Anda di halaman 1dari 12

Khutbah Wukuf

MENGGAPAI HAJI MABRUR


Oleh: Arifin
(Pengurus MUI Kota Semarang Jawa Tengah)

Ḍuyufullah wa Ḍuyufurrahman Yarhamukumullah,

Pada hari yang penuh rahmat dan maghfirah ini, marilah kita
panjatkan puji syukur kepada Allah SWT. karena kita
ditakdirkan oleh Allah SWT. bisa berkumpul di tempat yang
sangat mulia ini, yaitu Padang Arafah.

Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang paling utama,


Nabi Muhammad Saw. pernah ditanya oleh sekelompok orang
dari Nejed tentang haji, maka Beliau menjawab:

(Haji itu adalah Arafah) (HR. at-Tirmidzi no. 889)

Di tempat ini Allah akan mengampuni segala dosa bagi siapa


saja yang bertaubat, Allah akan mengabulkan segala pinta
bagi siapa saja yang memohon, maka Rasulullah Saw.
bersabda:

“Tiada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba-


hamba-Nya dari neraka (melebihi) hari Arafah.” (HR. Muslim
dari Aisyah, ra).

Jamaah Haji Yarhamukumullah,

Bigutu besar kasih sayang Allah yang telah dicurahkan


kepada kita, padahal kita ini hanyalah seonggok tulang
berbalut daging yang terus membungkus aib dan ma‟siyat di
sepanjang tahun, membaca Al-Fatihah saja belum fasih, ṣalat
kerap tidak khusyu‟ dan malas berjamaah, berzikir hanya di
ujung lidah tidak sampai menyentuh hati, … entah mengapa
kita dipilih oleh Allah menjadi orang yang bisa bersimpuh di
tanah Arafah ini ? Mungkin berkat doa kedua orang tua kita,
kyai-kyai kita, guru-guru kita, tetangga-tetangga kita, fakir
miskin di sekitar kita, dan orang-orang yang ṣalih yang
berkenan memohonkan ampun untuk jenis manusia yang
berlumuran dosa seperti kita ini.
Saat ini yang terpenting adalah kita berusaha dan berdoa
dengan sungguh-sungguh agar haji kita makbul dan mabrur.
Rasulullah Saw. Bersabda

Haji yang mabrur tiada balasan baginya kecuali surga”. (HR.


Bukhari dan Muslim).

“Menurut Muhyiddin Syarf an-Nawawi makna hadits “Tidak


ada balasan bagi haji mabrur kecuali surga” adalah bahwa
ganjaran bagi orang dengan haji mabrur tidak hanya sebatas
penghapusan sebagian dosa. Mabrur itu yang mengharuskan
ia masuk surga. Imam Nawawi berkata: „Yang paling sahih
dan masyhur adalah bahwa haji mabrur yang bersih dari dosa
itu diambil dari al-birr (kebaikan) yaitu ketaatan”. (Jalaluddin
as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, Halb-Maktab
al-Mathbu‟at al-Islamiyyah, cet ke-2, 1406 H/1986 H, juz, V,
h. 112).

Senada dengan itu Syaikh Jalaluddin as-Suyuthi berkata:


Haji mabrur adalah haji yang diterima yang dibalas dengan
kebaikan yaitu pahala. Sedangkan pertanda diterimanya haji
seseorang adalah kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya
dan tidak mengulangi melakukan kemaksiatan.” (Jalaluddin
as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi li Sunan an-Nasa’i, juz, V, h.
112).

Ḍuyufullah Rahimakumullah,

Jabal Rahmah yang tidak jauh dari tempat wukuf kita ini,
mengandung pembelajaran yang sangat berharga bagi
kehidupan manusia. Dengan melihatnya kita menjadi teringat
sejarah Nabi Adam as., dan Ibu Hawa diturunkana dari Surga
ke Bumi atas pelanggaran yang mereka lakukan. Ketika Adam
dan Hawa bertemu Allah di surga, Allah berpesan kepada
Beliau berdua:

"Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan
makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di
mana saja yang kalian sukai, tetapi janganlah kamu dekati
pohon ini ... (QS Al-Baqarah: 35).
Ketika keduanya berdosa (melanggar perintah Allah) dengan
memakan buah pohon itu, Allah menyeru kepada mereka
berdua:

"Bukankah Aku telah melarang kamu berdua mendekati


pohon itu?" (QS Al-A'raf: 22).

Kesan yang ditimbulkan oleh redaksi kedua ayat tersebut,


antara lain: Bahwa sebelum terjadinya pelanggaran, Allah
bersama Adam dan Hawa berada pada suatu posisi
berdekatan, yakni masing-masing tidak jauh dari pohon
terlarang. Karena itu, isyarat kata yang dipergunakan untuk
menunjuk pohon adalah isyarat dekat, yakni ‫ ) ِه ِذ ٰ َ َه‬ini). Tetapi,
ketika Adam dan Hawa melanggar, mereka berdua menjauh
dari posisi semula, dan Allah pun demikian, sehingga Allah
harus menyeru mereka (yakni berbicara dari tempat yang
jauh), dan ini pula yang menyebabkan Allah menunjuk pohon
terlarang itu dengan isyarat jauh, ْ (itu).

Dari kedua ayat tersebut terlihat baik Adam maupun Allah


masing-masing menjauh, tetapi jika mereka kembali
(bertobat), masing-masing akan mendekat sehingga pada
akhirnya akan berada pada posisi semula. Memang, Allah
berfirman:

Jika hamba-hamba-Ku (yang taat dan menyadari


kesalahannya) bertanya kepadamu tentang Aku, sesunguhnya
Aku dekat, dan memperkenankan permohonan jika mereka
bermohon kepada-Ku (QS Al-Baqarah: 186).

Ḍuyufurrahman Yarhamukumullah,

Kesadaran manusia terhadap kesalahannya mengantarkan


Allah mendekat kepadanya. Pada gilirannya, hal itu akan
menyebabkan manusia bertobat. Perlu diingat, bahwa tobat
secara harfiah berarti kembali. Sehingga dengan demikian
Allah pun akan kembali pada posisi semula. Allah berfirman:

“Adam menerima kalimat-kalimat dari Tuhannya, maka Dia


(Allah) menerima tobatnya. Sesungguhnya Dia Maha
Penerima tobat lagi Maha Pengasih” (QS Al-Baqarah: 37).
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, bahwa yang dimaksud
Adam menerima kalimat-kalimat dari Tuhannya adalah ketika
Adam berkata, "Wahai Tuhanku, bagaimanakah jika aku
bertobat dan memperbaiki diriku?, maka Allah berfirman,
"Kalau begitu, Aku akan memasukkan kamu ke surga".

Termasuk yang dimaksud dengan beberapa kalimat' ialah


perkataan Adam;

“Keduanya berkata; Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya


diri kami sendiri; dan jika Engkau tidak mengampuni kami
dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami
termasuk orang-orang yang merugi. (Al-A'raaf: 23)

Ayat lain yang senada adalah:

"Jikalau kamu kembali Kami pun akan kembali" (QS Al-Isra':


8), dan Allah selalu rindu akan kembalinya manusia kepada-
Nya.

Nabi Muhammad Saw. bersabda, bahwa Allah berfirman:

Apabila hamba-Ku mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku


mendekat kepadanya sehasta. Bila ia mendekat kepada-Ku
sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa, bila ia datang
kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan datang menemuinya
dengan berlari (HR Bukhari dari Anas bin Malik).

Kata “taqarrub” secara bahasa adalah țalabul qurbi (mencari


kedekatan), dengan demikian taqarrub ilallah berarti mencari
kedekatan kepada Allah SWT. (Ibnu Hajar Al-Atsqalani,
Fathul Bari, 18/342).

Konteks hubungan manusia bersama sesamanya, dapat ditarik


kesan dari penamaan manusia dengan kata al-Insan. Kata ini
menurut sebagian ulama terambil dari kata uns yang berarti
senang atau harmonis. Sehingga dari sini dapat dipahami,
bahwa pada dasarnya manusia selalu merasa senang dan
memiliki potensi untuk menjalin hubungan harmonis antar
sesamanya.

Jika melakukan dosa terhadap sesama manusia, maka


hubungan tersebut menjadi terganggu dan tidak harmonis lagi.
Namun manusia akan kembali ke posisi semula (harmonis)
pada saat ia menyadari kesalahannya, dan berusaha mendekat
kepada siapa yang pernah ia lukai hatinya, untuk meminta
maaf kepadanya. (Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Wawasan
Al-Qur’an, Tafsir Al-Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat,
Mizan, Bandung, 1996, hal.240)
Jamaah Haji Rahimakumullah, Khutbah yang sangat
sederhana ini dapat disimpulkan bahwa wukuf di Padang
Arafah mengandung pesan:

1. Kita wajib bersyukur kepada Allah SWT, karena atas


rahmat-Nya kita dapat melaksanakan ibadah haji dengan
penuh keimanan, ketaqwaan, dan ketaatan, isya Allah
ibadah haji kita makbul dan mabrur.
2. Haji mabrur adalah haji yang diterima yang dibalas
dengan kebaikan yaitu pahala (Surga). Pertanda
diterimanya haji seseorang adalah kembali menjadi lebih
baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi melakukan
kemaksiatan.”
3. Guna menjaga kemabruran haji, kita perlu memelihara
kedekatan hubungan, baik kedekatan hubungan kepada
Allah SWT. maupun kedekatan hubungan kepada sesama
manusia. Kedekatan kepada Allah diperoleh dengan
kesadaran terhadap kesalahan yang telah diperbuat, dan
bertobat kepada-Nya. Kedekatan kepada sesama manusia
diperoleh dengan kesadaran terhadap kesalahan yang
telah diperbuat, dan berusaha mendekat kepada siapa
yang pernah kita lukai hatinya, untuk meminta maaf
kepadanya.
Dengan demikian akan tercipta hubungan harmonis, baik
hubungan yang bersifat vertikal kepada Allah SWT.,
maupun hubungan yang bersifat hosisontal kepada
sesama manusia. Mudah-mudahan kemabruran haji kita
akan selalu terjaga. Demikian yang dapat khatib
sampaikan semoga bermanfaat.
KHUTBAH II

Anda mungkin juga menyukai