Anda di halaman 1dari 23

IPG, IDG dan IPM

Gender adalah konsep hubungan sosial yang membedakan kedudukan,fungsi,dan


peran laki laki dan perempuan dalam masyarakat. contoh :di kelas perempuan
menyapu dan laki laki mengangkat kursi,padahal keduanya bisa melakukan hal
tersebut.

Gender Dapat Juga disebut dengan Kelamin manusia (Laki-laki atau Perempuan).
Kesetaraan Gender adalah Kesetaraan Antara Laki-laki dan Perempuan, Baik dalam
Segala Hal maupun bidang. Ketidakadilan Gender yaitu Sifat yang menganggap Satu
Gender lebih baik dari Gender lain.

Gender adalah karakteristik pria dan wanita yang terbentuk dalam masyarakat.
Sementara itu, seks atau jenis kelamin adalah perbedaan biologis antara pria dan
wanita. ... Sementara itu, gender bisa dipertukarkan. Misalnya, perempuan bisa bersifat
maskulin dan laki-laki ada yang bersifat feminim.

Dalam praktiknya, tujuan dari kesetaraan gender adalah agar tiap orang memperoleh
perlakuan yang sama dan adil dalam masyarakat, tidak hanya dalam bidang politik, di
tempat kerja, atau bidang yang terkait dengan kebijakan tertentu.

Gender terbentuk dengan alami, dapat dilihat sejak seorang individu lahir. Sedangkan
gender dibentuk oleh sosial dan budaya. Seks cenderung tidak bisa dipertukarkan,
bahwa penis adalah milik laki-laki dan vagina milik perempuan.

6 Cara membangun kesetaraan gender dalam pekerjaan

1. Memberikan kesetaraan gaji. ...


2. Mengubah strategi perekrutan untuk meningkatkan keragaman gender. ...
3. Mendukung fleksibilitas kerja dan work-life balance. ...
4. Terapkan kebijakan yang tegas terhadap pelecehan di tempat kerja. ...
5. Berikan pelatihan pada level pimpinan. ...
6. Beri kesempatan yang sama untuk pemimpin wanita.

Kesetaraan gender, dikenal juga sebagai keadilan gender, adalah pandangan bahwa
semua orang harus menerima perlakuan yang setara dan tidak didiskriminasi
berdasarkan identitas gender mereka, yang bersifat kodrati.
IPG merupakan kepanjangan dari Indeks Pembangunan Gender, yang berarti
ukuran/indikator yang mencerminkan terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender
(KKG) yang ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki
dalam memperoleh akses, kesempatan, partisipasi dan kontrol atas pembangunan

Indeks Pembangunan Gender (IPG) merupakan indeks pencapaian kemampuan


dasar pembangunan manusia yang sama seperti Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) dengan memperhatikan ketimpangan gender. ... Hal ini terkait dengan tujuan dari
MDGs yaitu mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

N Indeks Pembangunan Gender (IPG)


Wilayah
O 2017 2018 2019
1. PROVINSI JAMBI 88.13 88.84 88.40
2. KERINCI 85.97 86.32 86.70
3. MERANGIN 87.64 88.01 88.00
4. SAROLANGUN 90.44 90.29 90.70
5. BATANG HARI 84.18 84.49 85.20
6. MUARO JAMBI 79.41 80.21 80.30
7. TANJAB TIMUR 86.56 87.30 87.80
8. TANJAB BARAT 85.44 85.87 85.70
9. TEBO 90.06 90.22 90.20
10 BUNGO 88.15 88.20 88.60
11 KOTA JAMBI 94.45 94.46 94.10
12 KOTA SUNGAI PENUH 93.98 94.43 94.40
IDG menunjukkan apakah wanita dapat secara aktif berperan serta dalam kehidupan
ekonomi dan politik. IDG menitikberatkan pada partisipasi, dengan cara mengukur
ketimpangan gender di bidang ekonomi, partisipasi politik, dan pengambilan keputusan.

IDG menunjukkan apakah wanita dapat secara aktif berperan serta dalam kehidupan
ekonomi dan politik. IDG menitikberatkan pada partisipasi, dengan cara mengukur
ketimpangan gender di bidang ekonomi, partisipasi politik, dan pengambilan keputusan.

KOMPONEN IDG :

1. KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM PARLEMEN


2. PEREMPUAN SEBAGAI TENAGA PROFESIONAL
3. SUMBANGAN PENDAPATAN PEREMPUAN

Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) 2018


Keterlibatan Perempuan Sumbangan
N
Wilayah perempuan sebagai pendapatan IDG
O
di parlemen tenaga perempuan
profesional
1. PROVINSI JAMBI 16.98 53.58 30.09 67.78
2. KERINCI 10 49.46 42.69 67.44
3. MERANGIN 0 59.10 41.07 53.34
4. SAROLANGUN 8.57 63.51 30.24 57.30
5. BATANG HARI 17.14 52.40 34.45 70.76
6. MUARO JAMBI 14.29 45.87 35.15 68.81
7. TANJAB TIMUR 23.33 71.66 22.54 59.92
8. TANJAB BARAT 14.29 43.08 26.92 63.10
9. TEBO 14.71 59.59 28.63 63.55
10 BUNGO 17.14 54.48 22.87 61.27
11 KOTA JAMBI 20 52.72 29.25 69.83
12 KOTA SEI PENUH 0 52.28 34.48 52.41
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah
pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar
hidup untuk semua negara di seluruh dunia.

Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) terdapat 3 indikator utama, yaitu indikator


kesehatan, tingkat pendidikan dan indikator ekonomi. Pengukuran ini menggunakan
tiga dimensi dasar, yaitu: lamanya hidup, pengetahuan, dan standar hidup yang layak.

N Indeks Pembangunan Manusia (IPM)


Wilayah
O 2017 2018 2019
1. PROVINSI JAMBI 69.99 70.65 71.26
2. KERINCI 70.03 70.59 70.95
3. MERANGIN 68.30 68.81 69.07
4. SAROLANGUN 69.03 69.41 69.72
5. BATANG HARI 68.92 69.33 69.67
6. MUARO JAMBI 67.86 68.34 69.01
7. TANJAB TIMUR 62.61 63.32 63.92
8. TANJAB BARAT 66.15 67.13 67.54
9. TEBO 68.16 68.67 69.02
10 BUNGO 69.04 69.42 69.86
11 KOTA JAMBI 76.74 77.41 78.26
12 KOTA SUNGAI PENUH 73.75 74.67 75.36
N Umur Harapan Hidup
Wilayah
O 2017 2018 2019
1. PROVINSI JAMBI 70.76 70.89 71.06
2. KERINCI 69.52 69.65 69.82
3. MERANGIN 70.94 71.04 71.18
4. SAROLANGUN 68.83 68.94 69.09
5. BATANG HARI 70.12 70.26 70.44
6. MUARO JAMBI 70.90 71.02 71.18
7. TANJAB TIMUR 65.69 65.86 66.08
8. TANJAB BARAT 67.75 67.87 68.03
9. TEBO 69.67 69.77 69.91
10 BUNGO 67.27 67.42 67.61
11 KOTA JAMBI 72.33 72.43 72.57
12 KOTA SUNGAI PENUH 71.71 71.84 72.01

N Rata – Rata Lama Sekolah


Wilayah
O 2017 2018 2019
1. PROVINSI JAMBI 8.15 8.23 8.45
2. KERINCI 8.19 8.20 8.21
3. MERANGIN 7.62 7.67 7.68
4. SAROLANGUN 7.47 7.63 7.76
5. BATANG HARI 7.77 7.82 7.85
6. MUARO JAMBI 8.08 8.09 8.33
7. TANJAB TIMUR 6.33 6.34 6.35
8. TANJAB BARAT 7.44 7.56 7.70
9. TEBO 7.55 7.56 7.57
10 BUNGO 8.08 8.09 8.15
11 KOTA JAMBI 10.66 10.67 10.91
12 KOTA SUNGAI PENUH 9.55 9.84 10.08
N Pengeluaran Per Kapita
Wilayah
O 2017 2018 2019
1. PROVINSI JAMBI 9 880 10 357 10 592
2. KERINCI 9501 9951 10198
3. MERANGIN 9 753 10 133 10 312
4. SAROLANGUN 11478 11609 11679
5. BATANG HARI 9 573 9 833 10 038
6. MUARO JAMBI 8145 8456 8697
7. TANJAB TIMUR 8 403 8 904 9 192
8. TANJAB BARAT 9004 9395 9539
9. TEBO 9 832 10 273 10 555
10 BUNGO 11016 11352 11662
11 KOTA JAMBI 11 648 11 912 12 205
12 KOTA SUNGAI PENUH 9707 10186 10510

Pengkategorian IPG menurut UNDP :

1. Kelompok tinggi, jika IPG ≥802.


2. Kelompok menengah atas, jika IPG 66≤x<803.
3. Kelompok menengah bawah, jika IPG 50 ≤x<664.
4. Kelompok rendah, jika IPG <50

Indeks Pembangunan Gender (IPG) adalah ukuran yang di gunakan untuk mengetahui
pembangunan manusia.

IPG mengukur tingkat pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang


sama Seperti IPM, yaitu harapan hidup, tingkat pendidikan, dan pendapatan namun
dengan memperhitungkan ketimpangan gender.

IPG dapat digunakan untuk mengetahui kesenjangan pembangunan manusia antara


laki-laki dan perempuan.

Kesetaraan gender terjadi apabila angka IPG = IPM.

kesenjangan gender Apabila angka IPG < IPM

Kesenjangan gender dapat dilihat dari selisih antara IPM dan IPG. Semakin kecil selisih
antara IPM dan IPG maka dapat diartikan bahwa kesenjangan pembangunan antara
laki-laki dan perempuan juga semakin kecil
PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER Keterkaitan antara IPM, IPG, dan
IDG mengukur pemberdayaan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan.
Terdapat tiga komponen yang digunakan dalam penghitungan IDG, yaitu

1. kesamaan peranan antara laki-laki dan perempuan dalam proses pengambilan


keputusan politik (sebagai anggota parlemen) di suatu wilayah,
2. kesamaan kontribusi secara ekonomi (pendapatan), dan
3. kesamaan peranan dalam kehidupan sosial (peran sebagai manajer, tenaga
profesional, administrasi dan teknisi).

Dengan menggunakan IDG nasional dan IPM nasional pada tahun 2006, 2009, dan
2012 sebagai tolok ukur, provinsi di Indonesia dapat dikategorikan ke dalam empat
kelompok kuadran sebagai berikut.

1. Kuadran I : IPM tinggi dan IDG tinggi Tingginya capaian pembangunan manusia
pada kelompok ini ternyata berjalan seiring dengan tingginya pemberdayaan
gendernya. Artinya, peluang bagi perempuan untuk mengambil peran di bidang
politik, ekonomi dan sosial dalam kegiatan pembangunan juga relatif tinggi.
2. Kuadran II : IPM tinggi dan IDG rendah Provinsi yang masuk dalam kelompok ini
merupakan provinsi dengan capaian IPM yang tinggi tetapi belum disertai dengan
pemberdayaan gender yang tinggi. Artinya, peran perempuan dalam kegiatan
politik, ekonomi dan sosial di masing-masing provinsi yang termasuk ke dalam
kelompok ini masih relatif rendah dibandingkan dengan peranan perempuan di
tingkat nasional. Pada tahun 2006,
3. Kuadran III : IPM rendah dan IDG rendah Capaian pembangunan manusia pada
kelompok ini tergolong rendah dibandingkan dengan capaian pada tingkat nasional,
begitu juga dengan peranan perempuan dalam pembangunan juga tergolong
rendah. Dengan demikian permasalahan pembangunan yang dihadapi oleh
masing-masing provinsi menjadi lebih berat dibandingkan dengan provinsi dari
kelompok lain. Selain harus meningkatkan pembangunan manusia secara umum,
masing-masing provinsi tersebut dituntut pula untuk bekerja keras dalam
meningkatkan peranan perempuan dalam kegiatan politik, ekonomi dan sosial.
4. Kuadran IV : IPM rendah dan IDG tinggi Capaian pembangunan manusia pada
kelompok ini relatif rendah dibandingkan dengan capaian secara nasional, tetapi
peranan perempuan dalam kegiatan pembangunan pada kelompok ini ternyata
lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat nasional.

PEREKONOMIAN PEREMPUAN

1.1. Gender dan Partisipasi Perempuan Dalam Perekonomian


Gender berbeda dengan jenis kelamin,
Jenis kelamin diartikan sebagai perbedaan jenis kelamin secara biologis
Gender diartikan sebagai konsep hubungan sosial yang membedakan
(memilahkan atau memisahkan) fungsi dan peran antara perempuan
dan laki-laki.

o Peran perempuan didalam perekonomian sebagai salah satu indikator


pengukuran keberhasilan target SDGs.

 Pembangunan ekonomi dapat memperbaiki kondisi perempuan dan


menurunkan ketimpangan antara laki-laki dan perempuan.

 Keterlibatan perempuan dalam ekonomi merupakan salah satu kunci


dari pertumbuhan ekonomi. Ketika lebih banyak perempuan yang
bekerja, ekonomi akan tumbuh.

 Kenaikan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja akan mengantar


pada penurunan kesenjangan antara partisipasi perempuan dan laki-
laki dalam angkatan kerja. Hal ini pada gilirannya akan dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.

A. AKSES TERHADAP SUMBER DAYA EKONOMI

1. Peluang Meningkatkan Akses Terhadap Sumber Daya Melalui Pendidikan

Pendidikan merupakan bagian yang paling penting dalam


pemberdayaan perempuan karena pendidikan akan membuat
perempuan mengetahui teknologi, sehingga ia mampu memanfaatkan
sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraan.

a. Di Provinsi Jambi jumlah penduduk yang masih bersekolah antara


laki-laki dan perempuan hampir sama, bahkan jumlah perempuan sedikit
lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Namun terbukti masih ada
kelompok penduduk yang memandang bahwa perempuan tidak perlu
bersekolah terlalu tinggi, karena penduduk perempuan usia 15 tahun
keatas yang tidak/belum pernah bersekolah berjumlah lebih dari dua kali
lipatnya jumlah laki-laki.

b. Dari tingkat pendidikan maka secara umum terlihat bahwa


perempuan memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan laki-laki. terlihat bahwa masih terdapat banyak
perempuan yang tidak punya ijazah SD (20 %).

c. Masih banyak penduduk yang beranggapan pendidikan tinggi tidak untuk


kaum perempuan, Hal ini dikarenakan oleh berbagai sebab, diantaranya
nilai sosial dan budaya serta persoalan lain yang masih tertanam
kuat di masyarakat kita

2. Ketimpangan Gender dalam Pemanfaatan Teknologi Informasi

Teknologi sebagai salah satu sumber daya seharusnya dapat diakses


dan dimanfaatkan oleh setiap masyarakat tanpa membedakan jenis
kelamin. Perkembangan dan kemajuan teknologi dalam hal ini Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) begitu pesat dan telah masuk dalam
setiap bidang kehidupan masyarakat. Perkembangan TIK telah
mengubah cara masyarakat untuk berkomunikasi dan melakukan pekerjaan.
Contoh lain misalnya banyak perempuan yang lebih memilih
bekerja di rumah karena dengan bekerja di rumah selain memiliki
fleksibilitas jam kerja, mereka juga masih dapat mengerjakan pekerjaan
rumah dan tetap membantu menambah income keluarga. Perempuan
mengakses komputer sebesar 17,50 persen, masih lebih rendah
daripada jumlah laki-laki yang sebesar 19,36 persen. Hal ini dikarenakan
waktu perempuan lebih banyak terserap untuk kegiatan rumah tangga,
sehingga tidak memungkinkan untuk terus menerus mengakses komputer
dalam waktu lama.

3. Akses Perempuan Terhadap Pelatihan Kerja


Salah satu upaya pemberdayaan perempuan adalah dengan meningkatkan
peranan dan keterlibatan perempuan khususnya dibidang ekonomi.
Misalnya dengan mengadakan pelatihan kerja bagi perempuan dan
memberikan kredit usaha bagi perempuan.

persentase perempuan yang mendapatkan pelatihan kerja masih lebih


rendah jika dibandingkan dengan laki-laki. Padahal dengan bekal
keterampilan yang didapatkan pada pelatihan kerja akan meningkatkan keahlian
dan kemampuan perempuan sehingga dapat memperluas pilihan dan
peluang kerja serta dapat berpartisipasi setara dengan laki-laki di pasar
tenaga kerja. Pada akhirnya, dengan semakin terbukanya pilihan dan
peluang tersebut akan menaikkan taraf hidup perempuan menjadi lebih
sejahtera.

B. AKSES TERHADAP PASAR KERJA

1. Stagnasi Partisipasi Angkatan Kerja Dalam Kesenjangan

TPAK Provinsi Jambi tahun 2018 sebesar 68,46 yang berarti terdapat
sekitar 68-69 orang di antara 100 penduduk usia kerja yang
berpartisipasi aktif di pasar kerja. Ditinjau dari jenis kelamin, secara
signifikan partisipasi angkatan kerja perempuan masih jauh lebih rendah
dibandingkan laki-laki, dengan TPAK perempuan sebesar 51,95
sementara TPAK laki-laki sebesar 84,26 (hampir 2 x lipat). Meskipun
peningkatan taraf pendidikan saat ini hampir dapat diperoleh secara merata,
pada kenyataannya belum dapat membantu meningkatkan partisipasi
perempuan dalam angkatan kerja. Beberapa penyebab rendahnya angka
partisipasi perempuan dalam pasar kerja antara lain:
1) persepsi terkait peran domestik perempuan;
2) sifat musiman, paruh waktu, dan informal dari kebanyakan pekerjaan
perempuan. Dari data Sakernas 2018, diperoleh informasi bahwa
penggunaan waktu terbanyak bagi perempuan adalah untuk mengurus
rumah tangga.
Ketenagakerjaan merupakan tantangan utama pembangunan gender.
Pemerintah terus berupaya bagaimana meningkatkan partisipasi angkatan
dengan kerja perempuan. Jumlah penduduk perempuan yang hampir sama
jumlah penduduk laki-laki seharusnya dapat memberikan kontribusi nyata
dengan berpartisipasi aktif dalam perekonomian. Penduduk perempuan
produktif yang tidak aktif secara ekonomi akan menjadi beban tanggungan
bagi rumah tangganya, atau dengan kata lain meningkatkan angka beban
ketergantungan.

2. Kesenjangan Gender Dalam Partisipasi Bekerja

Indikator lain yang tak kalah penting untuk melihat kondisi gender
penduduk bekerja yaitu EPR. EPR mengukur rasio kesempatan kerja
terhadap penduduk usia kerja. ketimpangan EPR yang cukup signifikan
antara laki-laki dan perempuan, dimana penduduk laki-laki yang bekerja
jauh lebih tinggi dibandingkan penduduk perempuan. Ketimpangan EPR
yang signifikan merupakan suatu bukti nyata jika ketidaksetaraan kesempatan
kerja antara penduduk laki-laki yang bekerja dengan penduduk perempuan
masih tinggi.
TKK perempuan tidak jauh berbeda dengan TKK laki-laki, namun EPR
perempuan jauh lebih rendah dibandingkan EPR laki-laki. Tngkat
Kesempatan Kerja (TKK) antara laki-laki dan perempuan hanya selisih 1
persen Namun Rasio penduduk bekerja terhadap jumlah penduduk
(EPR) untuk perempuan adalah ½ dari laki-laki.

Gambaran ini mencerminkan bahwa masih banyak perempuan usia kerja yang
sebenarnya berpotensi secara ekonomi, namun belum menjadi bagian dari
angkatan kerja.
Stereotip budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat mengenai
peran laki- laki sebagai pencari nafkah utama masih menjadi faktor
dominan yang membatasi perempuan untuk bekerja. Kemajuan pendidikan
perempuan seharusnya dapat membantu peningkatan partisipasi perempuan
dalam pasar tenaga kerja. Perempuan diharapkan mampu berperan di
semua sektor namun tetap tidak melupakan perannya dalam rumah tangga.
Seorang pekerja perempuan atau wanita karir memiliki dua peran utama yang
harus berjalan seimbang, yaitu bekerja dan mengurus rumah tangga. Namun
terkadang, peran pekerja perempuan dianggap sebagai penyebab
keretakan rumah tangga atau ketidakberhasilan anak-anaknya karena
kurang meluangkan waktu di rumah. Persepsi seperti inilah yang perlu
mendapat perhatian dan diluruskan di masyarakat.

3. Perbedaan Dominasi Dalam Struktur Ketenagakerjaan

Pertumbuhan ekonomi biasanya dikaitkan dengan perubahan struktural dalam


pasar tenaga kerja, dimana terjadi pergeseran tenaga kerja dari sektor primer
(pertanian) ke sektor sekunder (industri) dan sektor tersier (sektor jasa). Sektor
industri yang semakin berkembang menunjukkan terjadinya peningkatan
pangsa kerja industri yang berarti peningkatan lapangan kerja formal, upah
yang lebih tinggi, kesempatan untuk pekerjaan layak yang lebih tinggi, dan
produktivitas yang semakin meningkat. Dalam pasar tenaga kerja, sebagian
besar penduduk Provinsi Jambi bekerja di sektor pertanian, baik laki- laki
maupun perempuan. Meskipun sudah mengarah ke perubahan struktural
menuju sektor sekunder, sektor pertanian masih berkontribusi tertinggi dalam
penyerapan tenaga kerja dengan penyerapan mencapai 50,12 persen untuk
penduduk laki-laki dan 42,58 persen untuk penduduk perempuan. Sektor
pertanian menyediakan peluang kerja paling tinggi bagi perempuan, namun
dengan rata-rata upah terendah dibandingkan sektor lainnya.

4. Penyerapan di Pasar Tenaga Kerja Bagi Pekerja Berpendidikan Rendah


Tingkat pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh ketika seseorang
memasuki pasar tenaga kerja. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang
ditamatkan, maka peluang untuk memperoleh pekerjaan dan jabatan yang
lebih tinggi dalam pasar tenaga kerja semakin besar.

Sementara dari angkatan kerja yang tidak tamat SD, persentase perempuan
yang bekerja lebih tinggi daripada persentase laki-laki. Selanjutnya untuk
jenjang pendidikan yang lebih tinggi, persentase pekerja perempuan lebih
rendah dibandingkan pekerja laki-laki.

5. Tingkat Pengangguran Perempuan


TPP perempuan lebih tinggi daripada laki-laki, hal ini disebabkan karena
faktor sosial budaya, seperti mengurus rumah tangga, sulit masuk ke
sektor formal, diskriminasi pekerjaan bagi perempuan, dan budaya yang
tumbuh di masyarakat tentang peran dan kedudukan perempuan. Faktor-faktor
yang menyebabkan diskriminasi dalam pekerjaan antara lain: marginalisasi
dalam pekerjaan, kedudukan perempuan yang subordinat dalam sosial
budaya, stereotip terhadap perempuan, dan tingkat pendidikan perempuan
yang rendah.

6. Prevalensi Pekerja Tidak Penuh Perempuan

Bagi perempuan yang bekerja, mereka cenderung memiliki jam kerja


tertentu. Hal ini dapat dipahami mengingat seorang perempuan memiliki peran
ganda dalam rumah tangga. Bagi perempuan yang memiliki jam kerja tertentu di
luar rumah, maka ada dua pilihan yang dapat diambil. Pertama, tetap
melaksanakan tanggung jawab dalam rumah tangga dan mengurangi jam kerja
di luar rumah. Kedua, tetap mempertahankan jam kerja di luar rumah,
sementara pekerjaan atau fungsi perempuan dalam rumah tangga seperti
mengurus rumah dan anak disubstitusikan ke orang lain.
Salah satu hambatan perempuan bekerja secara optimal yaitu tidak
tercukupinya informasi tentang produktivitas perempuan dalam pasar tenaga
kerja. Perempuan menghabiskan lebih banyak waktu untuk kegiatan domestik
atau karena pasar kerja yang tidak berkembang. Di negara-negara berkembang,
tanggung jawab atau peran perempuan dalam rumah tangga membutuhkan
jam kerja yang cukup panjang sehingga membatasi kesanggupan
perempuan untuk membagi waktunya, dengan misal berpartisipasi penuh dalam
pasar tenaga kerja atau bahkan hanya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi.

7. Perempuan dan Jam Kerja

Persentase pekerja perempuan dengan jumlah jam kerja kurang dari 15 jam
seminggu lebih dari dua kali lipat dibandingkan pekerja laki-laki. Kondisi ini
menggambarkan bahwa perempuan memiliki kecenderungan bekerja dengan
jam kerja yang lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Hal ini seiring dengan kodrat
reproduksi perempuan yang memerlukan waktu untuk cuti melahirkan, cuti haid,
dan sebagainya. Oleh sebab itu, banyak perusahaan yang memilih untuk tidak
menggunakan tenaga kerja perempuan atau menggunakan tenaga kerja
perempuan untuk pekerjaan tertentu.
Stereotip yang menyatakan bahwa perempuan lebih bersifat irrasional dan
emosional menjadikan perempuan sering dianggap tidak pantas diangkat
sebagai pemimpin dan memiliki posisi kurang penting.

8. Strategi Meningkatkan Akses Perempuan Terhadap Pasar Tenaga Kerja

Segregasi pekerjaan menurut gender menarik untuk ditelusuri


karena dapat menjelaskan sejauh mana perempuan dan laki-laki memperoleh
keuntungan dari berbagai kesempatan kerja yang tersedia. Segregasi ini masih
terlihat jelas di pasar tenaga kerja, dimana perempuan memperoleh pekerjaan
dengan upah yang lebih rendah dan prospek pengembangan karir yang
lebih terbatas. Pergeseran pekerjaan perempuan dari sektor pertanian ke
industri merupakan langkah awal kesetaraan perempuan terhadap akses
pekerjaan. Di sektor industri, umumnya laki-laki terlibat pekerjaan mulai dari
sektor hulu hingga ke hilir, sementara perempuan biasanya hanya terlibat di
industri hilir atau finishing.

Akses perempuan terhadap pasar kerja mencerminkan


kesempatan/peluang perempuan untuk terlibat dalam dunia kerja.
Perempuan yang memperoleh pelatihan kejuruan akan lebih mudah
diterima dalam pasar tenaga kerja karena menyesuaikan kebutuhan sektor
jasa yang sedang dibutuhkan pasar tenaga kerja. Seiring kemajuan teknologi dan
informasi, sektor jasa telah menjelma menjadi sektor yang berperan penting
dalam perekonomian nasional. Peningkatan sektor jasa berarti peningkatan
kebutuhan tenaga kerja berkompeten untuk mengisi pekerjaan yang
berhubungan dengan pelayanan, dan itu dapat dilakukan oleh perempuan
maupun laki-laki.

Kemajuan pendidikan perempuan yang diimbangi dengan perluasan


kesempatan kerja bagi perempuan diharapkan dapat membuka gerbang
perubahan dalam kesetaraan gender di bidang ketenagakerjaan. Upaya
yang dapat ditempuh antara lain dengan menciptakan peluang kerja yang
sama antara laki-laki dan perempuan, kesesuaian pelatihan dan keterampilan
yang diberikan kepada

perempuan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, dan mengatasi


segmentasi pasar tenaga kerja yang menyebabkan karir perempuan terbatas
dan upah yang diberikan lebih rendah dibandingkan laki-laki.

Salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk mengatasi kemiskinan


yaitu :

1. Meningkatkan akses bagi perempuan, terutama pada rumah tangga


miskin untuk memperoleh pekerjaan dengan mendapat upah.
2. Melalui peningkatan kemampuan SDM, penundaan usia perkawinan dan
melahirkan.

KONDISI PASAR TENAGA KERJA

Permasalahan dalam hal pemberdayaan perempuan di Indonesia terjadi


dalam banyak aspek masyarakat seperti sosial budaya, pendidikan, kesehatan,
ekonomi, pekerjaan dan juga politik. Permasalahan ini tidak hanya berbentuk
masih adanya diskriminasi terhadap perempuan tetapi juga berpengaruh pada
rendahnya kualitas hidup perempuan Indonesia dalam kerangka penjaminan
kesetaraan gender. Meski demikian, upaya menuju kesetaraan gender sudah
mengalami kemajuan yang mulai berpengaruh pada nilai budaya dan stereotip
terhadap perempuan.

1. Perempuan Lebih Dominan Sebagai Pekerja Rentan / Bebas

Perempuan Indonesia banyak yang tidak boleh bekerja dan hanya berperan
dalam mengurus rumah tangga dan atau menjadi pekerja keluarga. Hal ini yang
mengakibatkan adanya batasan peran perempuan didalam perekonomian. Pekerja
rentan merupakan pekerja yang bekerja dengan berusaha sendiri, berusaha
dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar, menjadi pekerja bebas, atau menjadi
pekerja keluarga tanpa upah.
1. Perempuan cenderung bekerja dengan upah yang tidak memadai, produktivitas
rendah dan kondisi kerja yang buruk dibandingkan laki-laki. Besarnya pekerja
rentan perempuan ini diperkirakan karena alasan kewajiban dan tanggung
jawab terhadap keluarganya.
2. Peran dan partisipasi perempuan dalam dunia kerja masih rendah. Disamping
itu, para perempuan yang telah bekerja pun mengalami tantangan diskriminasi
dalam dunia kerja. Akibatnya, sebagian besar perempuan lebih
mendominasi pada pekerjaan sekunder, yaitu pekerjaan yang tidak menjanjikan
jaminan akan kestabilan bekerja, kompensasi rendah, dan tanpa prospek untuk
berkembang di masa depan.
3. Sebagian besar pekerja bebas adalah laki-laki dengan jumlah dua kali lipat
dibandingkan perempuan. dimana baik laki-laki maupun perempuan menunjukkan
pekerja bebas ini banyak yang mengisi lapangan pekerjaan di sektor pertanian
daripada di sektor non pertanian.

4. Perempuan memang kurang berpartisipasi sebagai pekerja bebas karena


lebih banyak tergolong sebagai pekerja keluarga, akan tetapi sebagai
pekerja bebas di pertanian perempuan kerap mengalami marginalisasi yaitu
proses penyingkiran perempuan dalam pekerjaan. Pada lapangan pekerjaan
pertanian, beberapa pekerja bebas perempuan mulai tersingkir karena
pekerjaan dominan mereka seperti pemilihan benih, menanam, menyiangi,
membuat pupuk alami, dan memanen mulai digantikan oleh teknologi. Hal
ini tentu mengurangi pangsa pasar pekerjaan perempuan pada sektor pertanian
terutama bagi mereka yang berketerampilan rendah. Mereka bisa beralih ke
pekerjaan sektor formal, informal lainnya, atau bahkan menjadi
pengangguran.

2. Pendidikan Sebagai Gerbang Pembuka Pasar Tenaga Kerja

Pendidikan merupakan indikator utama kualitas sumber daya manusia


yang dapat menjembatani kesenjangan peluang dan kesempatan
memperoleh pekerjaan antara laki- laki dan perempuan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan yang dimiliki seseorang, maka lebih menonjol sikap intelektual dan
kemampuan daya saingnya (advanced competitive). Namun, kondisi yang
terjadi sekarang banyak penduduk usia kerja yang telah menempuh pendidikan
tetapi tidak mendapat pekerjaan. Fenomena ini muncul karena saat ini
pertumbuhan antara tamatan sekolah dan lapangan pekerjaan untuk
penduduk usia kerja tidak sama. Hal ini tentu akan menyulitkan bagi kaum
rentan seperti perempuan untuk dapat kesempatan sama seperti laki-laki di
lingkungan sosial apabila mereka tidak mempunyai modal untuk
menghadapi persoalan tersebut.
3. Perempuan Cenderung Bekerja di Sektor Kesehatan dan Pendidikan

Tamatan lulusan perguruan tinggi yang paling banyak memperoleh


pekerjaan adalah jurusan Ilmu Keguruan dan Pendidikan, Ilmu Ekonomi, Ilmu
Agama dan Kedokteran. Terlihat ada perbedaan menurut gender untuk
penduduk usia kerja yang bekerja pada jurusan tertentu. Untuk jurusan ekonomi
didominasi oleh laki-laki sedangkan untuk ilmu keguruan dan pendidikan
didominasi oleh perempuan dalam lapangan kerja.

Dari dua belas kelompok jurusan bidang studi diatas, dapat dilihat bahwa
perempuan hanya mendominasi di beberapa jurusan saja, seperti jurusan ilmu
Keguruan dan Pendidikan, Kedokteran, Humaniora, Ilmu Alam dan Kesehatan
Masyarakat. Besarnya perempuan tamatan perguruan tinggi yang bekerja pada
kedua bidang ini mengindikasikan bahwa perempuan banyak diperlukan
masyarakat sebagai tenaga pendidik dan tenaga kesehatan. Sebagian
besar perempuan yang menganggur berasal dari tamatan perguruan tinggi
jurusan ilmu kedokteran, ilmu ekonomi, dan ilmu keguruan dan pendidikan. Hal
ini dikarenakan sedikitnya lowongan pekerjaan yang tersedia dibandingkan
dengan jumlah lulusan tiap tahunnya.

4. Keadilan Perlindungan Pekerja Berbasis Gender Melalui Kebijakan UMP

Untuk wilayah Provinsi Jambi, upah minimun yang ditetapkan pada


tahun 2018 adalah sebesar Rp 2.243.718. Pada tahun 2018, persentase
buruh/karyawan/pegawai perempuan yang menerima upah dibawah UMP
sebesar 69,04 persen sedangkan persentase untuk laki-laki sebesar 56,62
persen.

5. jumlah Pekerja Perempuan Tidak Dibayar Lebih Tinggi Daripada Laki-laki

Pemberian upah yang kecil di saat jam kerja yang banyak


menunjukkan bahwa hasil pekerjaan tersebut tidak dipandang terlalu
ekonomis, namun kondisi tersebut tentunya dapat menurunkan
kesejahteraan pekerja. Pada gambar 4.7 terlihat bahwa pekerja perempuan
yang merupakan pekerja keluarga/tidak dibayar 30,52 persen diantaranya
bekerja kurang dari 15 jam seminggu. Sedangkan laki-laki hanya 11,65
persen. Dari gambaran ini dapat terlihat bahwa jam kerja perempuan yang lebih
rendah berkaitan dengan fungsi perempuan sebagai pengurus anak dan
keluarga.

6. Peran Pemangku Kebijakan Menghilangkan Ketidaksetaraan Gender Dalam Pasar


Tenaga Kerja

Isu gender dalam kondisi pasar tenaga kerja tidak pernah lepas dari
perhatian. Diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam dunia kerja masih
terlihat dalam beberapa aspek. Semangat wanita untuk masuk ke dalam
pasar tenaga kerja tidak akan mampu mengangkat kesejahteraan mereka jika
kebanyakan dari mereka adalah pekerja informal dan pekerja rentan. Namun,
kenyataan tersebut yang harus diterima pekerja perempuan. Pekerja
perempuan cenderung menjadi pekerja informal dan pekerja rentan yang
identik dengan upah rendah dan tidak mendapatkan perlindungan sosial.

Oleh karena itu, para pemangku kebijakan seperti pemerintah dan para
pengusaha harus berkoordinasi untuk menghilangkan isu ketidaksetaraan
gender dalam pasar tenaga kerja. Kesetaraan gender di lingkungan pekerjaan
diwujudkan dalam empat hal, yakni akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat.
Keempat faktor tersebut harus terpenuhi untuk mencapai kesetaraan gender
yang ideal. Pemerintah dapat terus menyusun strategi untuk meminimalisir
atau bahkan sampai menghilangkan praktik diskriminasi gender di dunia kerja
dengan membuat kebijakan dan perundang-undangan yang melindungi
perempuan. Selain itu, pemerintah juga terus mendukung berbagai konvensi
internasional yang menghapuskan bias gender dalam pasar tenaga kerja.
Kemudian, bagi para pengusaha harus memberikan kesempatan yang sama
bagi

kaum perempuan, untuk mendapatkan pekerjaan, jabatan, promosi, dan


pelatihan. Kaum perempuan dengan modal manusiawi dan tingkat pendidikan
yang sama berhak untuk mendapatkan promosi jabatan yang sama dengan
laki-laki. Kaum perempuan mampu memiliki produktivitas yang sama, juga
berhak untuk mendapatkan upah yang sama dengan laki-laki.

REKONSILIASI ANTARA BEKERJA DAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA

1. Keseimbangan Antara Pekerjaan dan Keluarga

Seiring dengan perkembangan zaman, fenomena perempuan


bekerja merupakan hal yang lumrah terjadi. Perempuan bukan hanya
mereka yang melakukan aktivitas di dalam rumah, namun juga
melakukan kegiatan di luar rumah untuk bekerja dan mendapatkan
penghasilan. Beberapa perempuan bahkan mampu menduduki posisi
penting dalam beberapa jabatan menggeser posisi laki-laki di dunia kerja.
Pekerjaan-pekerjaan yang dahulu dominan dilakukan laki-laki, sekarang
ini banyak juga dilakukan perempuan.

Keterlibatan perempuan dalam dunia kerja terdapat nilai plus dan minus.
Nilai plus antara lain :

a. perempuan dapat membantu pasangan dalam memenuhi kebutuhan


ekonomi keluarga.

b. Dapat mengaktualisasikan kemampuan diri sendiri sehingga dapat


meningkatkan harga diri.

nilai minus yang mungkin terjadi :

a. Perempuan akan menghadapi persoalan kehidupan dalam pekerjaan


serta keluarga, seperti konflik antara peran pekerjaan dan keluarga
serta waktu yang berkurang untuk keluarga. keyakinan dan budaya
masyarakat masih menginginkan perempuan berperan ganda sebagai
pekerja dan ibu rumah tangga.

b. Perempuan bekerja masih dihadapkan pada rutinitas pekerjaan rumah


tangga setelah seharian melakukan aktivitas yang menjadi tanggung
jawabnya di kantor.

Berbagai faktor yang mendorong perempuan berstatus kawin untuk


bekerja, di antaranya karena

a. pendidikan tinggi,

b. kemampuan untuk maju dan berkembang karena ingin meningkatkan


eksistensi diri,

c. mendapatkan penghasilan tambahan dalam memenuhi kebutuhan


rumah tangganya.

Seorang ibu yang sering menghabiskan waktu bekerja di luar rumah


harus memiliki strategi agar tetap dekat dengan anak-anak yang
menjadi tanggung jawab utamanya. Ibu yang bekerja harus pandai
membagi waktu antara karir dan rumah tangga.

Disamping itu dukungan dan kontribusi suami juga mutlak diperlukan.


Penerapan pola asuh anak juga didasarkan atas kesepakatan antara
suami dan istri, karena pendidikan anak adalah tanggung jawab bersama.
Ketika istri bekerja yang sudah pasti melalui restu suami, maka suami juga
harus turut berperan. Misalnya, ketika terjadi kekosongan pengasuh, suami
sebaiknya turun tangan membantu istri, misalnya menjaga anak, ikut
membantu pekerjaan rumah tangga, atau yang lainnya. Ketika anak-
anak melihat kerja sama antara ayah dan ibunya, sesungguhnya ini
merupakan pelajaran berharga untuk masa depan mereka juga.
2. Peran Perempuan Dalam Membantu Ekonomi Keluarga

Peran ganda perempuan pekerja adalah sebagai ibu rumah tangga


(melahirkan, mengasuh anak, dan mengurus pekerjaan rumah tangga)
sekaligus sebagai pekerja. Di satu sisi, wanita pekerja harus menjalankan
perannya sebagai ibu rumah tangga, tetapi di sisi lain, juga dituntut
untuk terlibat bekerja untuk dapat membantu perekenomian keluarga.
Oleh karena itu, peran perempuan sangat diperlukan sebagai salah
satu kontributor dalam ekonomi rumah tangga.

Anda mungkin juga menyukai