Anda di halaman 1dari 5

🙋♂️🙋♀️ KOMUNIKASI PRODUKTIF 🙋♂️🙋♂️

Disampaikan oleh : Kurnia Wahyu Lestari


Manajer Offline Ibu Profesional Kordi Kediri Raya

Alkisah, sebut saja Manda, ia sedang ditelpon sahabatnya Gio. Perbincangan sangat seru terutama
saat Gio bercerita tentang pekerjaan barunya. Ditengah asyiknya Gio bercerita, tiba-tiba ia
mengucapkan salam.

"Assalamu'alaykum!", dengan suara yang tegas dan nyaring bunyinya.

Kira-kira, apakah maksud "salam" itu?


a. Salam untuk mengakhiri percakapan telpon
b. Cuma iseng aja

Manda mengira salam itu dimaksudkan untuk mengakhiri percakapan. Maka, langsung ia menjawab
salam itu, "Wa'alaykumussalam." dan Tuuuut.... Tuuuuttt... percakapan ditelpon berakhir.

2 menit kemudian Gio mengirim pesan ke handphone Manda: “ASDFGHJKL kok dimatiin! Orang gw
baru masuk rumah. Ah, oneng kebangetan !@#$%^&*()”

***
Pernahkah mengalami kejadian seperti cerita di atas? Mengapa hal ini bisa terjadi? Ya, karena kita
melakukan suatu kata kerja yang disebut “komunikasi”, 😂😂😂.

Atau ... misalnya kita sebagai istri pasti pernah setidaknya satu kali seumur hidup dengan wajah
jutek atau datar, ngomong dalam hati “plis dong ngertiin aku”, sedangkan suami kita pasang
tampang bingung setengah mati.

Salah paham atau istilah ngetrennya Miskom sebenarnya bisa jadi bukanlah disebabkan oleh
masalah konten percakapan melainkan dari cara penyampaiannya. Maka di butuhkan bagi kita
sebagai pribadi, sebagai pasangan, sebagai orangtua bahkan sebagai warga masyarakat untuk
belajar cara berkomunikasi produktif, agar tidak mengganggu hal penting yang ingin kita
sampaikan, baik kepada diri sendiri, kepada pasangan hidup kita dan anak-anak kita.

😎😎😎 KOMUNIKASI DENGAN DIRI SENDIRI

Tantangan terbesar dalam komunikasi adalah mengubah pola komunikasi diri kita sendiri. Bisa jadi
selama ini kita tidak menyadari bahwa komunikasi diri kita termasuk komunikasi yang tidak
produktif.

Kita mulai dari pemilihan kata yang kita gunakan sehari-hari.


Kosakata kita adalah output dari struktur berpikir dan cara kita berpikir
Ketika kita selalu berpikir positif maka kata-kata yang keluar dari mulut kita juga kata-kata positif,
demikian juga sebaliknya.
Pemilihan kata akan memberikan efek yang berbeda terhadap kinerja otak. Maka kita perlu berhati-
hati dalam memilih kata supaya hidup lebih berenergi dan lebih bermakna.

Kata-kata anda itu membawa energi, maka pilihlah kata-kata anda, ganti kata-kata negatif menjadi
kata-kata positif dan rasakan energinya. Misalnya,...
Kata Masalah gantilah dengan Tantangan
Kata Susah gantilah dengan Menarik
Kata Aku tidak tahu gantilah Ayo kita cari tahu

🗣🗣 KOMUNIKASI DENGAN PASANGAN ATAU ORANG DEWASA 👥

Ketika berkomunikasi dengan orang dewasa lain, maka awali dengan kesadaran bahwa “aku dan dia”
adalah 2 individu yang berbeda dan terima hal itu.
Pasangan kita atau orang lain tumbuh dan berkembang pada lingkungan yang berbeda dengan kita,
belajar pada kelas yang berbeda, mengalami hal-hal yang berbeda dan banyak lagi hal lainnya.

Maka da 2 hal mendasar yang perlu difahami saat berkomunikasi dengan orang dewasa :

1. Frame of Reference (FoR) dan Frame of Experience (FoE) pasangan atau orang lain boleh jadi
berbeda dengan kita.
FoR adalah cara pandang, keyakinan, konsep dan tata nilai yang dianut seseorang. Bisa
berasal dari pendidikan ortu, buku bacaan, pergaulan, prinsip, doktrinasi dll.
FoE adalah serangkaian kejadian yang dialami seseorang, yang dapat membangun emosi
dan sikap mental seseorang.

FoE dan FoR inilah yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu pesan/informasi
yang datang kepadanya.
Jadi jika pasangan atau orang lain memiliki pendapat dan pandangan yang berbeda atas
sesuatu, ya wajar, karena FoE dan FoR nya memang berbeda.

Maka... disinilah pentingnya Komunikasi, karena tujuan komunikasi adalah untuk MEMBAGIKAN
yang kutahu kepadamu, sudut pandangku agar kau mengerti, dan demikian pula SEBALIKnya.
Komunikasi yang baik akan membentuk FoE/FoR ku dan FoE/FoR mu ==> FoE/FoR KITA
Sehingga ketika datang informasi akan dipahami secara sama antara kita dan pasangan kita, ketika
kita menyampaikan sesuatu, pasangan akan menerima pesan kita itu seperti yang kita inginkan.

Komunikasi menjadi bermasalah ketika menjadi MEMAKSAKAN pendapatku kepadamu, harus kau
pakai sudut pandangku dan singkirkan sudut pandangmu.

2. Pada diri seseorang ada komponen NALAR dan EMOSI;


Bila Nalar panjang - Emosi kecil; bila Nalar pendek - Emosi tinggi

Komunikasi antara 2 orang dewasa berpijak pada Nalar.


Komunikasi yang sarat dengan aspek emosi terjadi pada anak-anak atau orang yang sudah tua.
Maka komunikasi kita jika masuk kategori komunikassi dengan orang Dewasa --sudah bukan anak-
anak dan belum tua sekali-- maka selayaknya mengedepankan Nalar daripada emosi, dasarkan pada
fakta/data dan bertujuan untuk memecahkan masalah.

Bagaimana bila kondisi emosi kita atau orang lain tidak stabil?
Bila Emosi kita dan pasangan atau orang dewasa lain yang kita ajak bicara sedang tinggi, jeda
sejenak, redakan dulu ==> agar Nalar kita, pasangan kita atau partner bicara kita bisa berfungsi
kembali dengan baik.
Ketika Emosi berada di puncak amarah, Nalar berada di titik terendahnya, sesungguhnya TIDAK ADA
komunikasi disana, tidak ada sesuatu yang dibagikan; yang ada hanya suara yang bersahut-sahutan,
saling tindih berebut benar.

Maka ada beberapa kaidah yang dapat membantu meningkatkan efektivitas dan produktivitas
komunikasi kita dan pasangan atau dengan orang dewasa lainnya :

1. Clear and Clarify


CLEAR : Susunlah pesan yang ingin kita sampaikan dengan kalimat yang jelas sehingga mudah
dipahami pasangan. Gunakan bahasa yang baik dan nyaman bagi kedua belah pihak.
CLARIFY : Berikan kesempatan kepada pasangan atau partner bicara kita untuk bertanya,
mengklarifikasi bila ada hal-hal yang tidak dipahaminya.

2. Choose the Right Time


Pilihlah waktu dan suasana yang nyaman untuk menyampaikan pesan.

3. Kaidah 7-38-55
Albert Mehrabian menyampaikan bahwa pada komunikasi yang terkait dengan perasaan dan sikap
(feeling and attitude)
Aspek verbal (kata-kata) itu hanya 7% memberikan dampak pada hasil komunikasi, Intonasi suara
(38%) dan bahasa tubuh (55%).

Bila pasangan atau parnter bicara kita mengatakan "Aku jujur. Sumpah berani mati!" namun
matanya kesana-kemari tak berani menatap, nada bicaranya mengambang maka pesan apa yang
tertangkap? Kata-kata atau bahasa tubuh dan intonasi yang lebih kita percayai?

Nah, demikian pula pasangan atau partner bicara kita dalam menilai pesan yang kita sampaikan,
mereka akan menilai kesesuaian kata-kata, intonasi dan bahasa tubuh kita. Lebih- lebih lagi
keseauaian lisan dan perbuatan kita 😁😁😁

4. Intensity of Eye Contact


Pepatah mengatakan mata adalah jendela hati. Ini khusus komunikasi dengan pasangan kita.
Saat berkomunikasi tataplah mata pasangan dengan lembut, itu akan memberikan pesan bahwa kita
terbuka, jujur, tak ada yang ditutupi. Disisi lain, dengan menatap matanya kita juga dapat
mengetahui apakah pasangan jujur, mengatakan apa adanya dan tak menutupi sesuatu apapun.

5. Kaidah: I'm responsible for my communication results


Hasil dari komunikasi adalah tanggung jawab komunikator, si pemberi pesan.
Jika si penerima pesan tidak paham atau salah memahami, jangan salahkan ia, cari cara yang lain dan
gunakan bahasa yang dipahaminya.
Perhatikan senantiasa responnya dari waktu ke waktu agar kita dapat segera mengubah strategi dan
cara komunikasi bilamana diperlukan. Keterlambatan memahami respon dapat berakibat timbulnya
rasa jengkel pada salah satu pihak atau bahkan keduanya.

👨👩👧👦 KOMUNIKASI DENGAN ANAK👨👩👧👧

Sebagaimana yang disampaikan sebelumny berkomunikasi dengan anak-anak itu lebih dominan
menggunakan emosi daripada nalar 😊

Anak –anak itu memiliki gaya komunikasi yang unik. Mungkin mereka tidak faham perkataan kita,
tapi mereka tidak pernah salah meng copy. Sehingga ibarat cermin, gaya komunikasi anak-anak kita,
itulah gaya komunikasi kita.

Maka kitalah yang harus belajar gaya komunikasi yang produktif dan efektif dengan anak-anak.
Bukan kita yang memaksa anak-anak untuk memahami gaya komunikasi kita.

Kita pernah menjadi anak-anak, tetapi anak-anak belum pernah menjadi orang dewasa
Jadiii.... sangat wajar kan kalau kita yang harus memahami mereka.

Bagaimana Caranya ?

a. Keep Information Short & Simple (KISS)


Gunakan kalimat tunggal, bukan kalimat majemuk

b. Kendalikan intonasi suara dan gunakan suara ramah


Gunakan rumus 7-38-55. Selama ini kita sering menggunakan suara saja ketika berbicara ke anak,
yang ternyata hanya 7% mempengaruhi keberhasilan komunikasi kita ke anak. 38% dipengaruhi
intonasi suara dan 55% dipengaruhi bahasa tubuh
Maka.... ubah gaya bicara kita pada mereka

c. Katakan apa yang kita inginkan, bukan yang tidak kita inginkan
Ingat itulah yang akan melekat pada ingatan mereka

d. Fokus ke depan, bukan masa lalu


e. Ganti kata ‘TIDAK BISA” menjadi “BISA”
Poin d & e menunjukkan betapa kalimat positif akan jauh lebih berenergi dan membawa pengaruh
positif bagi anak-anak

f. Fokus pada solusi bukan pada masalah


g. Jelas dalam memberikan pujian dan kritikan
h. Gantilah nasihat menjadi refleksi pengalaman
Anak-anak itu terkadang tidak membutuhkan banyak kata-kata, mereka juga butuh didengarkan dan
dihargai

I. Gantilah kalimat interogasi dengan pernyataan observasi


Hindari kesan menyudutkan, haanya akan memunculkan sikap defensif pada anak

j. Ganti kalimat yang Menolak/Mengalihkan perasaan dengan kalimat yang menunjukkan empati

k. Ganti perintah dengan pilihan


Komunikasi dialog dengan memberikan pilihan2 akan mendidik anak2 kita untuk membuat
keputusan. Selama keputusaan itu bukanlah hal-hal prinsip, berikan kebebasan dqn hargai apapun
pilihannya.

Sumber bacaan:
Albert Mehrabian, Silent Message : Implicit Communication of Emotions and attitudes, e book,
paperback,2000
Institut Ibu Profesional, Bunda Sayang : Komunikasi Produktif, Gaza Media, 2014
Elly Risman, Yayasan Kita dan buah Hati : Komunikasi Pengasuhan, Kenapa Perlu
Komunikasi?,fanpage facebook, 2018

Anda mungkin juga menyukai