Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berfilsafat adalah bagian dari peradaban manusia. Semua


peradaban yang pernah timbul didunia pasti memiliki filsafat
masing-masing. Kenyataan ini juga sekaligus membantah
pandangan bahwa yang berfilsafat hanya orang barat saja,
khususnya orang yunani. Diantara filsafat yang pernah
berkembang, selain filsafat yunani adalah filsafat Persia, cina,
India, dan tentu saja filsafat islam.

Tokoh yang paling popular dan dianggap paling berjasa


dalam membuka mata barat adalah Ibn-Rusyd. Dalam dunia
intelektual barat, tokoh ini lebih dikenal dengan nama averros.
Begitu populernys Ibnu Rusyd dikalangan barat, sehingga pada
tahun 1200-1650 terdapat sebuah gerakan yang disebut
viorrisme yang berusaha mengembangkan pemikiran-pemikiran
Ibnu Rusyd. Dari Ibnu Rusydlah mereka mempelajari Fisafat
yunani Aristoteles (384-322 s.M), karena Ibnu Rusyd terkenal
sangat konsisten pada filsafat Aristoteles.

Filsafat Islam, sebagaimana sejarah muslim umumnya,


telah melewati lima tahap yang berlainan. Tahap pertama
berlangsung dari abad 1 H/7 M hingga jatuhnya Baghdad. Tahap
kedua adalah tahap keguncang-guncangan selama setengah
abad. Tahap ketiga merentang dari adab ke-4/14 hingga abad ke
12/18. tahap keempat adalah tahap yang paling menyedihkan,
berlangsung sampai setengah abad, inilah zaman kegelapan
islam. Tahap kelima bermula pada pertengahan abad ke 13 /19,
yang merupakan priode renaisans modern.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI IBNU RUSYD

Puncak ketinggian filsafat di dunia Islam belahan Barat


berakhir dengan filosofnya yang terakhir yaitu Ibnu Rusyd. Nama
lengkapnya ialah Abul-Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd (di
barat dikenal dengan nama Averroes), dilahirkan di Cordova pada
Tahun 520 H (1126 M) dari keluarga yang terkenal alim dalam
fikih (hukum Islam). Ayah dan kakeknya pernah menjadi ketua
pengadilan di Andalusia.1

Dan neneknya yang terkenal dengan sebutan Ibnu Rusyd


Nenek (al-jadd) adalah kepala Hakim di cordova. 2 Ia hidup
dalam keluarga akademis ayahnya dan kakeknya seorang Ahli
Fiqih. Hal itu terbukti, ibnu Rusyd bersama-sama merevisi buku
Imam malik, Al-Muwaththa, yang dipelajarinya bersama ayahnya
ia raihAbu Al-Qasim dan dihafalnya.3
Pendidikannya dimulai dengan belajar Sastra Arab, Tafsir,
Quran, Hadits dan ilmu kalam. Kemudian pelajarannya

1 Yunasril Ali, perkembangan pemikiran falsafi dalam islam, Jakarta:


Bumi Aksara. Hal 90

2 Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum,


Bandung: pustaka setia, 2008. Hal 503

3 Dedi Supriyad, Filsafat Islam, Bandung: CV pustaka Setia, 2013,.Hal


225

2
ditambahnya dengan mempelajari matematika, fisika, astronomi,
dan logika di perguruan-perguruan yang ada di Cordova. Ia juga
belajar ilmu medis dari Abu jafar Harun dan Abu Marwan bin
4
Jarbul Al-Balansi dan dipelajarinya filsafat Ibnu Thufail.
Sebagaimana dijelaskan bahwa Ibnu Rusyd berasal dari
keluarga Faqih maka jabatan pertama yang ia Raih adalah
Hakim. Hal itu terbukti pada 565 H/1169 M, ia diangkat sebagai
Qadhi Seville, yang menjadi ibukota Andalusia, ia kembali ke
Cordoba sepuluh tahun kemudian sebagai Qadhi, seraya tetap
sering mengunjungi Seville dan Marrakesh. Setelah diangkat
untuk masa jabatan kedua sebagai qadhi Seville pada 575
H/1179 M, Ia menjadi qadhi kepala kota Cordoba tiga tahun
kemudian.5 Ibnu Rusyd mendapat kedudukan yang terbaik dari
khalifah Abu Yusuf Al-Mansur (masa kekuasaannya: 1184-1198
M) ketika Ibnu Thufail diminta oleh Khalifah Abu Yaqub Yusuf Al-
manshur untuk mensyarahkan buku-buku Aristoteles, maka Ibnu
Thufail mengajukan Ibnu Rusyd penggantinya. Oleh Ibnu Rusyd
pekerjaan itu dapat dilaksanakannya dengan baik. Karena
ulasan-ulasan itulah membuat ketenaran namanya di Eropa pada
abad pertengahan. dengan demikian maka Majid Fakhri
meletakkan dia pada barisan terdepan dari sarjana Internasional
dalam pandangannya terhadap kesatuan filsafat umat manusia. 6
kehebatannya dapat dilihat dari berbagai karya yang telah
ditulis, meskipun di akhir hidupnya, Rusyd mendapat tuduhan
besar sehingga ia dibuang dari tanah kelahirannya. sehingga

4 Yunasril Ali, perkembangan pemikiran falsafi dalam islam, Jakarta:


Bumi Aksara. Hal 90

5 Dedi Supriyad, Filsafat Islam, Bandung: CV pustaka Setia, 2013,.Hal


226

6 Yunasril Ali, perkembangan pemikiran falsafi dalam islam, , Jakarta:


Bumi Aksara1991. Hal 90

3
pada waktu itu, Ibnu Rusyd menjadi Raja semua pikiran, tidak
ada pendapat, kecuali pendapatnya, dan tidak ada kata-kata,
kecuali kata-katanya. Akan tetapi, keadaan tersebut segera
berubah, karena ia telah dipersona-nongratakan oleh Al-mansur
dan dikurung disuatu kampung yahudi, bernama Alisanah,
sebagai akibat fitnahan dan tuduhan telah keluar dari islam,
yang dilancarkan oleh golongan penentang filsafat, yaitu para
fuqaha masanya.7
Tuduhan yang dilontarkan kepadanya berkenaan dengan
penulisannya dalam beberapa bukunya mengenai pengakuannya
bahwa dia telah melihat jerapah didalam taman Raja orang-
orang Barbar. Dalam pembelaannya, Ibnu Rusyd mengatakan
bahwa ia telah menulis Raja Dua Negeri. Kisah ketiga
mengemukakan, dia menyangkal kebenaran Historis mengenai
orang-orang Ad yang disebut-sebut dalam Al-Quran. Hal itu
mengakibatkan Ibnu Rusyd bukan Saja dihukum buang, tetapi
juga tulisan-tulisannya dibakar dimuka umum. Sebuah manifesto
yang menentang filsafat dan para filsuf dikeluarkan dan
disebarkan disetiap tempat di Andalusia dan Marrakusy, yang
melarang studi-studi yang dianggap membahayakan serta
memerintahkan pembakaran semua buku yang berhubungan
dengan ilmu-ilmu semacam itu, tetapi aib yang diderita Ibnu
Rusyd tidak berlangsung lama. Dan Al-mansur sekembalinya dari
Marrakusy, mengampuni dan memanggilnya kembali. Ibnu Rusyd
pergi ke Marrakusy, dan ia meninngal pada tahun 595 h/1198 M.8

B. KARYA-KARYA IBN RUSYD

7 Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum,


Bandung: pustaka setia, 2008. Hal 503

8 Dedi Supriyadi, Filsafat Islam, , Bandung:CV pustaka Setia, 2013. Hal


227-228

4
Karyanya terdiri dari 28 buku mengenai filsafat, 5 buku
mengenai agama, 8 buku mengenai hukum islam dan 10 buku
mengenai kedokteran. Dalam filsafat cara berpikir Ibnu Sina
disempurnakan oleh Ibnu Rusyd, sehingga pengaruhnya dalam
filsafat Eropa lebih besar dari pengaruh Ibnu Sina itu sendiri.

Di dunia Islam sendiri Ibnu Rusyd lebih terkenal sebagai


seorang filsuf yang menentang Al-Ghazali. Bukunya yang khusus
menentang filsafat Al-Ghazali, Tahafutul-tahafut, adalah reaksi
atas buku Al-Ghazali, Tahafut Fatasifah. Dalam bukunya itu Ibnu
Rusyd membela kembali pendapat-pendapat ahli filsafat Yunani
dan Islam yang telah diserang habis-habisan oleh Al-Ghazali.
Segala dalil Al-Ghazali di sana dibantahnya. Sebagai pembeli
Aristoteles, tentu saja Ibnu Rusyd menolak prinsip ijraut-adat dari
Al-Ghazali. Dan seperti Al-Farabi dia juga mengemukakan prinsip
hukum kausal dari Aristoteles.

Di dunia islam filsafat Ibnu Rusyd tidak berpengaruh besar. Oleh


sebab itu namanya tidak seharum nama Al-Ghazali. Malah,
karena isi filsafatnya yang dianggap sangat bertentangan
dengan pelajaran agama Islam yang umum, Ibnu Rusyd dianggap
orang zindik. Karena pendapatnya itu juga dia pernah dibuang
oleh Khalifah Abu Yusuf (pengganti Abu Yakub), diasingkan ke
Lucena (Alisana).

Ibnu Rusyd banyak mengarang buku, tetapi yang asli


berbahasa Arab sampai ke tangan kita sekarang hanya sedikit.
Sebagian darinya adalah buku-buku yang telah diterjemahkan ke
dalam Latin dan Yahudi.

Di antara karangan-karangannya dalam soal filsafat ialah:

a. Tahafutul-tahafut.
b. Risalah fi Taalluqi Ilmillahi an Adami Taalluqihi bil-juziyat.
c. Tafsiru ma badath-Thabiat.

5
d. Fashlul-Maqal fi ma Bainal-himaah wasy-Syirah Minal-
Ittishal.
e. Al-Kasyfu an Manahjil Adilag fi aqaidi Ahli Millah.
f. Naqdu Nadhrrariyat Ibnu Sina Anil-Mukmin Lidzatihi wal-
mukmin Ligharihi.
g. Risalah fil-Wujudil-Azali wal-Wujudil-Muaqqat.
h. Risalah fil-Aqli wal-Maquili.

Karangannya meliputi berbagai-bagai ilmu, seperti: fiqh,


usul bahasa, kedokteran, astronomi, politik, akhlak, dan filsafat.
Tidak kurang dari sepuluh ribu lembar yang telah ditulisnya.
Buku-bukunya adakalanya merupakan karangan sendiri, atau
ulasan, atau keringkasan. Karena sangat tinggi penghargaannya
terhadap Aristoteles, maka tidak mengherankan kalau ia
memberikan perhatiannya yang besar untuk mengulaskan dan
meringkaskan filsafat Aristoteles. Buku-buku lain yang telah
diulasnya ialah buku-buku karangan Platon, Iskandar Aphrodisias,
Platinus, Galinus, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, dan Ibnu
Bajjah.9

C. FILSAFAT AJARANNYA IBNU RUSYD


Filsafat Ibnu Rusyd sangat dipengaruhi oleh pemikiran
Aristoteles. Hal itu wajar, karna ia banyak menghabiskan
waktunya meneliti dan membuat komentar-komentar terhadap
karya-karya Aristoteles dalam berbagai bidang, sehingga ia
digelar Syarih (komentator).

Aristoteles menurut pendapatnya adalah manusia istimewa


dan pemikir tersebut yang telah mencapai kebenaran yang tidak
mungkin bercampur kesalahan.kadang-kadang manusia salah
memahami buku-buku Aristoteles,sebagaimana yang dikutif oleh
ibnu Rusyd dari kitab-kitab Al-Farabi dan Ibn Sina. Ibnu Rusyd

9 Sudarsono, filsafat islam,jakarta, Rineka Cipta

6
dalam beberapa hal tidak setuju dan berbeda pendapat dengan
kedua filsuf ini dalam memahami filsafat Aristoteles. Ibn Rusyd
berkeyakinan jika filsafat Aristoteles dapat dipahami dengan
sebaik-baiknya, pasti tidak akan berlawanan dengan
pengetahuan tertinggi yang mampu dicapai oleh manusia.
Bahkan, perkembangan manusia telah mencapai tingkat yang
paling tinggio pada diri Aristoteles. Kekaguman Ibn Rusyd
terhadap Aristoteles lebih dari itu, sehingga ia menilai seolah-
olah ilham Tuhan menghendaki agar Aristoteles menjadi teladan
bagi otak manusia yang tertinggi dan adanya kesanggupan
untuk mendekati akal universal.kekaguman ini dapat dilihat
dalam bukunya al-Thabiah (fisika) dan pada beberapa tempat
dari kitabnya Tahafut al-Tahafut.

Sekalipun Ibn Rusyd sangat terpengaruh dengan pikiran


Aristoteles, bukanlah berarti ia sangat memahami pikirannya.
Karna ia tidak mendalami bahasa Yunani, di mana buku-buku
Aristoteles ditulis dalam bahasa itu. Ia memahami pikiran-pikiran
Aristoteles atas bantuan buku-buku terjemahan dan ulasan-
ulasan para ahli.Al-Iraqi menyatakan : oleh karna Ibn Rusyd
tidak mengenal bahasa yunani, maka ia mempergunakan
terjemahan-terjemahan karya para ahli, seperti Hunain bin Ishaq,
Ishaq bin Hunain, Yahya ibn Ady, dan Abu Basyar Mata. Lalu ia
membandingkan antara terjemahan-terjemahan itu, sehingga
menemukan yang lebih kuat di anataranya. Ia membersihkan
pikiran Aristoteles dan pikiran Plotinus. Dengan demikian,
dimungkinkan pengetahuannya tentang pikiran-pikiran
Aristoteles bukan bersifat yakini (burhan), tetapi merupakan
dugaan melalui ulasan-ulasan para ahli yang tidak terlepas dari
kesalahan.

Ibn Rusyd sebagai filsuf besar, juga memikir, membahas


dan memecahkan masalah-masalah yang pernah dipikirkan oleh

7
filsuf-filsuf sebelumnya. Ia tidak menerima begitu saja pikiran-
pikiran mereka, tetapi menerima yang setuju dan menolak yang
sebaliknya. Ia mengkritik Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Gazali,Ibn Bajjah,
dsb. Hal ini tergantung pada materi masalah yang dibahas.

a. Metode Pembuktian Kebenaran


Sejalan dengan pengajaran syariat untuk pembuktian
kebenaran konsep (tashdiq), metode yang dapat dipergunakan
ada tiga macam, yaitu

1. Metode Retorika (al-khatabiyyah)


2. Metode Dialektik (al-jadaliyyah)
3. Metode Demonstratif (al-burhaniyyah)
Metode retorijak dan dialektik diperuntukkan bagi
manusia awam, sedangkan metode demonstratif secara spesifik
secara spesifik dikonsumsikan bagi kelompok kecil manusia.
Tentu saja al-Quran sebagai kitab suci untuk semua lapisan
umat, tersahuti di dalamnya semua aspek kehidupan sejalan
dengan maksud kehadirannya pembawa rahmat untuk semesta
alam.

b. Metafisika
Dalam masalah ketuhanan, Ibn Rusyd berpendapat bahwa
Allah adalah Penggerak Pertama (muharrik al-awwal). Sifat
posistif yang dapat diberikan kepada Allah ialah Akal, dan
Maqqul. Wujud Allah ia;ah Esa-Nya. Wujud dan ke-Esa-an tidak
berbeda dari zat-Nya.[9]

Konsepsi Ibn Rusyd tentang ketuhanan jelas sekali


merupakan pengaruh Aristoteles, Plotinus, Al-Farabi, dan Ibn
Sina, disamping keyakinan agama Islam yang dipeluknya.
Mensifati Tuhan dengan Esa merupakan ajaran Islam, tetapi
menamakan Tuhan sebagai penggerak Pertama, tidak pernah
dijumpai dalam pemahaman Islam sebelumnya, hanya di jumpai
dalam filsafat Aristoteles dan Plotinus, Al-Farabi, dan Ibnu Sina.

8
Dalam pembuktian adanya Tuhan, golongan Hasywiyah,
Shufiah, Mutazilah, Asyariyah, dan falasifah, masing-masing
golongan tersebut mempunyai keyakinan yang berbeda satu
sama lainnya, dan menggunakan tawil dalam mengartikan kata-
kata Syari sesuai denngan kepercayaan mereka.

Dalam pembuktian terhadap Tuhan, Ibn Rusyd


menerangkan dalil-dalil yang menyakinkan:

a. Dalil wujud Allah. Dalam membuktikan adanya Allah, Ibn


Rusyd menolak
dalil-dalil yang pernah dkemukakan oleh beberapa
golongan sebelumnya karena tidak sesuai dengan apa
yang telah digariskan oleh Syara, baik dalam berbagai
ayatnya, dan karena itu Ibn Rusyd mengemukakan tiga
dalil yang dipandangnya sesuai dengan al-Quran dalam
berbagai ayatnya, dank arena itu, Ibnu Rusyd
mengemukakan tiga dalil yang dipandangnya sesuai, tidak
saja bagi orang awam, tapi juga bagi orang orang khusus
yang terpelajar.
b. Dalil inayah al-Ilahiyah (pemeliharan Tuhan). Dalil ini
berpijak pada tujuan segala sesuatu dalam kaitan dengan
manusi. Artinya segala yang ada ini dijadikan untuk tujuan
kelangsungan manusia. Pertama segala yang ada ini sesuai
dengan wujud manusia. Dan kedua, kesesuaian ini
bukanlah terjadi secara kebetulan, tetapi memang sengaj
diciptakan demikian oleh sang pencipta bijaksana. Ayat
suci yang mendukung dalil tersebut, diantaranya Q.S, al-
Naba:78:6-7
.

Artinya: Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu
sebagai hamparan?dangunung-gunung sebagai pasak?
(QS. Al-Naba:6-7)

9
c. Dalil Ikhtira (dalil ciptaan) Dalil ini didasarkan pada
fenomena ciptaan segala makhluk ini, seperti ciptaan pada
kehidupan benda mati dan berbagai jenis hewan, tumbuh-
tumbuhan dan sebagainya. Menurut Ibn Rusyd, kita
mengamati benda mati lalu terjadi kehidupan
padanya,sehingga yakin adanya Allah yang
menciptakannya. Demikian juga berbagai bintang dan falak
di angkasa tundujk seluruhnya kepada ketentuannya.
Karena itu siapa saja yang ingin mengetahui Allah dengan
sebenarnya, maka ia wajib mengetahui hakikat segala
sesuatu di alam ini agar ia dapat mengetahui ciptaan
hakiki pada semua realitas ini. Ayat suci yang mendukung
dalil tersebut, diantaranya Q.S, al-Hajj: 73















Artinya: Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka
dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala
yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan
seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk
menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari
mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat
itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah)
yang disembah. (QS. Al-Hajj:73)

d. Dalil Harkah (Gerak.) Dalil ini berasal dari Aristoteles dan


Ibn Rusyd memandangnya sebagi dalil yang meyakinkan
tentang adanya Allah seperti yang digunakan oleh

10
Aristoteles sebelumnya. Dalil ini menjelaskan bahwa gerak
ini tidak tetap dalam suatu keadaan, tetapi selalu berubah-
ubah. Dan semua jenis gerak berakhir pada gerak pada
ruang, dan gerak pada ruang berakhir pada yang bergerak
pad dzatnya dengan sebab penggerak pertama yang tidak
bergerak sama sekali, baik pada dzatnya maupun pada
sifatnya. Akan tetapi, Ibn Rusyd juga berakhir pada
kesimpulan yang dikatakan oleh Aristoteles bahwa gerak
itu qadim.
e. Sifat-sifat Allah. Adapun pemikiran Ibn Rusyd tentang sifat-
sifat Allah berpijak pada perbedaan alam gaib danalam
realita. Untuk mengenal sifat-sifat Allah, Ibn Rusyd
mengatakan, orang harus menggunakan dua cara: tasybih
dan tanzih (penyamaan dan pengkudusan). Berpijak pada
dasar keharusan pembedaan Allah dengan manusia, maka
tidak logis memperbandingkan dua jenis ilmu itu.
c. Tanggapan Terhadap Al-Ghazali
Melalui buku Tahaful al- Falasifah (kekacauan Pemikiran
Para Filsuf), Al-Ghazali melancarkan kritik keras terhadap para
filsuf dalam 20 masalah. Tiga dari masalah tersebut, menurut Al-
Ghazali, dapat menyebabkan kekafiran. Permasalahan dimaksud
adalah:

1. Qidamnya alam
2. Tuhan tidak mengetahui perincian yang terjadi di alam
3. Tidak adanya pembangkitan jasmani
Sehubungan serangan dan pengkafiran al-ghazali itu, Ibn Rusyd
tampil membela para filsuf dari serangan dan pengkafiran.
Dalam rangka pembelaan itulah ia menulis buku Tahaful al-
pTahful, yang menunjukan secara tegas bahwa al-Ghazali lah
yang sebenarnya yang dalam kekacauan pemikiran, buka para
filsuf. Berikut penjelasan Ibn Rusyd terhadap Al-Ghazali dalam
tiga masalah tersebut.

11
Qadimnya Alam

Namun menurut Al-Ghazali, pendapat para filsuf bahwa


alam kekal dalam arti tidak bermula tidak dapat diterima
kalangan teologi Islam, karena menurut konsep teologi Islam,
Tuhan adalah pencipta. Yang dimaksud pencipta ialah
mengadakan sesuatu dari tiada (creatio ex nihilio). Kalau alam
dikatakan tidak bermula, berarti alam bukanlah diciptakan,
dengan demikian Tuhan bukanlah pencipta. Pendapat seperti ini
yang memunculkan bentuk kekafiran.

Ibn Rusyd, begitu juga para filsuf lainnya, berpendapat


bahwa creatio ex nihilio tidak mungkin terjadi. Dari yang tidak
ada (al-adam), atau kekosongan, tidak mungkin berubah
menjadi ada (al-wujud). Yang mungkin terjadi ialah ada yang
berubah menjadi ada dalam bentuk lain.

Pendapat ini didukung oleh beberapa ayat Alquran yang


mengandung pengertian bahwa Tuhan menciptakan sesuatu dari
sesuatu yang sudah ada, bukan dari tiada. Dalam hal ini mereka
merujuka pada al-Quran Surat Ibrahim ayat 47-48:







*





Karena itu janganlah sekali-kali kamu mengira Allah akan
menyalahi janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya; sesungguhnya Allah
Maha Perkasa, lagi mempunyai pembalasan. (Yaitu) pada hari
(ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula)
langit, dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul

12
menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.
(Q.S. Ibrahim: 47-48).

Ayat ini, menurut Ibn Rusyd, mengandung arti bahwa


sebelum adanya wujud langit-langit dan bumi telah ada wujud
yang lain, yaitu wujud air yang di atasnya terdapat tahta
kekuasaan Tuhan, dan adanya masa sebelum masa
diciptakannya langit dan bumi. Tegasnya, sebelum langit dan
bumi diciptakan, telah ada air, tahta, dan masa.

Menurut al-Ghazali, sesuai dengan kaum teolog Muslim,


bahwa alam diciptakan Allah dari tiada menjadi ada (al-ijad min
aladam, cretio ex nihilo). Penciptaan dari tiadalah yang
memastikan adanya Pencipta. Yang ada tidak membutuhkan
yang mengadakan. Justru itulah alam ini mesti diciptakan dari
tiada menjadi ada. Sementara itu, menurut filosof Muslim, alam
ini qadim, artinya alam ini diciptakan dari sesuatu (materi) yang
sudah ada.

Bagi Ibnu Rusyd, Al-Ghazali telah keliru dalam menarik


kesimpulan bahwa tidak ada seorang filosof Muslim pun yang
berpendapat bahwa qadimnya alam sama dengan qadimnya
Allah. Akan tetapi yang mereka maksudkan adalah yang ada
berubah menjadi ada dalam bentuk lain. Karena penciptaan dari
tiada (al-adam), menurut filosof Muslim adalah suatu yang
mustahil dan tidak mungkin terjadi. Dari tidak ada (nihil) tidak
bisa terjadi sesuatu. Oleh karena itu, materi asal alam ini mesti
qadim.

Al-Ghazali di sini juga membantah bahwa perkataan Tuhan


lebih dahulu adanya daripada alam dan masa ialah bahwa
Tuhan sudah ada sendirian, sedangkan alam belum ada,
kemudian Tuhan ada bersama-sama dengan alam. Dalam
keadaan pertama kita membayangkan adanya zat yang

13
sendirian, yaitu zat Tuhan, dan dalam keadaan kedua kita
membayangkan dua zat, yaitu zat Tuhan dan zat alam. Kita tidak
perlu ada zat (wujud) yang ketiga, yaitu masa, apalagi yang
dimaksud dengan masa ialah gerakan benda (alam), yang berarti
bahwa sebelum ada benda (alam) sudah barang tentu belum
adanya masa.

Dalam perdebatan di atas, kita akan mendapatkan satu


pandangan bahwa perdebatan ini tidak akan pernah usai. Karena
dari satu sisi Al-Ghazali menganggap bahwa pendapat filsuf dan
termasuk Ibn Rusyd tentang qadimnya alam termasuk membawa
kekafiran. Kemudian di sisi yang lain Ibn Rusyd juga enggan
pendapatnya dianggap akan atau telah menimbulkan kekafiran.
Dan lagi, kedua tokoh ini mungkin juga para pengikut keduanya,
sama-sama memiliki dasar yang kuat dan meyakinkan.

Pengetahuan Tuhan

Masalah Kedua yang digugat oleh Al-Ghazali adalah


tentang pengetahuan Tuhan. Golongan filsuf berpendirian bahwa
Tuhan tidak mengetahui hal-hal (peristiwa-peristiwa) kecil,
kecuali dengan cara yang umum. Alasan mereka ialah bahwa
yang baru ini dengan segala peristiwanya selalu berubah,
sedangkan ilmu selalu mengikuti apa yang diketahui. Dengan
perkataan lain, perubahan perkara yang diketahui menyebabkan
perubahan ilmu. Kalau ilmu ini berubah, yaitu dari tahu menjadi
tidak tahu atau sebaliknya, berarti Tuhan mengalami perubahan,
sedangkan perubahan pada zat Tuhan tidak mungkin terjadi
(mustahil).

Kritik al-Ghazali kedua adalah tentang pernyataan yang


mengatakan bahwa Tuhan hanya mengetahui tentang diri-Nya,
atau pernyataan yang menyatakan bahwa Tuhan Maha Segala
Tahu, tetapi pengetahuan-Nya itu bersifat kulli, tidak dapat

14
dibenarkan. Menurut Al-Ghazali, setiap yang maujud ini
diciptakan karena kehendak Tuhan, dan juga setiap yang terjadi
di alam ini atas kehendak-Nya. Tentulah seluruhnya itu diketahui
oleh Tuhan, sebab yang berkehendak haruslah mengetahui yang
dikehendakinya. Jadi, Tuhan tentunya mengetahui segala sesuatu
yang secara rinci.

Mengenai penjelasan di atas, Ibnu Rusyd menyangkal


bahwa Tuhan tidak mengetahui hal-hal yang kecil, tidaklah
seperti yang ditudingkan. Semuanya harus dilihat apakah
pengetahuan Tuhan itu bersifat qadim atau hadis terhadap
peristiwa kecil itu. Dalam hal ini, Ibnu Rusyd membedakan ilmu
qadim dan ilmu baru terhadap hal kecil tersebut.

Ibn Rusyd rupanya ingin mengklarifikasi permasalahan


yang diungkap oleh Al-Ghazali. Menurut Ibn Rusyd, Al-Ghazali
dalam hal ini salah paham, sebab para filsuf tidak ada yang
mengatakan demikian, yang ada ialah pendapat mereka bahwa
pengetahuan tentang perincian yang terjadi di alam tidak sama
dengan pengetahuan manusia tentang perincian itu. Jadi
menurut Ibn Rusyd, pertentangan antara Al-Ghazali dan para
filsuf timbul dari penyamaan pengetahuan Tuhan dengan
pengetahuan manusia. Pengetahuan manusia tentang perincian
diperoleh melalui panca indera, dan dengan panca indera ini
pulalah pengetahuan manusia tentang sesuatu selalu berubah
dan berkembang sesuai dengan penginderaan yang dicernanya.
Sedangkan pengetahuan tentang kulliyah diperoleh melalui akal
dan sifatnya tidak berhubungan langsung dengan rincian-rincian
(juziyyah) yang materi itu.

Pendapat kedua fiilosof ini sangat menarik untuk dilihat


sudut perbedaannya, oleh sebab itu Oliver Leaman mencoba
memahami kedua pemikir tersebut dengan pendekatan ajaran

15
agama. Bahwa pembahasan kedua pemikir tersebut didasarkan
pada pembedaan pengetahuan, yakni pengetahuan Tuhan dan
Manusia. Dalam bukunya diungkapkan;

Tuduhan yang menarik ini semula timbul dari cara para


filosof membedakan antara pengetahuan kita dan pengetahuan
Tuhan. Dilihat dari sudut pandang agama, Islam sangat jel;as
mengajarkan bahwa Tuhan mengetahui setiap dan segala
sesuatu yang ada di atas dunia yang sementara ini. Seperti
seorang manusia boleh menduga bahwa pengetahuan seperti itu
adalah penting sekali untuk tindakan penentuan keputusan
tentang nasib jiwa manusia setelah mati. Bagaimanapun juga,
suatu pikiran yang mengatakan bahwa Tuhan menciptakan alam
semesta, kemudian setelah itu melupakannya bukanlah pikiran
menarik bagi paham ortodok Islam. biasnya ada sedikit
keraguan, bagaimanakah pandangan al-Quran tentang hakikat
kekuasaan Tuhan (Qudrat Tuhan). Bahkan, Tuhan mengetahui
semua pemikiran-pemikiran manusia Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh
hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya dari pada urat
lehernya. Dia (Allah) mengetahui dengan persis individu-
individu yang baru dilahirkan.

Kebangkitan Jasmani

Masalah yang ketiga yang digugat oleh al-Ghazali adalah


kebangkitan jasmani. Masalah yang terakhir ini, para filosof
menolak konsep kebangkitan jasmani, karena mereka
menganggap hal tersebut mustahil. Menurut mereka unsur
jasmani (fisik) manusia yang telah mati akan diproses oleh alam.
Proses alam panjang tersebut tidak menutup kemungkinan
merubah unsur pertama menjadi bagian dari fisik manusia yang
lain. Dengan demikian, jika kebangkitan ukhrawi manusia dalam

16
bentuk fisiknya yang semula, maka terdapat kemungkinan
manusia yang dibangkitkan dalam bentuk fisik yang tidak
sempurna.

Al-Ghazali tidak sepaham dengan pendapat para filosof di


atas. Dia mengatakan bahwa jiwa manusia tetap wujud sesudah
mati (berpisah dengan badan) karena ia merupakan substansi
yang berdiri sendiri. Al-Ghazali mengungkapkan:

adalah bertentangan dengan seluruh keyakinan Muslim,


keyakinan mereka yang mengatakan bahwa badan jasmani tidak
akan dibangkitkan pada hari Kiamat, tetapi jiwa (roh) yang
terpisah dari badan yang akan diberi pahala dan hukuman, dan
pahala atau hukuman itupun akan bersifat spiritual dan
bukannya bersifat jasmaniah. Sesungguhnya, mereka itu benar di
dalam menguatkan adanya pahala dan hukuman yang bersifat
jasmaniah dan mereka dikutuk oleh hukum yang telah
diwahyukan dalam pandangan yang mereka nyatakan itu.

Dalam membantah gugatan Al-Ghazali, Ibnu Rusyd


mencoba untuk menggambarkan kebangkitan rohani melalui
analogi tidur. Ketika manusia tidur, jiwa tetap hidup, begitu pula
ketika manusia mati, maka badan akan hancur, jiwa tetap hidup
bahkan jiwalah yang akan dibangkitkan.

Perdebatan di atas sebenarnya adalah perdebatan antara


para filosof dan Al-Ghazali. bukan antara Ibnu Rusyd dan Al-
Ghazali. Namun, adanya pendidikan yang dikenyam Ibn Rusyd
adalah dari para filosof atau bahkan "kebencian" Ibn Rusyd
terhadap Al-Ghazali, maka Ibn Rusyd tidak tinggal diam dengan
kecaman Al-Ghazali terhadap para filosof. Perdebatan Al-Ghazali
dan Ibnu Rusyd pun terjadi.10

10 Hasyimsyah nasution, filsafat islam,jakarta:gaya media


pratama,1999, hal. 115

17
D. PENGARUH FILSAFAT IBNU RUSYD TERHADAP UMAT
ISLAM
Pemikiran pokok Ibnu Rusyd yang cenderung rasional dan
menundukan segalanya kepada pertimbangan akal (kecuali
dogma-dogma keimanan yang diwahyukan) ini mempengaruhi
dunia islam yang sekarang. Atas sumbangsih pemikiran rusyd,
Islam berhasil dijadikan sebuah bentuk perlawanan terhadap aksi
kelompok fundamental yang menebar terrorisme.
Kemunculannya membuat Islam sebagai salah satu alternatif
versi Islam yang berkembang masa kini dan tentu diminati
banyak kalangan. Dialog-dialog keagamaan yang mengarah pada
tatanan yang damai, toleran, dan berkeadilan merupakan
indikasi bahwa sumbangsih pemikiran Ibnu Rusyd masih sangat
berpengaruh sampai sekarang. Model islam secara moderat
sebagai pilihan dan tuntutan terhadap islam untuk menjadi solusi
bagi peradaban dunia dan umat manusia. Moderatisme juga
dinilai paling kondusif di masa kini. Konsep Islam moderat
merujuk pada makna ummatan wasathan (QS al-Baqarah [2]:
143). Kata wasath dalam ayat tersebut berarti khiyr (terbaik,
paling sempurna) dan dil (adil). Dengan demikian, makna
ungkapan ummatan wasathan berarti umat terbaik dan adil
dalam koridor syariah. Inilah yang membuat Islam pantas
menjadi alternatif dan solusi. Dalam praktiknya, Islam moderat
selalu mencari jalan tengah dalam menyelesaikan persoalan.
Perbedaan dalam bentuk apa pun dengan sesama umat
beragama diselesaikan lewat kompromi yang menjunjung tinggi
toleransi dan keadilan sehingga dapat diterima oleh kedua belah
pihak. Melalui cara itu pula, masalah yang dihadapi dapat
dipecahkan tanpa jalan kekerasan.

Model islam seperti yang diatas lah yang menurut saya


menjadi salah satu tuntutan umat islam yang relevan masa kini

18
dalam misinya untuk menjadi solusi atas segala macam
permasalahan. Kerukunan dan kedamaian adalah dambaan
bersama. Persaudaraan dan cinta kasih merupakan manifestasi
dari peran dan fungsi agama, sebab semua agama mengajarkan
kepada umatnya akan cinta kasih kepada sesama manusia.
Dunia sangat membutuhkan upaya serius dalam menjalin dialog
antar agama, memperjuangkan perdamaian dan keadilan. Bukan
terus menerus mempertajam perbedaan. Seharusnya kita
mencari jalan keluar dari persoalan dunia berdasarkan nilai nilai
yang kita anut sekarang. Agama seharusnya menjadi menjadi
lentera harapan dan memberi yang baik untuk semua kalangan
umat manusia. Perang atau terrorisme tidak dijalankan atas
nama agama, agama seharusnya menuntun kita menuju resolusi
konflik, perdamaian, dan dunia yang adil. Dalam segala macam
perbedaan di dunia ini kita dituntut bersikap moderat untuk
dapat menyikapi ajaran ajaran radikalisme.

Kita harus berangkat dari keyakinan bahwa Islam adalah


agama moderat. Islam merupakan moderasi atau antitesis dari
ekstrimitas agama sebelumnya, di mana ada Yahudi yang sangat
membumi dan Nasrani yang terlalu melangit. Islam
merupakan jalan tengah dari dua versi ekstrim di atas dan
memadukan kehidupan bumi dan kehidupan langit. Itulah
makna dari ummatan wasathan (umat pertengahan, pilihan dan
adil).

Konsep Islam moderat bukan berarti sikap yang tidak


berpihak kepada kebenaran serta tidak memiliki pendirian untuk
menentukan mana yang haq dan bathil. Muslim moderat juga
bukan orang munafik yang selalu cari aman, plin-plan dan
memilih-milih ajaran Islam sesuai dengan kepentingannya.
Muslim moderat berkeyakinan bahwa totalitas Islam merupakan
agama yang selalu modern, tidak bermusuhan dengan dinamika

19
dunia dan umat beragama lainnya. Seperti ini lah model islam
yang harus digiatkan dan terus di implementasikan secara nyata
demi terwujudnya rasa pluralisme diatas keberagaman serta
kehidupan adil dan toleran dan menjadi tuntutan umat masa
kini.11

BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN

Nama lengkap Ibnu Rusyd adalah Muhammad ibnu Ahmad


bin Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau Abu Al-Walid atau
Averroes lahir di Cordova, 1126M (520 H) Ia berasal dari keluarga

11 http://hendrasunandar.wordpress.com/2012/05/08/pemikiran-ibnu-
rusyd-dan-pengaruhnya-hingga-masa-kini/,23 november 2013, 12:07.

20
ilmuan. Ayah dan kakeknya pernah menjadi ketua pengadilan di
Andalusia.

Karyanya terdiri dari 28 buku mengenai filsafat, 5 buku


mengenai agama, 8 buku mengenai hukum islam dan 10 buku
mengenai kedokteran. Dalam filsafat cara berpikir Ibnu Sina
disempurnakan oleh Ibnu Rusyd, sehingga pengaruhnya dalam
filsafat Eropa lebih besar dari pengaruh Ibnu Sina itu sendiri.

Filsafat Ibnu Rusyd sangat dipengaruhi oleh pemikiran


Aristoteles, Melalui buku Tahaful al- Falasifah (kekacauan
Pemikiran Para Filsuf), Al-Ghazali melancarkan kritik keras
terhadap para filsuf dalam 20 masalah. Tiga dari masalah
tersebut, menurut Al-Ghazali, dapat menyebabkan kekafiran.
Permasalahan dimaksud adalah:

1. Qidamnya alam
2. Tuhan tidak mengetahui perincian yang terjadi di
alam
3. Tidak adanya pembangkitan jasmani.
Pemikiran pokok Ibnu Rusyd yang cenderung rasional dan
menundukan segalanya kepada pertimbangan akal (kecuali
dogma-dogma keimanan yang diwahyukan) ini mempengaruhi
dunia islam yang sekarang

REFERENSI

21
buku
Hasyimsyah Nasution. 1999. Filsafat Islam Jakarta:
Gaya Media Pratama.
Juhaya S. Praja.2013. Pengantar Filsafat Islam
Bandung: CV Pustaka Setia.
Sirajuddin Zar. 2010. Filsafat Islam Filosof Dan
Filsafatnya Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada
Yunasril Ali, perkembangan pemikiran falsafi dalam
islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1991.
Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat
Umum, pustaka setia, Bandung, 2008,
Dedi Supriyad, Filsafat Islam, CV pustaka Setia,
Bandung, 2013

Internet

http://hendrasunandar.wordpress.com/2012/05/08/pe
mikiran-ibnu-rusyd-dan-pengaruhnya-hingga-masa-
kini/,23 november 2013, 12:07.

22

Anda mungkin juga menyukai