Anda di halaman 1dari 8

Nama : Erlangga nur Al Farizi karyadhara

NIM : 1192020073
Kelas : PAI 5B
Mata kuliah : Filsafat Islam

Materi 14 “pemikiran filsafat Nashiruddin al-Thusi”

2.1 Biografi Nashiruddin Al-Thusi

Nashiruddin Al-Thusi dikenal sebagai “Ilmuwan serba bisa“ (Multi talented). Julukan
(laqob) itu rasanya amat pantas disandangnya karena sumbangannya bagi perkembangan ilmu
pengetahuan modern sungguh tak ternilai besarnya. Selama hidupnya, ilmuwan Muslim dari
Persia itu mendedikasikan diri untuk mengembangkan berbagai ilmu, seperti astronomi, biologi,
kimia, matematika, filsafat, kedokteran, hingga ilmu agama islam.

Sarjana Muslim yang kemansyhurannya setara dengan teolog dan filsuf besar sejarah gereja
seperti Thomas Aquinas, memiliki nama lengkap Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad bin Al-
Hasan Nasiruddin Ath-Thusi. Ia lahir pada tanggal 18 Februari tahun 1201 M / 597 H, di kota
Thus yang terletak di dekat Mashed, disebelah timur lautan Iran. Sebagai seorang Ilmuan yang
amat kondang pada zamannya, Nasiruddin memiliki banyak nama antara lain, Muhaqqiq, Ath-
Thusi, Khuwaja Thusi, dan Khuwaja Nasir.

Nasiruddin lahir pada awal abad ke 13 M, ketika itu dunia islam telah mengalami masa-masa
sulit. Pada saat itu, kekuatan militer Mongol yang begitu kuat menginvensi wilayah kekuasaan
Islam yang amat luas. Kota-kota Islam dihancurkan dan penduduknya dibantai habis tentara
Mongol dengan sangat kejam. Hal itu dipertegas J.J.O’Connor dan E.F.Robertson, bahwa pada
masa itu, dunia diliputi kecemasan. Hilang rasa aman dan ketenangan itu membuat banyak
ilmuwan sulit untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya. Nasiruddin pun tak dapat mengelak
dari konflik yang melanda negerinya. Sejak kecil, Nasiruddin digembleng ilmu oleh ayahnya
yang berprofesi sebagai ahli hukum di sekolah Imam Kedua Belas.

Selain digembleng ilmu agama di sekolah itu, Ath-Thusi mempelajari Fiqih, Ushul, Hikmah
dan Kalam, terutama Isyarat-nya Ibnu Sina, dari Mahdar Fariduddin Damad,dan Matematika dari
Muhammad Hasib, di Nishapur. Dia kemudian pergi ke Baghdad di sana, dia mempelajari ilmu
pengobatan dan Filsafat dari Qutbuddin,dan juga Matematika dari Kamaluddin bin Yunus dan
Fiqih serta Ushul dari Salim bin Bardan.

Pada tahun 1220 M, invasi militer Mongol telah mencapai Thus dan kota kelahiran Nasiruddin
pun dihancurkan. Ketika situasi keamanan tak menentu, penguasa Islamiyah ‘Abdurahim
mengajak sang ilmuwan untuk bergabung. Tawaran itu tidak disia-siakannya, Nasiruddin pun
bergabung menjadi salah seorang pejabat istana Islamiyah. Selama mengabdi di istana itu,
Nasiruddin mengisi waktunya untuk menulis beragam karyanya yang penting tentang logika,
filsafat, matematika, serta astronomi. Karya pertamanya adalah kitab Akhlaq-I Nasiri yang
ditulisnya pada tahun 1232 M.
Pasukan Mangol yang dipimpin Hulagu Khan – cucu Chinggis Khan pada tahun 1251 M
akhirnya menguasai Istana Alamut dan meluluhlantakkannya. Nyawa Nasiruddin selamat karena
Hulagu ternyata sangat menaruh minat terhadap ilmu pengetahuan. Hulagu yang dikenal bengis
dan kejam, tapi Nasiruddin diperlakukan dengan penuh hormat. Dia pun diangkat Hulagu
menjadi panesehat dibidang Ilmu Pengetahuan. Meskipun telah m,enjadi panesehat pasukan
Mangol, Nasiruddin tidak mampu menghentikan ulah dan kebiadapan Hulagu Khan yang
membumi hanguskan kota metropolis intelektual dunia yaitu kota Baghdad, pada tahun 1258 M.
terlebih disaat itu, dinasti Abbasiyah berada dalam kekuasaan Khalifah Al-Musta’sim yang
lemah. Terbukti pada militer Abbasiyah tak mampu membendung gempuran pasukan Mongol.

Meskipun tak mampu mencegah terjadinya serangan bangsa Mongol, paling tidak Nasiruddin
bisa menyelamatkan diri dan masih berkesempatan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
yang dimilikinya.

Hulagu sangat senang sekali ketika Nasiruddin mengungkapkan rencananya untuk membangun
Observatorium di Maragha. Saat itu, Hulagu telah menjadikan wilayah Malagha yang berada
wilayah Azerbaijan sebagai ibu kota pemerintahannya. Pada tahun 1259 M. Nasiruddin pun
mulai membangun Observatorium yang megah. Jejak dan bekas bangunan observatorium itu
masih ada dan dapat kita jumpai sampai sekarang ini. Observatorium Maragha mulai beroperasi
pada tahun 1262 M. pembangunan dan operasional observatorium itu melibatkan serjana dari
Persia dibantu astronom dari Cina. Teknologi yang digunakan di observatorium itu terbilang
canggih pada zamannya. Beberapa peralatan dan teknologi penguak luar angkasa yang
digunakan di observatorium itu ternyata merupakan penemuan dari Nasiruddin, yang salah
satunya yaitu Kuadran Azimuth. Selain itu juga, dia membangun perpustakaan di observatorium
itu, koleksi buku-bukunya terbilang lengkapyakni terdiri dari beragam Ilmu-ilmu pengetahuan.
Ditempat itu, Nasiruddin tak Cuma mengembangkan bidang astronomi saja. Dia pun turut
mengembangkan filsafat dan matematika

Di observatorium yang dipimpinnya itu, Nasiruddin Ath-Thusi berhasil membuat table


pergerakan planet yang akurat. Kontribusi lainnya yang amat penting bagi perkembangan
astronomi adalah kitab Zij-Ilkhani yang ditulis dalam bahasa Persia dan lalu diterjemahkan
kedalam bahasa arab. Kitab itu disusun stelah 12 tahun memimpin observatorium Maragha.
Selain itu Nasiruddin juga berhasil menulis kitab terkemuka lainnya yang berjudul At-Tadhkira
fi’ilm Al-hay’a ( Memoar Astronomi ). Nasiruddin mampu memodifikasi model semesta
apisiklus Ptolomeus dengan prinsip-prinsip mekanika untuk menjaga keseragaman rotasi benda-
benda langit. Nasiruddin meningal dunia pada tahun 672 H / 1274 M dikota Baghdad, yang pada
saat itu dibawah pemrintahan Abaqa ( Pengganti Hulagu ) yang masih mendapat dukungan
sampai akhir hayatnya.[1]

2.2 Pemikiran Al Thusi

Abad 13 adalah masa kritis “kekhalifahan” Islam, sehingga sangat sedikit pemikiran politik
yang berkembang. Bahkan sulit menemukan pemikir politik yang orisinal pada periode pasca-
mongol tersebut. Akan tetapi kita mengenal Nasiruddin Al Tusi, seorang pemikir cemerlang
yang memainkan peran intelektual dan pemikiran pemerintahan pada masanya. Beliau
mempelajari filsafat Yunani dan filsafat Islam seperti karya-karya Aristoteles, Al Farabi, Ibn
Sina dan sebagainya. Beliau juga dikenal ahli dalam bidang teologi dan fikih yang sangat
berpengaruh di Nisapur, sebuah kota yang menjadi pusat peradaban berpengaruh.

Beliau juga dikenal sebagai seorang astrolog handal serta menguasai matematika. Walaupun
keahliannya ini menjadikannya tidak bebas dan dipaksa bekerja hampir dua puluh tahun sebagai
astrolog di sebuah benteng Alamut dibawah kekuasaan dinasti Nizari-Islamiliyah. Menurut
Antony Black, At Thusi tidak pernah menjadi pengikut Islamiliyah, kendati ide-ide Ismailiyah
muncul dalam karyanya, yang kelihatannya telah diedit sebagian dikemudian hari. Bisa jadi at-
Thusi juga menulis sebuah ringkasan tentang ajaran-ajaran Nizari Islamiliyah yang berjudul
‘Rawdhah alTaslim’ atau Tashawurat.

Dalam pemikiran agama, al-Tusi mengadopsi ajaran-ajaran neo-Platonik Ibn Sina dan
Suhrawardi, yang keduanya ia sebut, demi alasan-alasan taktis, “orang bijak” (hukuma) bukan
sebagai Filsuf. Akan tetapi, berbeda dari Ibn Sina, ia berpendapat bahwa eksistensi Tuhan tidak
bisa dibuktikan, akan tetapi sebagaimana doktrin Syiah, manusia membutuhkan pengajaran yang
otortatif, sekaligus filsafat. Ini menunjukkan kecenderungan teologi mistisnya.

Dalam pemikiran politik, al Tusi cenderung menyintesiskan ide-ide Arsatoteles dan tradisi
Iran. Ia menggabungkan filsafat dengan genre Nasehat kepada Raja, sehingga ia tetap
memelihara hubungan antara Syiah dan filsafat. Buku etika-nya disajikan sebagai sebuah karya
filsafat praktis. Karya ini membahas persoalan individu, keluarga, dan komunitas kota, provinsi,
desa atau kerajaan. Pembahasan bagian I menggunakan etika Miskawaih, bagian II
menggunakan ide Bryson dan Ibn Sina, dan bagian III menggunakan pemikiran Al Farabi.

Nasiruddin Al Tusi bermaksud menyatukan filsafat dan fikih berdasarkan pemikiran bahwa
perbuatan baik mungkin saja didasarkan atas fitrah atau adat. Fitrah memberikan manusia
prinsip-prinsip baku yang dikenal sebagai pengetahuan batin dan kebijaksanaan. Sedangkan adat
merujuk pada kebiasaan komunitas, atau diajarkan oleh seorang nabi atau imam, yaitu hukum
Tuhan, dan ini merupakan pokok bahasan fikih. Keduanya dibagi lagi menjadi norma-norma
untuk 1). Individu, 2). Keluarga, dan 3). Penduduk desa atau kota. Menurutnya filsafat
mempunyai kebenaran-kebenaran yang tetap sedangkan fikih ataupun hukum Tuhan mungkin
berubah karena revolusi atau keadaan, perbedaan zaman dan bangsa serta terjadinya peralihan
dinasti. Beliau menafsirkan Negara atau dinasti seperti dawlah menurut pandangan Ismailiyah,
hal ini terlihat dari pandangannya tentang perubahan pada hukum Tuhan oleh nabi-nabi,
penasiran fuquha dan juga para imam. Sehingga at-Tusi menganggap syariat sebagai suatu
tatanan hukum yang tidak mutlak dan final, sebagaimana diyakini kalangan Sunni.[2]

Nashiruddin Al-Thusi dalam hal pemikiran tidak memunculkan pemikiran yang baru secara
tersendiri dan sepenuhnya beda dari pemikiran filsafat yang telah dimunculkan oleh para filosof
sebelumnya. Akan tetapi ia menambahkan dengan pemikiran-pemikirannya. Adapun pemikiran
filsafat yang ia munculkan adalah sebgai berikut.

A. Tentang Metafisika
Filosof sebelumnya juga membahas masalah metafisika. Tetapi Al-Thusi menambahkan
menurut Al Thusi metafisika terbagi menjadi dua yaitu:

a) Ilmu Ketuhanan (‘ilm-I Ilahi)

Menurut Al Thusi Ilmu Ketuhanan ini mencakup persoalan pengetahuan tentang Tuhan, akal dan
jiwa merupakan ilmu ketuhanan. Dan hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut seperti
kenabian (nubuwwah), kepemimpinan spiritual (imamah), dan hari pembalasan (qiyamat).

b) Filsafat Pertama (falsafah-I ula)

Menurut Al Thusi ini meliputi alam semesta, termasuk dalam hal ini pengetahuan tentang
ketuggalan dan kemajemukan, kepastian dan kemungkinan, esensi dan eksistensi, kekekalan dan
ketidak kekekalan.

B. Tentang Tuhan

Al Thusi berpendapat bahwa Tuhan tidak perlu dibuktikan, karena mengenai tuhan sangat
jelas sekali dan tidak mungkin untuk diingkari. Menurut Al Thusi eksistensi tuhan harus di
terima bukan dibuktikan, karena mustahil bagi manusia yang terbatas membuktikan Tuhan dan
keseluruhannya begitu pula mustahil bagi manusia membuktikan eksistensi Tuhan.

C. Tentang Jiwa

Menurut Al Thusi jiwa merupakan subtansi sederhana dan immateri yang dapat merasa
sendiri. Ia mengontrol tubuh melalui otot-otot tubuh dan alat-alat perasa tetapi ia sendiri tidak
dapat dirasakan lewat alat-alat tubuh. Jiwa menurut Al Thusi terbagi menjadi empat yaitu jiwa
vegetative, hewani, manusiawi dan imajinatif. Jiwa imajinatif menepati posisi tengah antara jiwa
hewani dan manusiawi. Jiwa manusiawi ditandai dengan adanya akal (naql) yang menerima dari
akal pertama.

D. Tentang Nubuwah dan Imamah

Menurut Al Thusi manusia memiliki kebebasan berkehendak dan berbuat dan di akhirat nanti
akan dibangkitkan dan diberi ganjaran atas perbuatannya apabila baik akan mendapat pahala dan
sebaliknya. Untuk itu perlu adanya aturan suci dari Tuhan untuk mengatur kehidupan manusia
dan membimbing mereka kejalan kebaikan, oleh karena Tuhan berada di luar jangkauan manusia
maka Tuhan mengutus para nabi untuk menuntun para manusia. Setelah nabi wafat maka aturan
suci akan disampaikan oleh pemimpin spiritual.

E. Tentang Akhlak

Pemikiran akhlak Al thusi terlihat banyak terpengaruh dari Tahdzib al Akhlaq karya Ibnu
Maskawaih, tetapi dalam bukunya Akhlaq-i Nasiri Al Thusi menambahkan pembahasan tentang
persoalan rumah tangga dan politik. Pembicaraan tentang akhlak tidak terlepas dari baik dan
buruk, kebaikan oleh Al Thusi diibaratkan seperti gandum yang ditanam dan disiram hingga
tumbuh dengan baik dan kemudian menghasilkan buahsehingga dapat dipanen. Sedangkan
keburukan, ibarat buih yang muncul diatas permukaan air sebagai gerakan dari air. Dalam
kehidupan manusia, keburukan terjadi adalah kerena penyalah gunaan manusia akan karunia
Tuhn berupa kebebasan berkehendak dan berbuat yang dikaruniakan-Nya kepada manusia. Jadi,
keburukan itu bukanlah berasal atau bersumber dari Tuha, tetapi dari oleh manusia itu sendiri.

Al Thusi memasukan urusan rumah tangga kedalam pembahasan akhlak. Ia mendefinisikan


rumah tangga sebagai hubungan istimewa antara suami dan istri, orang tua dan anak, tuan dan
hamba, dan kekayaan dan pemiliknya. Tujuan ilmu rumah tangga adalah untuk mengembangkan
system disiplin yang mendorong terciptanya kesejahtraan fisik, mental, dan social seluruh
anggota rumah tangga itu, dengan ayah sebagai pemegang kendalinya. Sedangkan istri yang baik
adalah yang memiliki kecerdasan, integritas, kemurnian, kesederhanaan, dan kelembutan hati.
Bekenaan dengan disiplin anak-anak, Al Thusi mengikuti pendapat Ibnu Maskawaih, yait
disiplin anak-anak adalah dimulai dengan penanaman akhlak yang baik yang dilakukan melalui
pujian, hadiah, dan celaan yang halus.

Al Thusi juga memasukan urusan politik kedalam pembicaraan akhlak. Diantaranya


pembicaraan Al Thusi yang penting adalah pendapatnya mengenai suatu Negara dan etika
berperang. Suatu Negara , menurutnya harus didukung oleh empat kelompok, yaitu ilmuan,
prajurit, petani dan pedagang. Menurut Al Thusi, seorang raja harus memiliki latar belakang,
seperti berikut : 1) keluarga terhormat, 2) mempunyai cita-cita tinggi, 3) adil dalam menilai, 4)
teguh pendirian, 5) tegar dalam menghadapi kesulitan, 6) lapang dada dan 7) sahabat-sahabat
yang berbudi baik.

2.3 Karya-Karya Nashiruddin Al-Thusi

Benar kalau dikatakan bahwa Ath-Thusi adalah seorang ulama yang menguasai berbagai
bidang Ilmu, bukan hanya seorang filsuf semata. Hal itu terlihat dari berbagai disiplin keilmuan
yang ditulisnya dalam bentuk buku atau kitab.

Meskipun Ath-Thusipandai dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan namun ia bukan


seorang ilmuwan / filsuf yang kreatif sebagaimana filsuf yang ada ditimur yang memuat
sebelumnya. Ia bukan termaksuk ahli fikir yang kreatif yang memberikan gagasan-gagasan
murni yang cemerlang. Hal ini tampak pada kedudukan ia sebagai pengajur gerakan kebangktan
kembali dan dalam karya-karyanya kebanyakan bersifat eklektis yakni bersifat memilih dari
berbagai sumber. Tetapi meskipun demikian, ia tetap memiliki cirri khas tersendiri dalam
menyajikan bahan tulisannya. Kepandaiannya yang beragam sungguh mengagumkan. Minatnya
yang banyak dan berjenis-jenis mencakup filsafat, matematika, astronomi, fisika, ilmu
pengobatan, mineralogy, music, sejarah , kesusastraan dan dogmatik. Adapun karya-karya
Nasiruddin Ath-Thusi sebagi berikut:

1. Karya dibidang logika diantaranya:

a. Asas Al-Iqtibas

b. At-Tajrid fi Al-Mantiq

c. Syarh-I Mantiq Al-Isyarat


d. Ta’dil Al-Mi’yar

2. Di bidang metafisika meliputi:

a. Risalah dar Ithbat-I Wajib

b. Itsar-I Jauhar Al-Mufariq

c. Risalah dar Wujud-I Jauhar-I Mujarrad

d. Risalah dar Itsbat-I ‘Aqi-I Fa’al

e. Risalah Darurat-I Marg

f. Risalah Sudur Kharat Az Wahdat

g. Risalah ‘Ilal wa Ma’lulat Fushul

h. Tashawwurat

i. Talkis Al-Muhassal

j. Hall-I Musykilat Al-Asyraf

3. Di bidang etika meliputi:

a. Akhlak-I Nashiri

b. Ausaf Al-Asyarf

4. Di bidang dogmatic meliputi:

a. Tajrid Al’Aqa’id

b. Qawa’id Al-‘Aqa’id

c. Risalah-I I’tiqodat

5. Di bidang astronomi meliputi:

a. Al-Mutawassithat Bain Al-Handasa wal Hai’a, buku suntingan dari sejumlah karya Yunani,
Ikhananian Table (penyempurnaan Planetary Tables)

b. Kitab At-Tazkira fi al-Ilmal-hai’a

c. Zubdat Al-Hai’a (tentang astronomi)

d. Al-Tahsil fil An-Nujum

e. Tahzir Al-Majisti

f. Mukhtasar fial-ilm At-Tanjim wa Ma’rifat At-Taqwin (ringkasan astrologi dan penanggalan)


g. Kitab Al-Bari fi Ulum At-Taqwim wa Harakat Al-Afak wa Ahkam An-Nujum (tentang
almanak, gerak bintang-bintang dan astrologi penanggalan)

6. Di bidang aritmatika meliputi:

a. Al-Mukhtasar bi Jami Al-Hisab bi At-Takht wa At-Turab (ikhtisar dari seluruh perhitungan


dengan tabel dan bumi)

b. Al-Jabr wa Al-Muqabala (risalah tentang Al-Jabar)

c. Al-Ushul Al-Maudua (risalah mengenai Euclidas Postulate)

d. Qawa’id Al-Handasa (kaidah-kaidah geometri)

e. Tahrir al-Ushul

f. Kitab Shakl Al-Qatta (risalah tentang trilateral)

7. Di bidang optic meliputi:

a. Tahrir Kitab Al-Manazir

b. Mabahis Finikas Ash-Shu’ar wa in Itaafiha (penelitian tentang refleksi dan defleksi sinar-sinar)

8. Di bidang seni meluputi:

a. Kitab fi Ilm Al-Mau-Siqi

b. Kanz At-Tuhaf

9. Di bidang kesehatan adalah kitab Al-Bab Bahiyah fi At-Tarakib As-Sultaniyah. Buku ini
bercerita tentang cara diet, peraturan-eraturan kesehatan dan hubungan seksual.

DAFTAR PUSTAKA

Noor, Firdaus. 2018. Nashiruddin At Thusi (Online),


(https://www.academia.edu/9512178/Nashiruddin_At_Thusi, diakses pada 15 Oktober 2018)

_____ Filsafat Islam Pasca Ibnu Rusyd ; Nashiruddin At Thusi (1201 – 1274 M) (Online),
(https://makinbill.files.wordpress.com/2012/10/filsafat-islam-pasca-ibnu-rushd-2-nashiruddin-
thusi.pdf, diakses pada 15 Oktober 2018)

[1] Firdaus Noor, “Nashiruddin At Thusi”, Jurnal Academia, diakses pada 15 Oktober 2018

[2] _____https://makinbill.files.wordpress.com/2012/10/filsafat-islam-pasca-ibnu-rushd-2-
nashiruddin-thusi.pdf, diakses pada 15 Oktober 2018

Anda mungkin juga menyukai