Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH FUNGSI HADIST TERHADAP AL-QUR’AN

Di Susun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Hadist

Di Susun Oleh:
Yuliana Puasa (22210026)

SEKOLAH TINGGI DARUL DAKWAH WAL IRSYAD

(STAI DDI) MAKASSAR 2023


BAB I
   Pendahuluan

A.LATAR BELAKANG
Beberapa hari atau pekan menjelang akhir hayatnya, konon Rasulullah SAW sempat
berwasiat pada sahabatnya (baca umatnya). Diantara wasiat yang dimaksudkan, menurut
sebagian muhaddist ialah hadits berikut :
) ‫ لن تضلو اما تمسكتم بهم كتب هللا و سنة رسو له( رواه ما لك‬،‫تركت فيكم امرين‬
“Aku tinggalkan untukmu dua hal. Kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh
dengan keduanya: Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasul-Nya”.(H.R. Malik)
Selain membedakan derajat hadits dari Al-Qur’an, hadis pendek diatas juga
mengisyaratkan tentang eratnya pertalian Kitab Allah disatu pihak dan Sunnah Rasul-Nya
dipihak lain. Kenyataannya memang menunjukkan bahwa kolongan langit ini, tak seorang
muslim pun yang dapat mengamalkan Al-Qur’an tanpa merujuk pada hadis, dan juga tidak
aka nada orang yang membicarakan hadits tanpa menyinggung Al-Qur’an.
Kalau boleh diumpamakan, hubungan Al-Qur’an dengan hadits ibarat pertalian dua
kalimat syahadat yang bersifat talazum (saling tergantung) atau laksana keterkaitan Anggaran
Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) dalam sebuah organisasi.[1] Namun
demikian, rincian mengenai keterkaitan diantara keduanya :

B.    RUMUSAN MASALAH
1.      Apa saja fungsi hadits terhadap Al-Qur’an?
BAB II.
 PEMBAHASAN

A.    Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an


Fungsi hadits terhadap Al-Qur’an secara umum adalah untuk menjelaskan makna
kandungan Al-Qur’an yang sangat dalam dan global atau li al-bayan (menjelaskan)
sebagaimana firman Allah SWT dalam surah An-Nahl:44 [2]:
)٤٤( ‫الذ كر لتبيّن للنّا س ما ن ّزل إليهم ولعلّهم يتفكر ون‬
ّ ‫وأ نزلنآ إليك‬
Artinya: "Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan." (Q.S.
An-Nahl: 44).

           Namun kemudian para 'ulama hadits merincinya menjadi 4 fungsi hadits terhadap Al-
Qur'an yang intinya adalah sebagai penjabaran, dalam bahasa ilmu hadits disebut sebagai
bayan, fungsi hadits terhadap Al-Qur'an secara detail ada 4, yaitu:
1.      Sebagai Bayanul Taqrir
Dalam hal ini posisi hadits sebagai taqrir (penguat) yaitu memperkuat keterangan dari
ayat-ayat Al-Qur'an, dimana hadits menjelaskan secara rinci apa yang telah dijelaskan oleh
Al-Qur'an, seperti hadits tentang sholat, zakat, puasa dan haji, merupakan penjelasan dari ayat
sholat, ayat zakat, ayat puasa dan ayat haji yang tertulis dalam Al-Qur'an[3].
Nabi SAW besabda:
‫إنّاهلل يمل للظا لم فاذا أخذه لم يقتله‬
“sesungguhnya Allah SWT memanjangkan kesempatan kepada orang-orang zalim,
apa’bila Allah menghukumnya maka Allah tidak akan melepasnya”
Hadist tersebut cocok dengan firman Allah SWT:
‫و كذالك أخذ ربّك اذا أخذ القرى و هي ظالمة‬
“dan begitulah adzabtuhanmu apabila dia menadzab penduduk negeri yang berbuat
zalim”.(QS. Huud: 102)[4]

2.      Sebagai Bayanul Tafsir


Dalam hal ini hadits berfungsi sebagai tafsir Al-Qur'an. Hadits sebagai tafsir terhadap Al-
Qur'an terbagi setidaknya menjadi 3 macam fungsi, yaitu:
a.       Sebagai Tafshilul Mujmal
Dalam hal ini hadits memberikan penjelasan terperinci terhadap ayat-ayat Al-Qur'an
yang bersifat umum, sering dikenal dengan istilah sebagai bayanul tafshil atau bayanul tafsir.
Contoh: ayat-ayat Al-Qur'an tentang sholat, zakat, puasa dan haji diterangkan secara garis
besar saja, maka dalam hal ini hadits merincikan tata cara mengamalkan sholat, zakat, puasa
dan haji agat umat Muhammad dapat melaksanakannya seperti yang dilaksanakan oleh
Nabi[5].
b.      Sebagai Takhshishul 'Amm
Dalam hal ini hadits memperkhusus ayat-ayat Al-Qur'an yang bersifat umum, dalam
ilmu hadits sering dikenal dengan istilah bayanul takhshish. Seperti  dalam Q. S. An-Nisa':
11:
‫صي ُك ُم هَّللا ُ فِي َأوْ اَل ِد ُك ْم ۖ لِل َّذ َك ِر ِم ْث ُل َحظِّ اُأْل ْنثَيَ ْي ِن‬
ِ ‫يُو‬
Artinya: "Allah mensyariatkan bagimu tentang anak-anak, yaitu: bagian seorang
anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan".
Allah berfirman tentang haq waris secara umum saja, maka di sisi lain hadits
menjabarkan ayat ini secara lebih khusus lagi tanpa mengurangi haq-haq waris yang telah
bersifat umum dalam ayat tersebut. Kemudian  dikhususkan dengan hadits Nabi:
‫نخن ـ معا شر اآلنبياء ـ النورث ما تركناه صد قة‬
“kami kelompok para Nabi tidak meninggalkan harta waris, apa yang kamu tinggalkan
sebagai sedekah[6]”

c.       Sebagai Bayanul Muthlaq


Hukum yang ada dalam Al-Qur'an bersifat mutlak amm (mutlak umum), maka dalam
hal ini hadits membatasi kemutlakan hukum dalam Al-Qur'an. Seperti dalam Q. S. Al-
Maidah: 38:
‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا َأ ْي ِديَهُ َما‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬
Artinya: "Pencuri laki-laki dan perempuan, maka potonglah tangan mereka".
Difirmankan Allah tentang hukuman bagi pencuri adalah potong tangan, tanpa membatasi
batas tangan yang harus dipotong, maka hadits memberi batasan batas tangan yang harus
dipotong[7].

3.      Sebagai Bayanul Naskhi


Dalam hal ini hadits berfungsi sebagai pendelete (penghapus) hukum yang diterangkan
dalam Al-Qur'an. Seperti dalam Q. S. Al-Baqarah: 180:
ِ ‫صيَّةُ لِ ْل َوالِ َدي ِْن َواَأْل ْق َربِينَ بِ ْال َم ْعر‬
‫ُوف‬ ِ ‫ك َخ ْيرًا ْال َو‬ ُ ْ‫ض َر َأ َح َد ُك ُم ْال َمو‬
َ ‫ت ِإ ْن تَ َر‬ َ ‫ب َعلَ ْي ُك ْم ِإ َذا َح‬
َ ِ‫ۖ ُكت‬
َ‫َحقًّا َعلَى ْال ُمتَّقِين‬
Artinya: "Diwajibkan atas kam, apabila seorang di antara kamu kedatangan maut,
jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya
secara makruf, kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa".
Allah mewajibkan kepada orang yang akan wafat memberi wasiat, kemudian ayat
diatas di naskh dengan hadits Nabi:
‫ق حقّه وال وصيّة لو ارث‬ ٍّ ‫ان هللا قد أعطى ك ّل ذي ح‬ ّ
“sesungguhnya Allah memberikan hak kepada setiap yang mempunyai hak dan tidak
ada wasiat itu wajib bagi waris[8]”
4.      Sebagai Bayanul Tasyri'
Dalam hal ini hadits menciptakan hukum syari'at yang belum dijelaskan secara rinci
dalam Al-Qur'an[9]. Contoh untuk bagian ini yaitu hadits Rasulullah SAW tentang zakat
fitrah:
‫أو صا‬،‫فر ض زكاة الفطر من رمضان عل لناس صاعا من تمر‬:‫أن رسول هللا ص ّل هللا عليه وسلّم‬
ّ ،‫عن ابن عمر‬
‫أو أنش من المسامين‬،ّ‫عا من شعير عل ك ّل حر‬
“bahwasannya Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat islam pada
bulan Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang, baik merdeka atau
hamba, laki-laki atau perempuan”

Dengan demikian sesuai dengan Al-Qur’an, firman Allah SWT:


‫خذ من أموالهم صد قة تطهّر هم وتزكيهم‬
“apabila zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka”(Q.S. al-Taubah: 103)
Bahwasannya hadis-hadis Rasulullah SAW yang berupa tambahan terhadap Al-
Qur’an, merupakan kewajiban atau aturan yang harus ditaati, tidak boleh menolak atau
mengingkarinya dan ini bukanlah sikap mendahului Al-Qur’an melainkan semata-mata
karena perintah-Nya.[10]
BAB IV
 Kesimpulan

Dari tulisan ini, ada tiga kesimpulan yang ingin disampaikan :


Pertama, antara Hadist dan al-Qur’an, jelas ada pertalaian hubungan yang erat, dan karena
satu sama lain tidak dapat dipisahkan kedatipun antara keduanya bisa dibedakan dari berbagai
aspeknya.
Kedua, kewajiban mengamalkan hadist disamping al-qur’an, bukan semata-mata karena
diperintakan oleh al-Qur’an dan Hadits itu sendiri, melainkan juga disebabkan kebutuhan
umat islam kepadanya sangat besar.
Ketiga, kedudukan al-Qur’an sebagai salah satu alat pengukur (instrument) bagi kebenaran
makna suatu Hadits, agaknya begitu penting dan karenanya perlu mendapat perhatian serius.
[11]
Daftar Pustaka
 

Abdur rahman, Asjmuni, Pengembangan Pemikiran Terhadap Hadis, Yogyakarta: LPPI,


1996.
Al-Malik, Muhammad Alawi, Ilmu Ushul Hadis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Ichwan, Muhammad Nor, membahas ilmu-ilmu hadis, Semarang: Rasail Media Group,2013.
Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadis, Jakarta: AMZAH, 2012.

Anda mungkin juga menyukai