Anda di halaman 1dari 6

Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia.

Tahlil memecah keheningan pagi 10 Dzulhijjah 1443 H, hari ini kita menyambut hari raya idul qurban
dengan membesarkan dan mengagungkan Allah serta memujinya. Semua itu kita ucapkan sebagai
tanda kelemahan kita dalam berhadapan dengan kebesaran dan keagungan Allah SWT. Juga sebagai
pernyataan kesyukuran atas segala nikmat dan karunia Allah, kesadaran ini merupakan hikmah yang
diperoleh dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.

Pada hari ini kita diliputi rasa bahagia dan gembira, pada wajah kita telah memancarkan sinar
kebahagiaan karena kita dapat berkumpul dengan sana keluarga dan handai tolan.

Hari ini kita penuhi dengan kasih sayang jauh dari kebencian dan dendam kesumat, jauh pula dari
pikiran-pikiran kotor, sungguh sejuk dan sangat nyaman perasaan kita semua.

Dalam suasana hari ini kita menyambut hari raya idul qurban, hari terbesar dalam Islam. hari ini kita
meraih kemenangan yang menangnya iman dari kekafiran, menangnya akal atas nafsu, serta
menangnya kebenaran atas kebathilan.

Allahuakbar 3x walillahilham

Hadirin dan hadirat yang dirahmati Allah.

Pada kesempatan yang mulia ini perkenankanlah saya menyampaikan khutbah yang berjudul :

“Keteladanan nabi Ibrahim dalam mendidik keluarganya”

Sekali lagi :

“Keteladanan nabi Ibrahim dalam mendidik keluarganya”

Dalam kisah nabi Ibrahim dan Ismail AS, sepanjang sejarah nabi Ibrahim AS, telah berkali-kali
menjalani ujian keteguhan iman dan kesabarannya namun dari sekian banyaknya ujian tersebut yang
beliau rasakan paling berat ketika beliau diperintahkan Allah SWT untuk menyembelih anaknya
sendiri yaitu Ismail AS.

Begitu tega seorang ayah menyembelih putra kesayangannya yang sudah lama diidam-idamkannya,
yang merupakan cermin mata dan buah hati.
Alangkah tabahnya seorang ibu Siti Hajar mengikhlaskan anak yang dikandungnya susah di atas
susah, di timang, disayang, dan dimanja, lalu dibiarkan untuk disembelih oleh ayahnya sendiri. Dan
alangkah hebatnya seorang pemuda yang tampan dan gagah perkasa, menyerahkan lehernya untuk
dipenggal dan disembelih oleh ayahnya yang sangat menyayanginya selama ini.

Sebelum nabi Ibrahim AS melaksanakan penyembelihan maka terjadilah dialog antara nabi Ibrahim
dengan Ismail, sebagaimana tergambar dalam Alquran surah as-syafa'at ayat 102 – 105.

Artinya:

Setelah anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama Ibrahim Ibrahim berkata “hai
anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpiku bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah
bagaimana pendapatmu”.

Tanpa ragu-ragu serta dengan hati yang ikhlas Ismail menjawab:

Artinya:

Ismail menjawab, “wahai ayahku, lakukanlah apa yang telah diperintahkan Allah kepadamu insya
Allah ayah akan mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar.

Dalam suasana haru yang dibalut oleh semangat iman, Ismail meminta agar ayahnya jangan merasa
bimbang dalam melaksanakan perintah ilahi itu, untuk menyembelih lehernya sendiri.

Iya telah pasrah untuk dikurbankan demi iman dan taat kepada perintah Allah, untuk itu Ismail
mengajukan empat macam permohonan:

1. Ayahku, ikatlah kedua tanganku agar aku tidak dapat bergerak sehingga dapat mengganggu
ayah sewaktu menyembelihku nanti.
2. Tutuplah mukaku dengan kain, agar ayah tidak melihat wajahku sehingga tidak akan
menimbulkan rasa bimbang dan haru ketika ayah akan menyembelih ku nanti.
3. Jagalah pakaian ayah agar tidak terpercik oleh darahku, yang mengganggu pahalaku dan
akan menyedihkan ibuku bila melihatnya.
4. Asah lapisau ayah tajam-tajam agar licin dan cepat berlalu di leherku sehingga meringankan
rasa perih hatiku, dan sampaikanlah salamku kepada ibuku agar ia sabar dan tabah
menjalankan perintah ilahi, dan andaikata ayah mau bawalah pakaianku ini Pada ibuku
untuk dijadikan sebagai kenang-kenangan.

Dengan hati pilu dan perih, nabi Ibrahim AS mencium putra tercinta itu, tubuhnya direbahkan di atas
pangkuannya, kemudian beliau berkata:

“Wahai anakku engkau adalah sebaik-baik nikmat serta sebenarnya pertolongan untuk
melaksanakan perintah Allah SWT”

Sesaat kemudian pisau yang tajam berkilat-kilat itu mulai ditarik di leher anak yang tabah itu.

Pada saat-saat yang mendebarkan dan mengharukan itu, Allah subhanahu wa ta'ala menunjukkan
serta memperlihatkan kekuasaannya, melakukan apa yang dikehendakinya. Ternyata yang
tersembelih pada waktu itu bukanlah Ismail melainkan seekor kibasy yang muncul secara tiba-tiba
menggantikan leher Ismail.

Allahuakbar 3x walillahilham.

Itulah kejadian yang sungguh nyata, Allah SWT menggantikan Ismail dengan seekor kibasy.

Peristiwa bersejarah yang dialami nabi Ibrahim AS dengan putranya Ismail serta didukung dengan
kesabaran istrinya Siti Hajar ini telah memberikan contoh kepada kita semua bahwa hendaknya
kehidupan rumah tangga harus dibangun dengan kekompakan dan kerukunan yang dilandasi dengan
iman dan taqwa, supaya kita dapat menempatkan ketaatan kepada Allah SWT di atas segala-galanya.
Sungguh perjalanan sejarah nabi Ibrahim AS ia menggambarkan kerukunan dan kebersamaan
sebuah rumah tangga dalam menegakkan perintah Allah tersebut. Kiranya perlu diteladani adanya
kesabaran merupakan kesediaan untuk berkurban.

Tidak saja berkurban dengan bentuk penyembelihan hewan secara ritual, namun lebih luas lagi
usaha dan amal perbuatan kita yaitu adanya kesediaan untuk berkurban dalam segala bentuk
kehidupan termasuk menyelamatkan keluarga dan keturunan kita dari hal-hal yang menjerumuskan
generasi kita dalam lembah kehancuran dan semoga Allah SWT meridhoi kita semua.

Amin amin ya robbal alamin

Jamaah yang dirahmati Allah SWT.


Khususnya di zaman modern saat ini di mana banyak orang secara sadar atau tidak sadar jalan
pemikiran dan tindakan mereka dalam mengatur kehidupan rumah tangganya, sudah sangat
dipengaruhi oleh paham liberalisme dan individualisme barat yang sekuler.

Sehingga hubungan antara suami istri dan anak, antara anak dengan orang tua mengalami
kerenggangan dan cenderung mengabaikan sopan santun serta melecehkan kebudayaan timur yang
berakhlakul karimah.

Cobalah kita perhatikan dengan mata hati dan akal pikiran yang jernih betapa pengaruh gaya hidup
masyarakat dunia sekarang ini semakin merusak tatanan keluarga di semua lapisan masyarakat kita
yang mayoritas muslim, ini bisa kita lihat dari gejala daripada setiap keluarga di lingkungan kita
sendiri dan corak kehidupan masyarakat kita. Secara umum yang lebih meniru gaya barat, pengaruh
budaya barat lebih berhasil menjadikan tenggang dan tidak lagi mengindahkan tata krama Islam

Yang mengatur adanya hak dan kewajiban antara orang tua dan anak secara seimbang.

Oleh sebab itu, dalam konteks mencari hikmah idul Adha pada hari ini perlu kita kiranya bertafakur
dan merenung, apa yang sebenarnya telah kita berikan kepada ibu, bapak kita ini sangat perlu.
Karena dalam kehidupan modern sekarang ini semakin banyak anak menyakiti hati orang tuanya
sehingga seringkali kita jumpai orang-orang tua yang mengeluh yang yang menyesali tingkah laku
anaknya yang semakin banyak fenomena yang menunjukkan betapa hancurnya perasaan seorang
ibu yang dahulu mengandung anak-anaknya dan juga ayah yang mencarikan nafkah untuk
menghidupinya.

Bila di usia senja mereka mendapati perlakuan kasar dari anak-anaknya yang sudah dewasa dan
hidup berkeluarga. Padahal dahulu mereka sangat dibanggakan dan disiapkan untuk mengurusinya,
tapi hari tua yang mereka terima adalah perlakuan buruk. Maka tentu saja hal ini akan sangat
menyakiti hati, apalagi kalau anak-anaknya merasa sukses lalu memandang rendah ibu bapaknya.
bahkan tidak sedikit ada anak yang telah melihat kedua orang tuanya yang berusia lanjut dengan
Tengah menerlantarkan mereka berdua.

Sebagai kisah di zaman Baginda Rasulullah SAW:

Pada suatu hari ada seorang pemuda yang menghadap Rasulullah. Pemuda tersebut menggugat dan
mengadukan ayahnya kepada beliau, karena ayahnya telah mengambil harta miliknya, atas dasar
pengaduan itu rasulullah memerintahkan agar sang ayah dihadapkan kepada beliau.

Kemudian, anak tersebut mengatakan, wahai Rasul, ayahku senantiasa mengambil harta milikku
tanpa seizin dariku, ya rasul ayahku sering merampas harta bendaku, menculik dan merampok harta
benda ku di dalam rumahku sendiri tanpa meminta Izin dariku.

Lalu datanglah seorang ayah yang tua renta yang tak bisa lagi berdiri dengan tegaknya, yang hanya
bisa dibantu dengan kekuatan tongkatnya. Ayah yang tak mampu lagi apa-apa itu, yang dipandang
oleh Rasulullah, Rasulullah tak sadar meneteskan air mata yang memandang keadaan orang tua yang
memang dalam keadaan tua renta bahkan tak sanggup lagi berdiri. Lalu seorang ayah itu berkata
kepada Rasulullah SAW:
Ya memang, aku yang mengambil harta milik anakku, aku mengambil harta miliknya, hanya untuk
memberi makan kepada ibunya yang sedang sakit di rumah. Dulu aku kaya ya rasul, anakku pulang
yang miskin, dulu akulah yang punya apa-apa anakku pulang yang tak ber ada, dulu aku yang hebat
anakku pulang yang lemah. Namun, saat ini akulah Yang tak punya, dialah yang punya apa-apa. Saat
ini aku yang miskin dialah yang kaya, saat ini dialah yang punya apa-apa dan saat ini akulah Yang tak
punya apa-apa, dia yang ber ada ya rasul.

Ketika ia mengambil harta milikku, aku tak pernah memarahinya. Tapi di saat aku hanya ingin
mengambil makanan di rumahnya untuk memberi makan kepada ibunya yang telah sakit, dia marah-
marah, membentakku dan mengusir aku dari rumahnya, ya Rasulullah. Maafkan atas perbuatan
seorang ayah yang telah tua renta ini.

Jawaban Rasulullah ketika melihat dan mendengarkan ucapan orang tua yang berdiri pun sudah tak
sanggup lagi. Hidupnya pun melarat dan tak punya apa-apa. Rasulullah yang terkenal sanubarinya
yang hebat akhlak Budi pekertinya yang sangat luar biasa meneteskan air mata memandang
kelakuan anak yang telah semena-mena terhadap kedua orang tuanya.

Lalu Rasulullah SAW menyampaikan di hadapan pemuda ini bahwa kamu dan hartamu adalah milik
orang tuamu

“Anta wa Malika Lia Bika”

Kamu dan hartamu adalah milik orang tuamu. Memang tak ada perjanjian tertulis antara anak dan
orang tua, bahwa suatu kelak nanti di saat orang tuamu tak sanggup lagi engkaulah yang akan
mencukupinya, tapi di suatu kelak mereka tak sanggup engkaulah yang membalas segalanya,

Tapi pantaskah seorang anak yang membiarkan orang tuanya terpuruk dan tak bisa apa-apa lagi?

Pantas kah kita melihat kedua orang tua kita seperti demikian?

Allahu Akbar 3x walillahilham.

Ibu mengandung kita selama 9 bulan lamanya, 2 tahun dia menyusui dan menggendong kita dalam
pelukannya, bertaruh antara hidup dan mati ketika melahirkan anak-anaknya. Tapi pantaskah kita
berbuat zalim kepada mereka berdua?

Ibu yang setetes air susunya meskipun engkau bayar dengan menjual segala hartamu di langit dan di
bumi tidak akan lunas dan tidak akan sebanding.

Ayah yang begitu hebat yang tidak pandai mengeluh di saat dia sakit. yang mana ketika anak-
anaknya yang sakit tengah malam dia keluar rumah mencarikan obat untuk anak-anaknya.
Ibumu yang setia berada di sisimu dari pagi sampai pagi lagi, memanjakan kalian, 2 tahun menyusui
kita. Selama itu juga kita kotori iya dengan air kencing dan sejenisnya, tapi ibu kita tetap sabar,
bahkan siang malam tak dapat tidur nyenyak sampai ia tidak rela seekor nyamuk pun menggigit
anaknya. Kita sudah dewasa, adakah kita sisipkan waktu untuk mengurusnya?

Di saat tengah malam kalian merintih menangis karena kesakitan dialah yang paling terpukul
mendengar rasa sakitnya. Dia akan keluar rumah menceritakan kalian obat, dia tidak takut dengan
gelapnya malam, meskipun hujan deras yang turun dia tidak takut dengan kerasnya hujan, meskipun
dia balik dalam keadaan basah kuyup membawakan anaknya obat, tapi yang dia takut anaknya yang
sedang menangis karena kesakitan.

Pantaskah kita berbuat zalim kepada mereka berdua?

Akhirnya, dengan mengucapkan kalimat takbir Allahu Akbar 3x kita akhiri khotbah dengan
memanjatkan doa kehadirat Allah SWT.

- Allahumma ya Allah, Tuhan Yang maha agung dan maha bijaksana, di pagi hari yang cerah ini
setelah percikan embun pagi membasahi persada bumi yang kami pijak ini, bergegaslah kami
untuk datang berkumpul dan bersimpuh di hadapanmu semata-mata hanya mengharapkan
ridho dan pertolongan di dalam kami melaksanakan segala aktivitas hidup.
- Allahumma ya Allah, ya Aziz, ya Ghoffar, betapa banyak nikmat yang engkau telah
anugerahkan kepada kami, namun kami biarkan dia berlalu tanpa kami manfaatkan. Oleh
karenanya bimbinglah kami, berikanlah kami hidayah dan Taufik mu dalam meniti kehidupan
ini agar kami tidak tergolong orang-orang yang lalai dalam mensyukuri nikmatmu.
- Allahumma ya Allah, pada hari ini kami belum bisa berkurban berupa hewan ternak karena
keterbatasan ekonomi kami, untuk itu bukakanlah rezeki kami yang halal agar kami bisa
menyisihkan sebagian rezeki kami untuk berkurban. Apalagi kami saat ini masih dalam tahap
penyelesaian membangun masjid yang baru.
- Ya Allah berikanlah kami ampunan iman dan taqwa dalam menghadapi segala ujian dan
cobaan yang datang kepada kami.
- Ya Allah berikanlah kekuatan dan kemudahan kepada saudara-saudara semuslim yang saat
ini jam 03.00 pagi mereka berada di Muzdalifah dalam rangka rukun haji untuk persiapan
melontar jumrah.
- Allahumma ya Allah, janganlah kau jadikan hari raya ini menjadi hari raya terakhir bagi kami,
tapi jadikanlah hari raya ini sebagai awal perbaikan segala sikap kami agar melaksanakan
perintah daan menjauhi segala larangan-Nya Amin ya robbal alamin

Anda mungkin juga menyukai