Di Susun Oleh:
Tingkat 1 Kelompok 7
Poltekkes Kemenkes
TanjungkarangProgram Studi
Kebidanan 2021/2022
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentu kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga tercurahkankepada baginda tercinta kita Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan
Kami ucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga saya mampu untuk menyelesaikan
pembuatan tugas mata kuliah Pengembangan Kepribadian, dengan materi “Etika Berbicara”
Semoga tugas ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada mahasiswa lainnya.
Walaupun makalah ini memiliki banyak kekurangan, kami mohon kritik dan sarannya.
Kelompok 7
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua orang kecuali yang tuna wicara atau tuna rungu (bisu tuli) pasti mampu berbicara.
Namun tidak setiap orang mampu berbicara dengan baik dan benar. Kalau bicara sekedar bicara,
anak kecil pun bisa. Balita usia 2-3 tahun sudah pandai berbicara, minimal dapat memanggil ayah
Berbicara adalah mengeluarkan, menyusun kata-kata secara teratur melalui lisan sehingga dapat
dimengerti oleh lawan bicaranya. Bicara di sini diartikan sebagai bentuk komunikasi, dengan bicara
maka komunikasi dapat terjalin, Tetapi berkata-kata tanpa artipun sebenarnya bicara juga, hanya
Kemampuan bicara menjadi penting dalam konteks menjalin hubungan komunikasi dengan orang
lain. Dalam perkembangannya, bicara menjadi lebih ruwet karena ada batasan-batasan etika dan
aturannya. Bicara kemudian terkotak-kotak oleh kepentingan dan maksud-maksud tertentu. Setiap
Faktor utama dalam berbicara adalah bahasa. Makna bahasa sekarang lebih luas lagi, bukan
hanya merujuk pada suku bangsa tetapi sudah merambah pada disiplin ilmu. Kita sekarang tidak
hanya mengenal bahasa jawa, Madura, Sunda dan sebagainya yang berdasarkan kesukuan,
melainkan bahasa ekonomi, bahasa politik dan sebagainya dalam lingkup disiplin ilmu. Selanjutnya,
dari bahasa tadi mempengaruhi etika dan aturan bicara. Antara bahasa hukum dan bahasa ekonomi
ada aturan dan etikanya sendiri, seperti halnya bahasa Jawa dan bahasa Sunda yang di dalamnya
tidak terpisahkan oleh adat istiadat dan budaya dari mana bahasa itu berasal.
Dalam pergaulan etika berbicara itu penting, tidak boleh asal bicara. Semakin tinggi tingkat
pendidikan dan sosial, seseorang biasanya semakin tinggi pula etikanya dalam berbicara. Kelas
pendidikan dan sosial sering menjadi faktor pembeda dalam berbicara. Antara bahasa tukang becak
Dan bial dibolak-balik kesannya akan semakin semrawut. Kesannya akan lain. Seorang dosen
dengan strata pendidikan tinggi rasanya tidak pantas berbicara dengan gaya bahas tukang becak
yang terbiasa kasar, cespleng dan tidak mengenal unggah-ungguh. Sebaliknya, tukang becak akan
menjadi lucu bila memaksakan diri berbicara dengan langgam berbicara seorang dosen yang
Tujuan utama berbicara adalah membuat lawan bara mengerti apa yang dikatakannya. Tidak
peduli bahasa apa yang dipakai, punya ungguh-ungguh atau tidak, yang penting orang yang diajak
berbicara menangkap dengan jelas maksudnya. Tetapi dalam perkembangannya, seiring dengan
kemajuan peradaban, mengerti saja tidak cukup. Sekarang ini, dsamping dapat dimengerti harus
pula mencerminkan etika, termasuk didalamnya adalah unggah-unggah. Apalagi di dunia timur
(oriental)yang sangat menghormati nilai-nilai kesopanan, unggah-ungguh menjadi faktor yang tak
dominan. Bahkan bahasa yang dipakaipun berlainan antara bicara kepada orang tua, adik, atasan
dan sebagainya. Orang akan semakin dihormati apabila tahu unggah-ungguh. Dan bila unggah-
ungguh itu dilanggar, adat-istiadat sudah menyiapkan sangsinya. Orang yang tidak tahu sopan-
Tujuan
2 ISI
Landasan Teori
A . Etika Berbicara
Etika berasal dari Bahasa Yunani ETHOS (jamak ta etha) yang berarti kebiasaan. Selain etika
dikenal juga Moral atau Moralitas yang dari bahasa Latin MOS (jamak mores) yang juga berarti
kebiasaan. Ada beberapa kata yang sama artinya dengan etika, yakni budi pekerti, tata krama,
Pengertiannya adalah berprilaku bak dan terpuji, tidak menyakitkan perasaan orang lain.
Sebagai tingkah laku atau kegiatan lainnya, berbicarapun harus memperhatikan etika atau sopan
santun. Seseorang yang pandai berbicara bila mengabaikan kesopanan dalam percakapan,
menimbulkan pandangan yang buruk atau kebosanan, bahkan kebencian. Dengan demikian,
Yang harus anda perhatikan ketika berbicara adalah konsentrasikan diri anda sepenuhnya kepada
lawan bicara. jangan melihat ke arah lain sehingga membuat lawan bicara tersinggung. Menatap
lawan bicara sungguh-sungguh (bukan mendelik/melirik) termasuk etika berbicara yang baik.
Obyek anda adalah lawan bicara bukan yang lain. Jangan tinggalkan etika ketika anda sedang
berkomunikasi dengan orang lain. Kita sendiri juga pasti tersinggung jika ada orang lain mengajak
bicara tiba-tiba memutar hidungnya ke tempat lain. Mau menanggapi bicaranya saja sebenarnya
sudah harus disyukuri, jangan malah berpindah hati. Bicara itu bukan hanya dengan mulut, tetapi
seluruh tubuh kita kecuali kalau kita berbicara melalui telepon. Ketika berbicara usahakan seluruh
gerak tubuh kita mengarah ke lawan bicara sehingga kita tahu bagaimana reaksi lawan bicara ketika
membalas apa yang kita ucapkan. Kalau pandangan kita beralih ke tempat lain, kita tahu apakah
lawan bicara tulus dengan ucapannya atau tidak. Bisa jadi lawan bicara bilang setuju tetapi mimik
wajahnya dan kita tahu karena pandangan kita tidak tertuju kepadanya.
Pada saat berbicara semestinya kita seudah mempersiapkan mental kita sepenuhnya. Karena yang
kita hadapi adalah manusia yang mempunyai perasaan, bisa senang dan susah, bsa tersinggung dan
marah- marah. Oleh sebab itu, baik itu mimik maupun mata kita harus menampakan wajah yang
Dsamping kita harus menatap lawan bicara, yang tak kalah pentingnya adalah menata suara kita
agar lawan bicara dapat menangkap dengan jelas apa yang sedang kita bicarakan. Tidak boleh
terlalu terburu-buru dan jangan terlalu pelan. Usahakan suara yang keluar bisa terdengar jelas agar
Karena kondisi tertentu seringkali kita tidak dapat mengontrol suara kita, sehingga menjadi terlalu
cepat. Lawan bicara merasa perlu menegaskan kembali dengan bertanya balik, atau tidak ingin
didengar orang lain, kita berusaha merendahkan intonasi suara sehingga di relinga lawan bicara
terdengar seperti desis ular. Kedua-duanya bukan cara yang efektif dalam berbicara. Berbicara
dengan pelan tapi jelas terdengar. Tidak perlu terlalu keras tidak perlu terlalu lemah. Yang perlu
kita perhatikan pula adalah tingkat emosional kita. Bicaralah ketika emosi kita sedang tidak
konsentrasi. misalnya kalau kita sedang marah atau sedih, usahakan agar kemarahan atau kesedihan
Percuma saja kita berbicara terburu-buru sampai nafas kita tersengal-sengal lawan bicara susah
mengerti. Atau terlalu lembut seperti orang yang sedang dirundung derita berkepanjangan, sehingga
hanya terdengar seperti rintihan yang menyayat hati. Oleh karena itu hindarilah berbicara terburu-
buru atau terlalu pelan. Sebab dalam kondisi berbicara seperti itu, sulit untuk meninta respon yang
obyektif dari lawan bicara. Di samping tidak efektif, pembicaraan yang kurang terdengar jelas di
telinga lawan bicara kadang-kadang menimbulkan kejengkelan bagi lawan bicara. Maunya ingin
cepat-cepat selesai tetapi malah menimbukan persoalan baru yang tidak selesai-selesai Tentunya ini
Bahasa dapat menunjukan kualitas keprbadian dan latar belakang seseorang. Bahasa pegawai
kantor, jelas berbeda dengan orang berjualan di pasar. Salah satu unsur pembedanya terdapat dalam
pemakaian tata bahasa yang digunakan. Bahasa pegawai kantor jelas lebih punya etika dari pada
orang pasar. Bahasa anak gaul berbeda dengan bahasa ningrat keraton.
Sebelum berbicara sebaiknya kata-kata diatur terlebih dahulu. Jangan sampai di tengah kalimat tiba-
tiba putus karena kita tidak tahu apa yang akan kita bicarakan. Dan tentunya tidak boleh
menggunakan kata-kata yang kasar, apalagi yang menyinggung hati lawan bicara. Kita harus
mengetahui mana subyek, mana predikat, obyek dan keterangan dalam sebuah kalimat. Kita harus
tahu pula bagaimana menempatkan perangkat kalimat pada tempat yang benar. Jangan sampai kita
bingung dengan kalimat yang kita ucapkan sendiri. Umpamanya dengan membokk-balik kedudukan
subyek, predikat dan obyek sehingga menjadi kalimat yang tidak beraturan.
Citra pegawai kantor adalah citra kesopanan artinya orang lain melihat pegawai kantor sebagai
orang yang tahu etika, punya tata-krama dan santun dalam segala tindak-tanduknya. Sikap dan
perilakunya mencerminkan orang berpendidikan. Kesan tersebut akan semakin membekas ketika
kita sedang berbicara. Dari pembicaraan itu orang lain akan dapat menilai, apakah kita seorang
pegawai kantor atau bukan. Gaya bicara, intonasi yang dipakai, dan tata bahasa, jelas berpengaruh
Sebaiknya kita berbicara dengan kalimat yang jelas dan intonasi yang sedang-sedang saja. Tidak
terlalu tinggi, juga tidak terlalu rendah. Tunjukan kesan bahwa kita bisa mengontrol intonasi dengan
baik. Pakailah nada suara yang datar-datar saja, sehingga setiap orang dapat mendengarnya dengan
bak. Kalau terlalu tinggi dikhawatirkan tidak semua pendengarnya dapat mendengar dengan baik.
Apalagi jika kita ditunjuk sebagai pembicara, nada suara harus benar-benar dijaga. Sebab,
pendengar dalam sebuah forum baik ceramah maupun diskusi cenderung beragam. Jika nada suara
terlalu tinggi kita akan cepat letih. Orang tidak mungkin sanggup berteriak selama satu jam terus-
menerus. Apa yang kita bicarakan sebaiknya dapat kita nikmati jangan malah menjadi beban.
Disamping itu, kurang beretika rasanya kalau kita berbicara dengan nada suara yang tinggi. Kecuali
jika kita sedang membakar semangat para anak-anak muda untuk terjun ke medan perang. Dalam
situasi yang biasa, aman dan tidak darurat, Sebaiknya nada suara kita tidak tedah tinggi.
5. Pembicaraan Mudah Dimengerti
Tujuan utama berbicara adahh untuk membuat lawan bicara mengerti apa yang sedang kita
bicarakan. Okh sebab itu, sebaiknya kita cukup toleran dengan para pendengar kita. Kita harus
panda -pandai memilih lawan bicara, sebab hal ini berkatan dengan bahasa yang kita pakai. Jangan
karena ingin dianggap sebagai pegawai kantor ke mana-mana kita selalu menggunakan bahasa
tingkat tinggi. Kita harus pandai menyesuaikan diri dengan kondisi dan latar belakang lawan bicara
yang kita hadapi. Jangan terjebak oleh keinginan untuk menjaga image atau gengsi sehingga
mengorbankan lawan bicara. Pakailah bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Tidak penting
anggapan orang lain terhadap diri kita, yang penting adalah orang lain mengerti terhadap apa yang
sedang kita bicarakan. Biarkan orang lainmenganggap diri kita bodoh, dan seolah-olah pitar
Sering kita mendengar ada orang berbicara dengan menggunakan bahasa yang tinggi Padahal
pendengarnya hanya para pedagang yang tidak sempat mengikuti perkembangan jaman Memang ia
berhasil membangun kesan di tengah audiennya bahwa ia pembicara yang pandai, Tetapi ketika
Kita semua pasti punya pengalaman yang sama ketika mengkuti khotbah Jumat. Ada khatib yang
selama khotbahnya menggunakan bahasa Arab di tengah jamaah yang seluruhnya orang Indonesia.
yakinkah anda bahwa jamaah mengerti isi khotbah tersebut? Tipsnya sebelum mengajak bicara,
ketahuilah dulu siapa lawan bicaranya. Kalau memang lawan bicara lebih mudah mengerti dengan
bahasa daerah, maka kita harus menyesuaikan diri. Dari bahasa di atas semakin mengertilah kita
bahwa ternyata berbicara itu tidak semudah yang kita bayangkan. Tetapi penulis juga tidak sedang
mengarahkan pada satu kesimpulan bahwa berbicara itu sukar. Singkatnya, sebagai pegawai
kantor kita harus tetap menjaga dengan baik etika kita dalam berbicara yang sopan.
Dalam bukunya “sopan santun berbicara dan menyimak” M. Atar Semi mengatakan setidaknya ada
lima belas perilaku yang dinilai sopan dalam berbicara. Perilaku tersebut ialah!
a) Adanya kesabaran.
Sikap sabar dalam percakapan sangatlah penting. Yang hadir atau terlibat dalam suatu percakapan
tidaklah kita sendri. Melainkan ada lawan bicara, entah terdiri dari satu atau beberapa orang.
Kesabaran yang dimaksud adalah kesabaran untuk tidak memotong pembicaraan orang lain,
Dalam menghadapi lawan bicara, kita tidak boleh menunjukan rasa jemu, atau kesal. Walaupun
yang dibicarakan itu tidak sesuai dengan pendapat atau keinginan kita, namun. Dengarkanlah uraian
atau penjelasannya, kalau ada yang dirasakan tidak enak atau tidak sesuai dengan pandangan kita,
dapat kita sampaikan dengan baik dan tenang pada saat giliran kita bicara. Memperlihatkan rasa
Dalam percakapan harus selalu diingat bahwa setiap orang mempunyai hak dan kesempatan yang
sama untuk berbicara mengemukakan pendapat. Oleh sebab itu, sangat tidak sopan kalau berbicara
tanpa menghiraukan kesempatan orang lain atau lawan bicara untuk menyampaikan pendapatnya.
Kalau kita memborong kesempatan berbicara maka terlihat jelas bahwa kita adalah seseorang yang
egois yang mementingkan diri sendiri, serta suka merugikan orang lain. Kebiasaan ini merupakan
kebiasaan yang mencemarkan nama baik, dan terkesan sebagai orang yang menjemukan atau
serakah.
Membicarakan diri sendiri dalam percakapan, baik mengenai kehebatan maupun kekurangan kita,
sampaikanlah hal itu sekadar saja, hanya sebagai bahan perkenalan saja, bukan untuk
membanggakan diri, seperti menceritakan kehebatan atau keberhasilan orang tua dan saudara kita
tidaklah baik, dan dapat menimbulkan kesan bahwa kita itu somnong dan merendahkan martabat
lawan bicara. Orang yang menceritakan berbagai macam kehebatan dirinya dengan maksud agar
lawan biara menjadi iri, kagum atau orang lain menghormatinya adalah sikap yang tidak terpuji.
Orang semacam ini ialah orang yang ingin kelihatan hebat dengan menyandang nama orang lain.
Kita boleh menceritakan orang lain, asal yang diceritakan itu tentang kehebatannya. Orang lain
yang dimaksud bukan orang yang mempunyai hubungan keluarga. Yang tidak boleh ialah
menceritakan aib atau keburukan orang lain. Hal itu biasanya dinilai sebagai gosip atau menjurus
fitnah. Dalamagama pun hal itu dilarang, apalagi keburukan itu bukan atas kemauan orang yang
bersangkutan. Oleh sebab itu, hindarilah kebiasaan menceritakan aib atau keburukan orang lain
Dalam pembicaraan memang sering orang berusaha mencari bahan pembicaraan yang dapat
memancing tawa. Memang baik dalam percakapan diselingi lelucon yang dapat menimbulkan
kegembiraan dan kesegaran. Tetapi yang harus dihindari ialah membuah bahan olokan itu orang
hain.
Biasanya yang dijadikan olokan tu kelemahan orang lain. Akan lebih buruk lagi yang
diolok-olok itu termasuk salah seorang yang ikut dalam percakapan. Walaupun maksudnya gurau,
tetap saja hal semacam itu tidak boleh, karena tidak ada orang yang mau dijadikan bahan tertawaan
atau bahan olokan.
Kalau yang hadir dalam percakapan atau perbincangan terdiri atas banyak orang, janganlah
menunjukan pembicaraan hanya kepada seorang saja, tetapi tunjukkanlah kepada semua orang.
Memang biasa, kalau dua orang yang bersahabat atau dekat, apalagi teman lama bersenda gurau bila
bertemu. Namun jangan sampai senda gurau itu dilakukan didekat orang lain atau di depan umum.
Kadang-kadang ada orang yang dengan sengaja melakukan senda gurau di muka orang banyak
untuk memperlihatkan bahwa dia dekat dengan orang itu. Perilaku semacam itu merupakan perilaku
yang tidak baik. Walaupun teman akrab, namun tidak boleh bergurau tidak pada tempatnya.
Bila diantara anggota percakapan ada yang tidak mengerti. Jangan menggunakan bahasa daerah atau
bahasa asing apabila di dalam percakapan yanglebih dari dua orang ada diantaranya tidak mengerti
dengan bahasa yang digunakan. Untuk itu digunakan bahasa nasional, bahasa Indonesia.
Biasanya kalau dua orang sahabat yang sekampung berbincang-bincang akan menggunakan
bahasa kampung halaman mereka. Namun apabila datang orang ketiga dalam pembicaraan itu,
sebaiknya beralih menggunakan bahasa yang dapat dipahami bersama. Cara semacam ini dinilai
sopan, karena ada usaha menghormati teman mereka yang berasal dari daerah lain.
Sebaiknya hindari menyelipkan bahan percakapan yang berisi kecabulan atau masalah seks, apalagi
kalau yang hadir itu terdiri dari beberapa kelompok umur dan terdiri dari dua jens kelamin. Hal itu
akan lebih sopan kalau kita tidak menyimpangkan pembicaraan yang bersifat “pornografi” karena
besar kemungkinan ada diantara yang hadir tidak menyukai cara seperti itu.
percakapan.
Sebaiknya dalam percakapan yang terdiri dari banyak orang, pilihlah topik pembicaraan yang
menarik perhatian seluruh peserta, jangan memilih topik pembicaraan yang hanya disukai oleh
sebagian kecil anggota percakapan. Bila yang tertarik atau menyukai topik pembxaran itu hanya
sebagian kecil saja, dapat membuat percakapan berat sebelah dan tidak meriah, karena yang terlibat
jumlahnya terbatas.
Perbuatan baik yang pernah kita lakukan kepada orang lain sebaiknya jangan disebut-sebut dalam
percakapan atau di depan umum, apalagi didepan orang yang pernah kita tolong. Perbuatan itu akan
ada pahalanya disisi Tuhan. Orang yang pernah kita tolong tentu akan ingat dan berterima kasih.
Tetapi hal itu disebut-sebut orang banyak maka akan terlibatlah bahwa kegiatan itu dilakukan bukan
karena ikhlas melainkan untuk memperoleh balasan. Apabila budi baik dan pertolongan yang ikhlas
Apabila betul-betul mengetahui atau menguasai suatu masalah lalu kita jelaskan kepada orang lain
yang tidak tahu, hal ini merupakan perbuatan yang sangat sopan dan terpuji. Tapi apabila ada orang
yang menyatakan atau memberikan keterangan tentang suatu yang sebenarnya da sendiri tidak
menguasai hal itu sikap semacam ini merupakan penpu diri sendri dan dapat menyesatkan orang
lain. Banyak orang yang mempunyai sifat sok tahu dengan percakapan. Dengan sikap jelek itu da
senantiasa hendak menjelaskan sesuatu hal seolah-olah dia orang pintar dan banyak ilmu. Padahal
tidak demikian. Sebaiknya sikap semacam ini dihilangkan karena dapat merugikan orang lain dan
Boleh saja kita menggunakan topik pembicaraan tentang paham politik atau agama, apabila peserta
percakapan itu terdiri dari satu paham atau agama yang sama. Tapi kalau dalam percakapan itu
terdapat orang berbeda paham atau agama, sebaiknya jangan memilih topik percakapan tentang
paham politik atau agama. Bila hal itu dibicarakan akan dapat merusak orang yang tidak sepaham
dan berbeda agama dengan kita. Biasanya pembicaraan mengenai itu cenderung bersifat subjektif
dan berat sebelah. Hal itu dapat merusak perasaan yang lain. Topik percakapan yang menyangkut
paham aliran politi, agama, atau ras sangat sensitif sebaiknya dipilih suasana yang cocok untuk
Dalam percakapan, tidak baik kalau kita berpendapat bahwa jalan pikiranlah yang paling benar.
Kita tidak boleh mengotot agar lawan bicara kita menerima mentah-mentah pendapat atau pikiran
kita. Walaupun pendapat kita itu benar, namun kita jangan bersikeras untuk membeberkannya dan
menyalahkan pendapat lawan bicara. Harus disadari bahwa tidak ada suatu pendapat atau
Pada dasarnya sikap yang dinilai tidak sopan di dalam suatu percakapan ialah sikap yang
berlawanan dengan sikap sopan. Kalau kita menerapkan sikap sopan, menghindari sikap tidak sopan
atau sebaliknya. Bila kita mampu menghindari hal tersebut, mudah-mudahan kita menjadi anggota
percakapan yang diterima oleh setiap pendengar yang hadir memang tidak mudah melakukannya.
Tetapi kita harus berusaha dengan sungguh-sungguh melakukan dan menghindarkan aturan
tersebut.
B. Prosedur Berbicara
Prosedur adalah rangkaian tata pelaksanaan kegiatan yang diatur secara beruutan, sehingga
terbentuk urutan kegiatan secara bertahap dalam menyelesakan suatu tujuan. Untuk dapat menjadi
pembicara yang bak, seorang pembicara harus mempersiapkan diri sebaik mungkin. Persiapan ini
menyangkut persiapan pokok pembicaraan yang akan dpilih dan hal — hal yang berhubungan
Topik pembicaraan merupakan salah satu penunjang keefektifan berbicara. Memilih topik
pembicaraan ini merupakan kegiatan yang pertama sekali dilakukan. Memilih topik berarti memilih
apa yang akan menjadi pokok pembicaraan. Topik diperoleh dari berbagai sumber, yaitu
pengalaman, pengamatan, pendapat penalaran, dan khayalan. Topik-topik ilmiah bersumber dari
pengalaman, pengamatan, dan penalaran. Dalam memilih topik terutama dalam pembicaraan, ada
menimbulkan kegairahan dalam berbicara. Hal ini juga merupakan modal untuk menarik
pendengar. Pilihan topik yang menarik merupakan modal utama dalam keberhasian berbicara.
Tidak melampaui daya tangkap pendengar, sebaliknya tidak terlalu mudah untuk
Masalah yang dibicarakan hendaknya dapat diselesaikan dalam waktu yang disediakan.
Topik yang terbatas akan memudahkan kita mencari informasi, sehingga masalah dapat betul-betul
c. Topik yang dibahas hendaknya ada manfaatnya bagi pendengar, baik untuk menambah ilmu
bicarakanlah topik yang diketahui dengan baik. Sehingga dapat merangsang pendengar.
Apabila topik telah ditemukan, seperti yang sudah diuraikan, topik itu harus dibatasi. Topik yang
terlalu luas tidak akan memberi kesempatan kepada kita untuk membahasnya secara mendalam,
apalagi waktu untuk berbicara terbatas. Sebaliknya topic yang sempit akan bersifat sangat khusus
dan tidak banyak manfaatnya bagi pendengar, kecuali kalau tujuannya hanya untuk melaporkan
sesuatu.
2. Menentukan Tujuan.
Membatasi topik dengan sendirinya belum membatasi maksud pembicaraan. Oleh sebab itu, harus
pula dirumuskan tujuannya. Perumusan tujuan ini akan memberikan gambaran atau perencanaan
menyeluruh yang akan mengarahkan pembicara dalam menentukan atau memilih materi yang
sesuai. Kesadaran kita akan tujuan selama proses pembxaraan, akan menjaga keutuhan
pembicaraan.
3. Mengumpulkan Bahan.
Jika tujuan sudah dirumuskan, tugas selanjutnya adalah mencari bahan atau materi yang diperlukan.
Yang dimaksud dengan bahan ialah semua informasi atau data yang diperlukan untuk mencapai
tujuan. Bahan tersebut mungkin berupa contoh-contoh, pengembangan, sejarah kasus, fakta,
Bahan-bahan yang diperoleh dari berbagai sumber, sebaiknya dicatat dalam kartu-kartu informasi.
Kartu informasi ini sebaiknya dibuat dari kertas yang agak tebal. Dalam kartu ini dicantumkan
informasi dan sumber informasi. Kalau sumbernya buku, cantumkan pengarang, judul buku, data
penerbit, halaman, kutipan atau catatan. Dalam hal ini, kartu-kartu informasi dapat menolong kita
4. Menyusun kerangka.
Langkah terakhr dalam tahap persiapan ini adalah menyusun kerangka. Dalam hal ini tujuan dan
bahan penulisan menentukan bentuknya. Menyusun kerangka berarti memecah topik kedalam
subtopik dan mungkin selanjutnya kedalam sub-subtopik yang lebih kecil. Sebelum menyusun
kerangka yang lebih terperinci, kita dapat membuat kerangka kasar. Kemudian baru dipikirkan
perinciannya.
Kerangka ini menjadi pedoman bagi kita dalam berbicara. Sehingga dapat berbicara sistematis.
Kalau sebuah pembicaraan memerlukan persiapan secara tertulis, misalnya dalam bentuk makalah,
maka kerangka ini perannya sama dengan menulis. Kerangka menjadi pedoman bagi penulis atau
pembicara. Dengan adanya kerangka pembicaraan akan terarah dan tersusun secara sistematis.
dimaksudkan agar tidak membuat orang lain tersinggung, sakit hati, dan sebagainya.
Mengenai etika berbicara dalam Islam, Rasulullah ﷺtelah memberi contohnya. Apalagi,
Rasulullah sendiri terkenal dengan kelembutannya saat berbicara. Sehingga, lawan bicara
Etika berbicara ini juga telah dijelaskan dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 263:
ِ ﺣ ِﻠ
ُoى ﺻ وBًذBَ اBٓﻗَ ْﻮل ﻣ ْﻌ ُﺮ ف و َﻣ ْﻐ ﺧ ّ ﱠﯾْﺘَﺒﻌُ َﮭﺎ
ﻨﻲ ْﯿ ٌﻢ
◌ َﺪﻗَ ٍﺔ ِﻔ َﺮةٌ ْﯿ ٌﺮ ﻣ ْو
ﻏ ْﻦ
Artinya: Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi
Dalam buku Tafsir Al Misbah, M. Quraish Shihab menafsirkan ayat tersebut dengan arti lebih
baik memberi sesuatu tanpa berkata apa pun, daripada memberi tetapi setelah itu memaki-
makinya. Oleh sebab itu, etika dalam berbicara sangat penting diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Dikutip dalam jurnal Adab Bicara Dalam Prespektif Komunikasi Islam karya Hakis, setidaknya
Seorang muslim harus memilih perkataan yang baik. Berbicara yang baik ini bertujuan untuk
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Ahzab ayat 70-71 yang artinya, “Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah perkataan yang benar. Niscaya
Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa- dosamu. dan
barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan
3. Tidak ghibah
Menghindari perbuatan menggunjing dan mengadu domba merupakan salah satu etika
berbicara yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana firman Allah
dalam surat Al
Hujurat ayat 12 yang artinya, “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.”
Jika berbicara secara langsung dengan orang lain, maka pandanglah wajahnya. Dengan
memandang wajah lawan bicara kita, maka dia akan merasa lebih dihargai.
5. Tidak berdebat
Dalam Islam, debat merupakan pintu dari terbukanya kesalahpahaman. Perdebatan memang
lumrah terjadi. Sebab, satu sama lain saling mempertahankan pendapat dan argumennya
masing- masing. Namun, hendaknya hal ini dihindari. Selain membuang-buang waktu, berdebat
PENUTU
A. Kesimpulan
Etika berasal dari Bahasa Yunani ETHOS (jamak ta etha) yang berarti kebiasaan. Selain etika
dikenal juga Moral atau Moralitas yang dari bahasa Latin MOS (jamak mores) yang juga berarti
kebiasaan. Etika berbicara diantaranya yaitu berbicara harus menatap lawan bicara, suara harus
terdengar jelas, gunakanlah tata bahasa yang baik dan benar, dam jangan menggunakan nada yang
tinggi Dalam bukunya “sopan santun berbicara dan menyimak” M. Atar Semi mengatakan
setidaknya ada lima belas perilaku yang dinilai sopan dalam berbicara. Perilaku tersebut ialah:
adanya kesabaran, tidak menunjukkan rasa jemu, tidak berbicara terus menerus, tidak
membicarakan diri sendiri, tidak menceritakan keburukan orang lain, tidak baik mengolok-olok
orang lain dalam pembicaraan, tidak berbicara untuk satu orang saja, tidak bersenda gurau pada
teman karib di depan umum, tidak menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing, tidak berbxcara
tentang kecabulan, mengambil topik pembicaraan yang disukai oleh sebagian besar peserta
percakapan, tidak menyebutkan budi baik kita, tidak bergaya sok tau, tidak membicarakan paham
politik atau agama didepan pembicaraan yang pesertanya berbeda paham dan agama, tidak
Prosedur adalah rangkaian tata pelaksanaan kegiatan yang diatur secara beruutan, sehingga
terbentuk urutan kegiatan secara bertahap dalam menyelesakan suatu tujuan. Prosedur kegiatan
berbicara yaitu
: Memilih topik pembicaraan, menentukan tujuan, mengumpulkan bahan dan menyusun kerangka.
B. Saran
Penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Praktikum-Konsep-Kebidanan-
dan- Etikolegal-dalam-Praktik-Kebidanan-Komprehensif.pdf
https://books.google.co.id/books?
id=Ggf1DwAAQBAJ&pg=PA58&dq=Etika+berbicara&hl=id&sa=X&ved=2
ahUKEwiV48fl35_uAhURVH0KHUmDAk4Q6AEwAHoECAEQAg#v=onepage&q=Etika%20berbicara&f=f
alse
https://books.google.co.id/books?id=PeMNEAAAQBAJ&pg=PA32&dq=Etika+berbicara&hl=id&sa=X&ved=
2ahUKEwiV48fl35_uAhURVH0KHUmDAk4Q6AEwAXoECAMQAg#v=onepage&q=Etika%20berbicara&f
=false
https://books.google.co.id/books?id=0GXtDwAAQBAJ&pg=PA114&dq=Etika+berbicara&hl=id&sa=X&ved
=2ahUKEwiV48fl35_uAhURVH0KHUmDAk4Q6AEwA3oECAYQAg#v=onepage&q=Etika%20berbicara&f
=false
https://books.google.co.id/books?id=UMvmjgygHKcC&pg=PA6&dq=Etika+berbicara&hl=id&sa=X&ved=2a
hUKEwiV48fl35_uAhURVH0KHUmDAk4Q6AEwBXoECAgQAg#v=onepage&q=Etika
%20berbicara&f=fal se
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/tabligh/article/view/342
https://journal.ikipsiliwangi.ac.id/index.php/fokus/article/download/4319/1534
https://jurnal.umk.ac.id/index.php/JKP/article/viewFile/2611/1388