Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH FILSAFAT IBNU RUSYD

BAB I PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Berfilsafat adalah bagian dari peradaban manusia. Semua peradaban yang pernah
timbul didunia pasti memiliki filsafat masing-masing. Kenyataan ini juga sekaligus
membantah pandangan bahwa yang berfilsafat hanya orang barat saja,khususnya
orang yunani. Diantara filsafat yang pernah berkembang,selain filsafat yunani adalah
filsafat Persia,cina,India,dan tentu saja filsafat islam.
Tokoh yang paling popular dan dianggap paling berjasa dalam membuka mata barat
adalah Ibn-Rusyd. Dalam dunia intelektual barat,tokoh ini lebih dikenal dengan nama
averros. Begitu populernya Ibnu Rusyd dikalangan barat,sehingga pada tahun 1200-
1650 terdapat sebuah gerakan yang disebut viorrisme yang berusaha mengembangkan
pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd. Dari Ibnu Rusydlah mereka mempelajari Filsafat
yunani Aristoteles (384-322 s.M),karena Ibnu Rusyd terkenal sangat konsisten pada
filsafat Aristoteles.
Filsafat islam,sebagaimana sejarah muslim umumnya,telah melewati lima tahap yang
berlainan. Tahap pertama berlangsung dari abad 1 H / 7 M hingga jatuhnya Baghdad.
Tahap kedua adalah tahap keguncangan setelama setengah abad. Tahap
ketiga merentang dari abad ke-4 /14 hingga abad ke-12/18,tahap keempat adalah
tahap yang paling menyedihkan,berlangsung sampai setengah abad,inilah zaman
kegelapan islam. Tahap kelima bermula pada pertengahan abad ke-13/19,yang
merupakan periode renaisans modern.

•Rumusan Masalah
• Bagaimana biografi Ibnu Rusyd?
• Apa saja karya-karya Ibnu Rusyd?
• Apa saja pemikiran Ibnu Rusyd?

BAB II PEMBAHASAN

A. Biografi Ibnu Rusyd


Abu Al-Walid Muhammad ibnu Ahmad ibnu
Muhammad ibnu Rusyd dilahirkan di Cordova,
Andalus pada tahun 510 H/1126 M, sekitar 5 tahun
wafatnya Al-Ghazali. Ia lebih populer dengan
sebutan Ibnu Rusyd. Orang barat menyebutnya
dengan nama Averrois. Kakek dan ayahnya
mantan hakim di Andalusia dan ia sendiri pada
tahun 565
H/ 1169 M diangkat pula menjadi hakim di Seville dan Cordova. Karena prestasinya
yang luar biasa dalam ilmu hukum, pada tahun 1173 ia dipromosikan menjadi ketua
Mahkamah Agung, Qadhi al-Qudhat di Cordova[1].
Ibnu Rusyd terkenal sebagai pengulas karya-karya Aristoteles (Comentator), sebuah
gelar yang diberikan Dante (1265-1321 M) dalam bukunya Devine Commedia (Komedi
Ketuhanan). Gelar ini memang tepat untuknya, karena pikiran-pikirannya
mencerminkan usahanya yang keras untuk mengembalikan pikiran-pikiran Aristoteles
kepada kemurniannya, setelah bercampur dengan unsur-unsur Platonik yang cukup
memperburuk orisinalitas pemikirannya dan yang dimasukkan para filsuf
Iskandariah[2].
Dengan realitas yang dialami sebagai qadhi, dokter, dan didukung oleh berbagai
penguasaan ilmu, seperti matematika, fisika, astronomi, kedokteran, logika, dan
filsafat, Ibnu Rusyd menjadi ulama dan filsuf yang sulit ditandingi. Kehebatannya dapat
dilihat dari berbagai karya yang telah ditulis, meskipun di akhir hidupnya, Rusyd
mendapat tuduhan besar sehingga ia dibuang dari tanah kelahirannya[3].
Ia dituduh kafir, diadili, dan dihukum buang ke Lucena, dekat Cordova dan dicopot
dalam segala jabatannya. Lebih dari itu, semua bukunya dibakar, kecuali yang bersifat
ilmu pengetahuan murni (sains), seperti kedokteran, matematika,dan
astronomi. Suasana yang mencekam ini dimanfaatkan oleh ulama-ulama konservatif
dengan kebencian dan kecemburuan yang terpendam selama ini terhadap kedudukan
Ibnu Rusyd yang tinggi. Untunglah masa getir yang dialami Ibnu Rusyd ini tidak
berlangsung lama (satu tahun). Pada tahun 1197 M, khalifah mencabut hukumannya
dan posisinya direhabilitasi kembali. Namun, Ibnu Rusyd tidak lama menikmati keadaan
tersebut dan ia meninggal pada 10 Desember 1198 M/ 9 Shafar 595 H di Marakesh dalam
usia 72 tahun menurut perhitungan Masehi dan 75 tahun menurut perhitungan tahun
Hijrah[4].

•Karya-karya Ibnu Rusyd


Ibnu Rusyd terkenal sebagai seorang filosuf yang menentang Al Ghazali. Bukunya yang
khusus menentang filsafat Al Ghazali, Tahafutut-tahafut , adalah reaksi dari buku Al
Ghazali, Tahafutu falasifah. Ibnu Rusyd banyak mengarang buku, tetapi yang asli
berbahasa Arab sampai ke tangan kita sekarang hanya sedikit. Di antara karangan-
karangannya yang masih dapat kita temukan adalah sebagai berikut:
• Fashl al-Maqal fi ma bain al-Hikmat wa al-Syari’ah min al-ittishal, berisikan korelasi
antara agama dan filsafat.
• Al-Kasyf ‘an Manahij al-Adillat fi ‘Aqa’id al-Milat, berisikan kritik terhadap metode
para ahli ilmu kalam dan sufi.
• Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid , berisikan uraian-uraian di bidang fiqih[5].

•Pemikiran Ibnu Rusyd


• Agama dan Filsafat
Ibnu Rusyd menegaskan bahwa antara agama (Islam) dan falsafat tidak ada
pertentangan. Inti filsafat tidak lain dari berfikir tentang wujud untuk mengetahui
pencipta segala yang ada ini. Ibnu Rusyd mendasarkan argumennya dengan dalil Al-
Qur’an (al-Hasyr: 2 dan al-Isra’: 84), menyuruh manusia berfikir tentang wujud atau
alam yang tampak ini dalam rangka mengetahui Tuhan. Dengan demikian, sebenarnya
Al-Qur’an menyuruh umat manusia berfilsafat, atau mempelajari filsafat Yunani,
bukan dilarang atau diharamkan[6].
•Qadimnya Alam
Ibnu Rusyd menegaskan bahwa paham qadim-nya alam itu tidak bertentangan dengan
ajaran Al-Qur’an. Bahkan sebaliknya, menurut para teolog yang mengatakan bahwa
alam diciptakan Tuhan dari tiada justru tidak mempunyai dasar dalam Al-Qur’an.
Menurut Ibnu Rusyd, dari ayat-ayat Al-Qur’an (Q.S. Hud: 7, Al-Fushshilat: 11, Al-
Anbyaa’: 30) dapat diambil kesimpulan bahwa alam diciptakan Tuhan bukanlah dari
tiada, tetapi dari sesuatu yang telah ada. Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa
paham qadim-nya alam tidaklah harus membawa pada pengertian bahwa alam itu ada
dengan sendirinya atau tidak dijadikan oleh Tuhan. Bagi para filsuf muslim, alam itu
dikatakan qadim, justru karena alam itu diciptakan Tuhan, yakni diciptakan sejak
qidam/azali. Karena diciptakan-Nya sejak qidam, alam itu menjadi qidam pula.
Bagaimanapun, Tuhan dan alam tidak sama karena Tuhan adalah qadim yang mencipta,
sedangkan alam adalah qadim yang dicipta[7].
•Kebangkitan Jasmani
Menurut Al-Ghazali, salah satu unsur yang menyebabkan orang menjadi kafir adalah
karena mengingkari adanya kebangkitan jasmani di akhirat kelak. Dia mengatakan
bahwa jiwa manusia tetap wujud sesudah mati (berpisah dengan badan) karena ia
merupakan substansi yang berdiri sendiri. Ibnu Rusyd menyangkal pendapat Al-Ghazali
itu, karena menurut Ibnu Rusyd, keimanan terhadap kebangkitan jasmani adalah suatu
keharusan bagi terwujudnya keutamaan akhlak, keutamaan teori dan amalan lahir,
karena seorang tidak akan memperoleh kehidupan yang sebenarnya dalam dunia ini
kecuali dengan amalan-amalan lahir, dan untuk kehidupan di dunia dan di akhirat,
tidak bisa tercapai kecuali dengan keutamaan-keutamaan teori. Dengan demikian
pengkafiran dalam masalah kebangkitan jasmani tidak beralasan, karena masalah ini
bagi para filosuf adalah persoalan teori[8].
Ibnu Rusyd menggambarkan kebangkitan rohani dengan analogi tidur. Sebagaimana
tidur, jiwa tetap hidup, begitu pula ketika manusia mati, badan hancur, jiwa tetap
hidup dan jiwalah yang akan dibangkitkan[9].
•Kerasulan Nabi
Banyak filosuf dan para ulama kalam yang membicarakan masalah kenabian.
Pembuktian kerasulan para ulama kalam menyatakan apabila orang berbicara dan
berkehendak dapat mengutus hamba-hambanya, maka bagi Tuhan juga apabila
berbicara dan beriradah dapat mengutus rasul-Nya. Pembuktian ini adalah melalui
jalan qiyas , namun jalan tersebut hanya bisa membawa kesimpulan yang mungkin
saja. Bagi golongan Asy’ariyah dalam memperkuat qiyas itu adalah bahwa orang yang
mengaku menjadi utusan Tuhan, maka harus menunjukkan benar-benar bahwa ia
diutus Tuhan untuk hamba-hamba-Nya, dan tanda ini dinamakan mu’jizat .
Pembuktian yang seperti itu menurut Ibnu Rusyd hanya bersifat memuaskan hati,
tetapi tidak meyakinkan, namun ia menyadari bahwa pembuktian itu sesuai dengan
kebanyakan orang. Apabila diteliti dengan seksama pembuktian mengandung berbagai
kelemahan. Diantaranya yaitu darimana kita mengetahui bahwa mu’jizat yang
Nampak pada seseorang yang mengaku nabi itu adalah tanda dari Tuhan yang
menunjukkan bahwa ia adalah benar-benar rasul-Nya.
Mu’jizat menurut Ibnu Rusyd ada dua macam, yaitu:
•Mu’jizat luaran (al karrami ) yakni mu’jizat yang sesuai dengan sifat yang karena
seorang nabi disebut nabi, seperti menyembuhkan penyakit, membelah lautan dan
sebagainya.
•Mu’jizat yang sesuai (al immasib) dengan sifat kenabian tersebut, yaitu syariat
(peraturan) yang dibawanya untuk kebahagiaan manusia[10].
5. Pengetahuan Tuhan
Ibnu Rusyd mengatakan bahwa para filsuf Muslim tidaklah mempersoalkan apakah
Tuhan mengetahui hal-hal yang juz’i (perincian yang terjadi) pada alam sementara ini
atau tidak mengetahuinya. Seperti halnya setiap ulama islam, para filsuf Muslim juga
berpandangan bahwa Tuhan mengetahui hal-hal yang bersifat juz’i pada alam ini.
Yang mereka persoalkan adalah bagaimana cara Tuhan mengetahui hal-hal yang
bersifat juz’i itu. Menurut Ibnu Rusyd, para filsuf Muslim berpendapat bahwa
pengetahuan Tuhan tentang hal-hal demikian karena pengetahuan manusia mengambil
bentuk efek (akibat dari memperhatikan hal-hal juz’i itu), sedangkan pengetahuan
Tuhan merupakan sebab, yakni sebab bagi munculnya hal-hal yang bersifat juz’i itu.
Selain itu, ketidaksamaan tersebut disebabkan oleh pengetahuan Tuhan itu bersifat
qadim , yakni semenjak azali Tuhan mengetahui hal-hal bersifat juz’i di alam semesta
ini, betapa pun kecilnya hal tersebut. Manusia tidak memiliki pengetahuan sama sekali,
tetapi kemudian secara berangsur-angsur, memperoleh pengetahuan setelah
memperhatikan bagian demi bagian alam secara saksama.
Kritik Al-Ghazali tentang apakah Tuhan tahu terhadap hal-hal kecil atau tidak. Ia
memandang bahwa Tuhan Maha Segala Tahu, baik besar ataupun kecil. Berbeda
dengan Ibnu Rusyd, Tuhan hanya tahu yang universal bukan perkara yang kecil. Ibnu
Rusyd menyangkal bahwa Tuhan tidak mengetahui hal-hal yang kecil, tidaklah seperti
yang ditudingkan. Semuanya harus dilihat apakah pengetahuan Tuhan itu bersifat
qadim atau hadis terhadap peristiwa kecil itu. Dalam hal ini, Ibnu Rusyd membedakan
ilmu qadim dan ilmu baru terhadap hal kecil tersebut.
Ibn Rusyd rupanya ingin mengklarifikasi permasalahan yang diungkap oleh Al-Ghazali.
Menurut Ibn Rusyd, Al-Ghazali dalam hal ini salah paham, sebab para filsuf tidak ada
yang mengatakan demikian, yang ada ialah pendapat mereka bahwa pengetahuan
tentang perincian yang terjadi di alam tidak sama dengan pengetahuan manusia
tentang perincian itu. Jadi menurut Ibn Rusyd, pertentangan antara Al-Ghazali dan
para filsuf timbul dari penyamaan pengetahuan Tuhan dengan pengetahuan manusia.
Pengetahuan manusia tentang perincian diperoleh melalui panca indera, dan dengan
panca indera ini pulalah pengetahuan manusia tentang sesuatu selalu berubah dan
berkembang sesuai dengan penginderaan yang dicernanya. Sedangkan pengetahuan
tentang kulliyah diperoleh melalui akal dan sifatnya tidak berhubungan langsung
dengan rincian-rincian (juziyyah) yang materi itu[11].
BAB III KESIMPULAN

•Abu Al-Walid Muhammad ibnu Ahmad ibnu Muhammad ibnu Rusyd dilahirkan di
Cordova, Andalus pada tahun 510 H/1126 M, sekitar 5 tahun wafatnya Al-Ghazali. Ibnu
Rusyd terkenal sebagai pengulas karya-karya Aristoteles (Comentator ), karena
pikiran-pikirannya mencerminkan usahanya yang keras untuk mengembalikan pikiran-
pikiran Aristoteles kepada kemurniannya. Beliau meninggal pada 10 Desember 1198 M/
9 Shafar 595 H di Marakesh dalam usia 72 tahun menurut perhitungan Masehi dan 75
tahun menurut perhitungan tahun Hijrah.
•Karya-karya Ibnu Rusyd

1. Fashl al-Maqal fi ma bain al-Hikmat wa al-Syari’ah min al-ittishal,


berisikan korelasi antara agama dan filsafat.
2. Al-Kasyf ‘an Manahij al-Adillat fi ‘Aqa’id al-Milat, berisikan kritik
terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufi.
3. Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid , berisikan uraian-uraian di
bidang fiqih.
C. Pemikiran
Ibnu Rusyd
1. Agama dan filsafat
2. Qadimnya alam
3. Kebangkitan jasmani
4. Kerasulan Nabi
5. Pengetahuan Tuhan

DAFTAR PUSTAKA

Mustofa. 1997. Filsafat Islam . Bandung: Pustaka Setia


Sirajuddin. 2004. Filsafat Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Supriyadi, Dedi.
2009. Pengantar Filsafat Islam . Bandung: Pustaka Setia
Syukur, Suparman. 2007. Epistemologi Islam Skolastik ,. Semarang: Pustaka Pelajar

[1] Sirajuddin, Filsafat Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), 221.
[2] Suparman Syukur, Epistemologi Islam Skolastik , (Semarang: Pustaka Pelajar, 2007), 17.
[3] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam , (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 227.
[4] Sirajuddin, 224.
[5] Ibid, 225.
[6] Dedy Supriyadi, 229.
[7] Ibid.
[8] Mustofa, Filsafat Islam , (Bandung: Pustaka Setia, 1997), 301-302.
[9] Dedy Supriyadi, 234.
[10] Mustofa, 304.
[11] Dedy Supriyadi, 236-238.

Anda mungkin juga menyukai