Anda di halaman 1dari 8

4 Pesan Rasulullah SAW Untuk Hidup Sukses

Rasulullah Muhammad Saw pernah memberikan pesan motivasi untuk hidup sukses kepada Abu Dzar. Dan
pesan beliau ini kemudian kita maknai sebagai pesan motivasi hidup sukses untuk kita semua, umat dan pengikutnya
atau istilah lainnya sebagai downline dan follower-nya Rasulullah

JADDIDIS SAFINAH;Perbarui (Selalu) Perahumu (kendaraan)


Yang termasuk perahu yang harus selalu DIUPGRADE dalam lautan kehidupan ini ini adalah:
1. Iman
2. Ilmu
3. Niat
4. Informasi
5. Keterampila
6. Hidup
7. Kesehatan
Kenapa kita harus selalu memperbarui PERAHU HIDUP kita? Rasulullah menjelaskan, FA INNAL BAHRO
‘AMIIQUN ; KARENA LAUTAN KEHIDUPAN ITU SANGAT DALAM DAN LUAS. Makna pertama, karena kehidupan ini
memiliki kompleksitas yang begitu tinggi, romantika dan problematika yang variatif serta perkembangan dan
perubahan yang cepat dan dinamis. Jika kita tidak rajin memperbarui PERAHU kita akan tenggelam, kita akan
tertinggal, kita akan kalah dan kita akan gagal memenangkan kehidupan ini. Makna kedua, karena kehidupan dunia
ini menggoda, merayu dan bisa membuat diri tertipu,. Maka jika kita tidak rajin memperbarui PERAHU kita maka kita
akan lalai dan melupakan Allah dan akhirat. Sehingga kita jadi memilih untuk jadi pengikut dunia dan budaknya.

WA KHUD AZZAADA KAAMILAN! Perlengkap Dan Perbanyak Bekalmu! Maknanya, sempurnakan, tingkatkan dan
perbanyak TAQWAMU. Kenapa kita harus menyempurnakan dan memperbanyak bekal TAQWA? Rasulullah
menjelaskan FA INNAS SAFARO BA’IDUN KARENA SESUNGGUHNYA PERJALANAN INI BEGITU JAUH. Maknanya,
karena perjalanan hidup di dunia ini melelahkan dan begitu dinamis dan kadang mengalami fluktuasi emosi dan
situasi. Karena perjalanan menuju akhirat itu panjang dan lama sehingga memerlukan bekal dan energi yang
mencukupkan dan menjamin. Karena perjalanan menuju Allah ini jauh dan akan mengalami fase-fase yang banyak
dan berat sehingga memerlukan bekal yang banyak. Salah seorang leader iman dan amal saleh kita, sahabat yang
mulia Abu Bakar Ra pernah berkata, seseorang yang meninggal dunia dan dia tidak membawa bekal TAQWA maka ia
seperti seseorang yang tenggelam di lautan luas dan dia tidak memiliki keterampilan berenang serta alat penolong
lainnya.
Bekal TAQWA yang kita miliki dan bawa akan membuat kita KUAT dan SELAMAT , SENANG dan TENANG, MUDAH
dan INDAH serta NYAMAN dan AMAN.

WAKHOFFIFIL HIMLA ; Ringankan Bawaanmu (Bebanmu)! Bawaan dalam perjalanan adalah hal-hal yang kita bawa
saat perjalanan menuju sukses. Ada bawaan yang penting dan dibutuhkan ada juga yang tidak penting dan tidak
dibutuhkan, bahkan ada bawaan yang tidak boleh dibawa karena akan mengganggu dan merusak perjalanan.
Yang termasuk bawaan yang tidak penting, tidak dibutuhkan dan akan merusak perjalanan adalah:
1. Dosa
2. Dengki dan Dendam
3. Pikiran Negatif
4. Trauma Masa lalu
5. Kebiasaan Buruk
6. Jiwa dan sikap konsumtif
7. Bermegah-megahan dengan harta
Semua pikiran, sikap dan perbuatan negatif adalah BARANG BAWAAN yang TIDAK PENTING, TIDAK
DIBUTUHKAN DAN DILARANG DIBAWA. Jika kita memilih membawanya, maka perjalanan kita akan BERAT, TIDAK
NYAMAN, LAMBAT, MOGOK, TIDAK BERKAH dan TIDAK BAHAGIA sehingga akan memperlambat dan memperjauh
jarak kita dengan KESUKSESAN, bahkan bisa mengeluarkan kita dari jalur kesuksesan dan kemenangan alias kita
akan mengalami KECELAKAAN DAN KEGAGALAN.
Kenapa kita harus mengurangi beban? Rasulullah SAW mengatakan FA INNAL ‘AQOBATA KAUDUN KARENA
RINTANGAN DAN TANTANGAN HIDUP ITU BERAT. Selain perjalanan menuju akhirat itu jauh, ,selain perjalanan
menuju sukses itu perlu waktu, karena di tengah-tengah perjalanan itu akan ada tantangan dan rintangan, kadang
akan memasuki dan melewati perjalanan yang becek, terjal, berbatu, licin, menanjak dan lainnya. Nah, jika kita
membawa beban-beban TIDAK PENTING bahkan MADHOROT buat kita niscaya kita tidak bisa melewati tantangan
dan rintangan perjalanan itu. Niscaya kita akan terjatuh, terhempas dari jalur dan keluar dari perjalanan sukses.

WA AKHLISHIL ‘AMAL ; Beramallah Dengan Ikhlas!


Kita harus mengumpulkan pahala sebanyak banyaknya untuk dijadikan sebagai bagian dari alat tukar
membeli surga. Pahala adalah balasan dari Allah bagi yang beramal shaleh dengan ikhlas. Allah hanya akan
menerima amal ibadah yang ikhlas, yaitu amal ibadah yang dikerjakan semata-mata hanya mengharapa ridho, pahala
dan balasan dari Allah SWT. Allah SWT tidak akan menerima amal ibadah yang diniatkan RIYA dan SUM’AH,
sebagaiman Allah tidak akan menerima amal ibadah yang dilakukan dengan cara syirik (beribadah lewat perantara).

KESIMPULAN
Di sisa waktu usia kita mari kita berupaya untuk:
 Terus memperbarui perahu perahu diri dan kehidupan kita yaitu IMAN, ILMU, NIAT, INFORMASI,
KESEHATAN dan KETERAMPILAN HIDUP
 Mari kita tingkatkan dan perbanyak bekal TAQWA kita dengan cara menjalankan apa-apa yang Allah
perintahkan dan menjauhi apa yang Allah larang atau haramkan. Jangan hanya bisa menghitung BERAPA
UANG KITA? BERAPA SALDO KITA? Mulailah berfikir, bertanya dan berhitung BERAPA PAHALA KITA?
BERAPA SALDO KEBAIKAN KITA?
 Mari kita bersihkan diri kita dari beban beban dosa dan hal hal negatif yang akan merusak perjalanan sukses
kita, perjalanan meraih ridha Allah dan perjalanan memasuki surgaNya
 Mari belajar hidup ikhlas, hidup untuk meraih ridha Allah. Mari beramal shaleh dengan ikhlas semata hanya
mengharapkan balasan dari Allah.
Khutbah I

ُ ‫لَّ للاُ َوحْ دَهُ َلش لَريْكَُ لَهُ َر‬


‫ب‬ ُ ‫لَ اللَ ُهَ ال‬
ُ ‫ن‬ ُْ َ ‫ساب ا َ ْش َهدُ أ‬ ‫ن ت َزَ َّو ُدَ بل َها لل ْيوم ل‬
َ ‫الح‬ ُْ َ ‫اس َوأ َ َم َرنَا أ‬ُ ‫اللّبَ ل‬ َّ ‫ْر‬
‫الزا لُد َو ل‬ َُ ‫ل الت ّ ْق َوى َخي‬ َُ َ‫لي َجع‬ ُْ ‫ِلل الَّذ‬
ُ ‫ال َح ْمدُ ل‬
َُ‫صادلق‬َ َُ‫س ليّ لدنَا م َح َّمدُ َكان‬َ ‫علَى‬ ّ
َ ‫س لل ُْم‬َ ‫ل َو‬ ُّ‫ص ل‬ َّ
َ َ‫ اَلله َُّم ف‬.‫َاص‬ َ
ُ ‫ت األ ْشخ ل‬ ُ‫صفَا ل‬
‫ل ل‬ َ
ُ‫عبْدهُ َو َرس ْولهُ ال َم ْوص ْوفُ لبأ ْك َم ل‬ َ ‫س ليّدَنَا َح َّمدًا‬َ ‫ن‬َُّ ‫اس َوأ َ ْش َهدُ أ‬
َ ُ ‫النَّ ل‬
ُْ ‫ص ْينل‬
‫ي‬ ‫ ا ْو ل‬،‫اضر ْونَُ َر لح َمكمُ للا‬ ‫ فَيَا أَي َها ْال َح ل‬، ُ‫ أ َ َّما بَ ْعد‬، ‫يرا‬ ً ‫سلّ ُْم ت َسلي ًما َكثل‬ َ ‫صحْ بل لُه أجمعين و‬ َ ‫علَى آ لل لُه َو‬ ُ ‫ْال َو ْع لُد َو َكانَُ َرس ْو‬
َ ‫ َو‬،‫لً نَبليًّا‬
َُ‫ فَقَ ُْد فَازَُ ْالمتَّق ْون‬،‫ى َوإليَّاك ُْم بلت َ ْق َوى للال‬ ُْ ‫نَ ْف لس‬
َُ‫لَّ َوا َ ْنت ُْم م ْس للم ْون‬
ُ ‫ن لإ‬َُّ ‫لَ ت َم ْوت‬ ُ ‫ق تقَاتل لُه َو‬ ُ ‫ يَا اَي َها الَّ لذيْنَُ آ َمن ْوا اتَّق ْوا‬،‫الر لحي لْم‬
َُّ ‫للاَ َح‬ َّ ‫ن‬ ُ‫الرحْ َم ل‬ ُ ‫ لبس لُْم‬: ‫ل للاُ ت َ َعالَى‬
َّ ‫للال‬ َُ ‫قَا‬

Jamaah Jum’at rahimakumullâh,


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berpesan kepada salah satu sahabatnya, Abu Dzar al-Ghifari,
sebagaimana termaktub dalam kitab Nashaihul ‘Ibad.
‫َام‬
ً‫ِّال‬ َ‫َّا‬
‫د ك‬ ‫ُذ‬
‫ِّ الز‬ ‫َخ‬
‫ و‬،ٌ ‫ْق‬ ‫َم‬
‫ِّي‬ ‫َ ع‬‫ْر‬ ‫ْلب‬
‫َح‬ ‫ن ا‬ َِّ
َّ‫إ‬ ‫ة ف‬ ََ‫ْن‬ ‫ِّ السَّف‬
‫ِّي‬ ‫ِّد‬‫َد‬
‫ ج‬،ٍّ‫َر‬
‫با ذ‬ ََ
‫يا أ‬َ
َ
‫َل‬‫َم‬‫ْلع‬ ِّ‫ْل‬
‫ِّص ا‬ ‫َخ‬
‫َأ‬‫ و‬،‫د‬ ‫ُو‬
ٌْ ‫َئ‬
‫ة ك‬َُ‫َب‬‫َق‬‫ن الع‬ َِّ
َّ‫إ‬ ‫َ ف‬ ‫ْل‬‫ْلحِّم‬ ‫َف‬
‫ِّفِّ ا‬ ‫َخ‬
‫ و‬،‫د‬ ٌْ
‫ِّي‬
‫بع‬ ‫َر‬
َ َ ‫ن السَّف‬ َِّ
َّ‫إ‬ ‫ف‬
‫ْر‬
ٌ ‫ِّي‬
‫بص‬ َ ‫د‬ََ‫َاق‬ ‫ن الن‬ َِّ
َّ‫إ‬ ‫ف‬
"Wahai Abu Dzar, perbaharuilah kapalmu karena laut itu dalam; ambilah bekal yang cukup karena perjalanannya
jauh; ringankan beban bawaan karena lereng bukit sulit dilalui, dan ikhlaslah beramal karena Allah Maha Teliti."

Pesan Rasulullah dalam hadits ini disampaikan dalam makna tersirat. Pengertian tersebunyi dalam kata-kata
kiasan di dalamnya. Nasihat sejatinya tak hanya ditujukan kepada Abu Dzar melainkan juga kepada umat beliau
secara umum dan sepanjang zaman. Menurut penulis Nashaihul 'Ibad, Syekh Muhammad bin Umar Nawawi al-
Bantani (Imam Nawawi), perintah untuk memperharui perahu berarti menata niat.

Niat merupakan hal pokok dalam setiap perbuatan. Sebelum seseorang hendak berlayar, ia harus
memastikan kapal dalam kondisi siap dan aman; memeriksa mesin, mempertimbangkan cuaca, dan lain-lain. Begitu
pula dengan hubungan niat dan amal. Artinya, seseorang yang ingin melakukan sesuatu hendaklah menertibkan
rencana dan tujuan yang bagus. Selain memantapkan langkah, niat juga membantu seseorang untuk fokus pada
arah yang digariskan, yakni untuk mencari ridha Allah subhanahu wata’ala.

Tentang niat sebagai pekerjaan yang wajib dalam setiap amal dapat kita simak dengan jelas dalam hadits
riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa “Sesungguhnya sahnya setiap amal perbuatan adalah dengan niat.
Setiap orang hanya memperoleh dari apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia, maka ia akan mendapatkannya.
Atau, kepada wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada sesuatu yang karenanya ia berhijrah."

Niat adalah pekerjaan hati. Dalam fiqih menjadi bagian dari rukn qalbi atau rukun hati. Karena itu, ia bersifat
tersembunyi, tak ada orang lain yang bisa menyaksikannya keciali Allah dan dirinya sendiri. Bibir bisa saja berucap
tujuan A, tapi siapa yang tahu hati berkehendak untuk tujuan lain? Itulah sebabnya ibadah sebagus apa pun apabila
tak disertai dengan niat yang baik maka akan menjadi sia-sia belaka. Tetapi perbuatan yang sekilas terlihat “remeh”
dengan niat yang tertata dan baik maka akan menjadi memiliki nilai.
Dalam kitab Ta’limul Muta’allim disebutkan,
‫َّة م‬
‫ِّن‬ ‫ُسْنِّ الن‬
‫ِّي‬ ‫ُ ب‬
‫ِّح‬ ‫ْر‬‫ِّي‬
‫يص‬ََ
‫و‬ َ
‫نيا‬ ْ‫ِّ الد‬ ‫ْمال‬ ‫َة أع‬ ‫ْر‬‫ُو‬ ‫ُ ب‬
‫ِّص‬ ‫َو‬
‫َّر‬ ‫َص‬
‫يت‬َ ٍّ
‫َل‬ ‫َم‬‫ْ ع‬
‫ِّن‬ ‫َم‬
‫ْ م‬ ‫ك‬
‫ْر‬
‫ِّي‬ َ َّ
‫يص‬ ‫ثم‬ ُ ‫ِّ األخرة‬
‫ْمال‬ ‫أع‬ ‫َة‬‫ْر‬‫ُو‬
‫ِّص‬‫ُ ب‬ ‫َو‬
‫َّر‬ ‫َص‬ َ ٍّ
‫يت‬ ‫َل‬ ‫ْ ع‬
‫َم‬ ‫َم‬
‫ْ م‬
‫ِّن‬ ‫ ك‬،‫َة‬ ‫َال‬
‫ِّ اآلخِّر‬ ‫ْم‬
‫أع‬َ
‫َّة‬
‫ِّي‬
‫الن‬ ِّْ
‫ء‬ ‫َا ب‬
‫ِّسُو‬ ‫ني‬ْ‫الد‬
ُّ ‫َال‬ ‫ْم‬ َ
‫ِّن أع‬
‫م‬
ِّ
Artinya: “Banyak perbuatan yang tampak sebagai perbuatan duniawi berubah menjadi perbuatan ukhrawi lantaran
niat yang bagus. Banyak pula perbuatan yang terlihat sebagai perbuatan ukhrawi bergeser menjadi perbuatan
duniawi lantaran niat yang buruk.”
Yang kedua, Rasulullah mengingatkan Abu Dzar dan kita semua tentang usaha untuk menumpuk perbekalan
sesempurna mungkin karena perjalanan akan panjang. Menurut Syekh Nawawi, yang dimaksud di sini tentu adalah
perjalanan akhirat yang penuh dengan jerih payah melebihi perjalan dunia yang fana ini.
Karena perjalanan tersebut adalah perjalanan akhirat maka bekalnya pun bukan kekayaan duniawi. Kita pergi ke
akhirat hanya membawa bekal amal kebaikan. Selebihnya, baik rumah, mobil, pabrik, tanah, anak, istri, jabatan,
popularitas akan ditinggal begitu saja. Di akhiratlah berlangsung hari pembalasan atas segenap perilaku kita selama
di dunia. Bagi yang tak cukup bekal mereka pun bakal menyesal. Seperti diungkapkan dalam Surat Al-Fajr ayat 24
yang merekam penyesalan sebagian orang:
‫َات‬
‫ِّي‬ ‫َي‬
‫لح‬ِّ ُ
‫مت‬ ََّ
ْ‫د‬ ‫َن‬
‫ِّي ق‬ ‫يا َلي‬
‫ْت‬ َ
“Duhai, alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.”

Hadirin hadâkumullah,

Cakupan amal saleh sangat luas. Tak hanya meliputi ibadah ritual semacam shalat, wirid, atau puasa. Amal
saleh juga bisa berupa membantu pendidikan anak miskin yang sedang kesusahan, membebaskan hewan dari
sangkar ke habitat semestinya, membangun perpustakaan untuk masjid, memberi kesadaran kepada masyarakat
tentang membuang sampah pada tempatnya, menanam pohon, dan lain sebagainya. Semua ini hanya akan bernilai
jika niat yang terbesit sesuai dengan koridornya, sebagaimana pesan Rasulullah di awal tadi.

Nasihat ini berjalin kelindan dengan pesan metaforis Rasulullah berikutnya, yakni perintah untuk
meringankan beban bawaan karena terjal dan berlikunya lereng gunung yang dilintasi. Perjalanan yang jauh dengan
tingkat kesulitan yang tinggi menuntut seseorang untuk mempertimbangkan barang-barang bawaan saat
bepergian. Ini merupakan kiasan dari anjuran untuk tak terlalu meninggalkan beban duniawi yang bakal
menghambat perjalanan akhirat. Nabi mendorong umatnya agar tak terlalu terpukau pada kehidupan dunia karena
semakin banyak, semakin banyak pula beban yang bakal ditanggung. Karena negeri akhirat adalah tempat
menghisab segala yang dimiliki, termasuk hal-hal yang bersangkut paut hak sesama manusia (haqq adamî), seperti
hutang serta berbuat kesalahan terhadap orang lain yang belum termaafkan.

Nasihat yang keempat adalah akhlish al-‘amala, murnikanlah berbuat hanya untuk tujuan mencari ridha Allah.
Jika kita belajar fiqih, ikhlas memang tak menjadi salah satu rukun yang mesti dilakukan. Tapi ikhlas adalah “ruh”
yang menentukan apakah suatu amal memiliki harga di sisi Allah subhanahu wata’ala.
Berhijrah dengan Kapal Laut
‫بسمُللاُالرحمنُالرحيمُولقدُاتيناُلقمانُالحكمةُانُاشكرُهلل‬
"sesungguhnya, Aku karuniakan Luqmanul Hakim dengan hikma-hikmah karena itu bersykurlah kepada Allah."
Rupanya pesantren memiliki produk kapal laut yang dikemas dari resep Luqmanul Hakim. Apasaja resep menguasai
kapal made in pesantren ini?
Sebelum mengenal kapal made in pesantren, kita perkenalkan terlebih dahulu siapa pembuat ide kapal laut gaya
pesantren. Siapakah kalau bukan Luqmanul Hakim itu. Ternyata beliau adalah murid dari ribuan nabi. Dijelaskan
dalam kitab bahwa Luqmanul Hakim adalah :

‫تلميذ األنبياء النه ورد انه كان تلميذا أللف نبي‬


Maksudnya boleh jadi, Luqmanul Hakim adalah murid dari ribuan nabi.
Wasiat-wasiatnya banyak diabadikan di dalam alquran juga hadits. Antara lain wasiatnya adalah bagaimana menaiki
kapal laut dan menguasainya:

‫يا بنى الدنيا بحر عميق واإليمان السفينة وملح الطاعة‬


‫والسخيرة االخير‬
Artinya: Wahai anakku dunia ibarat lauatan, iman itu ibarat kapal laut (perahu), melajunya ibarat taat, dan pantainya
adalah akhirat.
Ada tiga nasehat dalam ungkapan nasehat Luqmanul Hakim di atas.

Pertama, Addunya bahrun 'amiiqun (dunia itu ibarat laut yang dalam). Ketika dunia digambarkan oleh
Luqmanul Hakim sebagai laut yang dalam, maka imaginasi kita bisa menerawang bahwa lautan itu sangat luas, 80%
dunia ini dikelilingi air luat. Laut memiliki gelombang pasang yang besar, jika siang hari terik panasnya luar biasa, jika
malam hari gelapnya tidak terkira. Isi dalamnya terkandung banyak sekali kakayaan: Emas, perak, minyak, ikan,
rumput laut, sarana penghubung antar bangsa, dan masih banyak lagi. Laut yang dalam memliki ciri berbahaya
gelombangnya besar, jika ditelan di dalamnya, sulit untuk keluar. Singkatnya, hidup di dunia bagaikan lautan. Lautan
itu luas, gelombangnya besar anginnya cukup kencang. Ketika kita berada di tengah lautan, suka atau tidak suka,
pasti di terjang gelombang dan angin.

Kedua, wal-iimaanu assafinatu. Iman laksana kapal. Buat apa laut dengan begitu besar bahaya
mengancamnya pun sangat besar. Bersyukur Allah subhanahu wata'ala dengan maha Kasih, disediakan kapal laut
sehingga ia bisa naik di dalamnya dan mampu menghindari manusia dari ganasnya gelombang laut. Siapakh
penumpang laut dalam tamsil ini. Tentu orang yang mendapat petunjuk. Mereka bisa menaiki kapal. Tapi mereka
yang tidak mendapat taufik dan hidayah Allah mereka tidak akan pernah naik perahu/kapal. Maka sudah pasti ia
akan terapung-apung di lautan yang dalam gelap dan gulita, tidak menentu dan tidak punya arah. Hanya ada resah
dan gelisah. Kapal/perahu digambarkan oleh Luqmanul Hakim sebagai iman. Orang yang beriman artinya, ia memiliki
kapal sehingga tidak selamanya, terapung di lautan yang penuh bahaya.

Ketiga, wal milahu atto'atu. Melajunya adalah Taat. Buat apa ada kapal/perahu jika ia tidak bisa bergerak
atau melaju. Karenanya, kapal bisa bergerak karena ada taat. Semakin taat, berarti gerakan kapalnya semakin
kencang. Semakin lambat berarti sebaliknya. Gerakan kapal menggunakan energi solar atau sejenisnya. Maka taat
dalam tamsil Luqmanul Hakim adalah alat untuk menggerakkan Iman. Boleh jadi, orang yang beriman tidak akan ada
artinya jika tidak taat. Iblis adalah makhluq yang sanget mempercayai Allah sebagai Tuhan-nya, namun karena tidak
taat satu kali perintah ketika disuruh mengormati Adam as ia tidak menurut dengan ucapan: "ana khoirum minu",
saya lebih baik daripadanya. Karena kesombongannya kemudian ia menjadi makhluq yang tidak bisa melaju.
Bila energi taat itu tersedia, maka perahunya bisa bergerak dan melaju. Tentu saja, melajunya perahu karena di
tengah-tengah lautan ia akan menghadapi badai angin, badai gelombang. Kalau terjadi gelobamgn laut yang besar,
maka system keseimbangan kapal mesti harus tersedia. Karamnya kapal KM Nusantara, menurut pakar perkapalan
dari ITS disebabkan system keseimbangan kapalnya tidak berfungsi sehingga tidak bisa menormalisasi keadaan.
Dalam tamsil Luqmanul Hakim pun hukum keseimbangan pasti ada. Karena bergeraknya kapal, sesuai hukum fisika,
berbanding lurus dengan daya hambatan yang dilaluinya, efeknya adalah ia akan terombang ambing jika ada
gelombang dan seluruh isi dalam kapal akan mengikuti naik-turunnya kapal yang mengalami goncangan. Gambaran
ini persis sama dengan kondisi iman yang ada dalam diri kita, kadang ia naik dan kadang turun karena pengaruh
gelombang yang ada dalam siklus keduniaan. Al Imanu yaziidu wamanqus.

Kapal Perlu Penyeimbang


Bagaimana jika keseimbangan itu tidak ada, niscaya kapal yang tengah diterpa gelombang akan tenggelam.
Orang yang ada di dalam kapal yang tengah melaju cepat kapalnya pasti begerak dan penumpang yang ada di
dalamnya akan mencari pegangan jika terjadi goyangan. Jika ia temukan kursi, maka jadilah kursi sebagai pegangan,
Jika Seandainya yang terdekat itu orang, maka main sambar saja orang yang dekat itu tersebut sebagai pegangan
demi untuk keselamatan kita agar jangan sampai tersungkur.
Demikian pula dalam gambaran iman kita sehari-hari, apa saja yang terdekat, itulah yang akan menjadi
pegangan kita. Sebab jika iman semakin taat, maka semakin gencar riak gelombangnya. Karena itulah berpegangan
merupakan sebuah tuntutan dan yang dijadikan pegangan tergantung keseharian kita: jika kita berpegang kepada
laa ilaaha illallaah, tentu terjadi apapun itulah pegangan kita, jika kita sehari-hari berpegangan dengan shalat, maka
shalatlah sebagai pegangannya. Seandainya kita berpegangan kepada ulama maka kitapun akan berpegangan
dengan mereka. Tidak salah jika Nabi saw bersabda:

‫العلماء هم ورثة األنبياء لم يرثوا دينارا وال درهما وإنما‬


‫ورثوا العلم‬
Artinya: Ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewarisi dinar dan dirham melainkan ilmu.
Mengaapa kita mesti mengikuti ulama. Jawabnya akrena ayat-ayat Al quran tidak dimengerti artinya demikian juga
hadits. Karena yang mengerti adalah ulama maka tidak ada jalan lain kecuali mengikuti perintah rasul, dekatilah
ulama!
‫من استخف بالعــلماء خسر الدين‬
”Barang siapa yang menganggap enteng para ulama. Maka rugilah agamanya.”
Ulama dengan berbagai derivasinya, ada yang berpendapat bukan saja ahli dalam bidang keagamaan. Mereka juga
adalah yang bisa memahami alam dengan berbagai hukum-hukumnya dan ahli dalam bidang keagamaan. Orang
yang ahli ekonomi, kemudian ia sendiri begitu takut dan taat kepada Allah, dan ia prihatin untuk memperhatikan
dunia sekelilingnya, misalnya, karena banyak umat Islam yang terpuruk ekonominya, maka tergeraklah dengan
ilmunya dan nilai ketaatannya, membuat analisa, membuat hipotesa, melaksanakan penelitian, dan melahirkan teori,
lalau mempraktekkan teori itu untuk membuat solusi kemiskinan. Ia adalah ulama! Contohnya adalah Dr.
Muhammad Yunus, peraih nobel perdamaian tahun ini, seorang ulama Islam ekonom dari Bangladesh dengan
Grameen Banknya, seperti yang diberitakan dalam situs ini oleh M. Noor, Ketua NU cabang London. M. Yunus
katanya, berhasil mengangkat derajat kaum miskin menjadi naik stratifikasi sosialnya. Sehingga pengemis di
Bangladesh sudah ribuan yang diselamatkan dari tangan ulama ekonom ini.

Keempat, assakhirotu ath-Tho'atu. Pelabuhannya (pantainya) adalah akhirat. Perjalaan perahu terus
bergerak menuju pantai akherat. Itulah akhir perjalanan manusia. Setelah diantar melintasi gelombang dunia, dan
tenaga taat menggerakkan kapal maka akhir perjalanan kapal ini mengantar manusia ke akherat. Itulah tujuan hijrah
akhir dari manusia. Dengan kapal produk Luqmanul Hakim Insya Allah dapat selamat hingga akhirat, namun jika
produk kapal itu dari "ITS" (insan tak sembahyang) pasti meragukan pruduk-produknya. Karena itulah gunakan
produk pesantren karena Insya Allah pembuatnya, banyak kyainya, lulusan "ITB" (insan taat beragama).
Akhirat itu Jauh
Dalam berhijrah, jarak antara dunia menuju akhirat sangat jaraknya. Demikian pula perjalanan sejarah manusiapun
masih cukup panjang. Sebelum kiamat datang, sejarah tetap akan mencatat perjalanan manusia. Karenanya, sejarah
manusia itu sangat antik dan aneh. Sebelum lahir sudah mempunyai sejarah, setelah lahir di dunia memliiki sejarah di
alam kuburpun masih mempunyai sejarah. Karena itulah perjalanan yang jauh ini membutuhkan bekal. Kapal yang
tengah melaju pasti membutuhkan perawatan dan dan renovasi jangan terus menerus digunakan.
Maka, Rasululalh saw memberikan resep bekal yang sangat ampuh bagi perjalanan hijrah manusia. Misalnya saat
Rasulullah saw bersabda kepada Abi Dzar: "Wahai Abi dzar perbaharuilah perahu karena sesungguhnya lautan itu
sangat jauh", (Jaddidissafiinah, fainnal bahra amiq) artinya menuju akherat itu sangat jauh. Boleh jadi salah satu
hikmah pesan Rasul adalah, perbaharui niat kita, karena segala ucapan harus karena Allah. Berpikir dan bertindak
akan mempunyai ukuran niat kita tadi. Sebab, jangan sampai merugi tidak berpahala dalam setiap tindakan dan
ucapan.
Pesan berikutnya kepada Abi Dzar: "Ambillah bakal yang cukup karena sesungguhnya perjalanan itu cukup jauh.
Bekal terbaik seperti firman Allah swt:
‫ واتقون يآأولى األلباب‬.‫وتزودوا فإن خيرالزاد التقوى‬
Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang
berakal. (Al Baqarah: 197)

Jika tidak memiliki bekal nisacaya akan menyesal nanti. Sebagaimana dalam sebuah syair arab dari Al A’masy dalam
kitab Tafsir Al Qurthubi.. (bahar kamil seperti lagu Ala laa tanalull 'ilm):

‫إذا أنت لم ترحل بزاد من التقى * والقيت بعد الموت‬


‫من قد تزودا‬
‫ندمت علــى أال تكـــون كـمثله * وأنك لم ترصد كما‬
‫كان أرصدا‬
"Jika anda melakukan perjalanan tanpa bekal takwa, niscaya setelah mati ketika bertemu dengan orang yang betul-
betul penuh dengan muatan bekal, perasaanmu sungguh menyesal karena engkau tidak seperti dia. Sayangkan
sekali engkau tidak menempuh jalan serperti dia.” (catatan: mohon diperbaiki arti kalimat. Terjemahan ini bebas,
karenanya jangan dikutip mentah. pen)
Iman terus bergerak menuju pantai. Untuk pergi ke pantai jangan sampai terapung-apung tidak menentu.
Lautan digambarkan tadi oleh Luqman hakim sebagai dunia. Dunia ini termasuk ciptaan Allah yang selalu berputar
ada duka ada suka; Ada cukup rizki dan ada yang kekurangan; ada sehat ada sakit; Ada senang ada sengsara itulah
dunia. Semuanya merupakan alat untuk mengetes iman kita. Jika kita tangguh dengan keimanan, maka tidak akan
tergoyahkan dengan cobaan-cobaan di dunia ini bagaimanapun dahsyatnya.
Itulah resep perjalanan hijrah menggunakan kapal ala pesantren yang diciptakan oleh Luqmanul Hakim semoga
hijrah tahun ini membawa kebaikan bagi semua. Dari pesantren yang kita cinta, dari kyai, santri dan para alumni,
untuk kemaslahatan bangsa dan negara. Amin. Wallahu a'lam (MK)
Semasa hidupnya, Rasulullah pernah berpesan tujuh hal kepada pemuda berkulit sawo matang ini. Wasiat ini
terekam dalam kitab Bughyatul Bahits ‘an Zawaid Musnad Harits karya Ibnu Abi Usamah (w 282 H). Isinya berikut ini:
Ketujuh wasiat di atas diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Thabrani dalam Kitabud Du’a;
َ‫ُر‬ ‫نظ‬َْ‫ن ا‬ َْ‫ ا‬: ٍّ ‫ْع‬‫ِّسَب‬
‫ٍّ صلى هللا عليه وسلم ب‬ ‫َّد‬
‫َم‬ ُ ْ‫ِّي‬
‫مح‬ ‫ْل‬ ‫َل‬
‫ِّي‬ ‫َان‬
‫ِّيْ خ‬ ‫ْص‬‫َو‬‫ا‬
‫ُحِّب‬
َّ ‫ن ا‬ َْ‫َا‬ ‫ْق‬
‫ِّيْ و‬ ‫َو‬‫َ ف‬ ‫هو‬ُ ْ َ ‫ِّلى‬
‫من‬ َ‫َ ا‬‫ُر‬‫نظ‬َْ
‫َالَ ا‬
‫ِّيْ و‬ ‫َ م‬
‫ِّن‬ ‫َل‬‫َسْف‬‫َ ا‬‫هو‬ ُ ْ‫من‬ َ‫ا‬
َ ‫ِّلى‬
‫ْن‬
ْ‫ِّي‬ ‫ُو‬‫َع‬‫َط‬‫ن ق‬ِّْ
‫َا‬‫ِّيْ و‬ ‫َ ر‬
‫َحِّم‬ ‫َص‬
‫ِّل‬ ‫ن ا‬َْ
‫َا‬‫ْ و‬‫هم‬ُْ ‫َ م‬
‫ِّن‬ ُ‫د‬
‫نو‬ َْ‫ن ا‬َْ‫َا‬‫َ و‬‫ْن‬ ‫َسَاك‬
‫ِّي‬ ‫ْلم‬‫ا‬
ِّ‫ِّي هللا‬‫ُ ف‬ ‫َاف‬‫َخ‬‫ال ا‬َ ‫ن‬ َْ‫َا‬‫ًّا و‬ ُ ‫ن‬
‫مر‬ َ‫َا‬‫ْ ك‬ ‫ََلو‬
‫َّ و‬
‫َق‬ ‫ْلح‬
‫ْل ا‬ ‫ُو‬‫َق‬‫ن ا‬ َْ
‫َا‬ ‫ْن‬
‫ِّيْ و‬ ‫ُو‬
‫َف‬‫َج‬‫و‬
َْ
‫ل‬ ‫َو‬ َ ْ
‫ال ح‬ ‫َ م‬
‫ِّن‬ ‫ْث‬
‫ِّر‬ ‫َسْت‬
‫َك‬ َْ
‫ن ا‬‫َا‬ ‫ًا و‬
‫ْئ‬ ‫دا شَي‬ًَ‫َح‬
‫ل ا‬ ََ
‫َسْأ‬
‫ن َال ا‬ َْ ‫َا‬
‫ٍّ و‬ ‫ة َالئ‬
‫ِّم‬ َ‫م‬
َْ‫َلو‬
‫َّة‬
ِّ ‫َن‬‫ْلج‬ ‫ْز‬
‫ِّ ا‬ ‫ُن‬
‫ُو‬ ‫ْ ك‬‫ِّن‬
‫ها م‬ َّ‫َأ‬
َ‫ِّن‬ ‫ْم‬
‫ِّ ف‬ ‫َظ‬
‫ِّي‬ ‫ْلع‬ ‫َل‬
‫ِّيِّ ا‬ ‫ْلع‬ ‫ِّالَّ ب‬
‫ِّا هللِّ ا‬ ‫ة ا‬ ََّ‫ُو‬
‫َالَ ق‬
‫و‬
“Kekasihku Muhammad saw. mewasiatkan tujuh hal kepadaku; ‘Aku harus melihat orang yang lebih rendah dariku dan
tidak melihat orang yang berada di atas ku, aku harus mencintai orang miskin dan harus dekat dengan mereka, aku
harus menyambung silaturrahim dengan kerabatku meskipun mereka memutuskan hubungan dan jahat kepadaku, aku
harus menyampaikan yang benar meskipun pahit, aku tidak perlu khawatir terhadap celaan orang lain dalam menjalan
perintah Allah, aku tidak boleh meminta apapun kepada orang lain dan aku harus memperbanyak membaca kalimat ‘La
hawla wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim’ karena kalimat tersebut termasuk harta simpanan di surga.
” (HR. Ahmad dan Thabrani).

Anda mungkin juga menyukai