Anda di halaman 1dari 3

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Puja dan Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kenikmatan
kepada kita sangat banyak sehingga kita sendiri tidak akan mampu menghitung nikmat-
nikmat itu. Karenanya dalam konteks nikmat, Allah Swt tidak memerintahkan kita untuk
menghitung tapi mensyukurinya.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad Saw, beserta
keluarga, sahabat dan para pengikut setia serta para penerus dakwahnya hingga hari kiamat
nanti.

Jamaah Jumat yang Berbahagia

Sebentar lagi, Hari Raya Idul Adha 1435 H akan tiba. Suara takbir dan tahmid pun akan
terdengar merdu dan indah dari berbagai pelosok nusantara sampai belahan dunia sebagai
pernyataan dan pengakuan terhadap keagungan Allah SWT.

Takbir yang diucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti, tetapi merupakan pengakuan
dari dalam hati, menyentuh dan menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman.
Paginya seluruh Umat Islam di penjuru dunia berbondong-bondong untuk melaksanakan dua
rakaat shalat sunah, yaitu shalat Id. Yang kemudian akan dilanjutkan dengan acara
silaturahim antar sanak-famili dan handai taulan.

Suasana yang dirasakan pada hari raya Idul Adha tentunya berbeda dengan perayaan hari
raya Idul Fitri yang kita rayakan sebelumnya. Perbedaannya itu adalah karena Idul Adha
memiliki nilai historis yang begitu mendalam. Idul Adha atau yang sering kita kenal dengan
Idul Kurban, mengingatkan kepada kita bagaimana proses perjuangan yang dilakukan oleh
Nabi Allah Ibrahim as.

Dimana nabi Ibrahim mendapatkan wahyu untuk menyembelih putranya sendiri, yang
bernama Ismail as, putra yang ditunggu-tunggu selama bertahun-tahun. Di sinilah nabi
Ibrahim dituntut untuk memilih antara melaksanakan perintah Tuhan atau mempertahankan
buah hati yang dicintainya, sebuah pilihan yang cukup dilematis.

Namun karena ketakwaan dan kecintaan nya kepada sang Kholiq melebihi segalanya, maka
perintah tersebut beliau laksanakan juga, walau pada akhirnya nabi Ismail as digantikan
dengan seekor hewan kurban.

Dari sini kita mendapatkan pelajaran yang sangat bermakna bahwa untuk mendapatkan
kebahagiaan dan keberhasilan di dalam kehidupan dunia dan di akhirat nanti kita harus rela
berkorban. Makna berkorban adalah memberikan sesuatu untuk menunjukkan kecintaan
kepada orang lain, meskipun harus menderita. Orang lain itu bisa anak, orang tua, keluarga,
saudara sebangsa dan setanah air.

Ada pula pengorbanan yang ditunjukkan kepada agama yang berarti untuk Allah SWT dan
inilah pengorbanan yang tinggi nilainya sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh
Nabiyulloh Ibrahim as sehingga beliau mendapatkan predikat Kholilulloh (kekasih Allah
SWT), karena telah mampu mengorbankan sesuatu yang dicintainya yang berupa anak , demi
mencapai kecintaan kepada Allah SWT. Ini sesuai dengan firman Allah SWT QS Ali Imran 92
:

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka
sesungguhnya Allah mengetahui. (QS. Ali Imran : 92).

Sidang Jamaah Jumat yang Berbahagia


Peristiwa di atas adalah menjadi titik awal dianjurkannya perintah untuk berkurban bagi
umat Islam, terutama bagi orang yang mampu. Maka dengan adanya perintah berkurban
tersebut, kita sebagai umat muslim dituntut untuk tidak hanya melaksanakan ritual
keagamaan semata, atau tidak hanya sekedar melaksanakan perintah Tuhan, akan tetapi kita
juga diberi kesempatan untuk memanifestasikan rasa solidaritas kita kepada sesama.

Dengan cara membagi-bagikan daging kurban kepada fakir miskin dan kaum dhuafa di
sekitar tempat tinggal kita. Artinya daging kurban tersebut tidak hanya dinikmati oleh
saudara atau orang terdekatnya saja. tetapi benar-benar dinikmati oleh orang-orang yang
membutuhkan. Orang yang sehari-harinya makan daging adalah makanan yang langka bagi
mereka.

Idul Adha yang menjadi momentum sejarah telah mengajak umat Islam kepada pola
kehidupan sosial yang agamis dengan membangun kekuatan spritualitas diri yang tinggi yang
terbentuk dalam bentuk pengabdian yang tulus akan perintah-perintah Allah swt, demi
kemaslahatan dan kebersamaan di antara umat Islam.

Di sisi lain, sejarah Hari Raya Kurban juga mengingatkan kepada kita Bahwa kehidupan ini
tidak kekal, dan banyak hal yang terjadi secara tiba-tiba di luar perkiraan kita. Kadang, kita
dapatkan dalam kehidupan dunia ini hal-hal yang kita cintai justru malah cepat pergi dari
kita, sebaliknya hal-hal yang kita benci malah datang terus kepada kita.

Maka Allah menyebut kesenangan dunia ini dengan kesenangan yang menipu ( matau al
ghurur ), karena akan sirna bahkan berubah menjadi malapetaka, jika cara mengolahnya
tidak sesuai tuntunan Allah swt. Allah swt berfirman yang artinya sebagai berikut :

Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu
menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat
(nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan
dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS Al Hadid: 20)

Tetapi perlu diingat juga bahwa tidak setiap perkara yang kita benci pasti membawa
mudharat bagi kehidupan kita. Terkadang yang terjadi adalah sebaliknya, musibah yang kita
anggap akan mendatangkan malapetaka, ternyata malah membawa kita kepada kesuksesan
besar di dalam hidup ini. Kita lihat umpamanya, yang dialami oleh nabi Ibrahim as, ketika
diperintahkan Allah swt untuk meninggalkan istri dan anaknya yang masih kecil di tengah
padang pasir, yang tidak ada tumbuh-tumbuhan dan air.
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah

Sebagai manusia, tentunya nabi Ibrahim tidak ingin mengerjakan hal tersebut kalau bukan
karena perintah Allah swt. Sesuatu yang tidak dikehendaki nabi Ibrahim tersebut, ternyata
telah menjelma menjadi sebuah ibadah haji yang di kemudian hari akan diikuti berjuta juta
manusia, dan dari peristiwa itu juga, keluarlah air zamzam yang dapat menghidupi jutaan
orang dan bisa menyembuhkan berbagai penyakit.

Begitu juga, ketika nabi Ibrahim as. diperintahkan untuk menyembelih anaknya Ismail, yang
sangat dicintainya. Setiap orang yang masih mempunyai hati nurani yang sehat, tentu sangat
tidak senang jika diperintahkan menyembelih anaknya sendiri. Tapi apa akibatnya ? Ketika
kedua-duanya pasrah, Allah membatalkan perintah tersebut dan menggantikannya dengan
kambing.

Dari peristiwa ini, akhirnya umat Islam diperintahkan untuk berkurban setiap datang hari
raya Idul Adha. Memang, kadang sesuatu yang kita benci, justru adalah kebaikan bagi kita
sendiri. Allah berfirman :

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui. (QS Al Baqarah : 216)

Oleh karenanya, di dalam menghadapi ujian kehidupan dunia ini, kita haru sabar dan
tawakal, serta menyerahkan diri kepada Allah swt, sebagaimana yang dicontohkan nabi
Ibrahim ketika diperintahkan untuk menyembelih anaknya sendiri.

Semoga dengan khutbah diatas, iman kita selaku hamba Allah bias semakin tebal dan
semakin mendekatkan diri kepadaNya. Peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim As diharapkan
bisa membuat kita selalu ingat semuaperintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. Amin
Yaa Robbal Alamiin.

Anda mungkin juga menyukai