Anda di halaman 1dari 24

Kelompok 6

Amalia Fajrina (1804026128)


Elvira Wulandari (1804026158)
Marysha Ispazenti (1804026183)
Raniati (1804026208)
Tresi Bella Tungkagi (1804026229)

Apoteker 31 Pagi
Menurut bahasa, Khalifah ( ‫خليفة‬Khalīfah) merupakan
mashdar dari fi’il madhi khalafa , yang berarti :
menggantikan atau menempati tempatnya.

Sedangkan dalam pengertian syariah, Khailifah


digunakan untuk menyebut orang yang menggantikan
Nabi Muhammad SAW (setelah beliau wafat) dalam
kepemimpinan Negara Islam. Khalifah juga sering
disebut sebagai Amīr al-Mu’minīn ( )‫ أمير المؤمنين‬atau
“pemimpin orang yang beriman”
Al – Qur’an menyebut Khalifah dalam surah Al –
Baqarah ayat 30 :

ُ‫ض َخ ِليفَةً ۖ قَالُوا أَت َ ْجعَ ُل فِي َها َم ْن يُ ْف ِسد‬ ِ ‫َو ِإ ْذ قَا َل َرب َُّك ِل ْل َم ََلئِ َك ِة ِإنِي َجا ِع ٌل فِي ْاْل َ ْر‬
َ ‫ِس لَ َك ۖ قَا َل ِإنِي أ َ ْعلَ ُم َما َل ت َ ْعلَ ُمو‬
ُ ‫ِك َونُقَد‬ َ ُ‫الد َما َء َون َْح ُن ن‬
َ ‫س ِب ُح ِب َح ْمد‬ ِ ‫فِي َها َويَ ْس ِف ُك‬
Artinya:
”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata:
“Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan
Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”
Ini merupakan dharûriyyât yang terpenting dan berada pada urutan tertinggi.
Makna dharûriyyâtul-khams, yaitu menyangkut lima kebutuhan penting yang
semestinya dijaga oleh kaum Muslimin. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala :

ِ ‫س ِإ َّل ِليَ ْعبُدُو‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َو‬
َ ‫اْل ْن‬
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. [Adz-Dzâriyat/51: 56]

Begitu juga firman Allah SWT qs.an-nahl ayat 36 yang artinya Dan sungguhnya
Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah
Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang
yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah
pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
Agar Allah SWT menjaga din (agama) dari kerusakan, karena
din merupakan dharuriyat yang paling besar dan
terpenting, maka syari’at juga mengharamkan riddah
(murtad), memberi sanksi kepada orang yang murtad dan
dibunuh. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Barangsiapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah
dia” [HR Bukhari]

Juga sebagaimana sabda HR Bukhari yang lain :


“Tidak halal darah seorang muslim (tidak boleh
dibunuh), kecuali dengan salah satu di antara tiga sebab
yaitu jiwa dengan jiwa, orang tua yang berzina (dibunuh
dengan dirajam), orang yang murtad meninggalkan
agamanya dan jama’ahnya” [HR Bukhari]
Pengakuan Islam terhadap pluralitas masyarakat ini tidak lepas dari ajaran
Islam. Allah SWT berfirman pada QS al-Baqarah [2]: 256 yang artinya tidak ada
paksaan dalam (menganut) agama (islam), sesungguhnya telah jelas
(perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa
yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah
berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah
maha mendegar, maha mengetahui.

Selain melindungi Islam, Khilafah pun melindungi agama lainnya,


dengan syarat, pemeluknya menjadi ahli dzimmah. Khilafah membiarkan
mereka dalam agama mereka; Kristen, Yahudi, Hindu, Budha dan sebagainya.
Rasulullah saw. pernah menulis surat kepada penduduk Yaman, bahwa siapa
saja yang tetap memeluk Yahudi atau Nasrani, dia tidak boleh dihasut [untuk
meninggalkan agamanya], dan dia wajib membayar jizyah (HR Ibn Hazm
dalam kitabnya, Al-Muhalla).

Orang-orang non-Muslim tetap bebas untuk beribadah, menikah,


bercerai, termasuk bebas makan, minum dan berpakaian sesuai dengan agama
mereka. Namun demikian, seorang Muslim tidak boleh meninggalkan Islam
alias murtad.
Ini semua untuk menjaga din. Realisasinya dapat dilakukan
dengan beberapa cara, di antaranya dengan :
1. Beriman kepada Allah Azza wa Jalla, mencintai-Nya,
mengagungkan-Nya, mengetahui Asmâ dan Sifat Allah
2. Berpegang teguh dengan agama, mempelajarinya, lalu
mendakwahkannya.
3. Menjauhi dan memperingatkan dari perbuatan syirik dan
riya’.
4. Memerangi orang-orang yang murtad.
5. Mengingatkan dari perbuatan bid’ah dan melawan ahlul
bid’ah.
Menjaga jiwa juga termasuk dharûriyatul-khamsi, dan din tidak
akan bisa tegak, jika tidak ada jiwa-jiwa yang menegakkannya. Kalau kita
ingin menegakkan din, artinya, kita harus menjaga jiwa-jiwa yang akan
menegakkan din ini. Untuk menjaga dan memuliakan jiwa-jiwa ini, Allah
Azza wa Jalla berfirman :

ِ ‫اص َحيَاة ٌ يَا أُو ِلي ْاْل َ ْلبَا‬


َ ‫ب لَعَلَّ ُك ْم تََّتَّقُو‬ ِ ‫ص‬َ ‫َولَ ُك ْم فِي ْال ِق‬
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa” [Al-Baqarah/2:179]

Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla menjadikan qishash sebagai salah
satu sebab kelestarian kehidupan, padahal qishash itu merupakan
kematian. Mengapa? Karena, dengan keberadaan hukum qishash, maka
para pelaku kriminal menjadi jera, kehidupan pun menjadi aman. Jadi,
qishash merupakan salah satu sebab terwujudnya kehidupan yang damai,
tenang, dan dalam naungan hidayah.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda
tentang penjagaan terhadap jiwa:

“Barangsiapa yang menjatuhkan dirinya dari gunung


lalu dia membunuh dirinya (mati), maka dia akan
berada dalam Neraka Jahannam dalam keadaan
melemparkan diri selama-lamanya”.
[HR Imam Bukhari].
Dalam hadits ini terdapat bantahan terhadap seseorang
yang berpendapat “saya bebas melakukan apa saja atas diri saya”.
Perkataan seperti ini merupakan perkataan keliru, karena di
dalam Al- Qur`anul-Karim disebutkan tentang ucapan yang
benar, sebagai petunjuk bagi kaum Mukminin jika tertimpa
musibah.
Allah Azza wa Jalla berfirman qs.al-Baqarah ayat 156 yang artinya
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.”
Inna lillahi (sesungguhnya kita milik Allah) dengan
demikian, kita ini milik Allah Azza wa Jalla, tidak boleh berbuat
sewenang-wenang atas diri kita, tidak boleh menyengaja
melukai tangan sendiri lalu berkata “ini tangan saya, saya bebas
melakukan apa saja terhadapnya”. Apalagi sampai mengatakan
“ini adalah jiwaku, saya ingin membunuh diri atau menjatuhkan
diri dari gunung, atau menenggak racun”, maka semua ini tidak
boleh, karena termasuk berbuat sewenang-wenang pada sesuatu
yang bukan miliknya.
Secara ringkas, hifzhun-nafs dapat dilakukan dengan
beberapa cara, di antaranya:
1. Pada saat darurat (sangat terpaksa), wajib memakan
apa saja demi menyambung hidup, meskipun yang
ada saat itu sesuatu yang haram pada asalnya.
2. Memenuhi kebutuhan diri, berupa makanan,
minuman dan pakaian.
3. Mewajibkan pelaksanaan qishash (hukum bunuh
bagi yang membunuh, jika sudah terpenuhi syarat-
syaratnya) dan mengharamkan menyakiti atau
menyiksa diri.
Dalam konsep khilafah menyatakan bahwa
manusia telah dipilih oleh Allah di muka bumi ini
(khalifatullah fil’ardh). Sebagai wakil Allah, manusia
wajib untuk bisa merepresentasikan dirinya sesuai
dengan sifat-sifat Allah. Salah satu sifat Allah tentang
alam adalah sebagai pemelihara atau penjaga alam
(rabbul’alamin). Jadi sebagai wakil (khalifah) Allah di
muka bumi, manusia harus aktif dan bertanggung
jawab untuk menjaga bumi. Artinya, menjaga
keberlangsungan fungsi bumi sebagai tempat
kehidupan makhluk Allah termasuk manusia sekaligus
menjaga keberlanjutan kehidupannya.
Manusia mempunyai hak (diperbolehkan) untuk memanfaatkan apa
yang ada di muka bumi (sumber daya alam) dengan tidak melampaui
batas atau berlebihan. Dalam surat Al-An’am ayat 141-142 Allah
berfirman yang artinya:

“Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan


yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang
bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk
dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya
(yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah
haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir
miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. (Al an’am: 141)”

“Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk


pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. makanlah dari rezki
yang Telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu.” (Al an’am 142)
Sebagai khalifah di muka bumi, manusia memiliki
kewajiban melestarikan alam semesta dan lingkungan
hidup dengan sebaik-baiknya. Agar hidup di dunia
menjadi makmur sejahtera penuh keberkahan dan
menjadi bekal di hari akhir kelak. Hal ini secara langsung
diungkapkan oleh Allah dalam salah satu firmanNya
dalam surat Al a’raf ayat 56 yang artinya;
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi
setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya
dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya
rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat
kebaikan”
Pemberian Allah yang paling utama kepada
manusia adalah akalnya, tidak ada satu perkarapun yang
bisa membandinginya. Jika Allah telah
menyempurnakan akal seseorang (dengan Islam) maka
sempurnalah akhlak dan segala kebutuhannya” (Adabud
Dunya wad Din hal 5).
Ibn Jauzi berkomentar: Akal adalah simpanan terbaik
dan bekal untuk menghadapi perang melawan bala’ [Ibn
Jauzi. Shaid al-Khathir, 78].
Khilafah mencegah rakyatnya dari kerusakan akal.
Sebagaimana sudah dimaklumi, akal manusia bisa
rusak akibat khamer dan apa saja yang memabukkan.
Penjagaan Khilafah ini merupakan implementasi dari
firman Allah SWT qs.al-maidah ayat 90 yang artinya :
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamer, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat
keberuntungan
Kemaslahatan ini terwujud dan bisa dirasakan
manusia ketika khamer, narkoba dan sejenisnya
diharamkan. Tontonan yang bisa merusak akal juga
diharamkan, seperti film, gambar dan aksi porno. Orang
yang memproduksi, mengkonsumsi dan
mendistribusikannya pun diharamkan, dan akan dikenai
sanksi. Dengan begitu, akal manusia pun terjaga.

Ini sangat bertolak belakang dengan sistem


kehidupan kita saat ini. Begitu mudahnya orang
mendapatkan minuman keras (miras) karena negara
membolehkan minuman beralkohol dengan kadar kurang
dari 5 persen. Bahkan tidak ada aturan negara yang
melarang seorang Muslim menenggak khamer. Tidak ada
juga larangan memproduksi khamer.
Sementara itu, Allah SWT menciptakan akal
diantaranya agar manusia dapat beribadah kepada-Nya,
mentaati semua perintah-Nya dan menjauhi semua
larangan-Nya. Oleh karena itu, segala hal yang dapat
menyebabkan hilangnya fungsi akal tanpa ada alasan
syar’iy menjadi haram hukumnya dalam Islam. Maka dari
itu, Islam sangat peduli dengan nasib umat ini. Pada saat
yang sama, Islam mewajibkan kaum Muslim belajar,
menuntut ilmu, berpikir dan berijtihad. Semuanya ini bisa
meningkatkan kemampuan intelektual manusia. Islam
juga memuji para ulama karena ilmu dan sikapnya.
Dalam sistem ekonomi islam, harta adalah
kepemilikan mutlak yang berada di tangan Allah SWT
dan pengelolaannya berada di tangan manusia.
Kedudukan manusia sebagai khalifah Allah SWT,
hakikatnya yang kedudukannya sebagai wakil atau
yang berkerja pada Allah. Maka dari itu manusia yang
memiliki fungsi tersebut dalam memelihara harta,
harus mengetahui aturan Allah dalam memelihara
Harta.
Dalam hal ini syariah memberikan fungsi dan peran terhadap harta :
 Untuk di gunakan mendukung peribadatan seperti kain sarung
untuk menunjang ibadah sholat.
 Memelihara meningkatkan keimanan sebagai usaha mendekatkan
diri pada Allah SWT seperti sedekah dengan harta.
 Keberlangsungan hidup dan estafet kehidupan.
 Untuk menyelaraskan kehidupan di dunia dan di akhirat.

Islam sebagai agama yang benar dan sempurna memandang harta


tidak lebih dari sekedar anugerah Allah SWT yang di titipkan
kepada manusia.
Oleh karena itu, dalam islam terdapat etika di dalam memperoleh
harta dengan bekerja. Sehingga terdapat keseimbangan antara
usaha manusia dengan materi yang di dapatkan agar sesuai
dengan harapan yang di cita-cita kan sebagai khalifah di bumi.
Di antara dharûriyyâtul-khams yang dipelihara
dan dijaga dalam syari’at, yaitu menjaga keturunan.
Allah Azza wa Jalla berfirman qs.al-isra ayat 32 yang
artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang
keji. Dan suatu jalan yang buruk.

Nabi Shallallahu ‘alaihiwa sallam juga bersabda


“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang
mampu menikah, maka hendaklah dia menikah. Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah dia
melakukan puasa (sunat). Karena sesungguhnya puasa
itu menjadi obat bagi dia”.
Semua nash-nash ini untuk menjaga keturunan.
Pemeliharaan keturunan ini, bisa dilihat dari beberapa hal
berikut :
1. Anjuran untuk melakukan pernikahan.
2. Persaksian dalam pernikahan.
3. Kewajiban memelihara dan memberikan nafkah kepada
anak, termasuk kewajiban memperhatikan pendidikan
anak.
4. Mengharamkan nikah dengan pezina.
5. Melarang memutuskan untuk thalaq jika tidak karena
terpaksa.
6. Mengharamkan ikhtilâth.
Kedudukan manusia sebagai khalifah allah swt di muka
bumi, manusia akan dimintai tanggung jawab di
hadapan-Nya tentang bagaimana ia melaksanakan tugas
kekhalifahan itu,.
Tugas dan tujuan manusia sebagai khalifah yaitu
menjaga agama, jiwa, akal, alam, harta dan keturunan

Anda mungkin juga menyukai