Anda di halaman 1dari 3

Legalisasi Miras Pangkal Musibah.

Krisis yang sedang dihadapi namun malu-malu diakui negeri ini membuat gelap mata para pembuat
kebijakan. Sampai-sampai pemerintah sementara mewacanakan untuk menetapkan industri minuman
keras sebagai daftar positif investasi (DPI) terhitung sejak tahun 2021. Kebijakan tersebut terangkum
dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari
2021. Dengan kebijakan itu, industri miras dapat menjadi ladang investasi asing, domestik, hingga
diperjualbelikan secara eceran. (manado.tibunnews.com/26/2/2021)

Baru saja sayup-sayup diperdengarkan, publik langsung ditampakkan akibat buruk menenggak minuman
haram tersebut. Ya, kontan. Seorang oknum polisi menembak mati dua orang sipil dan seorang anggota
TNI usai mabuk dini hari. Tidak terima dengan tagihan yang disodorkan kasir atas minuman yang
ditenggaknya. (kompas.com/26/2/2021)

Mengapa Islam Mengharamkan Khamr?

Allah Swt telah mengharamkan khamr dalam QS al-Maidah ayat 90-92. Menurut para ulama status
keharamannya sangat jelas atau qoth'i. Ditambah penjelasan dari hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang bersabda:

‫كل مسكر خمر وكل مسكر حرام ومن شرب الخمر في الدنيا فمات وهو يدمنها لم يتب لم يشربها في اآلخرة‬

“Setiap yang memabukan adalah khomr dan setiap yang memabukan adalah khomr dan barangsiapa
yang meminumnya di dunia lalu mati dan dia masih terus jadi pecandu khomr yang tidak bertaubat
maka ia tidak akan meminumnya di akhirat.” (HR. Muslim, 3/1587 no. 2003, dari hadits Ibnu Umar)

Dalam hadits lainnya, keharaman khamar bahkan ditegaskan bukan hanya bagi para peminumnya,
namun semua pihak yang terlibat dalam pengadaannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

‫أتاني جبريل فقال يا محمد إن هللا لعن الخمر وعاصرها ومعتصرها وشاربها وحاملها والمحمولة إليه وبايعها وساقيها ومسقيها هذا حديث‬
‫صحيح اإلسناد وشاهده حديث عبد هللا بن عمر ولم يخرجاه‬

“Jibril telah datang kepadaku dan berkata, “Wahai Muhammad sesungguhnya Allah melaknat khomr dan
pemerasnya (misalnya yang memeras anggur untuk dijadikan khomr -pen), dan orang yang meminta
untuk memerasnya, peminumnya, yang membawa khomr dan yang meminta untuk dibawakan khomr
kepadanya, penjualnya, yang menuangkan khomr, dan yang meminta untuk dituankan khomr.” (HR Ibnu
Hibban, Al-Ihsan, 12/178 no. 5356 dari hadits Ibnu Abbas, Al-Hakim di Al-Mustdrok, 2/37 no. 2234, dan
beliau berkata, “Hadits ini isnadnya shahih dan ada syahidnya dari hadits Abdullah bin Umar”, Ahmad,
1/316 no. 2899)

Dari sini jelas dan tegas dinyatakan bahwa khamr telah dilaknat oleh Allah Swt, bahkan bukan hanya
peminumnya tetapi seluruh pihak yang berkaitan dengannya. Termasuk dalam aktivitas pengadaan
khamr pun termasuk aktivitas yang dilarang dan dilaknat secara langsung oleh Allah Swt.
Keiistimewaan Akal dan Peran Penting Dalam Menjaga Akal.

Akal adalah keistimewaan yang hanya dimiliki oleh manusia. Akal membedakan kedudukan antara
hewan dan manusia. Akal merupakan tempat memahami, dengannya seseorang bisa membedakan
antara baik dan buruk, hak dan batil. Karena itu Islam sangat memperhatikan penjagaan akal dan
menjadikan sebagai tempat digantungkannya “taklif” (beban untuk menjalankan hukum-hukum syariat)
dan Islam menjatuhkan taklif bagi orang yang kehilangan akal sebagaimana sabda Nabi:

‫رفع القلم عن ثالثة عن المجنون المغلوب على عقله حتى يفيق وعن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتى يحتلم‬

“Pena diangkat dari tiga (golongan), orang gila yang hilang akalnya hingga sadar, dari orang yang tidur
hingga terjaga dan dari anak kecil hingga bermimpi (dewasa)” (HR. Abu Daud, 4/140 dan ini adalah lafal
dari Abu Dawud, Ibnu Majah. 1/658, Ibnu Hibban. 1/356, Ibnu Khuzaimah, 4/348)

Penyebutan akal berulang-ulang dalam banyak ayat di Al-Qur’an menunjukkan urgensinya. Karena ia
adalah tempat memahami dan tempat digantungkannya taklif (beban). Sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh Imam Ghazali dalam kitabnya al-Mustasfa membagi daruriyat menjadi lima (ad-
Dhoruriyat al-Khomsah) yang harus dijaga dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini, beliau mengatakan,
“Tujuan diturunkannya hukum syariat kepada manusia ada lima, yaitu untuk melindungi agama, jiwa,
akal, keturunan dan harta”.

Karena itu perbuatan kriminal yang sengaja dilakukan oleh seseorang terhadap akalnya dengan
meniadakan fungsi akal dan menghentikan aktivitasnya, maka seseorang tersebut pantas dihukum
akibat perbuatan tersebut. Ia menjadi makhluk yang tidak bisa membedakan antara kebaikan dan
keburukan karena alat yang digunakannya untuk membedakan telah ia rusak fungsinya. Kondisi seperti
itu menyebabkannya lebih buruk dari hewan.

Umat Butuh Perisai (Junnah) Untuk Melindungi Kehormatan dan Keselamatan.

Rasulullah Saw bersabda,

ُ‫ َوإِ ْن يَأْ ُمرْ بِ َغي ِْر ِه َكانَ َعلَ ْي ِه ِم ْنه‬،ٌ‫ك أَجْ ر‬


َ ِ‫ فَإِ ْن أَ َم َر بِتَ ْق َوى هَّللا ِ َع َّز َو َج َّل َو َع َد َل َكانَ لَهُ بِ َذل‬،‫إنَّ َما اإْل ِ َما ُم ُجنَّةٌ يُقَاتَ ُل ِم ْن َو َرائِ ِه َويُتَّقَى بِ ِه‬

“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di
belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam
(Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah)
mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan
siksa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad)

Kata “Imam” dalam hadits ini bermakna al-Khalifah. Al-Imam al-Mawardi dalam al-Ahkam al-
Sulthaniyyah berkata, "Al-Imamah adalah pembahasan tentang Khilafah Nubuwwah untuk menjaga
agama dan mengatur dunia dengannya."

Makna ungkapan kalimat “al-imamu junnah” adalah perumpamaan sebagai bentuk pujian terhadap
imam yang memiliki tugas mulia untuk melindungi orang-orang yang ada di bawah kekuasaannya
sebagaimana dijelaskan oleh al-Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, "(Imam itu perisai) yakni
seperti as-sitr (pelindung), karena imam (khalifah) menghalangi/mencegah musuh dari mencelakai kaum
muslimin, dan mencegah antar manusia satu dengan yang lain untuk saling mencelakai, memelihara
kemurnian ajaran Islam, melindungi serta menjaga akal dan manusia berlindung di belakangnya dan
mereka tunduk di bawah kekuasaannya." Dengan indikasi pujian, berita dalam hadits ini bermakna
tuntutan (thalab), tuntutan yang pasti, dan berfaidah wajib.

Untuk kalimat “jika seorang imam (khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’Azza wa Jalla
dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain
itu, maka ia akan mendapatkan siksa”, bisa kita pahami bersama bahwa seorang imam (khalifah)
diperintahkan oleh Allah Ta'ala dan Rasul-Nya untuk memerintah manusia yang ada dibawah
kekuasaannya dalam ketaatan. Demikian juga wajib memerintah dengan adil yaitu dengan
memberlakukan hukum-hukum Allah dalam mengatur hak-hak manusia agar tidak berbuat zhalim.

Akhir kata tugas seorang Imam atau khalifah yang menerapkan hukum Islam sangat dibutuhkan untuk
bisa memberikan rasa aman untuk urusan dunia dan agamanya dari segala bentuk penyimpangan yang
merusak. Termasuk kewajiban seorang imam adalah memerintahkan umat untuk menaati Allah dan
Rasul-Nya serta mengatur mereka dengan adil, tidak lain hanya dengan hukum Allah ‘Azza wa Jalla.

Hanifah (Guru Sekolah Tahfidz Plus Khoiru Ummah Serpong)

Anda mungkin juga menyukai