Anda di halaman 1dari 5

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Temulawak

Klasifikasi Tanaman

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Keluarga : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma xanthorrhiza ROXB.

Temulawak Temulawak ( Curcuma xanthoriza Roxb ) merupakan


tanaman rempah. Temu Lawak termasuk familia Zingiberaceae.
daerah dengan ketinggian antara 5 - 750 meter di atas permukaan
ditemui di hutan jati, di tempat yang beralang-alang, atau ditanam
rumah.

salah satu
Tumbuh di
laut. Dapat
di halaman

Cara penanganan simplisia


PENGOLAHAN SIMPLISIA TEMULAWAK
Agar diperoleh simplisia temulawak yang berkualitas dengan kandungan senyawa aktif yang
tinggi don stabil, maka diperlukan langkah-langkah penanganan dan pengelolaan pasca panen yang
benar dan baik.

1.

Pemanenan
Waktu panen ditandai oleh berakhirnya pertumbuhan vegetatif, pada keadaan ini rimpang
telah berukuran optimal dan umur di lahan antara 9 - 10 bulan. Ciri tanaman yang siap panen adalah
memiliki daun-daun yang telah menguning dan mengering.

Pemanenan dilakukan dengan cara membongkar rimpang menggunakan garpu/cangkul


secara hati-hati agar tidak terluka/rusak. Tanah yang menempel pada rimpang dibersihkan dengan
cara dipukul pelan-pelan hingga tanah terlepas dari rimpang. Kemudian daun-daun dan batang
dibuang.

2.

Pencucian
Rimpang direndam dalam bak pencucian selama 2 3 jam. Selanjutnya rimpang dicuci
sambil disortasi. Setelah bersih rimpang segera ditiriskan dalam rak - rak peniris selama 1 hari.
Penirisan sebaiknya dilakukan di dalam ruangan atau di tempat yang tidak terkena sinar matahari
langsung.

3.

Perajangan
Perajangan dapat menggunakan mesin ataupun perajang manual. Arah irisan melintang agar
sel-sel yang mengandung minyak atsiri tidak pecah dan kadarnya tidak menurun akibat penguapan.
Tebal irisan rimpang antara 4 - 6 mm. Untuk mendapatkan warna dan kualitas rimpang yang bagus,
setelah perajangan rimpang diuapi dengan uap panas atau dicelup dalam air mendidih selama 1 jam
sebelum dikeringkan.

4.

Pengeringan
Pengeringan dilakukan dengan mesin, selain lebih cepat juga hasilnya lebih berkualitas.
Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling
menumpuk. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengeringan dengan mengunakan mesin adalah suhu
pengeringan yang tepat. Untuk rimpang temulawak digunakan suhu pengeringan antara 40 - 60 oC.
Dengan suhu tersebut waktu pengeringan yang diperlukan antara 3 - 4 hari.

5.

Pengemasan
Setelah rimpang mencapai derajat kekeringan yang diinginkan, selanjutnya dapat segera
dikemas untuk menghindari penyerapan kembali uap air oleh rimpang. Pengemasan hendaknya
dilakukan dengan hati-hati agar rimpang tidak hancur. Seterusnya simplisia dapat segera disimpan
atau diangkut ke pasar.

6.

Penyimpanan
Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab, suhu tidak melebihi 30 oC, memiliki ventilasi
yang baik, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas simplisia, memiliki
penerangan yang cukup (terhindar dari sinar matahari langsung), serta bersih dan bebas dari hama
gudang.

Minyak atsiri dalam simplisia temulawak mengandung siklo isoren, mirsen, d-kamfer, P-tolil
metikarbinol, zat warna kurkumin. Kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak berkisar antara
1,6% - 2,22% dihitung berdasarkan berat kering.

PERSYARATAN MUTU SIMPLISIA TEMULAWAK


Berdasar Ketetapan MMI (Materia Medika Indonesia)

Kadar abu 4,4%

Kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,74%

Kadar sari yang larut dalam air 8,9%

Kadar sari yang larut dalam etanol 3,5%

Bahan organikosing 2%

Prosedur Pembuatan Ekstrak


Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan unsure pokok dari sebuah
campuran yang menggunakan daya larut yang istimewa dari satu komponen
atau lebih pada fase kedua.
Alat dan Bahan
a. Bahan yang digunakan
1. Sampel temulawak parut dan potong
2. Etanol 40%,60%, dan 80%
3. Aquadest
b. Alat yang digunakan
1. Beker gelas
2. Erlenmeyer
3. Stirred
4. Parutan
5. Penutup ( karet atau plastik )
6. Pisau
7. Water bath
8. Gelas Ukur
9. Kertas saring
Prosedur Kerja
Persiapan Sampel
Sampel temulawak basah dipotong dengan ketebalan rerata 5 mm, kemudian dikeringkan pada oven pada suhu
60oC hingga tercapai kadar air maksimal 10 %. Sampel yang telah kering kemudian digiling dan diayak. Serbuk
yang berukuran 40 mesh disimpan dalam plastik untuk dijadikan sebagai bahan baku ekstraksi.

Pelarutan (Adsorbsi)

Sebanyak 50 gram serbuk temulawak dimasukkan ke dalam labu leher tiga dengan perbandingan pelarut
bahan baku, suhu dan waktu ekstraksi sesuai dengan kondisi operasi yang dinginkan. Pelarut terlebih dahulu
dipanaskan sampai kondisi operasi yang diinginkan, baru sampel dimasukkan kedalam labu.

Ekstraksi
Evaporasi
Setelah ekstraksi selesai dilakukan penyaringan, filtrat dipekatkan dalam rotavapour pada suhu 40 C sampai
tidak adanya destilat yang menetes

Hasil Ekstraksi
Prosedur Analisa Data

Tahap pengambilan data ini dilakukan dengan cara penimbangan filtrate dan
kertas saring setiap dua menit sampai beratnya konstan.

Jalannya Penelitian Preparasi sampel


a. Refluks (Anonim, 2008)
Ditimbang seksama 500,0 mg serbuk simplisia temulawak, dimasukkan
dalam labu alas bulat 250 ml; 20 ml etanol ditambahkan; direfluks selama
30 menit; diangkat dan disaring, filtrat disisihkan; ampas direfluks kembali
dengan 15 ml etanol selama 30 menit; diangkat dan disaring, filtrat
disisihkan; ampas kembali direfluks dengan 15 ml etanol selama 30 menit;
diangkat dan disaring. Filtrat dikumpulkan dan digenapkan menjadi 50,0
ml menggunakan labu takar (sampel siap ditotolkan).
b. Sonikasi
Ditimbang seksama 100,0 mg serbuk simplisia temulawak, sampel
dimasukkan dalam botol bertutup 25 ml; 10,0 ml etanol ditambahkan
secara seksama; disonikasi selama 15 menit; didiamkan selama 30 menit,
1 ml bagian bening diambil dan dimasukkan dalam tabung sentrifuse;
sampel disentrifuse selama 5 menit pada 10.000 rpm (sampel siap
ditotolkan).
c. Maserasi
Ditimbang seksama 100,0 mg serbuk simplisia temulawak, sampel
dimasukan dalam botol bertutup 25 ml; 10,0 ml etanol ditambahkan
secara seksama; sampel disimpan pada tempat gelap selama 24 jam; 1 ml
bagian bening diambil dan dimasukan dalam tabung sentrifuse; sampel
disentrifus selama 5 menit pada 10.000 rpm (sampel siap ditotolkan).

Desain uji toksisitas akut


Hewan uji
Tikus Sprague Dawley jantan (130-180 g) dan tikus ICR betina (20-25 g)
diperoleh dari Gedung Hewan, Universiti Sains Malaysia. Hewan-hewan
diaklimitisasi dengan kondisi laboratorium selama tujuh hari sebelum percobaan.
Lima tikus ditempatkan per polikarbonat kandang, dengan akses mudah ke
makanan dan air. Hewan-hewan yang dipelihara pada suhu kamar di bawah /
siklus gelap terang 12 jam. Semua percobaan dilakukan antara 9:00-14:00 untuk
mencegah konfrontasi dengan ritme sirkadian.
Uji toksisitas akut
Mencit dibagi menjadi kontrol dan uji kelompok (n = 5). Kelompok uji menerima
dosis oral tunggal standar Curcuma xanthorrhiza ekstrak etanol 300 mg / kg,
2000 mg / kg dan 5000 mg / kg masing-masing. Setelah pengobatan, tikus yang
diamati selama 30 menit dan setelah itu selama 14 hari untuk melihat adanya
tanda-tanda toksisitas, kematian atau perubahan perilaku. 1mg ekstrak curcuma
xanthorrhiza setara dengan 0.1238 mg xanthorrhizol

Hasil dan kesimpulan


Pemberian oral dari ekstrak etanol curcuma xanthorrhiza menunjukan tidak menimbulkan kematian pada tikus
dengan dosis sampai 5g/kg. tidak ada toksisitas yang ditemukan pada kulit, bulu atau mata. Tidak ada
perubahan perilaku pada salvias, pola tidur, diare atau letargi yang ditemukan pada hewan coba. Jadi hasil ini
menunjukan bahwa curcuma xanthorrhiza tidak toksik dan aman pada dosis 300mg/kg,2000mg/kg dan
5000mg/kg. sehingga ekstrak tanaman ini aman untuk digunakan pada pengobatan (Devaraj et al.,2010).
Uji toksisitas sub akut

Anda mungkin juga menyukai