Anda di halaman 1dari 32

39 KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIS DALAM ISLAM

Pengkajian hadis adalah penting dan tetap aktual, sebab kedudukannya dalam Islam sangat penting. Hadis sebagai sumber ajaran Islam yang kedua, setelah al-Qur'an. Sumber ajaran yang dimaksud meliputi sebagai sumber ajaran akidah, ibadah, akhlak, dakwah, pendidikan dan peradaban. Bagaimana mengidolakan dan meneladani Rasululllah SAW. dalam hidup dan kehidupan ini tentu berdasar pada pengetahuan hadis Nabi SAW.1 Kedudukan hadis dalam Islam yang sangat penting ini didasarkan pada kedudukan Nabi SAW. yang diberi rekomendasi dan otoritas oleh Allah. Misalnya Allah membahasakan keberadaan Nabi Saw. sebagai li tukhrija an-Ns min azh-Zhulumti il an-Nr (Allah mengutus Nabi SAW. untuk mengeluarkan manusia dari alam kegelapan menuju alam terang benderang). (QS.
Syekh Yusuf al-Qaradhawi menulis sebuah buku berjudul as-Sunnah Mashdar li alHadharah (Hadis Sebagai Sumber Peradaban). Dalam buku ini diuraikan dengan sistematis mengenai kedudukan hadis yang penting terutama pada bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Demikian juga dalam masalah hukum, Dr. Mustafa as-Sibai juga menulis buku asSunnah wa Makanatuha fi at-Tasyrii al-Islami.
1

40
Ibrahim/14: 1). Latahdi il Shirth alMustaqm (untuk memberi petunjuk menuju pada jalan Shirat al-Mustaqim). (QS. AsySura/42: 52). Li Tubayyina li an-Ns ma Nuzzila Ilaihim (untuk menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka). (QS. An-Nahl/16: 44). Li Tubayyina lahum al-Ladzi ikhtalaf fihi (untuk menjelaskan kepada manusia apa yang mereka perselisihkan). (QS. An-Nahl/16: 64). Li Tahkuma baina an-Nasi bim Arka Allah (untuk mengadili di antara manusia dengan apa yang telah diwahyukan Allah). (QS. AnNisa/4: 105), dan redaksi lainnya. Selain dengan ungkapan tersebut, Allah menegaskan eksistensi hadis, dengan firmanNya:


Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu .(maka tinggalkanlah. (QS. Al-Hasyr [59]: 7 Al-Qur'an sebagai sumber pertama dan utama membutuhkan penjelasan mengenai isi kandungannya dari hadis. Bahkan para ulama hadis seringkali menyatakan bahwa alQur'an lebih banyak membutuhkan hadis, daripada hadis membutuhkan al-Qur'an, sebab bahasa al-Qur'an banyak bersifat umum dan global sehingga sulit dipahami

41
kecuali setelah ada penjelasannya dari hadis Nabi SAW. Oleh karena itu, salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi bagi mereka yang ingin menafsirkan al-Qur'an ialah harus tahu dan mengerti hadis dan ilmu hadis serta sejarah perjalanan kehidupan Nabi SAW. Allah SWT. menegaskan keberadaan Nabi SAW. sebagai penjelas dan penafsir alQuran.


Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur'an, agar kamu (Muhammad) menjelaskan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan .(kepada mereka). (QS. An-Nahl/16: 44 Aisyah isteri Rasulullah SAW. pernah ditanya oleh Sa`ad ibn Hisyam: "Bagaimana akhlak Rasulullah SAW.? Beliau menjawab:


"Akhlak Rasulullah SAW. adalah alQur'an". (HR. Ahmad dari Aisyah).2 Ayat dan hadis tersebut mengandung arti bahwa penjelasan secara konkrit mengenai isi kandungan al-Qur'an salah satunya ada pada hadis. Hadis Nabi SAW. baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, atau
Musnad al-Imm Ahmad ibn Hambal Hadis No.
2

.24080

42
pun hal ihwal kepribadian Nabi SAW. Dalam hadis lain bersumber dari Ibnu Abbas, Nabi SAW. bersabda ketika haji Wada':

:
Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku telah tinggalkan kepada kalian, jika berpegang teguh pada keduanya niscaya tidak akan sesat selamanya, yaitu Kitab Allah (al-Qur'an) dan Sunnah Nabi SAW. (HR. Hakim). Imam Malik, Al-Baihaqy dan Ibnu Abdil Bar juga meriwayatkan hadis yang semakna dengan hadis riwayat Hakim di atas dengan susunan redaksi agak berbeda, namun maksudnya sama. Dengan demikian, posisi hadis dalam Islam sangat signifikan dan urgen.

Fungsi Hadis dalam Kaitannya dengan Al-Quran


Kedudukan hadis dalam Islam sangat penting sebagaimana disebutkan di atas. Hal ini semakin jelas dilihat dari kedudukan Nabi SAW. sebagai penjelas atau penafsir al-Qur'an. Allah SWT. sendiri menegaskan dalam al-Qur'an.

43


Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur'an, agar kamu (Muhammad) menjelaskan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan .(kepada mereka). (QS. An-Nahl [16]: 44 Namun demikian, bukan berarti bahwa semua ayat al-Quran tidak jelas kecuali ada penafsirannya dari hadis, sebab ayat-ayat alQuran dilihat dari sisi tafsir terdiri atas beberapa macam, sebagaimana dipetakan oleh Ibnu Abbas (68 H/687 M), yaitu ada empat macam; 1. ayatayat yang (hampir) semua orang tahu maksudnya. 2. ayat-ayat yang tidak diketahui maksudnya kecuali ahli bahasa arab, 3. ayat-ayat yang tidak diketahui maksudnya kecuali ijtihad para ulama, 4. ayat-ayat yang tidak diketahui maksudnya kecuali Allah. Ada ayat yang hampir semua orang tahu tanpa perlu tafsir, misalnya ayat:


Sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah [2]: 20) Semua orang tahu bahwa Allah maha kuasa atas segala sesuatu. Ayat seperti ini dapat dipahami melalui terjemahannya saja. Berbeda dengan ayat-ayat umumnya yang terkadang lain yang disebutkan, namun lain pula yang dimaksudkan. Inilah yang kemudian perlunya

44
tafsir, baik tafsir dengan pendekatan bahasa Arab atau pun ijtihad para ulama. Misalnya:


Fitnah lebih keras bahayanya dari pembunuhan. (QS. Al-Baqarah [2]: 191 Kata "fitnah" dalam ayat ini tidak seperti yang dipahami menurut bahasa Indonesia. Kalau ada orang yang mencemarkan nama baiknya, membuat gosip, membohongi, disebut fitnah. Para ulama tafsir dalam kitab-kitab tafsirnya3 menyebutkan bahwa yang dimaksud kata fitnah dalam ayat tersebut adalah syirik. Syirik lebih berbahaya daripada membunuh. Dengan syirik akan menghapus semua amal baik yang pernah dilkukan, bahkan dengan tegas Allah berfirman:

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An-Nisa [4]: 48). Allah mengampuni dosa-dosa yang lain, sedang syirik tidak diampuni). Itulah yang dimaksud besar bahayanya.

Jalalauddin as-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli, 3 Tafsir al-Jallayn, Bandung: al-Maarif, t.th. Juz I h. ; al,Qurthubi, al-Jami li Ahkam al-Quran

45
Dengan demikian, ayat-ayat yang tidak diketahui kecuali atas bantuan informasi yang disampaikan para ulama dan pendekatan bahasa Arab yang sangat menentukan penjelasan alQuran itu. Dalam konteks inilah kemudian keberadaan hadis yang banyak diketahui para ulama yang menjelaskan maksud al-Quran tersebut. Para ulama telah merumuskan secara rinci dan jelas bahwa fungsi hadis Nabi SAW. terhadap al-Quran, di antaranya adalah: Pertama, bayn at-ta'kd, yakni hadis berfungsi sebagai penjelasan yang bersifat menguatkan, menekankan, atau mempertegas apa yang terdapat dalam al-Qur'an. Misalnya hadis yang bersumber dari Tsauban bahwa Nabi SAW. bersabda:

( )
Sesungguhnya akan ada nanti di kalangan umatku 30-an orang pendusta semuanya mengaku sebagai nabi, padahal aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi sesudahku. (HR. Tirmidzi). Hadis ini memperjelas dan menegaskan apa yang sudah difirmankan Allah dalam al-Quran bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah nabi terakhir, dan tidak ada lagi nabi sesudahnya. Dalam al-Quran, Allah berfirman:

46


Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi. (QS. Al-Ahzab [33]: 40). Hadis dan ayat tersebut sama-sama menjelaskan tentang Nabi Muhammad SAW. sebagai nabi terakhir, tidak ada lagi nabi sesudahnya. Keberadaan hadis tersebut mempertegas apa yang sudah disebutkan dalam al-Quran. Kalau sudah ada penafsiran dan penegasan dari hadis Nabi SAW. seperti ini, maka kalimat ( penutup para nabi) dalam ayat tersebut tidak perlu lagi ditafsir dengan analisis kebahasaan dan segala macam interpretasi. Apalagi kalau hal ini sudah menjadi ijma (kesepakatan para ulama). Itulah sebabnya, bagi mereka yang ingin menafsirkan al-Quran harus mengerti hadis dan ilmu hadis. Dikhawatirkan ayat yang sudah dijelaskan oleh hadis dengan sangat jelas tapi masih diutak atik dengan berbagai macam analisis. Apalagi kalau hanya sekedar untuk mencari pembenaran, bukan mencari kebenaran. Contoh lainnya, hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi SAW. bersabda:

47
Barangsiapa yang mempunyai harta kekayaan, tapi tidak berkorban, maka janganlah mendekati tempat shalat kami. (HR. Hakim). Hadis ini mempertegas perintah berkorban dalam al-Quran.

)1(
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni`mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. (QS. AlKautsar [108]: 1-2). Demikian juga hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, katanya:

- . - ()
Ghaylan ibn Salamah ats-Tsaqafi masuk Islam dan ia memiliki 10 orang isteri pada masa jahiliyah, semuanya ikut masuk Islam bersamanya. Maka Nabi SAW. menyuruhnya memilih empat di antaranya. (HR. Tirmidzi). Hadis ini mempertegas maksud ayat berikut ini mengenai batas maksimal poligami, yakni empat orang isteri.

48


Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. (QS. An-Nisa, 4: 3). Dengan penegasan hadis tersebut, maka pendapat yang mengatakan boleh kawin sampai sembilan orang isteri, dengan alasan ayat tersebut 2 + 3 + 5 = 9 adalah terbantah dan tertolak. Demikian juga hadis yang bersumber dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW. bersabda:


Allah tidak menerima shalat seseorang di antara kalian kalau berhadats4 sampai ia berwudhu. (HR.Bukhari). Hadis ini menegaskan bahwa shalat seseorang tidak sah kecuali ia berwudhu.
Berhadats, maksudnya dalam keadaan tidak 4 suci secara maknawiyah, seperti belum ada wudhunya. Hadats ada dua macam; hadats kecil dan hadats besar. Hadats kecil dapat dibersihkan dengan cara wudhu atau tayammum, sedangkan hadats besar, misalnya dalam keadaan junub atau haidh, dapat dibersihkan dengan cara mandi atau pun tayammum dengan syarat-syarat .tertentu

49
Maksudnya, wudhu merupakan syarat sahnya shalat. Hadis ini mempertegas kembali apa yang disebutkan ayat al-Quran.


Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. (QS. AlMaidah [5]: 6). Ayat ini memuat tentang dasar hukum bahwa syarat sah shalat ialah harus berwudhu terlebih dahulu. Ketetapan hukum dalam ayat ini tentang wudhu sebagai syarat sahnya shalat dipertegas lagi oleh hadis tersebut di atas. Kedua, Bayn at-tafsr, yakni hadis berfungsi menjelaskan maksud kandungan ayat alQur'an. Penjelasan atau tafsir Nabi SAW. terhadap al-Quran terkadang hanya bersifat contoh saja sehingga tidak membatasi dan membakukan sebagaimana yang tertulis dalam hadis itu. Misalnya ketika Nabi SAW. menafsirkan ayat siapa yang dimaksud mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat dalam ayat

50


(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS. Al-Fatihah: 7). dimaksud mereka yang dimurkai () adalah orang-orang Yahudi, dan mereka yang sesat ( )adalah orang Nasrani. (HR. Tirmidzi). Hadis Nabi SAW. menjelaskan bahwa yang

Orang-orang Yahudi dimurkai oleh Allah salah satunya disebabkan karena mereka mengetahui kebenaran, tapi mereka menolak kebenaran itu. Demikian juga, orang-orang nasrani dikategorikan sesat juga disebabkan antara lain karena mereka mempunyai ilmu pengetahuan, namun ilmu pengetahuannya tidak mampu mengantarkan dirinya kepada kebenaran itu, bahkan justru semakin membuatnya jauh dari kebenaran. Hadis Nabi SAW. tersebut, tidak membatasi dan membakukan bahwa hanya orangorang Yahudi dan Nasrani saja yang tergolong alMaghdhb dan adh-Dhlln dalam surat al-Fatihah, namun hadis nabi SAW. tersebut menyebutkan sebagai contoh saja, sehingga siapa pun yang memiliki sifat dan karakter dasar yang sama dengan yang dimiliki orang-orang yahudi dan Nasrani sebagaimana disebutkan di atas, maka

51
boleh jadi mereka juga tergolong dari almaghdhub dan adh-Dhallin.5 Penjelasan hadis terhadap al-Quran yang disebut sebagai bayn at-tafsir, oleh para ulama merumuskannya dalam tiga macam bentuk: a) Bayn at-tafshl yakni penjelasan hadis yang merinci maksud ayat al-Quran yang bersifat mujmal (global). Misalnya ayat


Dan dirikanlah shalat. (QS. Al-Baqarah [2]: .(43 Ayat ini memerintahkan shalat, namun tidak jelas bagaimana cara pelaksanaannya. Hadis Nabi SAW. yang menjelaskan secara rinci mengenai cara pelaksanaannya, sebagaimana dalam hadis yang bersumber dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia menerangkan:


Penafsiran mengenai dua golongan ini al- 5 Maghdhb dan adh-Dhlln dapat dilihat dalam Tafsir alMarghi karya Syekh Ahmad Mustafa al-Maragi dan .Tafsir al-Mishbah karya Prof. DR. M. Quraish Shihab

52

(2207 )( 5
Bahwa ada seorang laki-laki masuk ke masjid, dan Rasulullah SAW. sedang duduk di salah satu pojok masjid. Lalu orang tersebut shalat. Setelah shalat, ia datang kepada Nabi SAW. dan mengucapkan salam kepadanya. Beliau menjawab salamnya wa 'alaikassalam. Ulangilah shalat Anda! Anda belum shalat. Setelah sampai tiga kali berulang, akhirnya orang itu berkata: "Wahai Rasulullah, ajarilah aku tentang cara shalat. Rasulullah SAW. mengajarkan, kalau Anda hendak shalat sempurnakanlah wudhumu, lalu menghadaplah kiblat, dan bertakbir ihramlah, kemudian bacalah ayat al-Qur'an yang mudah bagimu. Kemudian ruku'lah hingga

53
tenang, lalu bangkitlah dari ruku' hingga berdiri tegak lurus. Seterusnya sujudlah hingga tenang, kemudian bangkit dari sujud hingga tenang. Laksanakanlah yang demikian itu semuanya dalam shalatmu. (HR. Bukhari). Demikian juga, dalam al-Qur'an Allah berfirman:


Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa' [4]: 103). Waktu-waktu yang ditentukan itu, kapan? Hadis Nabi SAW. yang menguraikan secara rinci tentang waktu shalat shubuh, dhuhur, ashar, maghrib, dan Isya. Sebagaimana dalam hadis yang bersumber dari Abdullah bin 'Amr, bahwa Nabi SAW. bersabda:

54


Waktu shalat dhuhur ialah ketika matahari sudah tergelincir sampai baying-bayang seseorang itu sama panjang dengan badannya, yakni sebelum masuk waktu ashar. Waktu ashar ialah sampai matahari belum lagi kuning cahayanya. Waktu shalat maghrib ialah selama syafaq awan merah belum lagi lenyap. Waktu shalat isya sampai tengah malam kedua, sedang waktu shalat subuh ialah mulai terbit fajar sampai terbitnya matahari, kalau matahari telah terbit, maka hentikanlah shalat karena ia terbit di antara dua tanduk setan. (HR. Muslim). :Dalam al-Qur'an, Allah berfirman


Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. (QS. Ali 'Imran [3]: 97).


Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. (QS. Al-Baqarah: 196). Kedua ayat tersebut menerangkan mengenai kewajiban bagi umat Islam yang mampu melaksanakan ibadah haji. Hanya saja batas kewajiban bagi mereka yang mampu, bagaimana

55
kalau ada udzur, dan atau menggantikan haji orang tua, tidak ada penjelasannya dalam ayat alQuran. Maka di sinilah keberadaan hadis Nabi SAW. menjelaskan secara rinci. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah, katanya Rasulullah SAW. menceramahi kami. Beliau bersabda:


Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya Allah mewajibkan atas kalian ibadah haji, maka laksanakanlah ibadah haji. Lalu seorang lakilaki bertanya wahai Rasulullah: "Apakah kewajiban itu setiap tahun? Beliau diam sehingga orang tersebut mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali. Rasulullah SAW. menjawab: "Seandainya aku menjawab "ya", maka wajiblah setiap tahun dan kalian tidak akan mampu melaksanakannya. (HR. Muslim). Hadis ini memperjelas bahwa kewajiban haji hanya sekali dalam setahun. Demikian juga dalam riwayat dari Ibnu Abbas, ia mengetakan:

56


Bahwa seorang perempuan dari Juhainah datang kepada Nabi SAW. bertanya: "Ibuku telah bernadzar untuk melaksanakan haji, namun belum sempat melaksanakannya ia meninggal, apakah aku boleh menghajikannya? Nabi SAW. menjawb: "Ya, hajikanlah dia. Bagaimana pendapatmu, seandainya ibumu berhutang kepada orang lain, apakah engkau harus membayarnya? Bayarlah hutangnya kepada Allah. Hutang kepada Allah jauh lebih wajib dibayar. (HR. Bukhari).


Diriwayatkan dari al-Fadhl bahwa seorang perempuan dari Khats'am bertanya kepada Rasulullah SAW.: "Wahai Rasulullah, ayahku sudah lanjut usia dan wajib haji, namun tidak sanggup duduk di atas kendaraan unta. Nabi SAW. menjawab: "Hajikanlah dia". (HR. Muslim).

57
Hadis ini menjelaskan bahwa bagi orang yang sudah wajib haji, namun tak dapat melaksanakannya karena ada udzur, maka boleh dihajikan ahli warisnya. Demikian pula ayat:


Dan tunaikanlah zakat. (QS. Al-Baqarah: 43). Khusus zakat fitrah mengenai subyek dan obyek, siapa yang wajib mengeluarkan dan apa yang harus dikeluarkan tidak dijelaskan dalam ayat al-Qur'an tersebut. Hadis Nabi SAW. yang menguraikannya secara rinci, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Umar, katanya:

) (
Rasulullah SAW. mewajibkan zakat fitrah berupa satu sha' kurma atau satu sha' anggur bagi umat Islam; budak, merdeka, laki-laki, perempuan, anak-anak dan orang tua yang sudah lanjut usia. Beliau memerintahkan mengeluarkannya sebelum

58
berangkat pergi shalat id. (HR. Sepakat Bukhari dan Muslim). b) Bayn at-taqyd, yakni fungsi hadis sebagai penjelasan yang bersifat membatasi pengertian ayat al-Qur'an yang mutlak, misalnya ayat:


Pencuri Laki-laki dan perempuan, potonglah tangan keduanya. (QS. Al-Maidah [5]: 38). Kata Pencuri dalam ayat tersebut bersifat mutlak. Pencuri macam apa? Barang curian apa yang menyebabkan boleh diberlakukan hukum potong tangan. Apakah orang mencuri hand phone yang nilai harganya hanya Rp. 500.000 sudah harus dipotong tangannya? Demikian juga kata tangan, batasannya sampai dimana? Kemutlakan yang disebutkan dalam ayat tersebut akan dibatasi oleh adanya penjelasan hadis baik berupa perbuatan Nabi SAW. maupun ucapannya. Misalnya Rasulullah SAW. menjelaskan.


Potong tangan tidak berlaku, kecuali bagi orang yang mencuri senilai seperempat dinar atau lebih. (HR. Bukhari dan Muslim). Penjelasan hadis ini membatasi bahwa hukum potong tangan akan berlaku apabila

59
barang yang dicuri itu sudah sampai pada batasan 1/4 dinar atau lebih. Dalam kajian hukum fikih, terdapat beberapa riwayat yang dijadikan dasar hukum oleh para ulama dalam menentukan batasan minimal harta yang dicuri. Selain yang disebutkan dalam hadis tersebut, yakni Dinar, ada juga yang menyebutnya batasannya adalah senishab harta yang dizakati, yakni 85 gram emas. Demikian juga batasan tangan yang dipotong dijelaskan melalui perbuatan Nabi SAW. Batasan hukum potong tangan pada pergelangan. Dalam al-Qur'an, Allah berfirman:


sesudah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau sesudah dibayar hutangnya (QS. An-Nisa' [4]: 12). Dalam ayat ini tidak ada batasan maksimal berapa jumlah harta yang boleh diwasiatkan. Hadis Nabi SAW. yang menjelaskan batasan maksimalnya, sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Sa'ad bin Abi Waqqash, ketika meminta kepada Nabi SAW. agar diizinkan berwasiat 2/3 harta warisannya. Nabi SAW. menolak permintaan Sa'ad. Kemudian minta izin lagi 1/2 saja diwasiatkan, beliau pun tetap menolak. Kemudian Sa'ad minta izin lagi hanya 1/3 hartanya akan diwasiatkan. Nabi SAW. menyetujui dan bersabda:

60


Sepertiga saja, sepertiga sudah banyak, engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik dari pada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang akan menjadi beban dan tanggungan orang lain. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasai, dan Ahmad dari Saad ibn Abi Waqqas). Berdasarkan hadis ini para ulama menetapkan batasan maksimal harta yang dapat diwasiatkan adalah sepertiganya. c) Bayn at-takhshish, yakni hadis berfungsi sebagai penjelasan yang bersifat mengkhususkan ayat al-Quran yang bersifat umum. Misalnya ayat:


Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. (QS. Al-Baqarah [2]: 115). Secara tekstual ayat ini adalah bersifat umum. Kalau dipahami secara umum dari tekstual redaksinya, maka shalat menghadap ke arah mana saja hukumnya boleh. Pemahaman dan penerapan hukum seperti ini adalah sangat keliru, sebab salah satu syarat sahnya shalat adalah

61
menghadap kiblat.6 Oleh karena itu ayat tersebut di atas dapat dipahami dengan baik dan benar setelah ada penjelasan dari hadis Nabi SAW. Sebagaimana asbb an-nuzl ayat ini yaitu: Ketika Rasulullah SAW. tengah dalam perjalanan dari Mekah menuju Madinah, beliau shalat (sunnat) di atas kendaraannya menghadap sesuai dengan arah tujuan kendaraannya, pada saat inilah turun ayat tersebut. (HR. Muslim dari Ibn Umar).7 Berdasarkan penjelasan hadis berupa asbb an-nuzl ini, maka melaksanakan shalat boleh menghadap ke arah mana saja, kalau dalam kondisi tertentu yang tidak memungkinkan menghadapkan wajahnya ke arah kiblat, misalnya shalat dalam keadaan musafir. Demikian juga hadis yang diriwayatkan dari 'Ubbadah bin Shamit, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:


Allah berfirman: "Hadapkanlah wajahmu ke 6 arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, hadapkanlah wajahmu ke arahnya." (QS. Al-Baqarah .([2]: 144 Muslim, Shahh , Kitb Shalh al-Musfirn wa 7 Qashrih, Bb Jawz Shalh an-Nfilah `ala adh.Dhbbah fi ash-Safar haitsu Tawajjahat Hadis No. 700

62
Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca surat al-Fatihah. (HR. Bukhari dan Muslim dari 'Ubbadah bin ash-Shamit). Mayoritas ulama memahami kalimat "tidak ada shalat, maksudnya tidak sah". Oleh karena itu, hadis ini dijadikan dasar penetapan bahwa membaca al-Fatihah merupakan rukun shalat. Dalam hubungannya dengan al-Qur'an, hadis ini sebagai penjelasan yang bersifat khusus dan membatasi keumuman ayat berikut:


Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan diamlah perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (QS. Al-A'raf [7]: 204). Ayat ini menegaskan bahwa siapa saja yang mendengar bacaan al-Qur'an harus mendengarkannya dan diam, kecuali orang yang sedang shalat, ia boleh membaca surat al-Fatihah. Pengecualian ini didasarkan pada hadis riwayat Bukhari dan Muslim di atas. Dalam al-Qur'an Allah berfirman:


Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa' [4]: 103).

63
Ayat ini dengan tegas bahwa waktu shalat sudah ditentukan. Shalat subuh dilaksanakan pada waktu subuh. Shalat dhuhur dilaksanakan pada dhuhur. Shalat ashar dilaksanakan pada waktu ashar. Shalat magrib dilaksanakan pada waktu maghrib, dan shalat isya dilaksanakan pada waktu isya. Hadis Nabi SAW. menjelaskan bahwa ada waktu-waktu tertentu boleh dijamak, maksudnya dua waktu shalat digabung menjadi satu. Misalnya, shalat Ashar dilakukan pada waktu dhuhur. Shalat dhuhur dilaksanakan pada waktu ashar. shalat isya dilaksanakan pada waktu maghrib. Penjelasan hadis tentang hal ini merupakan pengecualian dan pembatasan terhadap ayat tersebut di atas. Diriwayatkan dari Anas bin Malik, katanya:


Rasulullah SAW. apabila hendak berangkat sebelum matahari condong ke barat (sebelum masuk waktu dhuhur) beliau menunda shalat dhuhur ke waktu shalat ashar. Kemudian beliau berhenti dari perjalananya dan menggabungkan pelaksanaan shalat dhuhur dan ashar. Apabila matahari sudah condong ke barat

64
(waktu dhuhur sudah masuk) sebelum berangkat, beliau shalat dhuhur kemudian naik atas kendaraan lalu berangkat. (HR. Bukhari). Contoh lain lagi, misalnya dalam al-Qur'an, Allah berfirman:


Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian harta warisan) untuk anakanakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. (QS. An-Nisa' [4]: 11). Ayat ini bersifat umum bahwa anak akan mewarisi harta orang tuanya. Demikian juga sebaliknya, orang tuanya akan mewarisi anaknya. Namun, hadis Nabi SAW. mengkhususkan atau mengecualikan dalam beberapa hal. Misalnya kecuali bagi para nabi. Rasulullah SAW. bersabda:


Kami para nabi tidak diwarisi. Apa yang kami tinggalkan adalah sedekah. (HR. Bukhari dan Muslim). Hukum waris yang berlaku umum dalam ayat tersebut di atas di-takhsis atau dikecualikan orang yang membunuh orang yang akan diwarisi,

65
sebagaimana dalam hadis yang bersumber dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW. bersabda:


Bagi pembunuh tidak mewarisi orang yang dibunuhnya sedikit pun. (HR. Nasai). Dalam hadis lain yang juga bersumber dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW. bersabda:


Orang yang membunuh itu tidak mewarisi harta (orang yang dibunuh). (HR. Ibnu Majah, II/913). Hukum waris yang berlaku umum sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut di atas juga di-takhsis atau dikecualikan bagi orang kafir. Hadis yang bersumber dari Usamah bin Zaid, bahwa Nabi SAW. bersabda:


Seorang muslim tidak mewarisi orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim. (HR. Bukhari). Inilah beberapa contoh hadis berfungsi sebagai bayn at-takhshish. Ketiga Bayn tasyri' atau bayn taqrr, maksudnya fungsi hadis sebagai penjelasan yang bersifat menetapkan hukum yang belum

66
ditetapkan dalam al-Qur'an. Misalnya hadis yang melarang menikahi perempuan dengan cara memadukan isteri dan bibinya.


Tidak boleh menikahi seorang perempuan dan bibinya. (HR. Bukhari dan Muslim).8 Ketetapan hukum bahwa tidak boleh memadukan isteri dengan bibinya dalam hadis ini belum ada ketentuannya dalam alQur'an. Hadislah yang menetapkan demikian. Demikian juga masalah binatang buas yang tidak boleh dimakan. Sebagaimana dalam hadis yang bersumber dari Ibnu Abbas, katanya:


Rasulullah SAW. melarang makan semua binatang buas yang bertaring dan semua burung yang mempunyai kuku cakar yang tajam. (HR. Muslim).

Muhammad Muhammad Ab Zahw, al-Hadts 8 wa al-Muhadditsn, (Mesir: t.p., t.th.), h. 38-9; Ahmad `Umar Hsyim, as-Sunnah an-Nabawiyyah wa `Ulmuh Dirsah Tahlliyyah li as-Sunnah an.Nabawiyyah, (T.tp.: Maktabah Garb, t.th.), h. 30-33

67
Larangan Nabi SAW. dalam hadis ini menunjukkan larangan yang bersifat haram, bukan hanya sekedar larangan makruh. Hal ini dijelaskan dalam hadis lain yang bersumber dari Abu Hurairah, Nabi SAW. bersabda:


Semua binatang buas yang bertaring haram dimakan. (HR. Muslim). Hadis Nabi SAW. tersebut menetapkan hukum keharaman hewan buas dan semua burung yang mempunyai cakar. Dalam alQur'an yang diharamkan dimakan yaitu bangkai, darah mengalir, daging babi, dan yang disembelih tidak menyebut nama Allah.


Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi --karena

68
sesungguhnya semua itu kotor-- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-An'am [6]: 145). Posisi hadis sebagai bayn ta'kd dan bayn tafsr tidak diperselisihkan para ulama. Sedangkan bayn taqrr menetapkan hukum yang tidak ada dalam al-Qur'an masih diperdebatkan oleh para ulama, ada yang membolehkan ada juga yang tidak. Sedangkan bayn taqrr yakni menetapkan hukum yang tidak ada dalam alQur'an, diperselisihkan oleh para ulama, ada yang membolehkan ada juga yang tidak.9 Namun, imam Syafi'i bahkan mayoritas ulama membolehkan bahwa hadis Nabi SAW. mempunyai otoritas menetapkan hukum yang tidak ada ketetapannya dalam alQur'an, dengan alasan:
M. Quraish Shihab mengutip pendapat gurunya 9 `Abdul Halim Mahmud mantan Syaikh Al-Azhar, bahwa ada dua fungsi sunnah terhadap al-Qur'an yang tidak diperselisihkan, yakni bayn ta'kd dan bayn tafsr. Lalu M. Quraish Shihab menambahkan fungsi taqrr yang masih diperdebatkan, selengkapnya lihat dalam "Membumikan" Al-Quran Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1996), .Cet. XIII h. 122-123

69
1. Banyak ayat al-Qur'an yang memberi otoritas kepada Nabi SAW. untuk ditaati.


Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.. (QS. Al-Hasyr [59]: 7 ). 2. Hadis Nabi SAW. yang menunjukkan bahwa al-Qur'an dan hadis merupakan sumber utama. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Nabi SAW. bersabda ketika haji Wada':

:
Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku telah tinggalkan kepada kalian, jika berpegang teguh pada keduanya niscaya tidak akan sesat selamanya, yaitu Kitab Allah (al-Qur'an) dan Sunnah Nabi SAW. (HR. Hakim).

3. Selama Nabi SAW. diyakini ma'shum


(terpelihara dari dosa), maka tidak ada halangan baginya untuk menetapkan

70
syariat. Berdasar hal ini, maka Nabi SAW. berhak menetapkan hukum yang tidak diatur dalam al-Qur'an.

Anda mungkin juga menyukai