Anda di halaman 1dari 2

Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Ahmad

ibn Rusyd (Averroes).  Ibn Rusyd lahir dari keluarga yang memiliki tradisi dan peran intelektual yang
besar. Kakeknya dari pihak bapak adalah seorang hakim agung di Cordoba, di samping kedudukannya
sebagai salah seorang ahli hukum terkemuka dalam madzhab Maliki, salah satu madzhab yang sangat
dominan dalam wilayah Maghrib dan Andalusia. Selain itu ia juga sangat aktif dalam kegiatan politik dan
sosial.

Ibn Rusyd lahir di Cordoba tahun 520 H/1126 M. ketika Ibn Rusyd lahir Daulah Murabithin pada saat itu
sedang berada di jurang kerutuhan, kelahirannya ini empat tahun medahului wafatnya pemimpin daulah
Muwahhidin, yaitu Muhammad ibn Tumar.

Ibn Rusyd belajar Ilmu kedokteran kepada Abu Ja’far Harun dan Abu Marwan ibn Jarbun al-Balansi.
Sedangkan penguasaan ilmu-ilmu filsafat dan teologi, ia peroleh dari Ibn Thufail. Ibn Rusyd juga sangat
menguasai Ilmu Kalam, Fiqh, Satra dan Bahasa Arab. Dalam semua bidang ilmu ini ia sangat menonjol,
sampai-sampai ia tidak mendapatkan saingan yang berarti dari para ilmuwan lainnya yang hidup pada
masanya.

Pada tahun 1169 M, ibn Rusyd menduduki jabatan sebagai hakim di kota Seville, kemudian karirnya naik
menjadi hakim agung (Qadli al-Qudlat) di kota Cordoba (1171 M). Pada tahun 1169 M Ibn Thufail
membawa Ibn Rusyd ke hadapan sultan yang berpikiran maju dan memberi pehatian di bidang ilmu,
yaitu Abu Ya’qub Yusuf , yang memberinya tugas untuk menyeleksi dan mengoreksi berbagai syarah
(komentar) dan tafsir karya-karya Aristoteles, sehingga ungkapan-ungkapannya lebih kena dan bersih
dari banyak cacat karena keteledoran transkripsi maupun kekeliruan para penulis sejarah dan penafsir
lainnya. Sejak tahun itu, Ibn Rusyd memulai kerja intelektualnya yang berat.

Saat Ibn Thufail memasuki usia senja, Ibn Rusyd menempati jabatan sebagai dokter pribadi sultan Abu
Ya’qub Yusuf di Istana Marakish pada tahun 1182 M. Namu setelah Sultan Abu Ya’qub Yusuf wafat pada
tahun 1184 M, kedudukan Ibn Rusyd di sisi penggantinya, sultan Manshur Abu Yusuf Ya’qub (1184-1199)
tidak berlangsung lama. Ibn Rusyd mengalami inkuisisi (al-Mihan) pada tahun 1195 dan tekanan
berkenaan dengan ideology da pemikiran-pemikiran (filsafat)-nya.

Bersama para filusf dan beberapa ilmuwan lainnya, Ibn Rusyd diasingkan ke Yasanah, sebuah kota dekat
Cordoba. Buku-buku Ib Rusyd dan banyak filsafat karya para filsuf berbobot dibakar, dan masyarakat
dilarang keras mempelajari ilmu-ilmu praktis dan rasional selain disiplin-disiplin ilmu kedokteran,
astronomi dan ilmu ukur.

Ketika badai inkuisi berlalu, Ibn Rusyd memperoleh kedudukannya kembali di sisi sultan dan tinggal lagi
di istana kerajaan, begitu posisi filsafat dan ilmu-ilmu rasional lainnya dalam kehidupan negara. Akan
tetapi ajal menjemputnya tidak lama setelah masa ini. Pada awal pemerintahan Sultan Nashir, pada
tanggal 11 Desember 1198 M, Ibn Rusyd meninggal dunia.

Ibn Arabi sempat menyaksikan jenazah Ibn Rusyd yang diangkut di atas seekor keledai dalam
perjalanannya dari kota Marakish. Ibn Rusyd dimakamkan di daerah Andalusia. Ketika menuju
pemakaman, jenazah Ibn Rusyd diletakkan di satu punggung keledai, sedang di atas punggung keledai 
satunya lagi ditumpu kitab-kitab dan sejumlah karyanya.

Mengenai Ibn Rusyd, Ibn Al-Abbar  menceritakan, ” Ilmu-ilmu dirayat (kajian analisis) lebih menarik
perhatian Ibn Rusyd disbanding ilmu-ilmu riwayat (perawian). Ia mempelajari ilmu Fiqh, Ushul Fiqh, ilmu
Kalam, dll. Hebatnya, di Andalusia tidak ada seorangpun yang seperti dia dalam penguasaan ilmu dan
keluhuran moralnya. Sekalipun menduduki posisi terhormat, Ibn Rusyd tetaplah seorang yang rendah
hati dan sopan santun. Semenjak kecil, hingga masa tuanya, ia sangat mementingkan ilmu pengetahuan.
Sampai-sampai ada cerita bahwa Ibn Rusyd tidak pernah meninggalkan penelitian dan terus menerus
membaca buku  kecuali pada malam ketika ayahnya wafat serta malam-malam yang diperuntukkan bagi
keluarganya. Ibn Rusyd telah menulis, mengarang, mengomentari dan meringkas kitab-kitab yang
jumlahnya mencapai sekitar sepuluh ribu halaman. Ia sangat tertarik pada disiplin ilmu-ilmu yang
dihasilkan para cendikiawan terdahulu, sampai akhirnya ia mampu mengukuhkan dirinya sebagai
pemimpin dalam ilmu-ilmu tersebut. ibn Rusyd memiliki otoritas dalam memberikan fatwa-fatwanya
dalam dunia kedokteran maupun Fiqh, ditambah lagi ia benar-benar menguasai ilmu bahasa dan sastra.
Abu al-Qasim al-Tailasan menceritakan bahwa Ibn Rusyd ini hafal syair-syair Hubaib dan Mutanabbi, dan
sering kali mengutip syair-syair itu dalam majelisnya, dan ia dapat menyampaikannya dengan sangat
baik

Anda mungkin juga menyukai