Anda di halaman 1dari 8

KHOTBAH

Idul Adha 1443 H/ 2022 M


Oleh: Rusliadi Damopolii
“Bukti Cinta Dari Teladan, Ibrahim ‘alaihissalam”

Kaum Muslimin…
Di pagi hari berselimut berkah ini, Allah telah melembutkan hati kita untuk
merespon bagian dari syariat islam yang mulia dan agung, kita diperkenankan
berdiri bersama saudara sedarah dan seiman, ruku dan sujud bersama menyembah
hanya kepada-Nya. Bersama menikmati sinar mentari dzulhijjah, mentari
pengorbanan sosok insan pilihan yang sungguh mengagumkan.
Kita telah mengagungkan asma Allah dengan takbir, tahmid dan tahlil,
bukan hanya dalam gerakan lisan semata tanpa makna, tapi merupakan sebentuk
pengakuan akan ke-Maha besaran Allah, sebab segala kekuatan dan keperkasaan
yang kita sandang, kita tetap lemah dan tak berdaya dihadapan Allah Subhanahu
wata’ala yang Maha Besar. Maka marilah, dihamparan lapang dengan rerumputan
sebagai saksi, kita tundukkan hati dan jiwa untuk tawadhu, menunduk kepada
kebesaran Allah, kita campakkan jauh-jauh segala bentuk keangkuhan dan
kesombongan diri, yang dapat menjauhkan kita dari rahmat dan keridhoan-Nya.
ALLAHU AKBAR 3x WALILLAHIL HAMD..Kaum Muslimin…
Di dalam menempuh perjalanan hidup menuju kesempurnaan diri, setiap kita
dituntut untuk memberikan pengorbanan sebagai pertanda dan perwujudan cinta
bahwa kesempurnaan hidup membutuhkan pengorbanan besar, bahwa
pengorbanan adalah bukti akan cinta. setiap manusia dilahirkan dengan cinta dan
kasih sayang yang besar, saling cinta dan saling kasih akan memperkuat jati diri
untuk menjalani kehidupan dimuka bumi ini.
Hambar rasanya apabila kita hidup tanpa cinta, sebagai motivasi untuk berjuang.
Orang tua kita telah berjuang membesarkan kita, mencari nafkah untuk kita, berani
mempertaruhkan nyawa dibawah terik matahari untuk kita, tak kenal lelah untuk
kita, semuanya adalah atas dasar cinta.
Kita sebagai anakpun demikian, berjuang untuk tidak menyakiti perasaan orang
tua, berjuang untuk tidak terlalu membebani punggung mereka, dan berjuang untuk
membahagiakan mereka, itu juga atas dasar cinta. Saking besarnya perkara cinta,
sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫اَل يُْؤ ِم ُن َأ َح ُد ُكم حتى يحب ألخيه ما يحب لنفسه‬.


“Tidak sempurnah keimanan salah seorang diantara kalian, sampai ia mencintai
saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Muslim)
Sebagai orang beriman, tentu hadits ini adalah tantangan kepada kita, sejauh mana
cinta kita kepada saudara seiman, adalah ukuran seberapa besarnya keimanan kita.
Apatahlagi terhadap anak dan keluarga kita yang selain beriman, juga memiliki
hubungan darah dan daging dengan kita.
Maka orang yang mengaku beriman, tapi punya sifat egoismis, hanya
mempertahankan keuntungan untuk diri sendiri tanpa memikirkan saudara dan
keluarganya, sungguh keimanan yang demikian patut dipertanyakan. Hadirin
rahimakumullah, dari sini kita bisa melihat betapa islam sangat memperhatikan
yang namanya cinta.
Mari kita menengok kembali lembaran kisah yang mengagumkan sepanjang masa,
kisah yang ditokohi oleh salah seorang insan pilihan Allah, disebut sebagai
“khalilullah (kekasih Allah), disebut pula sebagai “abul ambiya’ (bapaknya para
nabi)” karena dari keturunnya terlahirlah para nabi, salah satunya adalah nabi
segaligus rasul terbaik, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Tokoh yang
dijuluki khalilullah dan abul ambiya’ yang dimaksudkan dalam kisah ini, siapa lagi
kalau bukan ibrahim ‘alaihissalam.
Kaum Muslimin,…
Sebagai seorang Nabi sekaligus kepala rumah tangga yang memiliki kecintaan
besar terhadap Tuhannya, Ibrahim mengajak S.t hajar istrinya dan ismail anaknya
ke suatu lembah yang jauh dari daerah tempat tinggal mereka. Lembah yang benar-
benar tidak ada tanda-tanda kehidupan. Disana tidak ada pepohonan yang tumbuh
dan tidak ada air yang mengalir. Diajaklah keduanya oleh Ibrahim, setelah tiba di
lembah tersebut, tanpa menjelaskan sebab atau alasan apapun, ditinggalkanlah
keduanya oleh ibrahim. Ibrahim pergi sembari memendam rasa cinta yang
mendalam kepada istri dan anaknya yang masih sangat belia, ia pergi tanpa
penjelasan.
Maka Siti Hajar mengikutinya dan bertanya, “hendak kemana, hai Ibrahim?,
engkau meninggalkan kami di lembah yang tiada teman atau apapun?”, siti hajar
bertanya dan terus bertanya, ibrahim diam, memandangpun tidak. Maka ia
lontarkan pertanyaan berikutnya kepada ibrahim ‘alaihissalam, “Apakah Allah
telah menyuruhmu berbuat hal ini? Jika benar maka Dia tidak akan menelantarkan
kami.” Setelah itu siti hajar kembali ke tempat semula, sedangkan ibrahim tetap
melanjutkan langkah kepergiannya dari lembah itu. Pada saat sedikit menjauh,
ibrahim menghadap kembali ke arah lembah, tepatnya di posisi dimana baitullah
ka’ba berdiri. Ibrahim ‘alaihissalam berdo’a, yang do’a ini diabadikan oleh Allah
dalam Al-qur’an surat ibrahim ayat 37:

(Artinya):”Ya Tuhan kami, sesunguhnya aku telah menempatkan sebagian


keturunanku di lembah yang tidak memiliki tanaman-tanaman, di dekat
(Baitullah) rumah-Mu yang dihormati. Duhai Tuhan (yang demikian itu) agar
mereka melaksanakan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung
kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari bebuahan, mudah-mudahan
mereka bersyukur.”
Ibrahimpun kemudian kembali ke arah kepergiannya menuju palestina tempatnya.
Sedangkan istri dan anaknya menetap di lembah yang didoakan oleh ibrahim.
Mereka berdua pasrahkan semuanya, berat rasa, sedih tak terbayang oleh kita-kita
yang tidak memgalaminya. Namun karena dasar kecintaan mereka kepada Tuhan
semesta alam, perintah tetaplah perintah. Dan Allah lebih tahu tentang segalanya
yang meskipun terasa sesak di hati dan sanubari manusia.
Firman Allah dalam Al-qur'an:

(Artinya):”Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu amat baik di sisi Allah,
dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu amat buruk di sisi Allah.
Sungguh Allah lebih mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”(Al-
baqoroh:216)
ALLAHU AKBAR 3X WALILLAHIL HAMD...
Kaum Muslimin...
Setelah bertahun-tahun meninggalkan anak dan istri yang sangat dicintai
dilembah yang dahulunya gersang tak berpenghuni dan tanpa memiliki tanda-
tanda kehidupan, Ibrahim kembali menemui anak dan istrinya dengan skenario
Allah subhanahu wata'ala. Bayi kecil mungil bernama ismail yang telah lama
ditinggal kini telah dewasa dalam kondisi yang segar bugar. Berdasarkan riwayat
yang In Syaa Allah shahih, ismail pada saat itu sudah berumuran layaknya seperti
seorang Nabi.
Ibrahim lalu mendapatkan wahyu dari Allah, baru tiga hari lamanya pertemuan,
ibrahim dan keluarga kembali diuji dengan ujian yang lebih berat dari
sebelumnya.hal ini digambarkan dalam surat ash-shoffat ayat 102:
“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya,
(ibrahim) berkata,”Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!
“Ismail menjawab,”Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah)
kepadamu, In Syaa Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
Lihatlah hadirin,... sesosok ayah yang tentu sangat mencintai anak dan istrinya.
Karena perintah Allah, ia tinggalkan keduanya ke lembah tak berpenghuni dan
jauh dari tanda-tanda kehidupan manusia, setelah beberapa tahun berlalu ia
kembali kepada anak dan istrinya, melepas rindu yang mendalam dilubuk hati.
Namun, pada saat pertemuan itu ternyata turun wahyu yang juga merupakan ujian
yang lebih berat dari sebelumnya. Perintah Allah, untuk menyembelih anaknya
sendiri. Tak bisa dibayangkan bagaimana beratnya pengujian Allah kepada
kekasihNya tersebut.
Kaum Muslimin,…
Kita tahu bahwa ibrahim sangat mencintai istri dan anaknya, ia adalah manusia
yang juga memiliki fitrah kemanusiaan sebagaimana kita. Namun karena
kecintaanya terarah, lebih besar untuk Allah dibandingkan dengan makhluk
seperti istri dan anaknya, maka perintah Allah yang beratnya tak
terbayangkanpun tetap dilaksanakan. Ibrahim ‘alaihissalam mencintai anak dan
istrinya, tapi ia takut kecintaanya kepada keduanya akan mengalahkan cintanya
kepada Allah, Robb semesta alam. Ia tahu bahwa makhluk hanyalah milik Allah,
istri dan anaknya adalah milik Allah. Jika menaruh cinta yang mutlak kepada
keduanya, maka sesungguhnya keduanya pasti akan meninggalkan dunia. Jika ia
menaruh harap yang besar kepada keduanya, maka itu hanya akan
menyengsarakannya, karena ia tahu bahwa manusia akan meninggalkan dunia ini,
sedangkan Allah akan tetap abadi selama-lamanya.
Sedangkan sang anak, ismail ‘alaihissalam, tetap menyetujui permintaan ayahnya
untuk disembelih, dengan persetujuan yang lembut tanpa kalimat kedurhakaan
sedikitpun, karena ismail sadar bahwa itu adalah perintah Allah. Ismail berbakti
kepada ayahnya atas dasar perintah Allah, bahkan nyawapun berani
dipertaruhkan asalkan itu karena Allah. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa
sebelum hendak disembelih, ismail masih sempat berpesan kepada ayahnya:
“Wahai ayah, ikatlah kedua tanganku erat-erat, agar aku tidak bergerak yang bisa
saja itu dapat mengganggu ayah dalam menyembelihku. Hadapkan wajahku
ketanah, agar ayah tidak terharu memandangiku, sehingga kasih sayang ayah
padaku timbul. Jagalah pakaianmu ayah, dari percikkan darahku, agar ibu tidak
bersedih melihatnya. Asahlah baik-baik pisaumu ayah, agar berlalu cepat
dileherku. Bawalah pakaianku ini pada ibuku, sebagai kenang-kenangan untuknya
dan sampaikan salamku padanya, agar ibu tetap bersabar menjalankan perintah
Allah. Jangan beritahukan kepadanya bagaimana bagaimana ayah mengikat dan
menyembelihku, agar ibu tidak bertambah sedih.”
Sungguh,... kisah yang mengagumkan. Perintah ayah serta ketundukkan istri dan
anak yang dibangun atas dasar kecintaan kepada Allah akhirnya berbuah
keajaiban yang tak terkirakan oleh nalar manusia. Istri dan anak yang ditinggal
jauh bertahun-tahun, diberikan air jernih, mengalir sampai hari kiamat, air yang
kemudian dikenal dengan air zam-zam, yang diminum oleh saudara kita yang
menunaikan ibadah haji. Anak yang hanya tinggal digesekkan pisau sembelihan,
ditukar oleh Allah dengan hewan sembelihan.
Ternyata, Allah hendak menguji keluarga ini. karena mereka mampu melewati
ujian berat yang bertubi-tubi dari Allah, Allah datangkan RahmatNya,
diturunkanlah keajabian di baitul harom, dan pancaran keajaiban tersebut bisa
dinikmati oleh seluruh kaum muslimin yang ada di dunia ini.
Kaum muslimin...
Dari kisah ini kita belajar, bahwa sebesar apapun cinta kita kepada makhluk,
kepada istri dan anak, kepada orang tua atau kepada keluarga kita, sesungguhnya
itu tidaklah abadi. Makhluk akan tetap meninggalkan dunia ini, sedangkan Allah
akan selalu ada. Bukankah ketika kepergian keluarga atau saudara kita, kita
mengucapkan “Innalillahi wa Innaa ilaihi roji’un”, sesungguhnya kita milik
Allah, keluarga serta saudara kita pun milik Allah, dan kita semua akan kembali
kepadaNya.
Kita juga belajar bahwa dalam memerintah anak dan istri, mesti dibangun atas
dasar cinta kepada Allah, karena mereka adalah milik Allah. Kita juga belajar
bahwa memenuhi permintaan orang tua, mestilah berdasarkan kecintaan kepada
Allah. Karena orang tua adalah milik Allah, dan Allah memerintahkan kita untuk
berbakti kepada keduanya.

(Artinya):” Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah


selain Dia, dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang
diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka jangan sekali-kali engkau mengatakan kepada keduanya
perkataan “ah” (atau yang semisal dengannya), jangan pula engkau membentak
keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik-baik.”(QS.Al
Isra Ayat 23)

(Artinya):” Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih


sayang, lalu berdo’ala untuk keduanya dengan mengucapkan “Robbirhamhuma
kama Robbayani shogiro”, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana
mereka berdua telah mendidikku pada waktu kecil.” .”(QS.Al Isra Ayat 24)
Kaum Muslimin yang In Syaa Allah dirahmati Allah,…
Kini kita hidup dizaman yang sudah sangat maju, fasilitas teknologi yang
tiada terkira sebelumnya telah ada dihadapan kita. Namun dengan kemajuan
zaman ini, kita perlu mewaspadai penyakit yang mulai melanda anak-anak kita,
yaitu perkembangan teknologi yang pada kenyataanya dapat merusak moral serta
karakter mereka. Banyak diantara kita yang menyayangi generasi, tapi justru
memberi mereka racun kehidupan, kita menghendaki mereka selamat tapi justru
menjatuhkan mereka kejurang kekufuran.
Akibatnya mereka tidak mengenal siapa Tuhannya, siapa panutan terbaik
yang semestinya mereka idolakan. Mereka menganggap bahwa datang kedunia
ini hanya sekedar hidup, karena kita tidak memberi pengetahuan tentang hidup
sesudah mati. Sungguh zaman yang cukup mengerikkan.
Kaum Muslimin Jama’ah Id,….
Mari kita terus berusaha menuju puncak kebahagiaan hidup dengan semangat
pengorbanan, sebab tidak mungkin untuk menggapai puncak kehidupan tertinggi
yang menghasilkan keridhoan Allah kecuali adalah dengan berkorban, tidak
mungkin kita dapat menggapai puncak kehidupan tertinggi kecuali dengan
menggapai cinta Allah. Khusus terhadap daerah kita kotamobagu, masih sangat
membutuhkan pengorbanan kita semua. Untuk kota kotamobagu yang lebih baik,
mari kita singkirkan ego sektoral, dengan mempersedikit perbedaan dan
memperbanyak persamaan demi terwujudnya “KOTA KOTAMOBAGU
SEBAGAI KOTA JASA DAN PERDAGANGAN BERBASIS KEBUDAYAAN
LOKAL MENUJU MASYARAKAT SEJAHTERA DAN BERDAYA SAING”,
maka tidak ada jalan lain untuk meraih impian tersebut, kecuali kita harus
melakukan pengorbanan yang maksimal dalam kebersamaan yang kokoh, kita
harus selalu BERSATU tak boleh bersatu-satu, agar tidak menjadi korban dan
tersingkir dalam kompetisi kehidupan, kita harus berkorban demi kejayaan kita
dunia akhirat. semoga Allah subhanahu wata’ala memberikan kita kekuatan lahir
batin dalam berkorban dengan pengorbanan yang sesungguhnya.

Anda mungkin juga menyukai