Masalah dalam Profit Distribution pada Bank Syariah di Indonesia : Penerapan Profit
Equalization Reserve (PER) dan Investment Risk Reserve (IRR)
Apa itu PER (Profit Equalization Reserve) dan IRR (Investment Risk Reserve) ? PER adalah sebagian dari pendapatan kotor dari pendapatan murabahah yang dikeluarkan/disisihkan , sebelum mengalokasikannya ke bagian Mudharib dengan tujuan untuk memberikan return/hasil yang lebih merata kepada pemilik rekening dan pemegang saham. Sedangkan IRR adalah sebagian dari pendapatan Investor yang disesuaikan dengan cara mengurangi bagian dari pendapatan mudharib yang bertujuan untuk menutupi kerugian-kerugian di masa yang akan datang pada sebuah Investasi yang dibiayai dengan skema pembiayaan berbentuk/berakad bagi hasil. Berbeda dengan Bank Islam di Malaysia yang sudah terang-terangan mengungkapkan dan menyajikan PER pada laporan laba ruginya, Bank Syariah di Indonesia masih sembunyi-sembuyi. Perdebatan yang berkepanjangan soal penerapannya serta fatwa MUI yang belum juga turun adalah beberapa dari penyebabnya. Menurut kelompok kami, penerapan atau tidaknya PER atau IRR memiliki implikasi terhadap dua jenis resiko bank syariah, yakni sharia risk dan displaced commercial risk. 1) Bila PER atau IRR diterapkan Bila terjadi penurunan pendapatan, bank syariah tetap mampu berkompetisi dengan bank konvensional atau bank syariah lain dalam hal mempertahankan nasabah deposannya karena PER atau IRR yang sebelumnya telah dibentuk bisa dialokasikan sebagai dana bagi hasil pada periode tersebut. Bila hal ini terus berlanjut, akan timbul kepercayaan dari nasabah rasional untuk terus menempatkan dananya pada bank syariah. Dengan kata lain, bank syariah dapat mengurangi potensi terjadinya displaced commercial risk. Namun diterapkannya PER atau IRR dapat menuai protes terutama dari kalangan nasabah emosional. Akan muncul pandangan bahwa bank syariah dan bank konvensional tidak ada bedanya. Artinya, potensi terjadinya sharia risk makin besar. Selain itu nasabah akan mengalami kesulitan dalam menilai kondisi bank apakah sedang berada dalam kondisi normal atau sebaliknya sebab bagi hasil tetap dibagikan seperti biasa. 2) Bila PER atau IRR dilarang Pelarangan PER atau IRR dapat menimbulkan terjadinya displaced commercial risk disebabkan oleh naik-turunnya bagi-hasil yang diberikan pada nasabah deposan. Bank syariah juga menjadi kurang kompetitif dibandingkan bank konvensional. Namun dengan begitu, bank syariah dapat meminimalisasi sharia risk-nya dengan tidak menerapkannya instrumen yang kesesuaiannya dengan syariah masih diperdebatkan. Menurut kelompok kami, penerapan PER atau IRR di bank syariah di Indonesia sah-sah saja. Apalagi dilihat dari ketertinggalannya dibandingkan bank konvensional. Bank syariah di Indonesia masih dalam masa pertumbuhan sehingga perlu lebih banyak lagi kebijakan yang dapat mendorong perkembangannya, dalam hal ini market share. Bila bank syariah di Indonesia sudah bisa dikatakan cukup mandiri seperti yang dialami bank-bank syariah di Malaysia, sebaiknya PER atau IRR baru dihapuskan.