Anda di halaman 1dari 2

KSE 4.

Keterampilan Berelasi

Apakah saya mampu membangun dan menjalin hubungan yang sehat dan
suportif dengan orang lain?

Keterampilan sosial emosional berikutnya yang perlu diasah adalah keterampilan


berelasi. Keterampilan berelasi adalah keterampilan untuk membangun dan
mempertahankan hubungan-hubungan yang sehat dan suportif. Apa yang dimaksud
dengan hubungan yang sehat dan suportif adalah hubungan yang saling menghargai,
jujur, percaya, berkompromi, mendukung, tidak mengekang, tidak memaksa.

Kesadaran sosial (KSE 3) menjadi fondasi keterampilan berelasi kita karena dalam
berelasi kita membutuhkan kepekaan terhadap lawan bicara kita. Sehingga perilaku
yang kita tunjukan, kosa kata yang dipilih, cara kita berbicara dan pendekatan yang kita
lakukan tidak akan menyinggung lawan bicara kita.

Untuk menciptakan relasi yang sehat dan suportif, kita perlu berkomunikasi secara
efektif dan empatik, artinya kita dapat mengkomunikasikan apa yang kita rasakan, dan
memahami perspektif orang lain serta mendiskusikan hal tersebut secara terbuka untuk
mencapai kesepakatan bersama. Teknik berkomunikasi yang baik perlu dikuasai agar
kita bisa membangun dan menjalin hubungan yang sehat dan suportif. Komunikasi
yang baik akan memudahkan kita untuk menjaga hubungan, bekerjasama dengan tim,
berkolaborasi, memecahkan masalah, memimpin dan dipimpin.

Salah satu hal menantang dalam berelasi adalah ketika kita ingin menjelaskan apa
yang kita maksud kepada lawan bicara dengan jelas atau tanpa menimbulkan
kesalahpahaman dan potensi konflik. Anda dapat menerapkan teknik 3C dalam
berkomunikasi yaitu menyampaikan informasi dengan bahasa yang jelas (Clear),
menyampaikannya dengan kepercayaan diri atau tanpa keragu-raguan (Confident) dan
juga menyampaikannya dengan tenang (Calm).

Selain teknik 3C, Anda juga dapat menggunakan teknik komunikasi “I statement” atau
“I message” untuk berbicara dengan seseorang dan menyampaikan maksud Anda
tanpa terkesan menggurui atau menyerang. Dalam komunikasi, kadang pilihan kata
dan cara berbicara bisa menjadi akar konflik tanpa kita sadari. “I statement” adalah
teknik berkomunikasi dengan menggunakan kata “saya” sebagai subjek utama dengan
fokus pada perasaan atau pikiran seseorang mengenai suatu situasi sehingga tidak
terkesan menyalahkan atau menggurui. Anda dapat mempelajari contoh di bawah ini
untuk semakin memahami “I statement”.
Kamu ga bisa ya beresin rumah? Aku cukup sedih dan pusing tiap pulang ke
Kamu kok betah sih lihat rumah kayak rumah dalam keadaan berantakan
kapal pecah

Kamu harus bilang kalau gak sanggup. Aku senang loh kalau kamu mau cerita pas
Jangan tiba-tiba nangis ada masalah

Kamu jadi anak pulang malam mulu! Sebagai orang tua aku khawatir setiap kali
kamu pulangnya larut

Bapak itu harusnya menjelaskan dulu Ke depannya, mungkin saya usul akan
ke guru-guru, baru jalankan sistemnya lebih baik jika Bapak, selaku pimpinan di
sekolah ini, menjelaskan dulu kepada guru-
guru apa itu kurikulum merdeka sebelum
langsung menerapkannya
Tabel: Contoh “I Statement”

Setelah Anda melihat kedua contoh di atas, mana yang terasa lebih nyaman untuk
diungkapkan dan didengar? Kalimat seperti apa yang lebih sering kita dengar dan kita
ungkapkan? Pilihan-pilihan kata yang kita gunakan sehari-hari dapat membuat relasi
dengan orang-orang di sekitar menjadi lebih sehat dan suportif.

Anda mungkin juga menyukai