Anda di halaman 1dari 12

BAB 10.

Membiasakan Hidup Berlandaskan Hukum


Islam

KELOMPOK 1
 Ajeng
 Enti
 Erstu
 Deris
 Listiani
A . Al-quran Sebagai Sumber Hukum Islam

Allah menurunkan Al-Quran kepada umat manusia


melalui nabi Muhammad SAW sebagai kitab suci terakhir
untuk dijadikan pedoman hidup.

Al-Quran yang tidak ada keraguan sedikit pun di


dalamnya mengandung petunjuk-petunjuk yang dapat
menyinari seluruh isi alam ini.
Al-Quran berperan penting dalam rangka
penetapan hukum Islam terutama setelah
meninggalnya Rasulullah SAW.

Al-Quran merupakan buku petunjuk (hidayah)


bagi orang-orang yang bertakwa yaitu orang-orang
yang percaya kepada hal ghaib, yang mendirikan
shalat, yang menginfakkan sebagain rizki mereka, dan
yang meyakini adanya akhirat.
AL-Quran merupakan isim Mashdar (kata benda) dari kata
kerja qoro-’a ( )‫أرق‬yang bermakna talaa ( )‫الت‬yang berarti
membaca, atau bermakna jama’a yang berati
mengumpulkan atau mengoleksi.
Makna kata qur’an sinonim dengan qira’ah yang keduanya
berasal dari kata qara’a. Dari segi makna, lafal quran
bermakna bacaan.
‫ َف ِإ َذا َق َر ْأنَا ُُ َفاََّّ ِِ ْْ ُق ْرآنَ ُه‬- ‫َم َع ُه و َُق ْرآنَ ُه‬ َّ ِ‫إ‬
ْ ‫ن َعلَ ْينَا ج‬

“Sesungguhnya atas tanggungan kami lah


mengumpulkan nya (al-Qur’an) di dadamu dan
membuatmu pandai membaca. Maka bila kami telah
selesai membacakan nya ikutilah bacaan tersebut.” (Al-
Qiyamah: 17-18).
B. Hadist Sebagai Sumber Hukum Islam

Hadis berarti perkataan atau ucapan secara bahasa. Sedangkan menurut


istilah, hadis adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad saw. Hadis juga dinamakan sunnah. Namun demikian, ulama hadis
membedakan antara hadis dengan sunnah.

Hadis adalah ucapan atau perkataan Rasulullah saw., sedangkan sunnah


merupakan segala apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang menjadi sumber hukum
Islam. Hadis dalam arti perkataan atau ucapan Rasulullah saw. terdiri atas beberapa
bagian yang satu sama lainnya saling terkait. Bagian-bagian hadis tersebut antara lain
adalah sebagai berikut.

Sanad yaitu seseorang atau sekelompok orang yang menyampaikan hadis dari
Rasulullah saw. sampai kepada kita sekarang.
 Hadis Sebagai Bayan.
Hadis sebagai bayan terdapat bayan taqrir, bayan tafsir, bayan naskhi dan bayan tasyri’i.

a. Bayan taqrir

Bayan taqrir yaitu posisi hadis sebagai penguat (taqrir) atau memperkuat keterangan al-qur’an
(ta’ki). Seperti yang dijelaskan pada hadis berikut :

“ Dari Ibn Umar ra.: Rasulullah saw bersabda: Islam didirikan atas lima perkara: menyaksikan bahwa

tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adlah utusan Allah, mendirikan shalat,

menunaikan zakat, puasa, haji dan puasa ramadhan’.

b. Bayan tafsir

Bayan tafsir yaitu hadis sebagai penjelas (tafsir) terhadap al-qur’an dan fungsi inilah yang terbanyak.
c. Bayan naskhi
Bayan naskhi yaitu hadis menghapus hukum yang diterangkan dalam
al-qur’an. Para ulama mengartikan bayan an-nasakh ini melalui pendekatan
bahasa, sehingga diantara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam men-takrif-
kannya. Hal ini terjadi pada kalangan ulama mutaakhirin dengan ulama
mutaqadimin. Menurut ulama mutaqadimin yang disebut bayannaskhi ini adalahdalil
syara’( yang dapat menghapus ketentuan yang telah ada).

kewajiban wasiat yang diterangkan dalam surat al-baqarah :180

“Diwajibkan atas kamu, apabila diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika

ia meninggalkan harta yang banyak berwasiat untuk ibu-bapak dan karib

kerabatnya secara maruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”

Ayat tersebut dinasakh dengan hadis nabi:

“ Sesungguhnya Allah memberikan hak kepada setiap yang mempunyai hak dan

tidak ada wasiat itu wajib bagi waris”. (HR. An-Nasa’i)


d. Bayan tasyri’i
Bayan tasyri’i yaitu hadis menciptakan hokum syari’at yang
belum ijelaskan dalam al-qur’an. Para ulama berbeda pendapat
tentang fungsi sunnah sebagai dalil pada sesuwatu hal yang tidak
dijelaskan pada al-qur’an.
Misalnya, keharaman jual beli dengan berbagai cabangnya
menerangkan yang tersirat dalam Surah an-Nisa’: 29 .
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”
C. Ijtihad Sebagai Sumber Hukum Islam.

Pengertian “ijtihad” menurut keterangan dari bahasa merupakan


mengerahkan segala kesanggupann untuk menggarap sesuatu yang sulit. Berdasarkan
keterangan dari konsepsi ini kata ijtihad tidak diterapkan pada “pengerjaan sesuatu yang
gampang atau ringan”. Kata ijtihad berasal dari bahasa Arab merupakan daei kata “al-
jahdu” yang berarti “daya upaya atau usaha yang keras”.

Ijtihad berarti “berusaha keras untuk menjangkau atau mendapat sesuatu”.


Dalam kaitan ini definisi ijtihad : ialah usaha maksimal dalam mencetuskan hukum-
hukum syariat dari dasar-dasarnya melewati pemikiran dan riset yang betul-betul dan
mendalam.

Ijtihad menurut pengertian ushul fiqih yakni pengarahan segenap


kesanggupan oleh seorang berpengalaman fiqih unutk mendapat pengetahuan
mengenai hukum-hukum syara’ dan hukum syara’ menunjukan bahwa ijtihad melulu
berlaku di bidang fiqih, bidang hukum yang berkaitan dengan amal, bukan bidang
pemikiran ‘amaliy dan bukan nizhariy.
D. Hukum taklif

Hukum Taklifi adalah firman Allah yang menuntut manusia untuk melakukan
atau meninggalkan sesuatu atau memilih antara berbuat dan meninggalkan . Hal
senada juga diungkapkan oleh Chaerul Uman dkk, bahwa hukum Taklifi adalah
khitab/ firman Allah yang berhubungan dengan segala perbuatan para mukallaf, baik
atas dasar iqtidha’ atau atas dasar takhyir .
Hukum Wadh’i adalah hukum ketentuan-ketentuan yang mengatur tetang
sebab, syarat dan mani’ (sesuatu yang menjadi penghalang kecakapan untuk
melakukan hukum Taklifi) .
Para ulama’ ushul fiqh membagi hukum syara’ pada dua macam yaitu:
 Hukum Taklifi
 Hukum Wadh’i.
Hukum Taklifi menurut para ahli Ushul Fiqh adalah, ketentuan-ketentuan
Allah yang berhubungan langsung dengan perbuatan orang mukallaf, baik perintah,
anjuran untuk melakukan, larangan, anjuran untuk tidak melakukan, atau dalam
bentuk member kebebasan memilih untuk berbuat atau tidak berbuat .
Sehingga bisa dijelaskan bahwa pembagian hukum Taklifi ada lima, yang juga disebut dengan
maqashid As-Sari’ah al-Khamsah yaitu:
“Ijab (mewajibkan), yaitu ayat atau hadits dalam bentuk perintah yang mengharuskan untuk
melakukan suatu perbuatan. Misalnya, ayat yang mengharuskan untuk shalat. Atau dengan
perkataan lain, Ijab adalah sesuatu yang berahala jika dilaksanakan dan berdosa jika
ditinggalkan.”
Nadb (Sunnah) yaitu tuntutan untuk melaksanakan suatu perbuatan yang tidak bersifat
memaksa, melainkan sebagai anjuran, sehingga seseorang tidak dilarang untuk
meninggalkannya. Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak
secara tunai untik waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”. (Al-Baqarah:
282).
Tahrim (melarang), yaitu ayat atau hadits yang melarang secara pasti untuk tidak melakukan
suatu perbuatan. Atau dengan kata lain, Tahrim adalah antonim dari wajib. Dikerjakan
mendapat siksa/ berdosa sedangkan ditinggalkan mendapat pahala.
Karahah yaitu ayat atau hadits yang menganjurkan untuk meningalkan suatu perbuatan atau
dengan kata lain, Karahah adalah antonim dari Nadb.
Ibahah yaitu ayat atau hadits yang memberi pilihan seseorang untuk melakukan atau
meninggalkan suatu perbuatan. Atau dengan kata lain, dikerjakan tidak mendapat apa-apa
sedangkan ditinggalkan juga tidak mendapat apa - apa disisi Allah

Anda mungkin juga menyukai