I. PENDAHULUAN
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya ke medan perang.
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (At-Taubah
122)
Pada awal perkembangannya, pendidikan Islam yang berlangsung dapat dikatakan bersifat
non-formal, dan itupun lebih berkaitan dengan upaya-upaya dakwah islamiyah. Dalam kaitan
itulah dapat dipahami, kenapa proses pendidikan Islam pertama kali berlangsung di rumah
sahabat tertentu, yang paling terkenal adalah Dar al-arqam. Tetapi ketika masyarakat islam
mulai terbentuk, maka pendidikan diselenggarakan di mesjid. Proses pendidikan pada tempat
ini dilakukan dalam halaqah (lingkaran belajar). Pendidikan formal (klasikal) baru muncul,
yakni dengan lahirnya madrasah. Dan madrasah pertama didirikan oleh Wasir Nidham al-
Mulk tahun 1064 M, yang kemudian dikenal dengan madrasah Nizham al-Mulk. Model
sistem pendidikan madrasi inilah yang kemudian menyebar dan berkembang di seluruh
masyarakat Islam, termasuk di Indonesia.
Di Indonesia, Pada awalnya, para pendiri (the founding father) Pondok Pesantren, kiyai,
ulama, masyayekh, dan asatid membangun dan mengembangkan lembaga ini secara khusus
sebagai lembaga TAFAKUH FIDDIN (pendalaman ilmu-ilmu keislaman) bagi santri dan
masyarakat sekitarnya, untuk menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam, ahlu al Sunnah wa al
Jamaah (madzhab sunni) dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan sekaligus
mempertahankan khazanah tradisi keilmuan, karena itu pendidikan diniyah (pondok
pesantren) sebagai institusi yang memberikan doktrin sunni terhadap para santri khususnya,
masyarakat Indonesia pada umumnya .
Pendidikan Diniyah pada saat itu masih bersifat non formal yang dilaksanakan; di surau, di
langgar, di masjid, dan tempat-tempat lain yang sejenis untuk melakukan telaah kitab-kitab
kuning (kitab klasik) karya para ulama salafi (klasik) yang dikarang pada abad ke 9-14
masehi. Dengan metode pembelajaran; sorogan, motonan, dan sejenisnya yang berlangsung
dan dilakukan secara individual dan bersifat personal antara kyai dengan para santri.
Dalam konteks pendidikan nasional Indonesia, sistem Madrasi Salafiyah ini belum
mendapatkan pengakuan dari pemerintah sehingga para lulusannya tidak mendapatkan
pengakuan dan melanjutkan ke pendidikan umum yang sederajat. Upaya memecahkan
persoalan ini, sejak tanggal 24 maret 1975, madrasah memiliki dasar juridis yang kuat dengan
lahirnya SURAT KEPUTUSAN BERSAMA TIGA MENTERI; Menteri Agama, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri tahun 1975 yang memiliki tujuan
untuk meningkatkan mutu pendidikan pada Madrasah dengan cara melakukan perubahan
kurikulum Madrasah yang berbanding 30% ilmu agama dan 70% pengetahuan umum.
Dengan demikian secara legal dan formal ada pengakuan dari pemerintah bahwa ijazah dan
lulusan madrasah memiliki nilai yang sama dengan ijazah dan lulusan sekolah umum yang
setingkat.
Dengan berlakunya SKB 3 Menteri diatas maka terjadi pula penggeseran dan perubahan
dalam skala masif (besar-besaran) di lingkungan madrasah diniyah baik yang ada di dalam
dan di luar pondok pesantren menjadi Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan
Aliyah. Perubahan ini, disatu pihak dapat bermanfaat bagi peserta didik karena ada
pengakuan bagi lulusannya; tetapi sangat merugikan pada pendalaman ilmu-ilmu keislaman
di Pondok Pesantren maupun di Madrasah Diniyah. Sebab, dalam jangka panjang, kajian
kitab-kitab kuning yang menjadi sumber ajaran-ajaran Islam mulai tidak diminati oleh para
santri, dan posisi Madrasah Diniyah menjadi pelengkap (takmiliyah/sekunder). Di Jawa
Timur pada tahun 1995 terjadi perubahan orientasi belajar santri terhadap kajian keilmuan di
pesantren dimana para santri yang mengkaji ilmu keagamaan sebesar 51, 50% dan mengkaji
ilmu keagamaan disertai ilmu pengetahuan dan ketrampilan sebesar 48,50%. Tahun 1997
para santri yang belajar ilmu agama 33,20% dan mengkaji ilmu agama disertai ilmu
pengetahuan umum dan ketrampilan 66,80%. Pada tahun 2010 perlu dilakukan penelitian
secara mendalam tentang minta santri terhadap kajian ilmu-ilmu agama.
Baik pendidikan diniyah klasikal maupun pendidikan diniyah takmiliyah dalam konteks
Sistem Pendidikan Nasional termasuk kategori pendidikan nonformal. Dalam Sistem
Pendidikan Nasional, semua aktivitas pendidikan termasuk pendidikan diniyah merupakan
sub-sistem dari sistem pendidikan nasional. Apabila pendidikan diniyah akan ditempatkan
sebagai pendidikan formal, maka perlu diperhatikan dasar-dasar hukum sebagai berikut :
Dewasa ini,dunia ditandai oleh perubahan-perubahan yang sangat cepat dan bersifat global.
Hal itu diakibatkan oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat cepat, terutama
dalam bidang komunikasi dan elektronika. Perkembangan dalam bidang ini telah
mengakibatkan revolusi informasi. Sejumlah besar informasi, hampir mengenai semua
bidang kehidupan dan semua tempat telah terhimpun, terolah, tersimpan, dan tersebarkan.
yang setiap saat informasi tersebut dapat diakses, dibaca, serta disaksikan oleh setiap orang,
terutama melalui internet, media cetak, dan televisi. Revolusi informasi telah mengakibatkan
dunia menjadi semakin terbuka, menghilangkan batas-batas geografis, administratif—yuridis,
politis, dan sosial budaya. Masyarakat global, masyarakat teknologis, ataupun masyarakat
informasi yang bersifat terbuka, berubah sangat cepat dalam memberikan tuntutan, tantangan,
bahkan ancaman-ancaman baru.
Pada abad sekarang ini, manusia-manusia dituntut berusaha tahu banyak (“knowing much”),
berbuat banyak (“doing much”), mencapai keunggulan (“being exellence”), menjalin
hubungan dan kerja sama dengan orang lain (“being sociable”), serta berusaha memegang
teguh niai-niIai moral (“being morally”). Manusia “unggul, bermoral, dan pekerja keras”
inilah yang menjadi tuntutan dan masyarakat global. Manusia-manusia seperti ini akan
mampu berkompetisi, bukan saja dengan sesama warga dalam suatu daerah,wilayah, ataupun
negara, melainkan juga dengan warga negara dan bangsa lainnya.
Pengembangan pendidikan diniyah dalam era globalisasi harus berpijak pada tiga pilar utama.
Pertama, pilar filosofis merupakan pilar yang dijadikan pijakan bahwa Pendidikan Diniyah
adalah FADLU ‘AIN untuk dipertahankan sebagai lembaga pendidikan TAFAQQUH
FIDDIN melalui sumber pembelajaran pada kitab-kitab kuning yang merupakan ide. cita-cita
dan simbul keagungan dari pondok pesantren. Kedua, pilar sosiologis adalah pilar yang
dijadikan dasar pemikiran bahwa pendidikan diniyah tidak berada dalam ruang kosong
(vacuum space), tetapi ia bagian dari sistem sosial yang lebih luas untuk memberikan layanan
pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan tuntunan masyarakatnya. Pilar ini memerlukan
refleksi secara mendalam agar eksistensi pendidikan diniyah tidak sekedar sebagai pelengkap
(supplement), tetapi diharapkan madrasah diniyah menjadi pilihan utama (primer), bagi
masyarakat dimana pada saatnya pendidikan diniyah ini setara kualitasnya dengan satuan
pendidikan lain. Terakhir, pilar yuridis merupakan pilar bahwa pendidikan di Indonesia
berlaku sistem pendidikan nasional, artinya, jenis dan satuan pendidikan apapun harus tunduk
pada regulasi pendidikan yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan pendidikan
sebagimana dasar hukum diatas.
Standard Pendidikan Diniyah agar memiliki eksistensi yang mampu merespon perkembangan
global maka perlu adanya langkah-langkah strategis yang diambil oleh para pengelola
pendidikan diniyah yang menggabungkan antara yang tradisionalitas (kajian kitab-kitab
kuning) yang menjadi sumber spiritual para santri dengan modernitas (kajian-kajian
keilmuan umum), “al-muhafadhotu’ala al-qadim al-shaleh wa al-akhdu al-jadidi al-
ashlah” yang mempersiapkan para santri memiliki daya tahan dan daya suai terhadap
tuntutan terhadap kebutuhan kehidupan masyarakat global.
a. Madrasah diniyah ula sederajat Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar terdiri atas 6 (enam)
tingkat selama 6 (enam) tahun
Madradah diniyah ulya sederajat madrasah aliyah/sekolah menengah atas yang terdiri atas 3
(tiga) tingkat selama 3 (tiga) tahun.
a. Kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1);
b. Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau
psikologi.
c. Kompetensi profesional pendidik merupakan kemampuan guru dalam pengetahuan
bidang ilmu-ilmu keislaman yang ditulis para ulama timur-tengah abad 8 dan seterusnya,
yang lazim dinamakan Kitab Kuning (kitab klasik)
a. Kualifikasi akademik pendidikan minimum Diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)
b. Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan
pelajaran yang diajarkan
b. Latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata
pelajaran yang diajarkan
a. Kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan
kurikulum pada tingkat satuan pendidikan
b. Beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah,
c. Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan
bedasarkan panduan penyusunan kuikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi;
dan
Keterangan :
MATA
PELAJARAN ILMU
NO KITAB – KITAB MARAJI’ (Pilihan)
– ILMU
KEISLAMAN
KELAS I
1 Ilmu Tauhid Zadul Mubtadi’ Sullamud Diyanah Tauhid (tulisan)
2 Ilmu Akhlaq Alala Nadmul Akhlaq
3 Ilmu Fiqh Adzkarus Sholah Fasholatan Hidayatul
Mubtadi’
4 Qira’atu al-Qur’an Qira’ati/Tartila/At- Al-Qolam Annahdiyah/
Tartil/Iqro
Qur’ani
5 Tarikhu al-Islam Tarikh Nabi (pego)
6 Bahasa Arab Madarijut Ta’lim
Lughat Arobiyah Juz 1
7 Tahajji wa Tahsinu al- Qawaidul Khot Juz 1 Tahsinul Khot
Khat
8 Arab Pego
KELAS II
1 Ilmu Tauhid Zadul Mubtadi’ Juz II
2 Ilmu Akhlaq al Muntakhabat Juz 1 Nadzmul Mathlab
3 Ilmu Fiqh Matan Safinatus Mabadi’ Juz 1
Sholah
4 Qira’atu al-Qur’an Qira’ti al Qolam Iqra’/Annahdiyah
5 Ilmu Tajwid Hidayatus Sibyan
6 Tarikhu al-Islam Tarikh Nabi (Pegon)
7 Bahasa Arab Madarijut Ta’lim Ro’sun Sirah
Lugat Arobiyah Juz 2
8 Tahsinu al-Khat Qawaidu al-Khot Tahsinu al-Khot
KELAS III
1 Ilmu Tauhid Aqidatul Awam Matan Ibrohim al Sullamuddiyanah
Bajuri
2 Ilmu Akhlaq al Muntakhabat Juz 2 Tambihul Alala/washoya
Muta’allim
3 Ilmu Fiqh Tuhfatul Mubtadi’in Mabadi’ Juz 2
4 Qira’atu al-Qur’an Qisharul Mufassholat
5 Ilmu Tajwid Tuhfatul Athfal Tanwirul Qari Syifaul Jinan
6 Tarikhu al-Islam Khulashoh Nurul
Yaqin Juz 1
7 Bahasa Arab Madarijud durus al Ta’limul Lughat al Mabadi’
Arobiyah Juz 1 Arobiyah Muhawarah lil
Athfal
8 Tahsinu al-Khat Qawaidul Khot Tahsinul Khot
9 Sharaf Amsilatut Tashrifiyah
Istilahi
KELAS IV
1 Ilmu Tauhid Tijanuddarori Aqidatul Islamiyah
2 Ilmu Akhlaq Taisirul Khollaq Akhlaqul
Banin/Banat
3 Ilmu Fiqh Safinatun Naja Mabadi’ Fiqhiyah
Juz 3
4 Qira’atu al-Qur’an Juz Amma
(melanjutkan)
5 Ilmu Tajwid Nadzm Jazariyah
6 Tarikhu al-Islam Khulashah Nurul
Yaqin Juz 1
7 Ilmu Nahwu Al Awamil
8 Sharaf Amsilatut Tasrifiyah
(Lughowi)
9 Bahasa Arab Madarijud Durus al
Arobiyah 2
KELAS V
1 Ilmu Tauhid Khoridatul Bahiyah Aqidatul Islamiyah
2 Ilmu Akhlaq Tahliyah wattarghib Akhlaqul
Banin/Banat
3 Ilmu Fiqh Tanwirul Hija
4 Tarikhu al-Islam Khulasoh Nurul Yaqin
Juz 2
5 Ilmu Nahwu Matan al Ajurumiyah al Fushulul Fikriyah
6 Sharaf Al Maqsud
7 Bahasa Arab Madarijud Durus al
Arobiyah Juz 3
8 Imla’ Qawaidul Imla’ Qawaidurrosmiyah
KELAS VI
1 Ilmu Tauhid Jawahirul Kalamiyah Maslahul Abid
2 Ilmu Akhlaq Ta’limul Muta’allim Adabul Alim wal
Muta’allim
3 Ilmu Fiqh Sullamut Taufiq
4 Hadits Arba’in Nawawi
5 Tarikhu al-Islam Khulashah Nurul
Yaqin Juz 3
6 Ilmu Nahwu Al Imrithi
7 Bahasa Arab Madarijud Durus al
Arobiyah Juz 4
8 Imla’ Qawaidul Imla’ Qawaidurrosmiyah
b. Struktur Kurikulum Madrasah Diniyah Wustho
B. MUATAN LOKAL
17 Ushul Fiqh – – 2
18 Balaghah – – 2
19 Qowaidu Al- Fiqhiyyah – – 2
Keterangan;
Struktur kurikulum Madrasah Diniyah Ulya meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh
dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai dari kelas X sampai dengan XII.
Kurikulum disusun bedasarkan standar kompetensi mata pelajaran.
Keterangan;