiga persoalan tersebut, membuat Ibn Rusyd menguraikan
kesedihan keprihatinan, karena yang membuat argumentasi tersebut temannya dengan
serangan musuh, karena hal itu sangatlah berpengaruh bagi filsafat islam sendiri. Pembelaan
Ibnu Rusyd (1126-1198M.) terhadap kaum filosofis dituangkan dalam kitab Fasl Al-Maqal
Fi Ma Bain Al-Hikmah Wa Al-Syari’ah Min Al-Ittisal dan Tahafut Al-Tahafut
Berdasarkan paparan diatas penulis menyusun formula penelitian, yakni rumusan masalah,
pertanyaan penelitian serta tujuan penelitian ( Darmalaksana 2020). Adapun pertanyaan
penelitian yakni bagpengaruh pemikiran Ibn Rusyd di Dunia Barat, karya-karya seperti apa
yang telah dilahirkan dari filosofis muslim tersebut, serta bagaimana filsafat islam pasca Ibn
Rusyd. Tujuan penelitian ini yakni membahas perkembangan filsafat islam pada zaman Ibn
Rusyd serta mengetahui filsafat islam pasca Ibn Rusyd. Metode yang digunakan adalah
metode historis atau metode sejarah. Metode historis ialah suatu proses pengkajian,
penggalian dan penjelasan secara kritis terhadap peristiwa peninggalan masa lampau
(Sjamsudin, 2007:17) dengan pendekatan ini seseorang memahami filsafat pada zaman ibn
rusyd dan pasca Ibn Rusyd.

Pembahasan
Sekilas biografi Ibn Rusyd
Ibnu Rusyd adalah seorang filosof Islam ketiga terbesar di belahan barat Dunia Islam yang
lahir di Cordova pada tahun 520 H.l126 M. Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid
Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Ah{mad Ibnu Rusyd yang dikenal di Eropa
pada zaman pertengahan dengan sebutan Averrois. Ia berasal dari keluarga ulama yang
memiliki pengetahuan luas, terutama dalam hukum Islam. Neneknya dikenal sebagai ulama
fiqhi dalam Mazhab Maliki dan pernah menjadi Hakim Agung Cordova. Latar belakang
keagamaan inilah yang memberinya kesempatan untuk meraih kedudukan yang tinggi dalam
studi-studi keislaman. al-Qur’an, Hadith, Ilmu Fiqh, Bahasa dan Sastra Arab dipelajarinya
secara lisan dari gurunya masing-masing, di samping teologi Islam, dan ilmu-ilmu lain,
seperti matematika, astronomi, logika, fisika, kedokteran serta filsafat. Memiliki banyak guru
dari ilmuwan terkemuka, Ibn Rusyd belajar Hadith dari Abu al-Qasim, Abu Marwan Ibn
Massarat dan Abu Abdullah Marzi; belajar fiqh dari Hafidz Abu Muhamad Ibn Rizqi; belajar
ilmu ketabiban dari Abu Ja’far. Lingkungan keilmuwan dan keluarganya sejalan dengan
kecerdasan dan ketekunannya, memberi peluang baginya untuk menguasai berbagai cabang
ilmu pengetahuan di bidang sastra, hukum, teologi, filsafat dan ketabiban. Selain itu
kakeknya juga aktif dalam kegiatan politik dan sosial. Namun ketika kelahiran Ibnu Rusyd,
Daulah Murabitun didirikan oleh Yusuf lbnu Tasfin (1090-1106 M.) di Maghribi dan
berakhir pada masa kesultanan kelima, Ishak (1146- 1147 M.). Dunia intelektual pada masa
ini didominasi oleh para ahli fiqhi yang memiliki sikap yang tidak simpatik kepada ilmu-ilmu
rasional sedang berada di jurang keruntuhan. Empat tahun setelah kelahiran Ibnu Rusyd,
Muhammad Ibnu Tumart (1078-1130 M.) sebagai pemimpin Daulah Muwahidun walat.
Karena Ibnu Rusyd dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan ulama, maka tidak
mengherankan bila ia tekun mempelajari agama Islam, Sejak kecilnya dari ayahnya sendiri
Ibnu Rusyd belajar ilmu-ilmu fiqhi (hukum) sehingga di usia muda kitab alMuwatta karangan
Imam Malik yang menjadi pegangan Mazhab Maliki dan menjadi anutan umat Islam
Andalusia dapat dihafalnya di luar kepala. Setelah menyelesaikan pelajaran di rumah dengan
asuhan ayahandanya, Ibnu Rusyd melangkah ke dalam sekolah kemudian melanjutkannya ke
Universitas Cordova. Di sini sejarah tidak menyebutkan secara terperinci, dalam umur berapa
masuknya ke sekolah dan universitas. Tetapi Ibnu Rusyd menerangkan bahwa di universitas
ia kemudian melangkah ke masyarakat dalam usia 28 tahun. Semasa hidupnya Ibn Rusyd
pernah memegang jabatan penting, diantaranya pada tahun 1169 M/560 H diangkat menjadi
hakim di Sevilla dan kemudian di Cordova pada tahun 1171 M/ 567 H. Ketika menjabat
hakim, Ibn Rusyd d menulis banyak buku, terutama tentang filsafat. Melancong menuju
Maroko memenuhi tugas dokter pribadi Khalifah Abu Ya’kub pada tahun 1182 M. Kembali
ke Cordova, Ibn Rusyd memangku jabatan hakim Agung Sebagai ilmuwan, Ibn Rusyd
mempunyai kompetensi dalam bidang hukum Islam, kedokteran, dan filsafat. Keahliannya
dalam ilmu fiqh membawanya dalam kedudukan sebagai hakim di beberapa kota
sebagaimana yang disebutkan di atas. Kualifikasi keilmuan kedokteran mengantar Ibn Rusyd
menempati jabatan dokter istana. Sedangkan, dalam bidang filsafat menjadikannya sebagai
orang yang dekat dengan khalifah dan mempunyai pengaruh yang besar di kalangan istana.
Khalifah Abu Ya’kub al-Mansur memerintahkan Ibn Rusyd menulis tentang pemikiran
filsafat Aristoteles Kedudukan yang tinggi dan terhormat sebagaimana yang diungkapkan di
atas, ternyata membawa risiko yang besar bagi diri Ibn Rusyd. Beberapa ulama dan fuqaha
membencinya. Ia dituduh membawa filsafat yang menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam.10
Khalifah pun terpaksa mengasingkan Ibn Rusyd dikurung disuatu kampung Yahudi bernama
Alisanah Setelah beberapa orang terkemuka dari kota Sevilla dapat meyakinkan Khalifah
tentang kebersihan diri Ibn Rusyd dari tuduhan dan fitnahan tersebut, baru dapat dibebaskan.
Akan tetapi tidak lama kemudian fitnahan dan tuduhan dilemparkan lagi pada diri Ibn Rusyd
sebagai akibatnya pada kali ini ia diasingkan ke negeri Maghribi (Maroko). Buku-buku
karangannya semua dibakar, terutama buku-buku filsafat, kecuali buku-buku kedokteran,
astronomi dan matematika. Akhirnya Ibn Rusyd wafat tanggal 10 Desember 1198 M
bertepatan dengan tanggal 9 Shafar th. 595 H dalam usia 72 tahun dan dimakamkan di
Maroko.12 Tiga bulan kemudian jenazahnya dipindahkan di Cordova. Keranda dan sisasisa
bukunya diangkut kiri kanan punggung seekor keledai. Ahli tasawuf terkenal Muhyiddin Ibn
al-Arabi (w.1240) menghadiri pemakamannya kembali Ibn Rusyd dan menyelamatkan buku-
bukunya
Setelah serangan al-Ghazali dan kematian Ibnu Rusyd, tradisi pemikiran dalam Islam tidaklah
mengalami kematian seperti yang diduga oleh banyak orang. Justeru di tangan para filsuf
Persia (Iran), filsafat Islam mengalami pembaharuan dan menunjukkan arah yang berbeda
dengan tradisi pemikiran yang pernah dikembangkan di belahan Islam dunia Barat
sebelumnya. Tradisi filsafat dengan arah dan kecenderungan yang berbeda ini mencapai masa
puncaknya di tangan Mulla Shadra. Mulla Shadra adalah tokoh yang berhasil melakukan
sintesis atas tiga tradisi pemikiran yang pernah hidup dalam Islam, yaitu Masya’iyah
(Peripatetisme), ‘Isyraqiyah (Illuminasionisme), dan Hikmah Muta’aliyah (Trancendent
Theosophy). “Sebuah sintesis yang tidak semata-mata dihasilkan oleh rekonsiliasi dan
kompromi yang superfisial, tetapi berlandasakan pada prinsip-prinsip filosofis yang
dijelaskan untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam
Subjudul Hasil Dan Pembahasan
Pengaruh Pemikiran Ibn Rusyd di Dunia Barat
Umat islam yang memiliki tekad untuk mempelajari filsafat barat semakin luas dan membuat
umas islam dapat berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain terutama yunani dan romawi orang-
orang Persia memegang penting dalam proses pengaruh bergeraknya filsafat yunani ke dunia
Islam, karena orang-orang Persia lebih dulu mengenal filsafat yunani, sehingga melalui
orang-orang persia ini umat muslim di bangsa arab mulai mempelajari Filsafat Yunani.
Faktanya bahwa kemajuan peradaban Barat (Eropa) sejak abad ke-12 tidak terpisahkan dari
kontribusi peradaban Arab-Islam yang dikembangkan oleh filosof sanitis muslim. Orang-
orang barat menimba ilmu dari orang-orang Islam dan mereka membangun peradaban sendiri
setelah menimba ilmu dari orang-orang islam. Maka dari itu, Gustave Lebon (Nasution,
1985: 74-75) menyadari dan mengakui bahwasannya orang Arab-islam lah yang sangat
berpengaruh bagi peradaban Barat.
Pengaruh Ibn Rusyd di dunia barat tidak secara langsung, melainkan melalui murid-muridnya
dari Eropa yang belajar di spanyol, kemudia mereka ini disebut dengan Averoissme.
Averoissme ini memiliki pandangan khusus tentang hubungan Bangsa Filsafat dan Bangsa
Agama dan pandangan ini berawal dari pemikiran Ibn Rusyd. Meskipun apa yang mereka
kembangkan jau berbeda dengan pemikiran Ibn Rusyd, tetapi dengan munculnya aliran ini
menguak fakta bahwa Ibn Rusyd sangat berpengaruh bagi duna Barat (Eropa).
Kontribusi pemikiran Ibn Rusyd dalam syariah, yakni pemikiran Ibn Rusyd yang sangat
menonjol ialah teori tentang perpaduan agama dan filsafat atau Al-ittishal baina Al-syariah
wa Al-hikmah. Dalam hal ini dengan kata lain filsafat dan agama tidak ada pertentangan,
bahkan Ibn Rusyd memberikan pendapat bahwa “Filsafat adalah saudara sekandung dan
sesusuan agama “
Ada beberapa faktor yang mendukung besarnya pengaruh Ibn Rusyd pada peradaban Barat
(Iqbal, 2004: 93-94). Pertama, dilihat dari lingkungan tempat tinggalnya, ia adalah orang
barat yang berasal dari Cordova, Spanyol. Maka dari itu bagi orang-orang barat sangat mudah
untuk menimba ilmu serta mengakses pemikiran dari Ibn rusyd.
Kedua, Ibn Rusyd adalah Filosof yang sangat tertarik dengan pemikiran filosof Yunani, yakni
Aristhoteles. Ibn Rusyd menganggali dan mengembalikan filsafat Yunani kuno kepada Barat
sampai akhirnya orang barat sangat mentakzim Ibn Rusyd.
Ketiga, Ibn Rusyd menempatkan akal kepada posisi yang tinggi, maka dari itu Ibn Rusyd
ialah orang yang sangat rasionalis dalam berpikirnya. Dan dengan inilah sangat
mempengaruhi pola piker orang barat sejak abad pertengahan akhir. Rasionalitas filsafat Ibn
Rusyd justru membawa angin segar bagi dunia Eropa, bahkan mampu membebaskan Eropa
dari cengkraman hegemoni gereja. Kehadiran filsafat Ibn Rusyd telah mengobarkan api
revolusi yang menghendaki pemisahan sains dari agama. Ibn Rusyd, dengan kemampuannya
mengomentari karyakarya Aristoteles, telah membangkitkan kembali budaya berpikir yang
telah lama redup dalam peradaban tersebut. Kesadaran akan urgensi rasio dalam memahami
ayat-ayat Tuhan mulai berkembang subur di Eropa. Kristen dan Yahudi mulai mengenal
harmonisasi antara agama dengan filsafat. Muncullah dalam sejarah Barat teolog-teolog
rasionalis yang menjadi simbol perlawanan terhadap gereja yang sangat hegemonik. Dalam
hal ini, figur Maimonides (Musa bin Maemun) merupakan teolog Yahudi yang sangat berjasa
bagi perkembangan pemikiran Ibn Rusyd di Eropa. Ia adalah salah satu murid Ibn Rusyd
yang sangat terpengaruh oleh pemikiran-pemikirannya. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari
pemikiran Musa bin Maemun dalam memahami hubungan antara agama dan filsafat,
klasifikasi derajat intelektual manusia dalam berfilsafat, dan kesamaan tujuan antara kitabnya
Dillah Khayrin dengan Fashlu al-Maql. Inspirasi pemikiran Ibn Rusyd telah menjadikan
Musa bin Maemun mampu menafsirkan permasalahan-permasalahan teologis dalam Yahudi,
yang dianggap tidak sejalan dengan rasio manusia. Karyakarya Musa bin Maemun yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani merupakan faktor terpenting bagi perkembangan
filsafat Islam di Eropa. Selanjutnya, sejak abad ke-13 banyak sarjana-sarjana yahudi yang
menulis himpunan dan ringkasan atas terjemahan-terjemahan karya Ibn Rusyd ke dalam
bahasa Ibrani. Selain menterjemahkan karya-karya Ibn rusyd, para sarjana Yahudi abad ke-14
juga menulis komentar-komentar terhadap karya Ibn Rusyd. Tokoh yang paling terkenal
diantaranya adalah Lavi ben gerson dari Begnol dan Moses dari Narbonne. Dari sebagian
karya-karya terjemahan Ibn Rusyd ke dalam bahasa Ibrani ini kelak muncul karya-karya
terjemaham ke dalam bahasa Latin. Inilah yang kemudian mempengaruhi pemikiran Eropa
dan menguncang sendi-sendi kehidupan sosio-religius dalam masyarakat barat. Pengaruhnya
yang demikian besar terlihat dari adanya gerakan averoisme, yaitu gerakan yang berkembang
di Barat sejak abad ke-13 yang berusaha mentransfer dan mengembangkan gagasan-gagasan
Ibn Rusyd ke dalam peradaban Barat. Sampai abad ke-17 pengaruhnya tetap dominan dan
buku-bukunya tetap dipelajari di Universitas-universitas Barat. Gerakan inilah yang akhirnya
melahirkan Renaisans dalam masyarakat Barat, yaitu paham yang berusaha membangkitkan
kembali ilmu pengetahuan, setelah Barat mengalami masa-masa kegelapan.
Namun siapa sangka, perjalanan tidak seutuhnya akan berjalan berjalan. Perlakuan ortodoks
Yahudi tidak akan tinggal diam melihat kehadiran filsafat agung tersebut. Mereka melakukan
cara untuk menyusutkan filsafat agung tersebut yakni dengan penindasan terhadap para
filsuf. Perlawanan ortodoks yahudi membuat pemikiran Ibn Rusyd berkurang dan hampir
musnah Ini tidak lepas dari andil Musa al-Masneu yang menerjemahkan karya al-Ghazali;
Tahfutu al-Falsifah. Kesadaran akan ketidakampuhan kekuasaan dan kekerasan dalam
memberangus sebuah pemikiran semakin membuka lebar pintu masuk khazanah keilmuan
Islam. Penerjemahan karya al-Ghazali terus digalakkan. Paparan al-Ghazali dalam kitab
Maqshidu al-Falsifah dianggap sebagai paparan filsafat yang mudah dipahami oleh publik.
Dan pada akhirnya, penerjemahan tidak hanya dilakukan terhadap keilmuan yang berlawanan
dengan filsafat, bahkan tasawuf, syariat, juga sastra, turut serta menjadi bidang garapan.
Krisis intelektual yang menimpa Yahud di telah memaksanya menerjemahkan semua
keilmuan Arab Islam. Tidak hanya dalam Islam dan Yahudi filsafat Ibn Rusyd mendapat
perlawanan. Thomas Aquinas, sebagai representasi dari kaum agamawan Kristen, merasa
resah dengan kehadiran filsafat dalam Kristen. Gagasan tentang keabadian alam,
ketidaktahuan Tuhan terhadap hal-hal partikular dalam alam semesta dan lain sebagainya,
merupakan faktor pemicu perseteruan antara kaum agamawan dengan para filsuf. Para
agamawan tidak terbiasa mendengarkan pernyataan-pernyataan semacam itu. Thomas
Aquinas secara langsung merujuk kepada filsafat Aristoteles. Menurutnya, Ibn Rusyd telah
melakukan kesalahan. Kesalahan itu terletak pada ketidakkonsistenannya dalam memegang
filsafat Aristoteles, sehingga berdampak sangat fatal bagi perkembangan filsafat Aristoteles
itu sendiri. Ditambah lagi kesalahan para akademisi Arab ketika mereka menerjemahkan dan
mengomentari filsafat Aristoteles. Sepeninggal TThomas Aquinas, perlawanan kaum teolog
Kristen terhadap pemikiran Ibn Rusyd bukannya melemah, bahkan semakin menguat dan
terorganisir. Pengaruh Ibn Rusyd kembali menguat di Eropa, tepatnya setelah Lois XI
melakukan pembaharuan terhadap keilmuan filsafat. Lois XI memerintahkan pembelajaran
terhadap filsafat Aristoteles yang telah dikomentari oleh Ibn Rusyd kepada semua pelajar.
Pemikiran Ibn Rusyd pada akhirnya mampu menunjukkan kekuatannya setelah teraniaya
pada abad ke tiga belas.
Karya-karya Ibn Rusyd
Ernest Renan, seorang peneliti sarjana Perancis telah berusaha mencari buku-buku karangan
Ibn Rusyd di pelbagai perpustakaan di Eropa. Di perpustakaan Eskurial di Madrid, ia telah
menemukan suatu daftar buku-buku karya Ibn Sina, al-Farabi dan Ibn Rusyd. Dalam daftar
tersebut ia menemukan karya Ibn Rusyd sebanyak 78 judul, baik dalam bidang filsafat,
kedokteran, fiqh maupun teologi.14 Dengan rincian dapat diklasifikasikan sebagai berikut,
(a). 28 judul dalam ilmu filsafat; (b). 20 judul dalam ilmu kedokteran; (c). 8 judul dalam ilmu
hukum Islam (fiqh); (d). 5 judul dalam ilmu kalam (teologi); (e). 4 judul dalam ilmu
perbintangan (astronomi); (f). 2 judul dalam ilmu sastra Arab; (g). 11 judul dalam perbagai
ilmu pengetahuan lain. Buku–buku tersebut hampir semuanya dalam bahasa latin dan Ibrani
yang merupakan terjemahan dari buku-buku asli yang ditulis dalam bahasa Arab. Sebagian
buku-buku asli telah hilang, kecuali sepuluh buah dalam ilmu filsafat, tiga buah dalam ilmu
kedokteran, tiga buah dalam ilmu hukum dan dua buah dalam ilmu kalam. Di antara buku-
buku Ibn Rusyd yang terkenal dan sampai kini menjadi rujukan adalah Bidayat alMujtahid
wa Nihayah al-Muqtasid (fiqh), Fash al-Maqal fi ma bayna al-Hikmah wa Shari’ah min al-
Ittishal (kalam), Manahij al-Adillah fi al-Aqaid al-Millah (kalam) Tahafut al-Tahafut
(filsafat) dan al-Kulliyat (kedokteran).
Beberapa karya Ibn Rusyd yang masih dapat dilacak diantaranya sebagai berikut: (1) Filsafat
dan hikmah - Tahafut At Tahafut (kerancuan dalam Kerancuan) adalah tanggapan atas buku
Al Ghazali (2) Tahafut Al Falasifah (Kerancuan Para Filosof) (3) Jauhar Al Ajram As
Samawiyah (Struktur Benda-benda Langit) (4) Ittishal Al 'Aql Al Mufarriq bi Al Insan
(Komunikasi Akal yang Membedakan dengan Manusia) (5) Masa'il fi Mukhtalif Aqsam Al
Manthiq (Beberapa Masalah tentang Aneka Bagian Logika) (6) Syuruh Katsirah 'ala Al
Farabi fi Masa'il Al Manthiqi Aristha (Beberapa Komentar terhadap Pemikiran Aristoteles)
(7) Maqalah fi Ar Radd 'ala Abi Ali bin Sina (Makalah Jawaban untuk Ibnu Sina), dan
lainnya banyak sekali. (8) Ilmu kalam - Fashl Al Maqal fima Baina Al Hikmah wa Asy
Syari'ah min Al Ittishal (Uraian tentang Kitan filsafat dan Syari'ah) (9) I'tiqad Masyasyin wa
Al Mutakallimin (Keyakinan kaum Liberalis dan Pakar Ilmu Kalam) (10) Manahij Al Adillah
fi 'Aqaid Al Millah (Beberapa Metode Argumentatif dalam Akidah Agama), dan lain-lain.
Fikih dan ushul fikih, (11) Bidayah Al Muqtashid wa An Nihayah Al Muqtashid (Dasar
Mujtahid dan Tujuan Orang yang Sederhana). Kitab ini diakui oleh Ibnu Jafar Zahabi sebagai
buku terbaik di sekolah ilmu fikih Maliki, dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa
dan sangat terkenal. (12) Ad Dar Al Kamil fi Al Fiqh (Studi Fikih yang Sempurna) (13)
Risalah Adh Dhahaya (Risalah tentang Kurban), dan lain-lain. Ilmu astronomi (14) Maqalah
fi Harkah Al Jirm As Samawi (Makalah tentang Gerakan Meteor), (14) Kalam 'ala Ru'yah
Jirm Ats Tsabitah (Pendapat tentang Melihat Meteor yang Tetap Tak Bergerak), (16) Ilmu
Nahwu - Kitab Adh Dharuri fi An Nahw (Yang Penting dalam Ilmu Nahwu) (17) Kalam 'ala
Al Kalimah wa Al Ism Al Musytaq (Pendapat tentang Kata dan Isim Musytaq) Kedokteran
(18) Al Kulliyat fi Ath Thibb (Studi Lengkap tentang Kedokteran). Sebanyak 7 jilid, dan
menjadi rujukan dan buku wajib di berbagai universitas di Eropa. Diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin, Inggris, dan Ibrani. (19) Syarh Arjuwizah Ibn Sina fi Ath Thibb. Secara
kauntitas kitab ini paling banyak beredar. Menjadi bahan kajian ilmu kedokteran di Oxford
University Leiden dan Universitas Sourborn Paris. (20) Maqalah fi At Tiryaq (Makalah
tentang Obat Penolak Racun), yang telah diterjemahkan ke bahasa Latin, Inggris, dan Ibrani.
(21) Nasha'ih fi Amr Al Ishal (Nasihat tentang Penyakit Perut dan Mencret), yang telah
diterjemahkan ke bahasa Latin dan Ibrani. (22) Mas'alah fi Nawaib Al Humma (Masalah
tentang Penyakit Demam)
Selama hidupnya, Averroes telah menghasilkan kurang lebih 78 karya yang ditulis dalam
bahasa Arab. Saat ini, beberapa karyanya tersimpan di perpustakaan Escurial, Madrid,
Spanyol. Di antara semua karyanya, ada beberapa yang menjadi fenomenal. (1) Tafsir
Aristoteles, Semasa hidupnya, Ibnu Rusyd menafsirkan hampir semua karya-karya
Aristoteles. Yang tidak ia tulis hanyalah Politika karena ia tak bisa menemukan buku
tersebut. Meski demikian, ia mengganti bagian tersebut dengan menulis tafsir
buku  Republik milik Plato. Kemudian oleh pakar filsafat di zaman modern ini, karya-karya
filsafat Ibnu Rusyd tersebut dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tafsir panjang, tafsir menengah,
dan tafsir pendek. Tafsir pendek berisi ringkasan doktrin Aristoteles. Tafsir menengah berisi
parafrase atau uraian yang digunakan untuk menyederhanakan bahasa dalam buku
Aristoteles. Sedangkan tafsir panjang memuat tentang banyak pemikiran asli Ibnu Rusyd.(2) .
Al Kulliyat Fit At Thib, Prinsip Umum Kedokteran atau Al Kulliyat Fit At Thib ditulis Ibnu
Rusyd sebelum ia menjabat sebagai dokter istana. Buku yang terdiri dari tujuh jilid ini
membahas tentang fisiologi, anatomi, patologi umum, obat-obatan, diagnosis, kebersihan,
dan pengobatan umum. Pada abad ke-12, Al Kulliyat Fit At Thib diterjemahkan dalam bahasa
latin dengan judul Colliget. Selama berabad-abad, buku karya Ibnu Rusyd ini menjadi buku
wajib bagi dokter-dokter di Eropa. (3). Tahafut At Tahafut, Tafahut At Tafahut memiliki arti
kerancuan atas kerancuan. Disebut demikian karena kitab ini memang berisi sanggahan atas
kritik para teolog, terutama Abu Hamid Al Ghazali terhadap pernyataan para filsuf muslim
dalam kitab Tahafut Al Falasifah. Namun, selain mengkritik beberapa pernyataan Al Ghazali,
dalam buku ini Ibnu Rusyd juga mengkritik beberapa pernyataan Ibnu Sina, seorang filsuf
muslim asal Persia yang filsafatnya bercorak neoplatonisme.(4). Bidayat Al Mujtahid,
Sebagai seorang hakim, Ibnu Rusyd juga pernah menulis beberapa risalah tentang hukum
Islam. Di antara karya-karya di bidang hukum Islamnya, salah satu risalah berjudul Bidayat
al-Mujtahid adalah yang paling penting. Karya yang ditulis pada tahun 1168 Masehi ini berisi
rangkuman sejarah mazhab di dalam hukum Islam. Tak hanya itu, Bidayat al-Mujtahid juga
menjelaskan bagaimana tiap mazhab mencapai kesimpulan. (5) Akhir Hayat, Tahun 1184,
Khalifah Abu Yaqub meninggal dunia. Kemudian posisi khalifah digantikan oleh Abu Yusuf
Yaqub Al Mansur. Pada awalnya, Ibnu Rusyd, sosok yang kita bahas dalam biografi ini, tetap
memiliki hubungan baik dengan istana dan tetap menjabat sebagai dokter istana meski
penguasanya sudah berganti. Namun, pada tahun 1195, situasi politik mulai berubah. Ia pun
dituduh mengajarkan aliran sesat sehingga harus menghadapi pengadilan di Kordoba. Dalam
proses peradilan tersebut, ia diputuskan bersalah dan pengadilan memerintahkan agar tulisan-
tulisannya dibakar. Ibnu Rusyd kemudian diasingkan ke Lucena, sebuah permukiman Yahudi
yang ada di sekitar Kordoba. Mengenai proses peradilan yang dihadapi olehnya, ada yang
mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan karena Ibnu Rusyd menghina khalifah. Namun,
para sejarawan modern justru menduga bahwa tuduhan yang menimpa Rusyd disebabkan
oleh politik. Dalam Encyclopaedia of Islam  disebutkan, khalifah berusaha menjauhkan
dirinya dari Rusyd untuk memperoleh simpati dari para ulama tradisional yang saat itu
menentang ajaran Rusyd. Sebab, sang khalifah sedang membutuhkan dukungan para ulama
untuk berperang melawan kerajaan Kristen. Beberapa tahun setelah diasingkan, ia kembali
didukung oleh khalifah dan diangkat lagi pegawai istana. Sayangnya, tak lama kemudian ia
meninggal dunia pada hari Kamis, 11 Desember 1198 dan dikuburkan di Maroko. Namun,
pada akhirnya makam Ibnu Rusyd dipindahkan ke Kordoba

Filsafat Islam Pasca Ibn Rusyd


Serangan al-Ghazali terhadap para filsuf muslim cukup berpengaruh dan telah meredupkan
tradisi filsafat terutama di wilayah Islam di belahan Barat. Namun, sebagaimana dikatakan
oleh Muhammad Iqbal, “Adalah sangat keliru jika generasi kaum muslimin yang belakangan
beranggapan bahwa filsafat telah dihancurkan oleh ortodoksi, sebab suatu filsafat hanya dapat
dipatahkan oleh filsafat yang lain”. Dan juga sebagaimana dikatakan oleh Rahman
selanjutnya, bahwa “Islam itu seperti matahari, bila ia tenggelam di Barat, maka ia sebetulnya
muncul di Timur”. Tradisi filsafat Islam yang memperoleh serangan sengit dari Al-Ghazali
mungkin mati di belahan Barat, namun tidak di belahan Timur. Di wilayah ini tradisi filsafat
menjelma dalam wujud “filsafat yang lain” yang dikenal dengan Hikmah Muta’aliyah
Trancendent Theosophy), dimana salah satu protagonisnya yang paling berpengaruh adalah
Mulla Shadra (Rahmat, 1993: 72-80).
Setelah serangan Al-Ghazali dan kematian Ibn Rusyd, pemikiran dari filosof Islam tidak
mengalami kematian, atau berhenti yang di duga oleh kebanyakan orang. Karena sudah tidak
ada lagi tokoh filsafat yang muncul. Namun kenyataannya adalah pemikiran filsafat terus
berkembang pesat namun dia berubah jakur dan madzhab. Pasca Ibn Rusyd pemikiran
Filsafat banyak di gali dan dikembangkan di lingkungan masyarakat Syi’ah.
filsafat Islam mengalami pembaharuan dan menunjukkan arah yang berbeda dengan tradisi
pemikiran yang pernah dikembangkan di belahan Islam dunia Barat sebelumnya. Tradisi
filsafat dengan arah dan kecenderungan yang berbeda ini mencapai masa puncaknya di
tangan Mulla Shadra. Bahkan menurut Fazlur Rahman, Mulla Shadra adalah tokoh yang
berhasil melakukan sintesis atas tiga tradisi pemikiran yang pernah hidup dalam Islam, yaitu
Masya’iyah (Peripatetisme), ‘Isyraqiyah (Illuminasionisme), dan Hikmah Muta’aliyah
(Trancendent Theosophy). “Sebuah sintesis yang tidak semata-mata dihasilkan oleh
rekonsiliasi dan kompromi yang superfisial, tetapi berlandasakan pada prinsip-prinsip
filosofis yang dijelaskan untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam. Arah dan
kecenderungan baru dalam tradisi pemikiran dalam Islam itu menjelma dalam corak filsafat
yang disebut sebagai aliran illuminasionisme (isyraqiyah), yang muncul di bawah
kepeloporan Syihab al-Din Yahya al-Suhrawardi (w. 1191). Kedudukan Suhrawardi yang
paling penting dalam sejarah pemikiran pasca-Ibnu Sina terletak dalam usahanya untuk
mempertahankan kesatuan kebenaran keagamaan dan metafisika, dan kewajiban para pencari
yang sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran dari manapun sumbernya: Filsafat Yunani,
Pemikiran Persia kuno, Neo-Platonisme Muslim, dan juga dalam Sufisme. Inti aliran filsafat
illuminiasionisme adalah sifat dan penyebaran cahaya. Cahaya ditegaskan sebagai sesuatu
yang bersifat material dan juga tidak dapat didefinisikan. Karena jika “terang” diartikan
sesuatu yang tidak membutuhkan definisi, maka jelaslah cahaya, seperti entitas yang paling
terang di dunia ini, tidak membutuhkan definisi juga (Fakhry, 1986: 409). Tradisi isyraqiyah
ini sebenarnya sudah dapat dilihat gejalanya pada filsafat Ibnu Sina. Pada masa tuanya, Ibnu
Sina –sebagaimana dicatat oleh para sejarawan— dicatat pernah merasa tidak puas dengan
jalan peripateisme yang dikembangkannya, dan pada masa akhir hayatnya ia merasa perlu
untuk pindah dari jalan yang selama ini ditempuhnya di bawah suatu pendekatan mistis dan
intuitif menuju kebenaran, yang dinamakannya dengan illuminasi. Namun, hingga akhir
hayatnya, Ibnu Sina tidak catat oleh sejarah sebagai tokoh yang berhasil mengembangkan
jalan baru yang hendak ditempuhnya ini. Dengan memanfaatkan otokritik Ibnu Sina,
Suhrawardi menulis sebuah magnum opus-nya yang sangat terkenal, yaitu Hikmat al-Isyraq.
Sebuah karya yang dalam pengakuan Suhrawardi sendiri sebagai suatu hasil pemikiran yang
tidak pernah ada yang menyamai atau melampaui. Dengan karya ini, Suhrawardi bermaksud
meletakkan kebenaran dalam sebuah bentuk yang murni, seperti yang telah disingkapkan
kepadanya melalui “penglihatan spiritual” dan praktek jalan mistik, yaitu jalan illuminasi
(isyaraq) (Fakhry, 1986: 407). Melalui karya ini Suhrawardi membangun teosopinya yang
berdasarkan bukan saja pada illuminasi melainkan juga pada filsafat Ibnu Sina. Perspektif
filsafatnya memperoleh pengikut dan pensyarah yang tidak sedikit. Bahkan, penulis
biografinya yang paling otoritatif, Syams al-Din Syahrazuri (w. 1281), sempat juga menulis
komentar mengenai Hikmah al-Isyraq, yang kemudian diikuti oleh Quthb al-Din alSyirazi (w.
1310), pensyarah terbaiknya. Dari sudut ini, filsafat Islam tidaklah “mati” oleh serangan
ortodoksi, tetapi karakternya secara radikal berubah dalam matriks sufisme (Munawar-
Rachman dan Ali-Fauzi, 1989: 104) Perkembangan filsafat ini secara tegar tetap
dipertahankan di kalangan kaum Muslimin Syi’ah di Persia. Di bawah kerajaan Safawi yang
didirikan oleh Syah Isma’il (w. 1524 M) pada 1499 M. Dan yang sempat bertahan hingga
sekitar dua ratus tahun, berkembang suatu tradisi filsafat Islam dengan karakteristik yang
oleh Syyed Hossein Nasr disebut sebagai Mazhab Isfahan (School of Isfahan). Mazhab ini
menampung perkembangan aliran pemikiran masya’i, isyraqi, irfani, dan kalam (Rahmat,
1993: 74). Dikondisikan oleh tetap bertahannya tradisi filsafat ini di Persia, dan merupakan
kelanjutan dari tradisi itu, lahirlah figur yang kemudian dikenal sebagai filsuf terbesar dari
kawasan Persia hingga saat ini, yakni Sadr al-Din Al-Syirazi atau yang lebih dikenal dengan
Mulla Sadra yang mengembangkan corak pemikiran yang disebut dengan Hikmah
Muta’aliyah (Trancendent Theosophy). Sebagai sosok pemikiran yang melakukan upaya
rekonsiliasi atas seluruh tradisi pemikiran Islam, maka dalam filsafat Mulla Sadra dapat
ditemukan unsur-unsur filsafat masya’i, ajaran-ajaran isyraqi, doktrin-doktrin tasawuf Ibnu
Arabi (w. 1240 M.) dan syari’at Islam –termasuk ucapan-ucapan Rasulullah dan imam-imam
Syi’ah, terutama sekali nasihat-nasihat imam ‘Ali seperti yang termuat dalam Nahj
alBalaghah. Tidak mengherankan jika Hossein Nasr bahkan menyatakan bahwa filsafat Mulla
Sadra dapat dipandang sebagai sebagai “sumber sejarah filsafat Islam” Jika tradisi pemikiran
Islam terus hidup dan berkembang di dunia Syi’ah, maka bagaimanakah dengan dunia Sunni?
Setelah “kemenangan” Al-Ghazali dan kurang bergemanya pembelaan Ibnu Rusyd atas
serangan al-Ghazali, tradisi pemikiran Islam dan semangat melakukan pengemberaan
intelektual di dunia Sunni mengalami masa-masa yang sulit. Sekalipun begitu, di dunia Sunni
muncul juga tokoh-tokoh yang berupaya menghidupkan kembali tradisi pemikiran yang
pernah ada sebelumnya. Salah satu tokoh yang menjadi pelopornya adalah Jamalauddin al-
Afghani yang kemudian diikuti oleh Sayyid Ahmad Khan (w. 1898 M.), Muhammad Abduh
(w. 1905 M) dan para penganjur modernisme Islam lainnya. Hanya saja, kedudukan para
pemikir modernis ini di kalangan umat Islam terasa problematis. Ada sikap-sikap yang
ditunjukkan oleh sebagian umat Islam sebagai kurang menerima atas jalan pemikiran yang
dikemukakan oleh para pemikir modernis ini, salah satu sebabnya adalah latar belakang
pendidikan atau karakter pemikiran yang dikemukakan dengan cara pandang Barat. Hanyut
dalam tradisi filsafat Barat berarti kehilangan identitas keislaman. Sementara itu, menolak
filsafat berarti “melakukan bunuh diri intelektual”, demikian manurut Fazlur Rahman

KESIMPULAN
Ibnu Rusyd adalah seorang filosof Islam ketiga terbesar di belahan barat Dunia Islam yang
lahir di Cordova pada tahun 520 H.l126 M. Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid
Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Ah{mad Ibnu Rusyd yang dikenal di Eropa
pada zaman pertengahan dengan sebutan Averrois. Ia berasal dari keluarga ulama yang
memiliki pengetahuan luas, terutama dalam hukum Islam. Neneknya dikenal sebagai ulama
fiqhi dalam Mazhab Maliki dan pernah menjadi Hakim Agung Cordova. Lingkungan
keilmuwan dan keluarganya sejalan dengan kecerdasan dan ketekunannya, memberi peluang
baginya untuk menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan di bidang sastra, hukum,
teologi, filsafat dan ketabiban. Selain itu kakeknya juga aktif dalam kegiatan politik dan
sosial. Namun ketika kelahiran Ibnu Rusyd, Daulah Murabitun didirikan oleh Yusuf lbnu
Tasfin di Maghribi dan berakhir pada masa kesultanan kelima, Ishak.
Empat tahun setelah kelahiran Ibnu Rusyd, Muhammad Ibnu Tumart sebagai pemimpin
Daulah Muwahidun walat. Setelah menyelesaikan pelajaran di rumah dengan asuhan
ayahandanya, Ibnu Rusyd melangkah ke dalam sekolah kemudian melanjutkannya ke
Universitas Cordova. Di sini sejarah tidak menyebutkan secara terperinci, dalam umur berapa
masuknya ke sekolah dan universitas. Tetapi Ibnu Rusyd menerangkan bahwa di universitas
ia kemudian melangkah ke masyarakat dalam usia 28 tahun. Semasa hidupnya Ibn Rusyd
pernah memegang jabatan penting, diantaranya pada tahun 1169 M/560 H diangkat menjadi
hakim di Sevilla dan kemudian di Cordova pada tahun 1171 M/ 567 H. Ketika menjabat
hakim, Ibn Rusyd d menulis banyak buku, terutama tentang filsafat. Kualifikasi keilmuan
kedokteran mengantar Ibn Rusyd menempati jabatan dokter istana. Sedangkan, dalam bidang
filsafat menjadikannya sebagai orang yang dekat dengan khalifah dan mempunyai pengaruh
yang besar di kalangan istana. Dalam Ilmu Filsafat sering merujuk sebagai al-ulum al-aqliyah
atau « ilmu pikiran/rasional».Hal ini bahwasannya ilmu rasional merupakan bagian dari
filsafat. Filsafat merupakan bagian dari peradaban manusia, semua peradaban manusia pasti
mempunyai filsafatnya masing-masing, pada kenyataannya, filsafat bukan hanya berkembang
di negara barat khususnya yunani saja. Filsafat muncul pada pemerintahan islam. Pada
awalnya sebelum islam datang bangsa arab belum mempunyai dan mempelajari filsafat,
namun bukan berarti bangsa arab tidak ingin mempelajari. Sejak filsafat masuk pada bangsa
arab, kaum muslimin mempelajari filsafat dari kitab-kitab filsafat yunani dan melakukan
penerjemahan kitab. Sejak abad 9 sampai abad ke-12, filsafat berkembang sangat pesat di
dunia islam terutama di baghdad, suburnya khazanah ilmu pengetahuan. Sampai ada yang
memberi julukan «guru pertama» yakni Artisthoteles dan «Guru Kedua» yakni «Al-farabi».
Ibn rusyd merupakan pendukung dan menerapkan ajaran filsafat Aristhoteles. Ia mengkritik
dan menolak gagasan dari Alfarabi yang menyatukan filsafat plato dengan Aristhoteles. Al-
Ghazali merupakan filosofis yang melontarkan sanggahan dan kritik yang luar biasa, juga
pedas. Pandangan al-Ghazali tersebut disanggah dan di kritik oleh Ibn Rusyd sekaligus
sebagai pembelaan terhadap filsuf-filsuf, dalam karyanya yang terkenal At-Tahafut Al-
Falsafah. Metode yang digunakan adalah metode historis atau metode sejarah. Faktanya
bahwa kemajuan peradaban Barat (Eropa) sejak abad ke-12 tidak terpisahkan dari kontribusi
peradaban Arab-Islam yang dikembangkan oleh filosof sanitis muslim. Pengaruh Ibn Rusyd
di dunia barat tidak secara langsung, melainkan melalui murid-muridnya dari Eropa yang
belajar di spanyol, kemudia mereka ini disebut dengan Averoissme. Kontribusi pemikiran Ibn
Rusyd dalam syariah, yakni pemikiran Ibn Rusyd yang sangat menonjol ialah teori tentang
perpaduan agama dan filsafat atau Al-ittishal baina Al-syariah wa Al-hikmah. Ada beberapa
faktor yang mendukung besarnya pengaruh Ibn Rusyd pada peradaban Barat (Iqbal, 2004:
93-94). Pertama, dilihat dari lingkungan tempat tinggalnya, ia adalah orang barat yang
berasal dari Cordova, Spanyol. Kedua, Ibn Rusyd adalah Filosof yang sangat tertarik dengan
pemikiran filosof Yunani, yakni Aristhoteles. Kehadiran filsafat Ibn Rusyd telah
mengobarkan api revolusi yang menghendaki pemisahan sains dari agama. Ia adalah salah
satu murid Ibn Rusyd yang sangat terpengaruh oleh pemikiran-pemikirannya. Krisis
intelektual yang menimpa Yahud di telah memaksanya menerjemahkan semua keilmuan
Arab Islam. Lois XI memerintahkan pembelajaran terhadap filsafat Aristoteles yang telah
dikomentari oleh Ibn Rusyd kepada semua pelajar.
Serangan al-Ghazali terhadap para filsuf muslim cukup berpengaruh dan telah meredupkan
tradisi filsafat terutama di wilayah Islam di belahan Barat. Tradisi filsafat Islam yang
memperoleh serangan sengit dari Al-Ghazali mungkin mati di belahan Barat, namun tidak di
belahan Timur. Setelah serangan Al-Ghazali dan kematian Ibn Rusyd, pemikiran dari filosof
Islam tidak mengalami kematian, atau berhenti yang di duga oleh kebanyakan orang. Karena
sudah tidak ada lagi tokoh filsafat yang muncul. filsafat Islam mengalami pembaharuan dan
menunjukkan arah yang berbeda dengan tradisi pemikiran yang pernah dikembangkan di
belahan Islam dunia Barat sebelumnya. Perspektif filsafatnya memperoleh pengikut dan
pensyarah yang tidak sedikit.
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan karya ilmiah ini akan
tetapi pada kenyatannya masih banyak kekurangan yang perlu di perbaiki. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan sebagai bahan
evaluasi untuk kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, Aksin. (2010). Menimbang Kembali Paradigma Filsafat Islam Dalam Bangunan Keilmuan
Islam Kontemporer. Ulumuna Jurnal Keislaman, XIV(1), 121-144.

Hambali, R. Yuli. Ahmad. (2009). Tipologi Filsafat Islam post Ibn Rusyd. Jurnal Filsafat, 29 (2),
229-243.

Sholeh, A. Khudori. (2014). Mencermati Sejarah perkemabangan Filsafat Islam. Jurnal Tsaqafah, 10
(1), 64-84.

Fitrianah, Rosi. Delta. (2018). Ibnu Rusyd (Averroisme) Dan Pengaruhnya Dibarat. Jurnal El-Afkar, 7
(1), 16-30.

Abidin, Ahmad. Zainal. (1975). Riwayat Hidup Ibn Rusyd (Averroes) Filosof Islam Terbesar di
Barat, Jakarta: Bulan Penerbit.

Iqbal, Muhammad. (2011). Ibn Rusyd dan Avveroisme, Jakarta : Perdana Publishing.
Burhanuddin. (2013). Masa Depan Filsafat Islam Pasca Ibnu Rusyd. Tesis, Jurusan Pemikiran Islam,
UIN Alauddin, Makassar.

Amiruddin. (2017). Argumentasi Wujud Tuhan: Studi Pemikiran Ibn Rusyd dan Mulla Sandra.
Disertasi, Jurusan Pemikiran Islam, UIN Syarief Hidayatullah.

Anda mungkin juga menyukai