Anda di halaman 1dari 37

Pembangunan daerah

Suci Hanifa (1111046100021)


Sabrina Fitria (1111046100103)
Niswah Muthiah (1111046100113)

Kelompok 15
Perbankan Syariah 6 C
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
A. Pentingnya Pembangunan Daerah
Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi
daerah yang berbeda-beda. Hal tersebut menjadikan
wilayah (daerah) di Indonesia mempunyai APBD dan dana
pemasukan yang berbeda pula. Jika sebuah daerah dapat
mengembangkan potensinya masing-masing, maka
pendapatan asli daerahnya (PAD) juga akan meningkat.
Lebih dalam lagi daerah tersebut turut serta menciptakan
sebuah atmosfer yang baik dalam program pembangunan
pemerintah pusat.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembangunan daerah
merupakan salah satu langkah konkret guna
melaksanakan pembangunan di Indonesia.

B. Teori-teori tentang
Pembangunan Daerah
a. Teori Ekonomi Neo Klasik
Teori ini memberikan dua konsep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah
yaitu: keseimbangan (equilibirium) dan mobilitas faktor produksi. Artinya, sistem
perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiahnya jika modal bisa
mengalir tanpa restriksi (pembatasan). Oleh karena itu, modal akan mengalir
dari daerah yang berupah tinggi menuju ke daerah yang berupah rendah.
Jika mobilitas faktor produksi antar daerah tinggi, maka akan semakin tinggi pula
tingkat pembangunan ekonominya.
b. Teori Basis Ekonomi
Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu
daerah adalah hubungan langsung permintaan akan barang dan jasa dari luar
daerah. Model ini didasarkan pada permintaan eksternal, bukan internal
sehingga akan timbul ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kekuatan-
kekuatan global.
Jika permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah tinggi , maka akan semakin
tinggi pula tingkat pembangunan ekonominya.
c. Teori Lokasi
Para ekonom regional mengatakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan daerah
adalah lokasi. Pernyataan tersebut masuk akal jika dikaitkan dengan pengembangan
kawasan industri, yaitu adanya kecenderungan dari suatu perusahaan untuk
meminimumkan biaya-biayanya dengan cara memilih lokasi yang dapat
memaksimumkan peluangnya untuk mendekati pasar.
Jika lokasi suatu daerah semakin strategis (dekat dengan pasar lokal, pemukiman
penduduk, dll), maka akan semakin tinggi pula tingkat pembangunan ekonominya.
a. PDRB
b. Konsumsi Rumah Tangga Perkapita
c. HDI
d. Kontribusi Sektoral terhadap PDRB
e. Tingkat Kemiskinan
f. Struktur Fiskal
C. Pola Pembangunan Daerah
a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Provinsi
PDRB Harga Konstan (2000) PDRB Harga Berlaku
PDRB Perkapita
PDRB Laju PDRB PDRB
Presentas
Distribusi

1 Aceh
33103
2.74
79145 1.49 7365371
2 Sumatera Utara
118719
6.42
275057 5.19 9144749
3 Sumatera Barat
38862
5.94
87227 1.65 8017893
4 Riau
97736
4.21
345774 6.53 17647079
5 Jambi
17472
7.35
53858 1.02 5650227
6 Sumatera Selatan
63859
5.63
157735 2.98 8571224
7 Bengkulu
8340
6.10
18600 0.35 4861505
8 Lampung
38390
5.88
108404 2.05 5045735
9 Kepulauan Bangka Belitung
10885
5.99
26713 0.50 8898091
10 Kepulauan Riau
41076
7.19
71615 1.35 24462187
11 DKI Jakarta
395622
6.50
861992 16.28 41177224
12 Jawa Barat
322224
6.20
771594 14.57 7484229
13 Jawa Tengah
186993
5.84
444666 3.24 5774479
14 DI.Yogyakarta
21044
4.88
45626 8.40 6086494
15 Jawa Timur
342281
6.68
778564 0.86 9133154
16 Banten
88552
6.11
171748 14.70 8328688
17 Bali
28882
5.83
67194 1.27 7423234
18 Nusa Tenggara Barat
20073
6.35
49632 0.94 4460456
19 Nusa Tenggara Timur
12547
5.25
27746 0.52 2678792
20 Kalimantan Barat
30329
5.47
60542 1.14 6899253
21 Kalimantan Tengah
18806
6.50
42571 0.80 8501466
22 Kalimantan Selatan
30675
5.59
59823 1.13 8458298
23 Kalimantan Timur
110953
5.10
321764 6.08 31226719
24 Sulawesi Utara
18377
7.16
36809 0.70 8093469
25 Sulawesi Tengah
17624
8.74
37314 0.70 6688402
26 Sulawesi Selatan
51200
8.19
117862 2.23 6372299
27 Sulawesi Tenggara
11654
8.22
28377 0.54 5219955
28 Sulawesi Barat
4744
7.63
8057 0.15 4094416
29 Gorontalo
2917
6.03
10985 0.21 2804365
30 Maluku
4251
6.47
8085 0.15 2772079
31 Maluku Utara
3036
7.95
5390 0.10 2924610
32 Papua Barat
9361
28.47
26873 0.51 12310269
33 Papua
22400
-3.19
87733 1.66 7905749
Jumlah 33 Provinsi
2222987
6.14
5295074
100.00
9354378
Semakin tinggi PDRB di suatu daerah (provinsi), semakin tinggi pula tingkat
pembangunan ekonomi atau kesejahteraan masyarakatnya.
Ac
eh
Su
m
at
er
a
Ut
ar
a
Su
m
at
er
a
Ba
rat
Ri
au
Ja
m
bi
Su
m
at
er
a
Sel
at
an
Be
ng
kul
u
La
m
pu
ng
Ke
pu
la
ua
n
Ba
ng
ka
Be
li
Ke
pu
la
ua
n
Ri
au
DK
I
Ja
ka
rta
Ja
wa
Ba
rat
Ja
wa
Te
ng
ah
DI.
Yo
gy
ak
art
a
Ja
wa
Ti
m
ur
Ba
nt
en
Ba
li
Ka
li
m
an
ta
n
Ba
rat
Ka
li
m
an
ta
n
Te
ng
ah
Ka
li
m
an
ta
n
Sel
at
an
Ka
li
m
an
ta
n
Ti
m
ur
Sul
aw
esi
Ut
ar
a
Sul
aw
esi
Te
ng
ah
Sul
aw
esi
Sel
at
an
Sul
aw
esi
Te
ng
ga
ra
Go
ro
nt
al
o
Sul
aw
esi
Ba
rat
Nu
sa
Te
ng
ga
ra
Ba
rat
Nu
sa
Te
ng
ga
ra
Ti
m
ur
M
al
uk
u
M
al
uk
u
Ut
ar
a
Pa
pu
a
Ba
rat
Pa
pu
a
PDRB 7 2 8 3 5 1 1 1 2 7 8 7 4 4 7 1 6 6 4 5 3 3 3 1 2 8 1 4 2 8 5 2 8
0
100 000
200 000
300 000
400 000
500 000
600 000
700 000
800 000
900 000
1 000 000
Grafik 1. PDRB Menurut Harga Berlaku Tahun 2010
Indeks Ketimpangan Ekonomi Regional (IKER)
Indeks Ketimpangan Ekonomi Regional (IKER) di Indonesia 1971-1998
Tahun IKER Tahun IKER
1971 0.396 1985 0.494
1972 0.406 1986 0.474
1973 0.415 1987 0.471
1974 0.483 1988 0.465
1975 0.462 1989 0.483
1976 0.415 1990 0.484
1977 0.396 1991 0.536
1978 0.429 1992 0.535
1979 0.417 1993 0.544
1980 0.425 1994 0.643
1981 0.445 1995 0.653
1982 0.438 1996 0.654
1983 0.498 1997 0.671
1984 0.515 1998 0.605
Semakin tinggi nilai IKER, semakin tinggi tingkat ketimpangan ekonomi antar
daerah (propinsi)
b. Konsumsi Rumah Tangga Perkapita
Presentase Pengeluaran Rata-rata Perkapita Sebulan untuk Makanan dan Bukan Makanan, menurut Provinsi
Provinsi
Konsumsi
Makanan
Konsumsi Bukan
Makanan
Provinsi
Konsumsi
Makanan
Konsumsi Bukan
Makanan
2010 2011 2010 2011 2010 2011 2010 2011
Aceh 61.03 59.43 38.97 40.57 NTB 52.75 55.93 47.25 44.07
Sumatera Utara 53.47 56.03 46.53 43.97 NTT 58.96 57.96 41.4 42.04
Sumatera Barat 56.87 55.96 43.13 44.04 Kalimantan Barat 56.35 53.3 43.65 46.7
Riau 52.95 51.14 47.05 48.86 Kalimantan Tengah 59.95 58.45 40.05 41.55
Kepulauan Riau 53.68 47.66 46.32 52.34 Kalimantan Selatan 53.04 53.37 46.96 46.63
Jambi 56.34 55.25 43.66 44.75 Kalimantan Timur 47.21 45.35 52.79 54.65
Sumatera Selatan 56.97 57.86 43.03 42.14 Sulawesi Utara 52.69 49.56 47.31 50.44
Kep. Babel 53.37 53.16 46.63 46.84 Gorontalo 51.58 49.61 48.42 50.39
Bengkulu 54.58 55.37 45.42 44.63 Sulawesi Tengah 52.08 53.29 47.92 46.71
Lampung 53.42 53.35 46.58 46.65 Sulawesi Selatan 53.12 51.4 46.88 48.6
DKI Jakarta 38.94 33.76 61.06 66.24 Sulawesi Barat 55.66 59.06 44.34 40.94
Jawa Barat 52.33 48.89 47.67 51.11 Sulawesi Tenggara 52.7 50.12 47.3 49.88
Banten 46.09 47.35 53.91 52.65 Maluku 57.98 50.19 42.02 49.81
Jawa Tengah 51.79 49.53 48.21 50.47 Maluku Utara 54.5 53.2 45.5 46.8
DI Yogyakarta 44.05 44.21 55.95 55.79 Papua 61.1 59.46 38.9 40.54
Jawa Timur 52.24 50.25 47.76 49.48 Papua Barat 56.8 49.03 43.2 50.97
Bali 44.78 41.56 55.22 58.44 -
Semakin tinggi presentase pengeluaran daerah terhadap konsumsi bukan makanan, semakin baik pula pembangunan ekonomi
atau kesejahteraan masyarakatnya.
c. Human Development Index
Human Development Index (HDI) by Province and National, 2011-2012
Province 2011 2012 Province 2011 2012
11. Aceh 72.16 72.51 -
12. Sumatera Utara 74.65 75.13 52. Nusa Tenggara Barat 66.23 66.89
13. Sumatera Barat 74.28 74.70 53. Nusa Tenggara Timur 67.75 68.28
14. Riau 76.53 76.90 61. Kalimantan Barat 69.66 70.31
15. Jambi 73.3 73.78 62. Kalimantan Tengah 75.06 75.46
16. Sumatera Selatan 73.42 73.99 63. Kalimantan Selatan 70.44 71.08
17. Bengkulu 73.4 73.93 64. Kalimantan Timur 76.22 76.71
18. Lampung 71.94 72.45 71. Sulawesi Utara 76.54 76.95
19. Kepulauan Bangka Belitung 73.37 73.78 72. Sulawesi Tengah 71.62 72.14
20. Kepulauan Riau 75.78 76.20 73. Sulawesi Selatan 72.14 72.70
31. DKI Jakarta 77.97 78.33 74. Sulawesi Tenggara 70.55 71.05
32. Jawa Barat 72.73 73.11 75. Gorontalo 70.82 71.31
33. Jawa Tengah 72.94 73.36 76. Sulawesi Barat 70.11 70.73
34. Yogyakarta 76.32 76.75 81. Maluku 71.87 72.42
35. Jawa Timur 72.18 72.83 82. Maluku Utara 69.47 69.98
36. Banten 70.95 71.49 91. Papua Barat 69.65 70.22
51. Bali 72.84 73.49 94. Papua 65.36 65.86
INDONESIA 72.77 73.29 INDONESIA 72.77 73.29
Semakin tinggi Indeks Pembangunan Manusia suatu daerah, maka akan semakin
baik pula pembangunan ekonomi atau tingkat kesejahteraan masyarakatnya
Rangking HDI 2012
2012 HDI Rank (Source : UNDP)
Rank Name HDI Value Rank Name HDI Value
1 Norway 0.955 13 Hongkong (China) 0.906
2 Australia 0.938 14 Iceland 0.906
3 United States 0.937 15 Denmark 0.901
4 Netherlands 0.921 16 Israel 0.9
5 Germany 0.92 17 Belgium 0.897
6 New Zealand 0.919 18 Austria 0.895
7 Ireland 0.916 19 Singapore 0.895
8 Sweden 0.916 20 France 0.893
9 Switzerland 0.913
10 Japan 0.912
11 Canada 0.911
12 Korea (Republic of) 0.909 122 Indonesia 0.629
d. Kontribusi Sektoral terhadap PDRB
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita menurut migas dan non migas, 2005
Sumber Source : Indonesia Human Development Report
Provinsi
Harga Berlaku Harga Konstan 2000
Provinsi
Harga Berlaku Harga Konstan 2000
Dengan
migas
Tanpa
migas
Dengan
migas
Tanpa
migas
Dengan
migas
Tanpa migas
Dengan
migas
Tanpa
migas
00. Indonesia na na na na 00. Indonesia na na na na
11. NAD 12,679.00 7,752.00 8,384.00 5,305.00
12. Sumatera Utara 10,995.00 10,910.00 7,060.00 7,007.00 52. NTB 6,151.00 6,151.00 3,639.00 3,639.00
13. Sumatera Barat 9,784.00 9,784.00 6,386.00 6,386.00 53. NTT 3,427.00 3,427.00 2,286.00 2,286.00
14. Riau 30,356.00 17,264.00 17,314.00 7,318.00 61. Kalbar 8,327.00 8,327.00 5,787.00 5,787.00
15. Jambi 8,531.00 6,982.00 4,788.00 4,197.00 62. Kaliteng 10,976.00 10,976.00 7,290.00 7,290.00
16. Sumatera Selatan 12,021.00 7,774.00 7,318.00 5,355.00 63. Kalisel 8,859.00 8,664.00 6,568.00 6,402.00
17. Bengkulu 6,460.00 6,460.00 4,027.00 4,027.00 64. Kaltim 61,407.00 23,253.00 32,852.00 14,700.00
18. Lampung 5,598.00 5,461.00 4,121.00 4,042.00 71. Sulawesi Utara 8,369.00 8,360.00 5,987.00 5,978.00
19. Kep. Babel 12,830.00 12,234.00 7,883.00 7,578.00 72. Sul Tengah 7,447.00 7,447.00 5,111.00 5,111.00
20. Kepulauan Riau 32,149.00 29,348.00 23,831.00 22,418.00 73. Sulsel 6,930.00 6,913.00 4,850.00 4,839.00
31. DKI Jakarta na na na na 74. Sul Tenggara 6,613.00 6,613.00 4,089.00 4,089.00
32. Jawa Barat 9,941.00 9,465.00 6,308.00 6,080.00 75. Gorontalo 3,673.00 3,673.00 2,196.00 2,196.00
33. Jawa Tengah 7,331.00 6,293.00 4,473.00 4,177.00 76. Sulawesi Barat 4,562.00 4,562.00 3,219.00 3,219.00
34. DI Yogyakarta 7,551.00 7,551.00 5,066.00 5,066.00 81. Maluku 3,652.00 3,637.00 2,604.00 2,592.00
35. Jawa Timur 11,114.00 11,090.00 7,064.00 7,046.00 82. Maluku Utara 2,919.00 2,919.00 2,530.00 2,530.00
36. Banten 9,372.00 9,372.00 6,436.00 6,436.00 91. Papua Barat 12,287.00 8,425.00 8,246.00 6,085.00
51. Bali 10,033.00 10,033.00 6,228.00 6,228.00 92. Papua 23,269.00 23,269.00 11,858.00 11,858.00
Semakin jauh gap antara PDRB dengan harga berlaku dan harga konstan, akan semakin tinggi pula ketergantungan
suatu daerah dengan sumber daya yang ada.
e. Tingkat Kemiskinan

Propinsi (2012)
Number of
PP(000)
Percentage of PP
(%)
Garis Kemiskinan
(Rp)
P1 (%) P2 (%)
Kota+Desa Kota+Desa Kota+Desa
Kota+Des
a
Kota+Des
a
Terdapat korelasi positif antara population density dengan tingkat kemiskinan. Semakin tinggi jumlah
penduduk per km2, semakin sempit lahan untuk dibuat ladang atau pabrik, yang berarti semakin kecil
kesempatan kerja dan semakin besar presentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
f. Struktur Fiskal Tahun 2014
Uraian
Pendapatan Belanja
PAD Dana Perimbangan Lain-lain Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung
Aceh 1,312,371 2,462,716 7,389,322

5,876,207
7,491,821
Sumatera Utara 4,944,502 1,906,486 1,637,656

5,706,320
2,819,981
Sumatera Barat
1,568,557 1,359,925 568,815

1,830,142
1,778,747
Riau
2,840,011 3,638,492 648,147

3,745,617
4,531,135
Jambi
973,070 1,631,448 377,473

1,423,219
1,842,111
Sumatera Selatan
2,482,129 3,841,412 813,335

4,273,129
2,228,143
Bengkulu
532,938 1,074,577 198,001

867,946
1,028,686
Lampung
2,005,246 1,471,956 821,506

2,101,432
2,216,773
DKI Jakarta
39,559,415

17,770,000
7,386,320

15,876,622

49,006,125
Jawa Barat
13,037,556 2,820,258 4,050,158

17,276,335
3,918,030
Jawa Tengah
8,347,875 2,606,901 2,782,382

9,837,615
4,159,543
DI Yogyakarta
1,233,739 1,038,621 827,838

1,547,087
1,782,982
Jawa Timur
11,103,565 3,459,731 2,830,482 11,769,244 6,041,891
Kalimantan Barat
1,656,665 1,511,410 561,822 2,088,596 1,666,301
Kalimantan Tengah
1,244,421 1,516,384 281,102 1,520,005 1,698,902
Kalimantan Selatan
2,975,594 1,374,101 351,632 2,513,515 2,752,811
Kalimantan Timur
5,519,834 6,186,052 424,113 6,872,728 6,932,272
Sulawesi Utara
944,590 1,109,528 275,218 1,327,670 1,124,948
Sulawesi Tengah
769,714 1,237,628 372,305 1,172,862 1,267,622
Sulawesi Selatan
3,107,045 1,575,062 911,826 3,620,254 2,219,123
Sulawesi Tenggara
529,176 1,212,197 314,274 1,189,772 996,399
Bali
2,303,812 1,065,533 588,828 3,062,434 1,427,233
NTB
1,144,588 1,215,276 503,691 1,699,164 1,135,040
NTT
695,416 1,290,418 735,139 1,756,409 981,652
Maluku
439,589 1,180,985 219,128 925,436 981,197
Papua
762,151 2,604,848 7,122,111 6,783,512 4,421,567
Maluku Utara
204,901 1,119,302 295,451 609,315 957,838
Banten
4,675,126 1,151,027 1,051,919 4,022,623 3,326,779
Bangka Belitung
494,204 1,126,643 134,613 970,282 1,045,577
Gorontalo
274,275 801,586 127,221 597,770 696,888
Kepulauan Riau
875,913 1,871,269 223,506 1,236,068 2,223,932
Papua Barat
203,783 2,393,669 2,672,864 3,223,824 2,646,386
Sulawesi Barat
215,353 849,335 161,486 528,903 776,337
Kalimantan Utara
1,146,569 552,981 770,385 1,129,165
Semakin tinggi penerimaan suatu daerah, semakin tinggi pula tingkat pembangunan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakatnya.
Masalah
Pembangunan
Daerah
Ketimpangan
antar Daerah
Konsestrasi
kegiatan
ekonomi
Alokasi investasi
tidak merata
Tingkat
mobilitas faktor
produksi atau
barang dan jasa
rendah
Perbedaan SDA
Perbedaan
Kondisi
Demografis
Kelemahan
kinerja aparat
daerah
Fenomena
desentralisasi
korupsi
Pemekaran
Daerah yang
Berlebihan
a. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah yang Tidak Merata
Teori :
Jika tingkat konsentrasi ekonomi suatu daerah rendah, maka
tingkat pembangunan dan pertumbuhannya juga akan rendah.
Solusi :
Mulai berikan perhatian lebih pada daerah-daerah yang kurang
terkonsentrasi (terutama di luar Jawa).
Langkah-langkah :
- Memperluas pasar lokal yang ada di daerah-daerah yang
kurang terkonsentrasi.
- Peningkatan infrastruktur di daerah-daerah yang kurang
terkonsentrasi.
- Peningkatan SDM.
Daerah 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Jawa 23.067 21.207 20.397 19.529 19.440 18.996
Luar
Jawa
4.931 4.487 4.071 3.816 3.830 3.849
Jumlah 27.998 25.694 24.468 23.345 23.270 22.845
Jumlah Industri Pengolahan Besar dan
Sedang di Jawa dan Luar Jawa
b. Alokasi Investasi yang Tidak Merata
Teori :
Berdasarkan teori Harrod-Domar, terdapat korelasi positif antara
tingkat investasi dan laju pertumbuhan ekonomi. Artinya semakin
tinggi investasi di suatu wilayah, semakin tinggi pula pendapatan
perkapita masyarakat yang berarti semakin tinggi juga
pertumbuhan ekonominya.
Solusi :
Memperluas investasi ke daerah-daerah yang belum terjamah.
Langkah-langkah :
- Promosi yang gencar untuk menarik investor di berbagai event
dan workshop.
- Birokrasi yang mudah dan tidak berbelit-belit.
- Adanya pemberian jaminan keamanan untuk investor.
Data :
-PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMDN BERDASARKAN
LOKASI Q3 2013 (1)-1.xls
-PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA BERDASARKAN
LOKASI Q3 2013 (1)-1.xls
c. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi Antardaerah yang Rendah
Teori :
Jika perpindahan faktor produksi antardaerah tidak mengalami
hambatan, maka pada akhirnya pembangunan ekonomi
antardaerah yang optimal akan tercapai (A. Lewis : Unlimited
Supply of Labor).
Solusi :
Mendorong kelancaran mobilitas faktor produksi antardaerah.
Langkah-langkah :
- Pembangunan sarana dan prasarana perhubungan ke seluruh
pelosok wilayah.
- Pengembangan sarana komunikasi agar tidak ada daerah yang
terisolasi.
- Mendorong transmigrasi dan migrasi spontan (faktor produksi
tenaga kerja).
Data :
- Data Presentasi.xlsx
d. Perbedaan Sumber Daya Alam Antarpropinsi
Teori :
Sumber daya alam adalah sumber kekayaan utama suatu negara
(Teori Fisiokratis).
Solusi :
Pengembangan potensi daerah selain SDA, terutama di wilayah-
wilayah yang miskin SDA.
Langkah-langkah :
-Kenali lebih dalam semua potensi selain SDA yang dimiliki.
-Penguasaan teknologi dan sumber daya manusia. Peningkatan
kedua hal ini sangat membantu dalam mengembangkan potensi
yang ada.
Data :
-Persebaran SDA
Gambar 1. Peta Persebaran Migas di
Indonesia
Gambar 2. Peta Persebaran Hasil Bumi
Gambar 3. Peta Kepemilikan AS dan Negara Lain atas Migas di
Idonesia
e. Perbedaan Kondisi Demografis AntarPropinsi
Teori :
Kondisi demografi seperti jumlah penduduk yang besar
merupakan potensi yang besar pula bagi pertumbuhan pasar, yang
berarti faktor pendorong bagi pertumbuhan kegiatan-kegiatan
ekonomi.
Langkah-langkah :
- Mendorong program transmigrasi.
- Pengadaan program wajib belajar sebagai upaya peningkatan
pendidikan masyarakat.
- Pembangunan rumah sakit khusus orang miskin.
Data :
-Kondisi Demografi
2. Kelemahan Kinerja Aparat Daerah
Fenomena
Dana bagi peningkatan
layanan masyarakat
tidak memadai.
Terjadi defisit APBN.
Pemerintah menjual
saham BUMN dan
menarik utang baru.
Penyebab
Penerimaan DAU
banyak dihabiskan
untuk membiayai
belanja pegawai
pemerintah provinsi
dan kabupaten/kota.
Banyak pemda yang
menyimpan dana di
rekening bank
setempat atau rekening
simpanan sementara di
BI.
Pembukukan
pendapatan bunga
deposito dana APBD
secara terpisah.
Pemda lalai dalam
membayar utang pada
pemerintah pusat.
Cara Mengatasi
DAU direformasi,
misalnya dalam
pembagian pajak (PPn
dan penyerahan pajak
perusahaan) agar
tercipta mekanisme
pembagian dana
berdasarkan upaya
masing-masing daerah.
44%
25%
23%
3%
1%
4%
Gambar 3 : Komposisi Belanja Kabupaten TA 2013
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
Belanja Bansos dan Hibah
Transfer
Belanja Lainnya
49%
21%
26%
3%
0%
1%
Gambar 4 : Komposisi Belanja Kota TA 2013
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
Belanja Bansos dan Hibah
Transfer
Belanja Lainnya
Gambar 5 : Pendapatan dan Belanja
Daerah Nasional (2012)
3. Fenomena Desentralisasi Korupsi
Fenomena
Tingkat
korupsi
setelah
otonomi
daerah jauh
lebih tinggi.
Penyebab
Sebelum era
otonomi, dana
yang bisa
dikorupsi jauh
lebih sedikit.
Cara Mengatasi
Maksimalisasi
peran LSM
dan media
yang peka
terhadap
korupsi.
Gambar 6 : Data Penyerahan Dana
Gratifikasi ke Kas Negara
4. Politisasi Ekonomi Daerah :
Pemekaran Daerah yang Berlebihan
Fenomena
Terjadi
pemekaran
wilayah besar-
besaran.
Negara terbebani
karena transfer ke
daerah yang
mengalami
pemekaran
wilayah sangat
besar.
Daerah yang
memekarkan diri
mengalami
penurunan.
Penyebab
Banyak elite
daerah yang
memanipulasi
semangat
kedaerahan
masyarakat untuk
membentuk unit
administrasi baru.
Terjadi
pergolakan di
beberapa daerah.
Persyaratan
pendirian yang
terlalu mudah.
Cara Mengatasi
Optimalisasi PP
NO. 78/2007 dan
PP No. 6/2008
tentang evaluasi
daerah baru.
Gambar 7 : Perbandingan Pertumbuhan
Ekonomi Daerah Otonomi Baru
Gambar 8 : Perbandingan PDRB Perkapita
dan Tingkat KemiskinanDaerah Otonomi
Baru
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai