Anda di halaman 1dari 4

Aku Mencintaimu, Wahai Rasulullah..

Anas RA meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW dan
bertanya: “Kapan hari kiamat wahai Rasulullah?”, Nabi SAW bersabda: “Apa yang engkau
persiapkan untuk menghadapinya?”. Laki-laki itu menjawab: Saya tidak mempersiapkan diri
menghadapi hari kiamat dengan memperbanyak shalat, puasa maupun shadaqah; namun
(persiapanku adalah) mencintai Allah dan Rasul-Nya. Nabi SAW bersabda: “Engkau bersama
dengan orang yang engkau cintai”. (Yang dimaksud laki-laki dalam Hadits ini ada beberapa
pendapat: Umar ibn al-Khaththab RA; Abu Musa al-Asy’ari RA; Abu Dzar RA; atau shahabat
lain).

Ternyata Aku Belum Mencintai Nabiku

Sebuah kenyataan pahit di tengah masyarakat kaum muslimin banyak di antara kaum muslimin
yang mengaku cinta kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam namun mereka
mengungkapkan kecintaan itu dengan sesuatu yang dibenci oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam sehingga terkesan cinta mereka bertepuk sebelah tangan. Seandainya cintamu benar
maka kamu akan mentaati orang yang kamu cintai karena orang yang mencintai maka dia akan
mengikuti orang yang dia cintai inilah hakekat cinta kepada sesuatu mentaati dan mengikutinya.

Karunia terbesar yang Allah Ta’ala anugerahkan bagi umat Islam, bahkan bagi seluruh umat
manusia adalah diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ke muka bumi sebagai rahmat
bagi semesta alam. Memberi petunjuk manusia kepada jalan lurus, jalan yang mengantarkannya
kepada ridha Allah Ta’ala, kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah Ta’ala berfirman:

”Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus
di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka
ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al
Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam
kesesatan yang nyata” [QS. Ali Imran:164].

Ya Rasulullah, lihatlah bangsa kami. sepertinya kami butuh banyak sumbangan kain. Baju-baju
muslimah sekarang tidak mencerminkan seorang muslimah. Pusar kami terlihat, rambut kami
tergerai indah, baju-baju mini adalah trend masa kini, bahkan jilbabpun kami jadikan ajang
perlombaan style. Tak adalagi yang namanya jilbab syar’i. Semua itu kami lakukan seakan kami
lupa atas siksa neraka yang telah engkau peringatkan. Seakan siksa neraka itu hanyalah sebuah
dongeng dari mulut manismu. Ya Rasulullah, masih pantaskah kami mengatakan bahwa kami
mencintaimu?

Melaksanakan perintah Rasulullah, baik yang bersifat wajib maupun sunnah, dan meninggalkan
segala hal yang beliau larang, yang bersifat haram maupun makruh, sebab beliau tidak
memerintahkan sesuatu kecuali padanya terdapat maslahat bagi kehidupan manusia,
sebagaimana beliau tidak melarang sesuatu kecuali di dalamnya terdapat mudharat/bahaya bagi
manusia. Allah berfirman:

”Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu
berpaling dari pada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya)” [QS. al Anfal:20].

Taat kepada Rasulullah pada hakikatnya adalah taat kepada Allah. Sabda Rasulullah: ”Siapa
yang taat kepadaku maka ia telah taat kepada Allah dan siapa yang maksiat (menyelisihi) aku
maka ia telah maksiat kepada Allah” [HR. Bukhari].

Amr ibn Ash RA berkata: Tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai melebihi Rasulullah
SAW.

Ali bin Abi Thalib RA ditanya: Seberapa besar cintamu kepada Rasulullah SAW? Ali RA
berkata: Demi Allah, sesungguhnya Rasulullah lebih kami cintai dibandingkan harta, anak, ayah
dan ibu kami, bahkan lebih dari air segar bagi orang yang sangat dahaga.

‘Abdah binti Khalid RA berkata: Khalid RA tidak pernah pergi ke tempat tidur kecuali dia
menyebut-nyebut kerinduannya kepada Rasulullah SAW, para shahabat Muhajirin dan Anshar,
lalu menyebut nama-nama mereka. Khalid berkata: Mereka adalah junjunganku dan keluargaku;
hatiku condong kepada mereka; rasa rinduku kepada mereka sudah lama terpendam; wahai
Tuhanku, semoga engkau mempercepat ajalku. Khalid melakukan hal itu sampai dia tertidur.

Zaid RA menyatakan: Sesungguhnya cobaan yang menimpaku tidak akan pernah mengurangi
rasa cintaku kepada Nabi Muhammad SAW sedikit pun. Abu Sufyan berkata: Saya tidak pernah
melihat seorang pun yang mencintai orang lain sebagaimana rasa cinta para shahabat
Muhammad kepada Muhammad.

Iman seseorang tidak akan sempurna hingga ia cinta kepada Rasulullah lebih dari cintanya
terhadap seluruh manusia, bahkan terhadap dirinya sekalipun. Rasulullah bersabda: ”Tidak
sempurna keimanan salah seorang di antara kalian hingga aku adalah orang yang paling ia cintai
daripada ayah, anaknya dan seluruh manusia” [HR. Bukhari dan Muslim].

Setiap orang beriman pasti cinta kepada Rasulullah, dan sangat rindu berjumpa dengannya
walaupun belum pernah berjumpa dengannya. Rasa cinta ini yang menyebabkan ia merasakan
manisnya keimanan, sebagaimana sabda beliau: ”Tiga perkara, jika terkumpul pada seseorang
maka ia akan merasakan manisnya keimanan…”, salah satunya adalah: ”Siapa yang menjadikan
Allah dan Rasul-Nya yang paling ia cintai lebih dari selainnya” [HR.Bukhari dan Muslim].

Namun cinta kepada Rasulullah tidak cukup dengan angan-angan, klaim dan ucapan lisan, harus
dibuktikan dalam dunia nyata. Bukti cinta yang luhur kepada beliau adalah sebagaimana yang
ditegaskan oleh al Qadhi ‘Iyadh: ”Orang yang jujur cinta kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam- adalah ketika tanda-tanda cinta itu tampak pada dirinya, yaitu: mengikuti jejaknya,
menjalankan sunnahnya, mengikuti perkataan dan perbuatannya, patuh pada perintahnya,
menjauhi larangannya, beradab dengan adab-adabnya, baik di waktu sulit maupun mudah, di
waktu senang atau susah” [as Syifa, 2/22].

“Dari Abdullah bin Hisyam dia berkata: “Suatu hari kami bersama dengan Nabi Shallallahu
Alaihi Wasallam dan beliau memegang tangan Umar Bin Khattab. Umar Bin Khattab berkata:
“Wahai Rasulullah sungguh demi Allah engkau lebih aku cintai daripada segala sesuatu kecuali
diriku, maka Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Tidak ya Umar, demi Dzat yang
jiwaku ada ditanganNya, (itu bukan cinta) hingga engkau lebih mencintai ku daripada dirimu
sendiri. Umar pun berkata: “Sungguh sekarang demi Allah engkau lebih aku cintai dari pada
diriku sendiri, maka Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda nah sekarang engkau baru
mencintaiku” (HR. Bukhari no. 6632)

Jadi mencintai Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bukanlah suatu pilihan yang kita bisa memilih
mau mencintainya atau tidak, sebagaimana kita mencintai orang lain. Dimana kita bisa memilih
mencintainya atau tidak. Adapun cinta kepada Nabi Shallallahu alaihi sallam adalah kewajiban
bagi setiap muslim. Dia adalah tanda keimanan yang harus diwujudkan. Kecintaan kepada Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam harus merupakan cinta yang paling kuat daripada mencintai
siapapun atau bahkan mencintai diri sendiri.

Sebenarnya masih banyak yang ingin aku sampaikan, namun jari-jemari ini tak tahan lagi untuk
mengusap tetesan air mata yang perlahan mulai mebasahi pipiku. Sebenarnya masih banyak yang
ingin aku ungkapkan, namun tubuh ini tak cukup kuat menahan lelah yang mulai menghantui.
Aku akan menemuimu kelak ya Rasulullah Muhammad, dengan penuh cinta dan kerinduan
kepadamu. Aku akan menemuimu, menceritakan banyak hal tentang kegelisahan hati ini, disana,
di syurgaNya, bersamamu dan para syuhada’. Tapi mampukah aku ya Rasulullah? Dada ini
semakin sesak kala aku menyadari ketidakmampuanku. Ya rasulullah, aku dan para umatmu
yang lain benar-benar mengharap syafaatmu kelak.

Salam rinduku untukmu ya Rasul, salam cintaku untukmu ya Habiballah, shalawat kami selalu
tercurah padamu dan keluargamu serta para sahabat pendahulu kami. Kami mencintaimu, kami
merindukanmu. Semoga kelak kami dapat memandang wajahmu dengan penuh keimanan dalam
hati kami.. Terimalah segala cinta dan rindu ini.

Semoga Allah Ta’ala menanamkan rasa cinta yang jujur kepada Rasulullah dalam jiwa kita dan
membimbing kita untuk membuktikan kecintaan itu dalam kehidupan sehari-hari.

Potongan Kisah
Aqilah Azka Nur Athifah
6C

Anda mungkin juga menyukai