Anda di halaman 1dari 5

3.

Fungsi Hadits terhadap al-Quran


Para Ulama telah sepakat bahwa hadits berfungsi sebagai pensyarah dan
penjelas bagi al-Quran. Namun mengenai penjelasan tentang fungsi hadits secara
rinci terhadap al-Quran, masih terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama,
antara lain:
1) Menurut ulama ahl-ray, penjelasan fungsi hadits terhadap al-Quran adalah
sebagai berikut:
a. Bayan Taqrir, yaitu keterangan yang didatangkan oleh Hadits untuk
memperkokok apa yang telah diterangkan oleh al-Quran
b. Bayan Tafsir, yaitu menerangkan apa yang kira-kira tidak mudah diketahui
(tersembunyi pengertiannya)
c. Bayan Tabdil atau Bayan Naskh, yaitu mengganti suatu hukum atau
menghapuskannya
2) Menurut Imam Malik, bayan al-hadits terbagi lima:
a. Bayan Taqrir, yaitu menetapkan dan mengkokohkan hukum al-Quran,
bukan men-tawdhid (memperjelas), men-taqyid (membatasi) yang mutlak,
atau men-takhsish (mengkhususkan) yang amm (umum)
b. Bayan Tafshil, yaitu menjelaskan keumuman (mujmal) al-Quran, seperti
menjelaskan ayat tentang perintah shalat.
c. Bayan Tawdhih (Bayan Tafsir), yaitu menerangkan maksud-maksud ayat
yang dipahami oleh para Sahabat berlainan dengan yang dimaksud oleh
ayat itu sendiri.
d. Bayan Tasbith (Bayan Tawil), yaitu memperluas keterangan terhadap apa
yang diringkaskan keterangannya.
e. Bayan Tasri, yaitu menetapkan suatu hukum yang tidak disebutkan dalam
al-Quran, seperti memberikan keputusan hukum dengan berdasar kepada
seorang saksi dan sumpah apabila si penggugat atau penuduh tidak
memiliki dua orang saksi.
3) Menurut Muhammad bin Idris al-SyafiI menetapkan fungsi hadits terhadap al-
Quran terbagi lima:
a. Bayan Tafshil, yaitu menjelaskan ayat-ayat yang mujmal (yang sangat
ringkas petunjuknya)
b. Bayan Takhshish, yaitu menentukan sesuatu dari keumuman ayat
c. Bayan Tatin, yaitu menentukan yang dimaksud dari dua atau tiga perkara
yang mungkin dimaksudkan.
d. Bayan Tasyri, yaitu menetapkan sesuatu hukumyang tiada ditemukan
dalam al-Quran
4) Bayan Naskh, yaitu menentukan mana ayat-ayat al-Quran yang menghapus
(nasikh) dan mana yang dihapus (mansukh) dari ayat-ayat al-Quran yang
tampak bertentangan.

Secara universal, fungsi hadits terhadap Al-Qur'an adalah merupakan penjabaran
makna tersurat dan tersirat dari isi kandungan Al-Qur'an, sebagaimana firman
Allah:

Artinya:
Keterangan-keterangan (mu'jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan
kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan." (Q.S. 16. An-Nahl, A.
44)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga fungsi hadits terhadap
al-Quran (Kitab Ushul al-Hadits), yaitu:
1) Sebagai Bayanul Taqrir
Dalam hal ini posisi hadits sebagai taqrir (penguat) yaitu memperkuat
keterangan dari ayat-ayat Al-Qur'an, dimana hadits menjelaskan secara rinci
apa yang telah dijelaskan oleh Al-Qur'an
Contoh: hadits tentang sholat, zakat, puasa dan haji, merupakan
penjelasan dari ayat sholat, ayat zakat, ayat puasa dan ayat haji yang tertulis
dalam Al-Qur'an.
Hadits tentang Keutamaan Puasa

Artinya:
Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh iman
dan ihtisab (kehati-hatian dan penuh harap ampunan Allah), maka akan
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu". (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits di atas menerangkan ayat al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 183

Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian
berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu sekalian bertaqwa

2) Sebagai Bayanul Tafsir
Dalam hal ini hadits berfungsi sebagai tafsir Al-Qur'an. Hadits sebagai
tafsir terhadap Al-Qur'an terbagi setidaknya menjadi 3 macam fungsi, yaitu:
a. Sebagai Tafshilul Mujmal
Dalam hal ini hadits memberikan penjelasan terperinci terhadap
ayat-ayat Al-Qur'an yang bersifat universal, sering dikenal dengan
istilah sebagai bayanul tafshil
Contoh: ayat-ayat Al-Qur'an tentang sholat, zakat, puasa dan haji
diterangkan secara garis besar saja, maka dalam hal ini hadits
merincikan tata cara mengamalkan sholat, zakat, puasa dan haji agat
umat Muhammad dapat melaksanakannya seperti yang dilaksanakan
oleh Nabi.
Hadits tentang Penentuan Arah Kiblat

Menurut Hadits Barra, ia berakata:
Kami Shalat bersama Nabi SAW. ke arah Baitul Maqdis.
Selama enam belas bulan atau tujuh belas bulan, kemudian
dialihkan kea rah Kabah (HR. Muslim)

Hadits tersebut mendukung al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 144
atau 150, yaitu:


Artinya: Hadapkanlah wajahmu kea rah Masjidil Haram dan
dimana saja kamu sekalian berada hadapkanlah muka kamu sekalian
kea rah Masjidil Haram (Al Baqarah: 144 atau 150)

b. Sebagai Takhshishul 'Amm
Dalam hal ini hadits memperkhusus ayat-ayat Al-Qur'an yang
bersifat umum, dalam ilmu hadits sering dikenal dengan istilah
bayanul takhshish.
Contohnya: Dalam Q. S. 4. An-Nisa' ayat 11 Allah berfirman
tentang haq waris secara umum saja, maka di sisi lain hadits
menjabarkan ayat ini secara lebih khusus lagi tanpa mengurangi haq-
haq waris yang telah bersifat umum dalam ayat tersebut.

Artinya: Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan. (HR.
Ahmad)
Hadits tersebut mengkhususkan keumuman firman Allah surat an-
Nisa ayat 11 berikut:
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)
anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bagian dua orang anak perempuan...
c. Sebagai Bayanul Muthlaq
Hukum yang ada dalam Al-Qur'an bersifat mutlak amm (mutlak
umum), maka dalam hal ini hadits membatasi kemutlakan hukum
dalam Al-Qur'an.
Contoh: Dalam Q. S. 5. Al-Maidah ayat 38 difirmankan Allah
tentang hukuman bagi pencuri adalah potong tangan, tanpa
membatasi batas tangan yang harus dipotong, maka hadits memberi
batasan batas tangan yang harus dipotong.
Hadits Rasulullah SAW berikut:

) (
Tangan pencuri tidak boleh dipotong, melainkan pada (pencurian
senilai) seperempat dinar atau lebih. (HR. Muslim)
Hadits di atas membatasi ayat al-Quran berikut:


Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. (QS. Al Maidah [5]: 38)
3) Sebagai Bayanul Tasyri'
Dalam hal ini hadits menciptakan hukum syari'at yang belum dijelaskan
secara rinci dalam Al-Qur'an.
Contoh:
Suatu contoh, hadits tentang zakat fitrah, sebagai berikut:


Bahwasanya Rasul SAW telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat
Islam pada bulan ramadhan satu sukat (sha) kurma atau gandum untuk
setiap orang, baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan
Muslim.(HR. Muslim)
Hadits di atas menjelaskan hukum syariat dari Surat Al-Baqarah ayat 43:



DAFTAR PUSTAKA
Sulaiman,M.Noor.2008.Antologi Ilmu Hadits.Jakarta:Gaung Persada Press.

Anda mungkin juga menyukai