KELOMPOK 1
Ajeng
Enti
Erstu
Deris
Listiani
A . Al-quran Sebagai Sumber Hukum Islam
Sanad yaitu seseorang atau sekelompok orang yang menyampaikan hadis dari
Rasulullah saw. sampai kepada kita sekarang.
Hadis Sebagai Bayan.
Hadis sebagai bayan terdapat bayan taqrir, bayan tafsir, bayan naskhi dan bayan tasyri’i.
a. Bayan taqrir
Bayan taqrir yaitu posisi hadis sebagai penguat (taqrir) atau memperkuat keterangan al-qur’an
(ta’ki). Seperti yang dijelaskan pada hadis berikut :
“ Dari Ibn Umar ra.: Rasulullah saw bersabda: Islam didirikan atas lima perkara: menyaksikan bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adlah utusan Allah, mendirikan shalat,
b. Bayan tafsir
Bayan tafsir yaitu hadis sebagai penjelas (tafsir) terhadap al-qur’an dan fungsi inilah yang terbanyak.
c. Bayan naskhi
Bayan naskhi yaitu hadis menghapus hukum yang diterangkan dalam
al-qur’an. Para ulama mengartikan bayan an-nasakh ini melalui pendekatan
bahasa, sehingga diantara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam men-takrif-
kannya. Hal ini terjadi pada kalangan ulama mutaakhirin dengan ulama
mutaqadimin. Menurut ulama mutaqadimin yang disebut bayannaskhi ini adalahdalil
syara’( yang dapat menghapus ketentuan yang telah ada).
“Diwajibkan atas kamu, apabila diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika
kerabatnya secara maruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”
“ Sesungguhnya Allah memberikan hak kepada setiap yang mempunyai hak dan
Hukum Taklifi adalah firman Allah yang menuntut manusia untuk melakukan
atau meninggalkan sesuatu atau memilih antara berbuat dan meninggalkan . Hal
senada juga diungkapkan oleh Chaerul Uman dkk, bahwa hukum Taklifi adalah
khitab/ firman Allah yang berhubungan dengan segala perbuatan para mukallaf, baik
atas dasar iqtidha’ atau atas dasar takhyir .
Hukum Wadh’i adalah hukum ketentuan-ketentuan yang mengatur tetang
sebab, syarat dan mani’ (sesuatu yang menjadi penghalang kecakapan untuk
melakukan hukum Taklifi) .
Para ulama’ ushul fiqh membagi hukum syara’ pada dua macam yaitu:
Hukum Taklifi
Hukum Wadh’i.
Hukum Taklifi menurut para ahli Ushul Fiqh adalah, ketentuan-ketentuan
Allah yang berhubungan langsung dengan perbuatan orang mukallaf, baik perintah,
anjuran untuk melakukan, larangan, anjuran untuk tidak melakukan, atau dalam
bentuk member kebebasan memilih untuk berbuat atau tidak berbuat .
Sehingga bisa dijelaskan bahwa pembagian hukum Taklifi ada lima, yang juga disebut dengan
maqashid As-Sari’ah al-Khamsah yaitu:
“Ijab (mewajibkan), yaitu ayat atau hadits dalam bentuk perintah yang mengharuskan untuk
melakukan suatu perbuatan. Misalnya, ayat yang mengharuskan untuk shalat. Atau dengan
perkataan lain, Ijab adalah sesuatu yang berahala jika dilaksanakan dan berdosa jika
ditinggalkan.”
Nadb (Sunnah) yaitu tuntutan untuk melaksanakan suatu perbuatan yang tidak bersifat
memaksa, melainkan sebagai anjuran, sehingga seseorang tidak dilarang untuk
meninggalkannya. Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak
secara tunai untik waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”. (Al-Baqarah:
282).
Tahrim (melarang), yaitu ayat atau hadits yang melarang secara pasti untuk tidak melakukan
suatu perbuatan. Atau dengan kata lain, Tahrim adalah antonim dari wajib. Dikerjakan
mendapat siksa/ berdosa sedangkan ditinggalkan mendapat pahala.
Karahah yaitu ayat atau hadits yang menganjurkan untuk meningalkan suatu perbuatan atau
dengan kata lain, Karahah adalah antonim dari Nadb.
Ibahah yaitu ayat atau hadits yang memberi pilihan seseorang untuk melakukan atau
meninggalkan suatu perbuatan. Atau dengan kata lain, dikerjakan tidak mendapat apa-apa
sedangkan ditinggalkan juga tidak mendapat apa - apa disisi Allah