Tentang
HUBUNGAN ANTARA AL-QUR’AN DAN HADIST
Oleh :
KELOMPOK III
1. Sofia Putri Wahyuni (193290 )
2. Susi Susanti Fitri (19329053)
3. Resi Ernasari ( 193290 )
Dosen Pengampuh
Riza Wardefi, S.Th.I, M.Th.I
2. Bayān Tafṣῑl.
Bayān al-Tafṣῑr berarti penjelasan dengan memerinci kandungan
ayat-ayat yang mujmal, ayat yang masih bersifat global yang
memerlukan mubayyin (penjelasan). Ayat-ayat yang maknanya kurang
dipahami atau bahkan tidak jelas kecuali ada penjelasan atau perincian,
maka diperlukan hadis untuk menjelaskan dengan memerinci
kandungannya.
Penjelasan hadis terhadap ayat-ayat yang mujmāl ini dapat dijumpai
pada masalahmasalah yang terkait dengan kewajjiban shalat, zakat,
puasa, haji dan ibadah-ibadah lain yang terdapat dalam Al-Qur’an dalam
bentuknya yang mujmāl dan memerlukan sunnah atau hadis untuk
menjelaskannya secara rinci,Kewajiban shalat misalnya, dalam Al-
Qur’an dinyatakan dalam bentuk yang masih mujmal, karena Allah SWT.
tidak menjelaskan tentang waktunya, bilangan rakaatnya, rukun-
rukunnya, hal-hal yang membatalkannya, serta cara-cara pelaksanaannya.
Kemudian Rasulullah SAW. menjelaskan kepada kaum muslimin
mengenai prosesi shalat sebagaimana sabdanya:
Artinya: “ … shalatlah sebagaimana kamu melihat aku shalat…”
(HR. al-Bukhāri)
Pada hadis yang lain Nabi saw juga menjelaskan secara rinci
mengenai bilangan shalat, dan waktu-waktunya juga. Demikian juga
mengenai kewajiban zakat yang disebutkan dalam Al-Qur’an, juga masih
dalam bentuk mujmāl. Misalnya firman Allah SWT. dalam QS. Al-
Baqarah [2]: 43, 83, 110, dan ayat- ayat lain yang senada, seperti; “Dan
berikanlah zakat.” Perintah yang demikian ini masih belum jelas
pengertiannya, bagaimana zakat yang dimaksud, harta apa saja yang
dizakati, berapa nishabnya, dan pertanyaan-pertanyaan lain yang
mungkin akan sulit untuk menjawabnya.
Di sinilah fungsi hadis sebagai penjelas dan perinci ayat-ayat
tersebut. Kemudian Rasulullah SAW. menjelaskan ke-mujmal-an
perintah zakat ini. Seandainya tidak ada sunnah/hadis Rasul saw,
kewajiban shalat dan zakat sebagaimana diperintahkan dalam Al-Qur’an,
tidak terlaksana dengan baik, karena tidak mendapat petunjuk untuk
melaksanakannya.
Oleh karenanya, sunnah/hadis menjadi sangat penting untuk
menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang sifatnya masih mujmal (global)
tersebut.
3. Bayān Taqyῑd.
Bayān at-taqyῑd adalah penjelasan hadis dengan cara membatasi
ayat-ayat yang bersifat mutlak dengan sifat, keadaan, atau syarat tertentu.
Kata mutlak artinya kata yang merujuk pada hakikat kata itu sendiri apa
adanya tanpa memandang jumlah atau sifatnya. Penjelasan Nabi berupa
taqyῑd terhadap ayat- ayat Al-Qur’an yang mutlak. Seperti firman Allah
dalam QS. Al-Maidah [5] :38:
4. Bayān Takhsīs.
Bayān at-Takhsīs adalah penjelasan Nabi Saw. dengan cara
membatasi atau mengkhususkan ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum
(‘ām), sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian tertentu yang mendapat
perkecualian. Sebagai misal, hadis Nabi tentang masalah waris di
kalangan para nabi:
Artinya: “Rasulullah saw. pernah bersabda: "Kami (para nabi) tidak
mewarisi sesuatu pun, dan yang kami tinggalkan hanya berupa sedekah.”
(HR. Muslim).
Hadis tersebut merupakan pengecualian dari keumuman ayat Al-
Qur’an yang menjelaskan tentang disyariatkannya waris bagi umat Islam.
Firman Allah SWT:
ُيْو ِص ْيُك ُم ُهّٰللا ِفْٓي َاْو اَل ِد ُك ْم ِللَّذ َك ِر ِم ْثُل َح ِّظ اُاْلْنَثَيْيِن
Artinya: “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang
(pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak
laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.” (QS. An-
Nisā’[4]: 11)
Allah SWT. mensyariatkan kepada umat Islam agar membagi
warisan kepada ahli waris, di mana anak laki-laki mendapatkan satu
bagian dan anak perempuan separuhnya. Syariat waris itu tidak berlaku
khusus pada para nabi, sehingga keumuman ayat tersebut dikhususkan
(di-takhṣiṣ) oleh hadis di atas. Dengan kata lain, secara umum,
mewariskan harta peninggalan wajib kecuali bagi para nabi.
5. Bayān Tasyri
Bayān at-tasyri’ adalah penjelasan hadis yang berupa penetapan
suatu hukum atau aturan syar’i yang tidak didapati nashnya dalam Al-
Qur’an. Menurut Abbas Muthawali Hamadah bayān at-tasyri’ disebut
dengan bayān zāid ‘alā al-Kitāb al-Karῑm, yaitu penjelasan sunnah/hadis
yang merupakan tambahan terhadap hukum-hukum yang terdapat dalam
Al-Qur’an. Hadis yang berfungsi sebagai bayān al-tasyri’ ini sangat
banyak jumlahnya. Di antaranya adalah hadis tentang zakat fitrah sebagai
berikut, sabda Nabi Muhammad SAW. :
Artinya: “Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW.shallallahu ‹alaihi
wasallam telah mewajibkan zakat Fithrah di bulan Ramadlan atas setiap
orang muslim, baik dia itu merdeka atau hamba, lakilaki atau perempuan,
yaitu satu sha› kurma atau satu ṣa' gandum.” (HR. Muslim)
Menurut sebagian ulama bahwa zakat fitrah itu ditetapkan oleh
sunnah/hadis sebagai tambahan atas Al-Qur’an. Sebagian ulama yang
lain berpendapat bahwa zakat itu penjabaran dari Al-Qur’an. Mereka
mengambil dari hadis tersebut dalil yang menjadi rincian dari Al-Qur’an,
karena Rasulullah tidak mewajibkan zakat kecuali kepada orang Islam.
Dengan demikian sesuai dengan Al-Qur’an, karena zakat itu sebagai
pembersih (mensucikan), sementara kesucian hanya untuk orang Islam.
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan
dan menyucikan mereka…” (QS. At-Taubah [9]: 103)
Sunnah/hadis Rasulullah SAW. sebagai bayān at-tasyrī’ ini wajib
untuk ditaati dan diamalkan berdasarkan perintah Allah swt dalam Al-
Qur’an sebagaimana wajibnya mentaati dan mengamalkan hadis-hadis
yang lainnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bayān al-taqrῑr disebut juga bayān al-ta’qῑd atau bayān al-isbāt, adalah
apabila sunnah/hadis sesuai dengan dan atau menetapkan serta memperkuat
apa yang telah diterangkan dalam Al-Qur’an. Bayan al-Tafṣῑr berarti
penjelasan dengan memerinci kandungan ayat-ayat yang mujmal, ayat yang
masih bersifat global yang memerlukan mubayyin (penjelasan). Bayān at-
taqyῑd adalah penjelasan hadis dengan cara membatasi ayat-ayat yang bersifat
mutlak dengan sifat, keadaan, atau syarat tertentu. Kata mutlak artinya kata
yang merujuk pada hakikat kata itu sendiri apa adanya tanpa memandang
jumlah atau sifatnya. Bayān at-Takhsīs adalah penjelasan Nabi Saw. dengan
cara membatasi atau mengkhususkan ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat
umum (‘ām), sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian tertentu yang
mendapat perkecualian. Dan yang terakhir adalah Bayān at-tasyri’ adalah
penjelasan hadis yang berupa penetapan suatu hukum atau aturan syar’i yang
tidak didapati nashnya dalam Al-Qur’an.
B. Saran
Demikian makalah yang kami susun dengan judul “ hubungan antara Al-
Qur’an dan Sunnah” kami menyadari bahwa makalah yang kami susun masih
banyak kekurangan serta kekeliruan, baik dalam segi penulisan, maupun isi
makalah. Oleh karena itu, pemakalah ,mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun dan juga penilain lebih lanjut.
DAFTAR PISTAKA
H.Muhammad Ahmad,H.M.Mudzakir,Drs.Maman Abdul Djaliel (ed).
Ululul Hadis.
bandung:Pustaka Setia.2000Mudasir,H.,Drs. Maman Abdul Djaliel (ed),
Ilmu Hadits,Bandung:Pustaka Setia,2005
Khusniati Rofi’ah, Studi Ilmu Hadis, ( Yogyakarta: Stain PO Press, 2010), hlm.
44