Anda di halaman 1dari 91

“JODOH IMPIAN"

Persembahan

Buku pertama ini, aku persembahkan untuk ibuku tercinta Eulis


Supiyati sebagai orang pertama yang selalu meyakinkanku bahwa aku
bisa menulis.
Terimakasih mamah.. I Love You..

Dan khusus untuk kamu yang sedang menantikan jodoh


impiannya.. Aku do’akan semoga kau segera dipertemukan dengan
seseorang yang akan menambah cintamu pada Sang Pemilik Cinta..

1|Ghaliya Siridha
Ucapan Terimakasih

Kepada Allah Azza Wa Jalla yang tak henti-hentinya memberikanku anugerah

untuk bertemu dengan orang-orang luar biasa, sehingga aku banyak memetik pelajaran

dari kisah hidup mereka yang kisahnya kini dapat sedikit kutuangkan dalam buku

pertamaku ini.

Kepada suami tercinta Rubianto Ardy yang selalu menyayangi, mencintai, dan

menyemangati dalam penyelesaian buku ini.

Kepada kedua orangtua dan mertuaku serta teman-teman yang sudah banyak

membantu dalam menyelesaikan buku ini. Terutama kepada teman-teman hebat yang

kisahnya mereka izinkan untuk ku ceritakan.

Kepada mang Cucu Suryanto sebagai owner Farishma Publishing yang memberi

kesempatan luar biasa untuk menghasilkan sebuah karya dan telah bersedia

menerbitkan buku “Jodoh Impian”. Terimakasih banyak atas bantuannya.

            Dan, pastinya banyak sekali orang-orang disekeliling yang selalu mendukung

dengan caranya masing-masing. Untuk mereka semua aku ucapkan terima kasih

banyak.

Akhirnya buku “Jodoh Impian” bisa terbit setelah sekian lamanya menunggu.

Penantian yang cukup panjang, dan membuatku hampir menyerah.

Salam bahagia dan penuh cinta..

Ghaliya Siridha

2|Ghaliya Siridha
Rangkaian Pengantar

Cinta merupakan kisah yang tak pernah terpisahkan dari kehidupan kita, dan

kisah tentang cinta selalu menjadi topik menarik untuk diceritakan. Urusan jodoh pun

ikut andil mengambil bagian terhadap akhir cerita cinta yang selalu dinanti-nanti,

berharap jodoh menjadi puncak kisah cinta yang membahagiakan.

Semua orang pasti berharap mendapatkan jodoh impiannya, meski tidak tahu

kapan dan dimana. Perjalanan setiap orang dalam mencari dan mendapatkan jodoh

impianya pun berbeda-beda. Masing-masing mempunyai cerita unik tersendiri, yang

jika dirangkaikan akan terbentuk menjadi sebuah bingkaian kisah menarik layaknya

cerita sinetron.

Buku ini menyuguhkan sebuah perjalanan pencarian jodoh impian yang diangkat

dari kisah nyata beberapa orang. Didalamnya berisi banyak pembelajaran yang bisa

dipetik dari cara Allah mempertemukan jodoh impiannya. Ternyata Allah selalu

mempunyai cara tersendiri untuk mendidik setiap hambaNya.

Kisah ini diangkat bukan untuk menyebarkan aib, karena semuanya insyAllah

sudah mendapat izin dari orang yang bersangkutan. Beberapa nama yang digunakan

dalam setiap tokoh pun sengaja disamarkan untuk menjaga identitas asli tokoh yang

diceritakan.

Semoga kisah di dalam buku ini menjadi penguat bagi setiap orang yang sedang

menantikan jodoh impiannya, meyakini bahwa Allah punya cara tersendiri untuk

mempertemukan kita dengan jodoh impian.

3|Ghaliya Siridha
Bekasi, Maret 2019

Penulis

Daftar Isi

- Persembahan

- Terimakasih

- Rangkaian Pengantar

- Daftar Isi

- Sepenggal Nasihat Mengenai Jodoh

- Prolog

- Perisai Hati

- Terjebak

- Tak Secantik Bidadari

- Jodoh Impian

- Pangeran Bertopeng

- Pertemuan

- Teriakkan yang Mengguncang Arasy

- Kisah Pelangi Part 1

- Kisah Pelangi Part 2

- Sihir Cinta

- Pilihan

- Sebuah Kebenaran

- Sumber Referensi

- Profil Penulis

4|Ghaliya Siridha
֎ Sepenggal Nasihat Mengenai Jodoh ֎

Aku ingat dulu ketika masih duduk di kelas 3 SMP, 11 tahun yang lalu. Seorang

guru menepuk pundakku dan berkata "Neng, kalau minta jodoh itu dari sekarang".

Alisku tersentak bersamaan, entah mengapa sosok pria yang rambutnya sudah hampir

seluruhnya putih itu tiba-tiba datang menghampiri. Kata-katanya tak lazim untukku

yang saat itu masih bau kencur.

Aku menggaruk kepala. Ku jawab pernyataannya dengan malu-malu “Saya kan

masih kecil pak, ngapain minta jodoh dari sekarang? Lagian bukannya jodoh itu udah

Allah siapin pak?”.

Beliau lalu duduk di hadapanku sambil mencari posisi yang nyaman. Terlihat

handuk kecil melingkar di pundaknya. Sesekali beliau usapkan handuk kecil itu pada

wajahnya yang berkeringat. Sedangkan tangan sebelahnya memegang stop watch.

Beliau adalah guru olahraga di sekolahku dulu. Bisa dibilang beliau salah satu guru

olahraga favorit dikalangan para siswa, namun ada juga sebagian yang takut dan segan

kepadanya karena banyak rumor yang beredar bahwa beliau bisa membaca pikiran

orang. Entahlah.. Terlepas dari itu, aku tak pernah diajar olehnya, karena ada guru

olahraga lain yang kebagian mengajar dikelasku.

Sambil tersenyum beliau menjawabnya dengan penjelasan yang cukup panjang,

namun memberikan kesan mendalam bagiku hingga saat ini.

5|Ghaliya Siridha
“Yaa.. mungkin aja kan do’a kamu yang saat ini justru yang akan dikabulkan oleh

Allah, soalnya bisa jadi kedepannya semakin kamu dewasa semakin kamu banyak dosa

dan itu yang akan menghalangi do’a-do’a kamu terkabul”.

Dalam hati aku menyetujui semua yang beliau sampaikan, aku hanya

menganggukkan kepala.

Beliaupun melanjutkan ucapannya, “Jodoh itu sebenarnya kita yang menentukan,

karena dalam kehidupan kita ini hanya 2 hal yang tidak bisa dirubah, yaitu dimana kita

dilahirkan dan kapan kita mati”.

"Jodoh itu seperti membeli sepatu, kita yang menentukan ingin seperti apa

warnanya, ukurannya, bentuknya, dan sebagainya. Kemudian tempat atau toko dimana

kita membeli sepatu itulah urusan Allah, kita tidak akan pernah tahu dimana dan kapan

kita akan mendapatkan sepatu yang kita harapkan itu,"

Aku mengerutkan dahi, terlihat guratan garis di antara kedua alisku. Beliau yang

mampu menangkap ekspresi wajah, tersenyum dan menjelaskan lebih lanjut.

"Jadi sebenarnya Allah sudah menyiapkan toko dari A sampai Z, takdir kita

menemukan sepatu kita dimana itulah rahasia Allah. Bisa jadi di toko A, atau B, atau

mungkin di toko S, siapa yang tahu? Menariknya kadang kita nggak berniat untuk

membeli sepatu, tapi tiba-tiba nemu yang cocok dan akhirnya beli karena kebetulan kita

pun mempunyai uang yang cukup. Atau bisa jadi kita niat membeli sepatu A tapi pas

masuk toko, sepatu B dirasa lebih menarik yang akhirnya kita membeli sepatu B, atau

mungkin ada juga yang niat beli tapi nggak nemu-nemu, entah itu karena terlalu milih-

milih, atau nyari yang sempurna atau apalah alasannya".

“Oh saya mulai ngerti pak. Terus kalau konsep memantaskan diri itu maksudnya

gimana pak?”

6|Ghaliya Siridha
"Nah itu sama seperti ketika kita ingin membeli sepatu tetapi uang kita nggak

cukup. Akhirnya kita harus lebih berusaha untuk mengumpulkan uang lebih supaya

sepatu yang kita harapkan bisa terbeli. Tapi lagi-lagi belum tentu juga, karena bisa jadi

pas kita lagi asik-asiknya ngumpulin uang eh sepatu yang kita incer udah dibeli sama

orang lain. Hahaha... “Jawabnya sambil tertawa kecil. Aku pun ikut tertawa bersamanya.

“Tapi tenang.. minimal uang kita sudah cukup untuk membeli sepatu dengan harga

yang serupa, betul?”. Ya, aku semakin mengerti dengan pembahasannya mengenai

jodoh, semuanya jadi terasa semakin menarik bagiku.

"Gini neng.. sama halnya ketika kita mengharapkan jodoh yang shaleh, yang jujur,

yang berpendidikan misalnya. Tapi diri kitanya sendiri belum shaleha, belum menjadi

orang jujur dan belum berpendidikan. Ya akhirnya kita nggak bisa tuh mendapatkan

jodoh seperti apa yang kita harapkan itu. Kecuali kita ngumpulin ilmunya dulu untuk

jadi lebih shaleha, jujur dan juga berpendidikan". Jelasnya lebih lanjut.

"Bener juga ya pak". Jawabku sambil tersenyum bahagia, merasa beruntung

mendapat ilmu baru saat itu.

Aku tidak tahu apa yang membuatnya tiba-tiba berkata demikian, yang pasti aku

selalu meyakini bahwa semua terjadi karena Allah yang telah menghendaki. Aku merasa

seperti Allah lah yang langsung mengajarkanku melalui perantara hambaNya agar aku

banyak belajar. Nasihat tersebut sungguh masih tertanam di dalam ingatanku hingga

kini.

Seorang bijak pernah berkata, bahwa sejatinya kehidupan itu Allah yang

merencanakan dan kita yang menentukan, bukan sebaliknya. Kita lah pengambil

keputusan atas jalan hidup kita, sehingga tak ada alasan kita untuk menyalahkan takdir

Tuhan.

7|Ghaliya Siridha
Bagi Allah kehidupan itu sudah selesai, Allah sudah merancang sedemikian rupa

dari awal mula terciptanya alam semesta beserta kisah kehidupannya hingga masa

penghakiman tiba. Semua telah Allah buatkan sistemnya dengan sempurna tanpa ada

cela sedikitpun. Allah sudah merancang segala skenario kehidupan, dan tugas kita

adalah memilih skenario mana yang akan kita jalani.

Ibarat sebuah kalkulator. Sistem itu sudah tersusun secara apik. Semua sudah ada

jawabannya. 1 + 1 hasilnya 2. Jika kita melakukan usaha sekian dengan doa yang

sedemikian rupa kadarnya maka hasilnya akan sesuai dengan apa yang telah

diusahakan. Tergantung kita akan pilih angka berapa dengan ditambah, dikurang, dibagi

atau dikalikan berapa. Maka semua secara sistemik akan muncul hasilnya.

Al-qur’an adalah petunjuk bagaimana menjalankan skenario tersebut agar tetap

berada di jalanNya yang lurus, dan do’a sebagai alat komunikasi dengan sang sutradara

kehidupan yaitu Allah Yang Maha Esa untuk mendapatkan arahan atas pilihan skenario

yang paling baik.

Selama ini mungkin sebagian besar orang-orang masih banyak yang beranggapan

bahwa jodoh adalah takdir Allah yang tidak dapat dirubah, namun berbeda dari

pemahaman kebanyakan orang, aku memiliki pemahaman bahwa jodoh adalah sebuah

takdir yang kita usahakan. Dan hal ini sangat erat kaitannya dengan ayat Allah:

"...Wanita yang baik untuk lelaki yang baik, dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik"

(Q.S. Annur: 26)

Jodoh itu ibarat sebuah pintu, sebenarnya Allah sudah menyediakan pintu-pintu

jodoh kita dari A – Z, dan dari setiap pintu itu sudah ada skenarionya masing-masing

beserta orang-orang yang akan kita temui serta kejadian-kejadian yang akan kita

hadapi.

8|Ghaliya Siridha
Dari pintu A – Z tersebut Allah berikan kita hak untuk menentukan pintu mana

yang akan kita buka untuk kita jalankan skenarionya, istikhoroh atau do'a adalah cara

kita meminta petunjuk kepada Allah atas pilihan jalan kehidupan yang lebih baik. Dari

setiap pintu tersebut selalu ada pilihan pintu lainnya untuk kita pilih lagi, dan begitu

seterusnya hingga kita menyadari bahwa pintu-pintu kehidupan yang kita pilih

semuanya tertuju kepadaNya.

Setiap pintu itu memiliki kualitas masing-masing, ada orang-orang yang mungkin

hanya Allah hadirkan pintu-pintu berbahan kayu biasa, ada juga orang-orang yang Allah

hadirkan pintu-pintu berbahan kayu jati dengan kualitas nomor satu. Hal itu tergantung

dari kualitas kita sebagai manusia, semakin baik manusia di mata Allah maka Allah pun

akan menghadirkan pilihan jalan kehidupan berserta orang-orang yang berkualitas

untuk jodohnya kelak, maka benarlah adanya bahwa jodoh itu merupakan sebuah takdir

yang diusahakan.

Tidak mungkin Allah hadirkan pintu-pintu berkualitas tinggi jika kita masih

menjadi pribadi yang rendah. Maka dari itu, Jika kita ingin mendapatkan jodoh yang

berkualitas, kita harus memantaskan diri terlebih dahulu dihadapan Allah, agar Allah

menghadirkan pilihan hamba-hambaNya yang berkualitas pula.

9|Ghaliya Siridha
Prolog

Kini.. akan ku ceritakan kepadamu, kisah orang-orang yang mendapatkan jodoh

impiannya dengan cara-cara yang memiliki keunikan tersendiri. Ada yang menyangka

bahwa orang yang selama ini ia kagumi merupakan jodoh impiannya padahal bukan.

Ada juga sebagian orang yang menyangka bahwa orang yang ia benci tidak akan pernah

bisa menjadi jodoh impiannya, namun pada kenyataannya belum tentu demikian.

Terkadang manusia selalu merasa sok tahu, mereka merasa lebih tahu daripada

Tuhannya. Padahal Allah lah yang paling tahu mana skenario hidup terbaik untuk setiap

hambanya.

Mungkin salah satu dari kisah ini ada yang serupa dengan kisahmu, sehingga

kamu bisa lebih memperkuat lagi kenangan yang telah mendewasakanmu itu. Atau bisa

jadi kamu kini sedang dihadapkan dengan masalah dalam penantian jodoh impianmu,

dan dengan kisah-kisah ini semoga kamu bisa belajar dan mendapat jawaban serta

kekuatan untuk menyelesaikannya.

Ada beberapa orang yang bisa menemukan jodoh impiannya dengan cepat,

padahal belum tentu itu adalah akhir dari cerita bahagia seperti yang selalu dikisahkan

dalam dongeng-dongen klasik. Bisa jadi justru itu adalah awal dari bentuk pendewasaan

dengan diturunkannya berbagai ujian kehidupan.

10 | G h a l i y a S i r i d h a
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan :”Kami

telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Q.S Al-Ankabut : 2)

Ada juga beberapa orang yang harus mengalami proses panjang untuk bertemu

dengan jodoh impiannya, yang terkadang hal itulah yang membuat banyak orang merasa

khawatir, takut dan gelisah. Bahkan tak sedikit yang justru marah kepada Tuhan karena

do’a permintaan jodoh impiannya seolah tak kunjung dikabulkan.

Padahal semua ada waktunya, dan bisa jadi sebenarnya Allah sudah memberikan

sinyal-sinyal atas kehadiran jodoh impiannya, namun banyak yang tidak sadar. Karena

tak jarang banyak yang terlalu menetapkan standar tinggi yang hanya ingin sesuai

dengan harapannya, padahal itu belum tentu baik baginya.

Maka sebenarnya tidak ada satupun kekhawatiran yang akan terjadi jika kita

berpegang teguh pada ajaran Allah dan rasulnya, meyakini dengan sepenuh hati bahwa

Allah pasti memberikan yang terbaik di waktu yang tepat. Justru khawatirlah pada diri

kita yang bisa jadi selama ini telah jauh dari ajaranNya.

Oh ya.. Pernahkah kamu melihat pasangan yang tampak serasi? Pasangan yang

terlihat begitu sempurna, hingga kita berkata.. “beruntungnya dia telah menemukan

orang yang tepat”. Dan akhirnya membuat standar bagi diri untuk mendapatkan jodoh

seperti dia.

Namun tahukah kamu? Sejatinya jodoh impian itu kita yang membentuknya.

Jodoh impian itu bukan DITEMUKAN melainkan DIBENTUK.

Dua sejoli yang terlihat serasi bukan karena tanpa masalah, justru karena

masalahlah yang membuat mereka menjadi pasangan impian dan bahkan menjadi

pasangan teladan. Mereka layaknya baju yang bisa menutupi aurat, mereka pandai

menutupi kekurangan pasangannya, dan pandai menyelesaikan masalah dengan tidak

mengumbarnya ke hadapan publik.

11 | G h a l i y a S i r i d h a
Semoga kita bukan hanya mendapatkan jodoh impian, melainkan menjadikannya

pasangan impian.

₰- Perisai Hati

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula

kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan

kamu tidak mengetahui”

(Q.S Al-Baqarah : 216)

Saat jiwa terasa hampa, saat rasa mendambakan dunia, dan saat pikiran mencari

banyak alasan untuk membenci kehidupan. Maka disaat itulah kita harus memiliki

perisai hati agar tak jatuh pada jurang kesengsaraan.

Apakah perisai hati ini? Semoga kisah yang akan ku ceritakan ini menjawab

keingintahuanmu.

***

Langit senja. Menampakkan goresan awan yang menguning di cakrawala.

Burung-burung berterbangan untuk kembali ke sarangnya. Sedangkan jangkrik jangkrik

mulai terdengar saling bersahutan dibalik rerumputan pedesaan yang masih asri. Indah

dan terasa damai. Para ibu memangil anak-anaknya untuk segera masuk. Khawatir

dengan istilah “pamali” jika menjelang maghrib masih berkeliaran. Anak-anak pun

saling berlarian, meninggalkan jejak bermain untuk pergi menuju rumah masing-

masing.

12 | G h a l i y a S i r i d h a
Disudut sana, dalam sebuah deretan bangunan tua yang berjajar mengelilingi

sebuah lapangan, banyak orang yang terlihat masih hilir mudik. Sibuk dengan tugas

masing-masing. Acara spesial yang akan digelar untuk anak seorang kyai besar di

wilayahnya itu tak mungkin diselenggarakan biasa saja. Semua berusaha keras

melakukan yang terbaik.

Terlihat beberapa orang masih berjibaku dengan kepulan asap di dalam dapur.

Ada juga yang bergegas membawa tempayan berisi kue-kue basah dan juga kering

sebagai sajian untuk para tamu. Tak luput juga para petugas dekorasi ruangan yang

masih mengangkat barang kesana kemari untuk ditata agar terlihat indah. Mereka

bekerja dengan ritme yang sedikit dipercepat, karena adzan akan segera

berkumandang.

Suasana pondok pesantren yang berada di daerah pedalaman Cianjur itu terasa

sangat ramai. Bagaimana tak ramai, pak Kyai yang memiliki santri sekitar 500 orang itu

baru pertama kali menikahkan anaknya.

Aida, merupakan putri kedua dari 7 bersaudara. Kakak pertamanya laki-laki dan

belum memiliki calon istri. Wajar bila Aida sebagai putri tertua melangkah duluan

untuk masuk ke dalam jenjang pernikahan.

Pengajian akan segera dimulai selepas maghrib. Banyak santri yang juga ikut

membantu. Pesantren yang biasanya diisi dengan kegiatan mengaji dan sekolah kini

sibuk dengan segala macam persiapan pernikahan. Harum masakan sudah tercium

dimana-dimana. Dekorasi sudah mulai terlihat cantik disetiap sudut ruangan. Canda

tawa dari para santri terdengar dimana-dimana. Kebahagiaan mulai terpancar

keseluruh penjuru desa. Semua orang bersuka cita menyambut hari pernikahan Aida

yang akan dilaksanakan keesokan harinya. Namun tidak dengan Aida. Sejak pagi Aida

memilih untuk mengurung diri di dalam kamar.

13 | G h a l i y a S i r i d h a
“Teteh Aida..”. Pintu kamar Aida diketuk. Seorang santri mencoba memanggil.

Namun tak terdengar suara yang menyahut dari dalam.

“Teteh Aida.. Hayo teh. Ieu tos seueur tamu” (ayo ini udah banyak tamu).

Sang pemanggil diam sejenak. Menempelkan telinga kanannya di daun pintu.

“Teeeh??? Hayu ieu bade mulai” (ayo ini mau mulai). Kini suaranya lebih

dipertegas, ketukan pintu pun semakin diperkeras.

“Teh Aidaaaaa???”.

Masih hening.

Lima..

Enam..

Hingga belasan kali panggilan dan ketukan pintu pun tetap tak ada jawaban.

Terdengar sang pemanggil dari balik pintu kamar merasa panik. Ia berlari mencari

bantuan.

Semua orang ikut panik. Kakak laki-laki Aida menghampiri, siap dengan

tangannya yang cukup kuat untuk mendobrak pintu. Saat otot-otot tangannya mulai

mengeras dan siap mendorong. Pintu kamar terbuka.

“Yuk ngaji”. Sahut Aida dengan wajah datar.

“Ari teteh kunaon? Di gedoran titadi teu nembalan?” (Teteh kenapa? Di ketuk-

ketuk daritadi nggak ngejawab?). Mata sang kakak melotot tajam.

“Bobo a”. Jawab Aida singkat. Tak berani ia menatap mata kakaknya. Matanya

sembab. Tangannya lebam. Digunakannya manset tangan agar tak terlihat bekas luka.

“Maghrib-maghrib piraku bobo?” (Masa maghrib-maghrib tidur?).

Aida tak menggubris, ia langsung melenggang pergi dengan menundukkan

kepalanya dan duduk di dekat ibunya. Sang kakak menghela napas.

14 | G h a l i y a S i r i d h a
Semua hanyut dalam syukuran yang digelar. Banyak do’a terpanjat, berharap

semua dilancarkan dan mendapat keridhoan. Setelah semuanya selesai, Aida bangkit

dan segera kembali ke kamar. Ibunya mengikuti langkah Aida.

Aida menoleh. Segera ia tundukkan pandangannya ke lantai. Ibu Aida memegang

kedua bahunya. Mengajaknya duduk di atas kasur.

“Teteh.. ummi tau teteh sedih. Ummi tau apa yang teteh rasakan saat ini. Dulu

ummi juga pernah merasakan apa yang teteh rasakan”. Suara ummi menyapa lembut

membuka percakapan. Matanya mengamati setiap raut yang terbentuk di wajah

putrinya itu.

“Teteh tau kalau kakek itu lebih keras dari abah? Tanpa pernah bertanya dan

menjelaskan, setiap perintahnya kakek selalu bilang “pokoknya harus nurut!”. Aida

menunduk sambil memainkan jemarinya. Ummi mengangkat lembut dagu Aida dan

menatapnya lekat-lekat.

“Teteh tau apa yang menjadi penguat ummi?”. Aida menggelengkan kepalanya.

“Ridho Allah”. Jawaban ummi mantap.

“Ridho Allah adalah perisai hati dari membenci dan melemahkan keadaan. Kata-

katanya sederhana tapi kekuatannya luar biasa. Saat teteh merasa lemah, saat banyak

alasan datang untuk membenci kehidupan. Maka ingatlah bahwa ridho Allah yang kita

cari. Insyaallah kita akan senantiasa dituntun dalam kebaikan, kekuatan, serta

kebahagiaan yang hakiki”. Ummi menggenggam kedua tangan Aida.

“Auu..”. Nada spontan Aida membuat Ummi mendelik. Terlihat Aida

mengernyitkan wajahnya. Kemudian dibukanya perlahan manset tangan yang

terpasang di lengan Aida. Seketika pipi ummi dibanjiri air mata. Kedua tangan putrinya

itu penuh lebam bekas gigitan. Diciumnya kedua tangan tersebut dengan penuh

15 | G h a l i y a S i r i d h a
kehangatan. “Menyakiti diri sendiri tidak akan menyelesaikan masalah. Semuanya

tergantung dari sini”. Ummi menunjuk ke dada Aida.

“Ikhlas menerima bahwa semua adalah ketetapan Allah dan meyakini bahwa

semua itu pasti mendatangkan kebaikan akan menjadikan jiwa kita lebih tenang.

Insyallah ummi yakin anak ummi kuat”.

***

Satu minggu yang lalu, seusai mengajar ngaji anak santri di sore hari. Abah,

sapanya pada ayahnya yang merupakan seorang Kyai besar itu tiba-tiba mengajak Aida,

putri tertua dari tujuh bersaudara untuk bicara empat mata di ruang baca.

Terlihat di ruangan tersebut, rak-rak buku berdiri tegak. Buku-buku islam,

ensiklopedia, serta kitab-kitab bahan kajian menjadi bagian yang paling dominan dalam

memenuhi 3 rak buku besar yang terbuat dari kayu jati dengan kualitas nomor satu.

Semuanya tersusun rapi disana. Tak luput disamping jendela, sebuah kursi rotan tua

dengan lampu gantung yang menyoroti, terpajang sendiri dengan sejadah tebal

berwarna hijau yang terhampar disampingnya. Beberapa tasbih terpaku di dinding

depan sejadah. Semuanya memberi kesan bahwa itu adalah tempat pribadi.

Seperti sudah menjadi adat kebiasaan, Aida duduk di atas sajadah dengan

bokong yang menempel dikedua kakinya yang dilipat ke belakang. Sedangkan Abah

duduk di atas kursinya dengan penuh karismatik.

“Teteh, Kita hidup di dunia ini hanya sementara. Sejatinya kita sedang

menyiapkan bekal untuk kehidupan yang abadi nanti yaitu akhirat. Bekal apa itu teh?”.

“Amal shalih bah”. Jawab Aida sambil tertunduk.

“Ya betul. Maka kita harus gunakan sisa hidup yang Allah berikan ini dengan

sebaik mungkin. Perbanyaklah amal shalih”. Abah terdiam sesaat, terjeda seketika

16 | G h a l i y a S i r i d h a
dengan menghela napas panjang. Kedua tangannya di simpan di atas paha dengan jari-

jari yang saling menyilang.

“Abah salut kepada laki-laki yang berani datang langsung meminang. Dia tau

bagaimana cara mendapatkan wanita dengan cara yang Allah ridhoi. Dia ingin

memuliakan teteh. Dia ingin memberi banyak kesempatan kepada teteh untuk

memperbanyak amal shalih”.

Kata-kata abah membuat lidahnya kelu dan membisu. Aida diam, tak bisa

berkata apa-apa. Hanya hati dan pikirannya yang berkecamuk tak karuan. Ingin hati

berkata tidak, namun ia tak kuasa. Malaikat dan setan dalam dirinya seolah berperang

mempertahankan argumen masing-masing. Antara mengikuti permintaan abahnya

serta perasaan sebagai manusia yang menuntut kebebasan.

Sejak dulu Aida tak pernah bisa menolak permintaan orangtuanya. Terlebih

Abahnya yang jika beliau sudah memutuskan sesuatu maka kata-katanya sulit untuk

ditolak. Kini Aida pun tak bisa menolak saat Abahnya secara tersirat memintanya untuk

menikah dengan seorang laki-laki yang bahkan tak ia kenal sama sekali. Bukan untuk

tahun depan atau bulan depan. Melainkan minggu depan dengan persiapan yang serba

mendadak.

Ada hati yang sebenarnya ia dambakan. Namun tak cukup nyali untuk

menceritakan. Hanya Bahasa tubuh yang bisa menjelaskan. Betapa tidak ada

kebahagiaan yang terpancarkan.

Abah mencondongkan sedikit tubuhnya ke depan, menatap lebih dekat ke arah

putrinya yang hanya tertunduk diam.

“Teteh.. kabahagiaan teh lain kur sauukur perkara dunia. (Kebahagiaan itu bukan

hanya sekedar urusan dunia). Kalau semua diniatkan karena Allah. Insyallah

kebahagiaan dan keberkahan akan didapat bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat”.

17 | G h a l i y a S i r i d h a
***

Aida yang dulu terlihat anggun dan ayu dengan rambut yang terurai panjang jika

tak berjilbab, kini hanya tersisa bintik-bintik akar rambut yang nampak kepermukaan.

Banyak bekas luka yang tergores dikulit kepala serta bekas gigitan di kedua tangannya

yang mulus. Rambut yang menjadi mahkota bagi setiap wanita itu sengaja ia cukur

paksa hingga tak tersisa, agar tak nampak lagi kecantikan pada dirinya. Hanya itu yang

bisa ia lakukan sebagai bentuk penolakan diri.

Tahun 2004 handphone belum secanggih sekarang. Bisa dikatakan masih banyak

orang yang merasa asing. Apalagi ditempatnya, pesantren yang jauh sekali dari hiruk

pikuk modernisasi. Barang-barang elektronik seperti Televisi dan speaker pun tak

pernah terpasang. Bid’ah katanya.

Ingin hati berteriak pada sang kekasih nun jauh disana agar membawanya pergi

sejauh mungkin. Namun kabar tak mudah mengudara, pun tak ada merpati yang bisa

mengerti. Hanya tangan yang mampu merangkai kata dalam tulisan. Aku rindu..

maafkan aku.. :’(

***

“Qobiltu nikaahahaa wa tazwiijahaa bil mahril madzkuuri naqdan”. Janji

pernikahan itu terucap di hadapan Allah dan rasulnya. Sebuah janji yang akan

dibawanya hingga mati serta pasti dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat

nanti.

“Alhamdulillah sah..”. Semua orang bertashbih, bertahmid, dan bertakbir, atas

bersatunya dua orang insan dalam ikatan pernikahan.

18 | G h a l i y a S i r i d h a
Nyanyian sholawat para santri menjadi warna keramaian dalam pernikahan. Tak

ada senyuman yang terukir dari bibir mempelai wanita. Berbeda dengan mempelai pria,

rona kebahagiaan diwajahnya terpancar dari senyumannya yang terus mengembang.

Tak kurang dari 5.000 undangan yang datang menyalami. Semua orang terlihat

berbahagia meski tanpa iring-iringan musik yang menggema. Hanya beberapa alat

tepukan marawis yang menjadi pengantar sholawat.

Di kursi pelaminan Aida terlihat berdiri menjauh dari sang pria. Wajahnya

masam, tak peduli meski ia sedang menyalami ribuan tamu undangan yang hadir.

Dari kejauhan Aida melihat sosok laki-laki yang tak asing baginya. Laki-laki yang

selama ini ia rindukan. Laki-laki yang selama ini ia dambakan bersanding dengannya di

pelaminan. Berkemejakan batik putih.

Kini, sosok itu terlihat berbaur dikeramaian. Mata Aida menyipit, kemudian

menyorot tajam ke arah sosok yang dimaksud. Meyakinkan diri bahwa yang ia lihat

adalah benar.

Tangan Aida bersalaman namun matanya berkeliaran. Seorang wali santri tiba-

tiba memeluknya dengan riang, memberi ucapan selamat dengan wajah sumringah.

“Teteh Aida MasyaAllah.. Barakallah sayang. Semoga menjadi keluarga yang

sakinah, mawaddah, wa rahmah”.

Fokus Aida terpecah, untuk pertama kalinya di hari pernikahannya ia tersenyum

secara refleks menyambut pelukan si ibu, meski senyumannya terkesan dipaksakan.

“Aamiin.. makasih bu”.

Sesaat setelah ia alihkan pandangannya. Segera ia kembali menggulirkan bola

matanya ke arah ribuan tamu, wajahnya turut bergerak kesana-kemari mencari sosok

yang mengganggunya sedari tadi. Sosok itu tak lagi ia dapati, menghilang ditengah

keramaian.

19 | G h a l i y a S i r i d h a
Kaki Aida hampir melangkah hendak mencari, namun tertahan oleh seorang pria

berkemejakan batik putih yang berdiri tepat di depannya.

Jarum jam seakan berhenti berdetak. Seolah hanya bola matanya yang bisa

bergerak. Ia arahkan kedua matanya ke arah wajah sosok di hadapannya. Dilihatnya

laki-

laki itu tersenyum ke arahnya.

Treeek…

Jarum jam kembali berdetak. Laki-laki itu menyalami dan mengucapkan selamat.

Aida terkulai lemas. Bukan karena ucapan laki-laki itu. Tapi ia menyadari bahwa laki-

laki itu hanya tamu undangan biasa dan bukan orang yang ia sangkakan. Air matanya

menetes. Tak habis pikir dengan angan dan harap yang begitu besar. Matanya

berkunang-kunang. Aida pun tergeletak di pelaminan.

***

Di dalam kamar terdengar sayup-sayup suara seseorang sedang membaca Al-

qur’an. Suaranya dipoles menawan saat ayat demi ayat dalam bait-bait Al-qur’an itu

dilantunkan. Hati Aida berdesir, firman Allah selalu menggetarkan jiwanya.

Mata Aida terbuka perlahan. Kepalanya terasa berat. Tubuhnya masih terasa

lemas. Suami Aida menoleh. “Alhamdulillah akhirnya neng sadar”.

“Aa?”. Suara Aida terdengar lirih. Ia memanggil bukan untuk suaminya, tapi

untuk sang kekasih yang ia dambakan.

“Iya neng? Neng mau apa?”.

Aida memalingkan wajahnya dan menangis, menyadari kenyataan yang terjadi.

Aida masih belum bisa menerima bahwa laki-laki asing yang ada dihadapannya adalah

suaminya.

20 | G h a l i y a S i r i d h a
Tangan Aida meraba kepalanya. Ia masih berkerudung.

“Aa belum berani buka jilbab neng, cuma bantu dilonggarkan supaya nafas neng

nyaman. Soalnya tadi masih banyak orang yang keluar masuk buat meriksa keadaan

neng. Sekarang aa bantu buka jilbabnya ya, supaya lebih nyaman.” Tangan si pria

mencoba membukakan jilbab namun Aida menepis. Mata Aida melirik tajam.

“Eh maaf, aa nggak bermaksud apa-apa. Cuma mau bantu neng buka jilbabnya”.

Badan suaminya sedikit membungkuk, ia menguncupkan tangannya sambil terus

menerus meminta maaf.

Aida mendongakkan wajahnya ke langit-langit sambil memejamkan kedua

matanya. Terngiang kata-kata ummi yang mengingatkan dirinya bahwa ridho Allah

harus dijadikan sebagai penguat, saat banyak alasan untuk membenci kehidupan.

Aida membuka jilbabnya. Terlihat kepalanya yang tak berambut menyisakan

luka yang menjadi saksi atas penolakan diri.

Mata suami berkaca-kaca. Merasa iba terhadap keadaan sang wanita yang

mungkin tak merasa bahagia. Sang suami tersenyum menutupi kemelut rasa dihatinya,

berharap senyumannya menjadi pengobat luka.

“Neng sungguh cantik. Aa suka”. Senyuman serta kata-kata yang keluar dari

mulut suaminya membuat Aida tak percaya. Ia menangis, tak bisa menahan diri. Dengan

suara parau akhirnya ia membuka suara.

“Insyaallah neng siap untuk mengabdikan diri neng untuk aa”.

Sang suami pun tak kuasa menahan diri untuk memeluk sang istri dengan penuh

cinta. Sungguh ridho Allah benar-baner dijadikannya sebagai perisai hati.

***

21 | G h a l i y a S i r i d h a
Kamu
Semua
Kamutahu?
tahu?
yangKenapa
Bahwa
kita lakukan
semua
ada penyuka
yang
selama
ada
sesama
ini,
di muka
baik
jenis
bumi
itu
di dunia
ini
kebaikan
adalah
ini? Dalam
energi.
maupun

ilmu
keburukan
Termasuk
psikologi
tidak
kita sebagai
ada
akan beberapa
pernah
manusia. hilang.
hal
SetiapSemua
penyebab
energiakan
memiliki
yang
terakumulasi
tidak
daya magnetik
mutlak
di alam
yang menyukai gadis itu bukan hanya aku. Salah satunya Brino, teman kelasnya.
penyebabnya,
semesta
tersendiri menjadi
yangnamun
akan
energi
sebagian
menarik
yang energi
besar
akan karena
yang
menariksama.
hal-hal
kehidupan
berikut.baikDiantaranya
atau buruk
Saat itu selepas Ujian Nasional. Aku hendak mengambil foto gadis itu yang
karena
dikemudiania
Ibarat
kehilangan
hari.
sebuahidentitas
radio yang sejak
memiliki
dalamfrekuensi,
kandungan. manusia mengirimkan
tertempel di kartu ujian di atas bangkunya. Namun ternyata bukan hanya aku yang ingin
sinyalBiasanya
Jika
frekuensi
tabungansaat
tersendiri
energi
hamil, dikita
orangtuanya
alam
di alam
semesta
semesta
mengharapkan
sesuai
banyak
denganyang
jenis
kadar
positif
kelamin
energi
maka
memiliki foto itu. Melainkan ada satu orang lagi, siapa lagi kalau Brino.
tertentu
kita
yangakan
iapada
miliki.
didekatkan
bayiSinyal
dalam
dengan
inikandungannya
akan
hal-hal
tertangkap
positif
secara
lainnya,
olehberlebihan,
manusia
dengan jodoh
tapi
yangfaktanya
yang
memiliki
baik,
Masih sangat jelas terakam dalam ingatan, bagaimana perasaanku saat aku
bayi
rezeki
frekuensi
tersebut
yangyang baik,lahir
sama.
dandengan
kehidupan jenis
yangkelamin
baik. Sebaliknya
yang tidak jikasesuai
energidengan
kita yang
berhasil mengambil foto itu namun aku harus berlari sekuat tenaga karena dikejar oleh
harapan,
terakumulasi
Bisa
sehingga
jadi,
adalahsecara
ia merasa
negatif,
tidaktertolak.
maka
sadarkita
kitapun
telahakan
mengkoneksikan
mendapatkan hal-hal
energi kita
yang
pesaingku yang nyatanya memiliki badan yang lebih besar. Wajahku pusat pasi, napasku
kurang
denganKedua
baik.
seseorang
karenadiluar
ada lukasanabatin
yang masa
mungkinjanin,
orang
masa itubalita
kita benci
atau namun
masa
saling memburu. Tepat di pohon besar depan kelas itu kami saling mengitari, bak film
kanak-kanak
pada hakikatnya
Bersyukurlah terhadap
memiliki
ketikaperilaku
energi
hati yang
kitaorangtuanya.
dipatahkan
sama. terhadap
Sehingga sesuatu
tertanamyang
india yang sedang beradegan lari. Dengan sekuat tenaga aku mempertahankan foto
kebencian
membuat kita yangmerasa
berlebihan
perihterhadap
hari ini. sosok
Bisa jaditersebut
karenayang
sebenarnya
mengakibatkan
tabungan
hitam putihEnergi terbentuk
berukuran 2 x 3 salah satunya melalui
itu digenggaman do’a-do’a
agar bisa di bawakita dan do’a-do’a
pulang. Wajah Brino
benci
energiterhadap
positif yang genderkitatertentu.
miliki masih cukup besar untuk menghindarkan diri
orangmenahan
memerah lain untukamarahkita selama ini. berhasil kabur memasuki angkot yang sedang
saat ku
kita dari
Manusia
sesuatuitu yangAllah
buruk
ciptakan
dikemudian
sangathari.
sempurna bahkan sejak masih
melaju untuk membawaku pulang. Aku tak berpikir bagaimana hari esok Brino akan
Allah maha mengetahui sedangkan manusia tidak.
menjadi janin. Bahkan janin yang masih dalam usia 3 bulan sudah mampu
bersikap, yang ku tahu aku bahagia karena telah memiliki foto Shabiya, gadis pujaanku.
merekam dan menyimpan memori dalam alam bawah sadarnya melalui
Bagiku, Shabiya adalah ketidakmungkinan yang selalu aku usahakan. Bahkan
apa yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh ibunya.
meski ketika kami bersekolah di SMA yang berbeda. Untung saat itu facebook sudah

Makasejak
mulai dikenal latihlah
tahundari mulai
2009. Akusaat
tak ini untuk
pernah selalu
absen berkata-kata akunnya
memperhatikan baik, di

berprasangka
laman baik, dan
facebook. Hampir berperilaku
setiap hari akubaik, agar anakmu
menyempatkan dirikelak
pergiterlahir darihanya
ke warnet

keluarga
untuk baik-baik
melihat dan
statusnya. memiliki
Apa jiwa yang
yang sedang baik. apa yang akan ia posting dan
ia pikirkan,

sebagainya. Meski ku tahu saat itu ia sudah memiliki kekasih. Sedangkan aku tak pernah

bisa berpindah ke lain hati. Hanya terus merawat perasaan yang terlanjur tumbuh.

Berharap suatu saat nanti hasilnya akan ku petik.

Dering Handphone ku tiba-tiba membuyarkan lamunan. Aku melihat ke arah

layar, tertulis nama “Cinta” di pesan Whatsapp.

“Yank kamu dimana? Ayo katanya mau fitting baju.”.

Ah ya aku tersadar, minggu depan aku akan menikah. Aku datang kesini berniat

22 | G h a l i y a S i r i d h a
untuk memberi undangan ke kantor sekolah. Namun aku terjebak nostalgia di setiap

ruang yang penuh kenangan.

“Iya sayang, sebentar lagi aku jemput ya”.

Ku nyalakan sepeda motor yang sudah menemaniku dengan setia selama 7 tahun

sejak aku duduk di bangku SMA. Lagi lagi kenangan itu muncul. Disini, di motor ini.

Tepat di tahun 2011, 5 tahun yang lalu. Untuk pertama kalinya aku membonceng

seorang wanita, dan dia adalah gadis itu.

“Aku tunggu di tempat fotocopy ya”. Ucap gadis itu melalui sebuah pesan sms.

Persiapanku tak tanggung-tanggung untuk menemui gadis itu. Ku kenakan baju

terbaikku, motorpun sengaja aku cuci hingga mengkilat, minyak wangi ku habiskan

hingga setengah botol. Hari itu hari yang sangat spesial bagiku. Akhirnya setelah 2 tahun

tak bertemu, dia mau untuk ku ajak mengikuti ujian try out umum yang diadakan

disekolahku.

Hari itu aku merasa sangat tampan, terlebih gadis itu tepat berada sejengkal

dibelakangku.

“Kalau udah lulus emang kamu pengen kuliah ke jurusan apa?”. Untuk pertama

kalinya aku memberanikan diri membuka percakapan secara langsung dengan cara yang

lebih dewasa. Tak ada lagi kejahilan-kejahilan yang dulu sering ku lakukan. Biasanya aku

hanya berani mengirim pesan. Bahkan sebelum aku memiliki handphone, aku sering

iseng menelpon ke telepon rumahnya. Meskipun ketika diangkat, aku hanya terdiam.

“Psikologi”. Jawabnya singkat.

“Semoga keterima ya”. Aku bahagia saat ku tahu apa yang ia inginkan.

Menjadikan pengetahuanku tentangnya bertambah lagi.

Namun.. sejak saat itu, kami tak pernah lagi berkomunikasi. Aku salah

mengambil langkah. Sejak pertemuan itu aku selalu membanjirinya dengan sebuah

23 | G h a l i y a S i r i d h a
pesan.

Kamu dimana? Kamu lagi apa? Hari ini mau ngapain? Kamu udah makan?

Sekolahnya mau aku anter? Kamu mau aku jemput?, dan masih banyak lagi.

Memperlihatkan dengan jelas bahwa aku menyukainya. Mungkin karena itu dia merasa

risih dan akhirnya memblokir semua akunku.

Ah bodohnya aku..

Aku menambah laju kecepatan motorku. Tak butuh waktu lama, lima menit

kemudian aku tiba di depan rumah calon pengantinku.

Aku terdiam sejenak. Teringat pertama kali aku berkunjung ke rumah seorang

wanita. Siapa lagi kalau bukan gadis itu. Saat itu tahun 2013, 3 tahun yang lalu.

Aku mulai rindu. 2 tahun tak bertemu. Aku ingin tahu bagaimana kabarnya dan

apa yang kini ia lakukan. Bulan Mei. Aku ingat, hari itu adalah hari ulangtahunnya. Aku

ingin memberi ucapan tapi tak bisa. Aku tak tahu nomor handphonenya yang baru, tak

juga berteman dengannya di media sosial.

“Pri anter yuk ka imah si Shabiya”. Aku mengajak temanku Sapri, teman SMP yang

juga merupakan teman gadis itu. Kali ini aku nekad, ingin datang langsung ke rumahnya

meski tak berani sendiri.

“Rek naon?” (Mau apa?)

“Mere kado”. (Ngasih Kado).

“Asli rek datang teh sabab hayang mere kado hungkul?” (Beneran mau datang

karena pengen ngasih kado doang?).

Sapri yang tahu bagaimana perasaanku tak habis pikir dengan tingkahku yang

begitu menyukai gadis itu.

“Nya, bari ngobrol we sakeudeung ngan jeung maneh we, urang mah era”. (Ya

sambil ngobrol aja sebentar, tapi sama kamu aja. Soalnya aku malu).

24 | G h a l i y a S i r i d h a
Di rumah gadis itu untuk pertama kalinya aku datang berkunjung. Wajahnya ayu,

semakin manis dan terlihat lebih dewasa. Ia begitu ramah, meski keramahannya bukan

ditunjukan untukku. Aku banyak diam dan hanya mendengar percakapan antara mereka

berdua yang tak ku mengerti. Ah menyesal rasanya. Menyesal karena mengajak Sapri

temanku.

Aku tak menyerah. Setelah kunjungan itu, aku mulai mendekatinya lagi. Kali ini

nomor handphonenya telah ku genggam. Aku mengajaknya bertemu beberapa kali,

namun ia selalu menolak. Hatinya masih tertutup begitu rapat. Aku mulai lelah dengan

perasaanku sendiri yang tak pernah berbalas. Akhirnya aku memilih untuk

memasrahkan semuanya pada takdir Tuhan.

Dua tahun berlalu, aku sibuk dengan rutinitasku sebagai seorang pegawai negeri

sipil di Ibukota. Aku tak pernah lagi mencari tahu tentang gadis itu, takut jika hati ini

terkoyak untuk kesekian kalinya.

Aku mencoba membuka hati untuk yang lain. Gadis-gadis cantik seolah

bertebaran di depan mata. Aku mulai mengencani mereka yang cukup menarik bagiku

satu per satu, sekaligus belajar bagaimana caranya mendekati seorang wanita. Tak

pernah ada yang menolak. Mungkin karena pekerjaanku yang cukup bergengsi, sebagai

pegawai negeri sipil di Direktorat Jendral Bea dan Cukai.

Ibuku sering menelpon, banyak kerabat yang ingin menjodohkan putrinya

denganku katanya. Tapi aku tak mau. Entahlah..

Aku mulai bosan. Rasanya hidupku tak memiliki tujuan. Tak ada seseorang yang

mampu membuatku semangat ingin berjuang. Lagi dan lagi, aku teringat gadis itu.

Saat perjalanan pulang di sebuah bis dari tugas dinas. Tiba-tiba Tikan seorang

sahabat yang juga merupakan teman gadis itu menelpon “Bian, masih berharap sama

Shabiya nggak? Kalau masih sekarang waktunya deketin dia”.

25 | G h a l i y a S i r i d h a
Tak ada badai tak ada petir, tak ada hujan yang mengguyur bumi, dan entah

kenyataan atau hanya sebuah mimpi. Hatiku langsung bergetar hebat saat nama itu

disebutkan. Sebuah nama yang bagiku memiliki kesakralan tersendiri, yang ketika

disebut terekamlah semua rasa yang aku miliki.

Aku menampar pipiku dengan keras. Ah ternyata sakit sekali rasanya. Aku

berharap rasa sakitnya kini hanya di pipiku saja, bukan dihati.

Saat itu Agustus 2016.

Aku diam sesaat, tak merespon pertanyaannya. Tubuhku tiba-tiba menjadi panas

dingin. Keringat mengucur membanjiri tubuh. Bajuku basah kuyup layaknya orang yang

tercebur ke dalam kolam. Padahal AC bis saat itu aku fokuskan untuk mengarah

kepadaku.

Semua suara di sekitar menjadi tak terdengar. Terlihat seperti gambar bergerak

bagai volume televisi yang di mute. Hanya terdengar suara dalam hatiku yang dengan

kebimbangannya sedang saling berargumen. Jawab iya atau nggak ya?

Jujur aku bingung. Bilang iya, takut jika pada akhirnya kecewa. Ada perasaan

sedikit ragu karena kegagalan selama ini yang menghantui. Bilang tidak, sayang jika ada

kesempatan disia-siakan.

“Emang kenapa tik?”

Rasa penasaran yang terlampau besar akhirnya mengalahkan keraguan.

Membuatku ingin mencobanya satu kali lagi.

Entah cerita seperti apa yang akan terjadi nanti. Aku tak peduli. Yang ku tahu,

aku menyadari bahwa aku menyukai gadis itu.. Dulu, kini dan nanti.

Aku berazam ini yang terakhir kali. Jika masih ada penolakan, aku akan

menghilang selamanya. Mengikhlaskannya bersama harapan yang telah mati.

“Dia lagi sendiri, saranku langsung datang ke orangtuanya”. Saran Tikan dengan

26 | G h a l i y a S i r i d h a
tegas.

Mataku menatap kosong, tersenyum simpul mengingat kejadian hari itu.

“Yaaank??? Hei!!!”.

Seorang wanita melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku.

Menyadarkanku akan saat ini.

“Kamu ngelamunin apa? Kok bukannya masuk?”. Dahinya mengerut. Matanya

menatapku penuh tanya.

Aku tersenyum memandangnya. Menatap lekat di kedua bola matanya.

Menyelam jauh hingga ke dalam hatinya.

“Nggak, cuma lagi inget pertama kali aku datang ke rumah ini”. Senyumku

mengembang. “Yuk jalan”.

“Ayuk”. Gadis itu pun ikut tersenyum.

Entah bagaimana dan sejak kapan Tuhan akhirnya membukakan pintu hati yang

dulu tertutup begitu rapat. Aku masih tak percaya, gadis itu kini menjadi gadisku yang

kelak akan menemaniku hingga tutup usiaku.

***

27 | G h a l i y a S i r i d h a
Apa yang sering kita lihat, dengar dan rasakan yang kemudian

direkam berulang-ulang maka akan tertanam di alam bawah sadar.

Dan apa-apa yang telah terekam di alam bawah sadar maka itu yang

akan menjadi kenyataan.

Tubuh akan menghantarkan kita untuk mendapatkan apa yang

telah kita tanamkan tersebut dan tanpa disadari kita akan diarahkan

pada peluang-peluang yang akan mendekatkan kita dengan impian.

Low of Projection, sebuah hukum kerja alam semesta. Dimana

apa yang dipikirkan dan dibumbui dengan keyakinan maka semuanya

akan terproyeksikan di kehidupan nyata.

Dengan do’a yang diulang terus menerus dan diimajinasikan

serta usaha untuk menyamakan frekuensi dengan sesuatu yang kita

harapkan. Maka Allah dengan sistem kerja alam semestanya akan

menembus batas-batas yang dirasa tidak mungkin oleh pikiran

manusia.

Karena Allah dalam hadist qudsinya sesuai dengan prasangka

hambanya.

28 | G h a l i y a S i r i d h a
₰- Pangeran Bertopeng

Cintailah orang yang kamu cintai dengan biasa saja, karena kelak orang yang

kamu cintai bisa jadi orang yang paling kamu benci. Dan bencilah orang yang kamu benci

dengan biasa saja. Karena kelak orang yang kamu benci bisa jadi orang yang paling kamu

cintai (H.R Muslim).

Perbanyaklah istighfar mulai saat ini jika hatimu masih bersikukuh untuk

disandingkan dengan seseorang yang kau anggap akan membuatmu bahagia, karena

kelak.. Jikapun Allah mengabulkan harapanmu bisa jadi itu merupakan sebuah bentuk

ujian bagi dirimu sendiri yang jika kau mampu melewatinya maka surga berada di

depan matamu. InsyaAllah..

***

Kata-kata manis itu seolah tak lagi mempan merampas iba dan menumbuhkan

rasa cinta. Hatinya seolah tersambar petir yang menghujam tajam. Wajahnya memerah

menahan amarah. Air matanya seolah sudah kering terkuras habis hingga kebagian

29 | G h a l i y a S i r i d h a
sumber mata air yang paling dalam. Ia sudah tak mau lagi mengeluarkan air matanya

yang berharga hanya untuk lelaki biadab itu. Puing-puing kekecewaan yang selama ini

tersusun sedikit demi sedikit, kini telah membentuk tumpukan amarah yang sudah

sampai pada puncaknya.

Kali ini, seorang pangeran tampan berhati malaikat yang dulu ia kagumi telah

berubah menjadi sosok keji berhati iblis. Selama ini ia baru menyadari bahwa lelaki itu

hanya memakai topeng yang menutupi kebusukan pribadinya.

Hari itu merupakan hari yang paling kelabu dalam kehidupan Naura, seorang

mahasiswi yang sedang mengambil jurusan kebidanan di salah satu kampus swasta di

Jakarta. Noa, begitulah orang-orang menyapanya. Seorang gadis lugu dari pedalaman

yang kini menjelma menjadi wanita cerdas berwawasan luas itu harus siap menelan pil

pahit untuk memutuskan menjadi seorang janda di usianya yang masih relatif sangat

muda diusianya yang beru menginjak 20 tahun.

Masih terdengar isak tangis perempuan itu di ruang tamu sembari bersimpuh

memohon ampun dan pertolongan kepada ibu mertuanya atas janin yang kini sedang

dikandung akibat perbuatan suaminya. Naura yang kala itu sedang berdandan rapih

dibalik dinding kamar langsung mematung mendengar penuturan perempuan yang

terisak-isak di ruang tamu. Alih-alih berniat untuk liburan melepas penat atas tugas

kuliahnya yang cukup menguras otak selama ini, ia malah disuguhkan dengan

perempuan yang bersaksi dan bersumpah dengan nama Tuhan atas apa yang dilakukan

oleh suaminya selama ini.

Jam dinding menunjukkan pukul 10.00 WIB. Naura keluar kamar dengan

memasang wajah seolah tak mendengar apa-apa. Ia keluar dengan menggunakan

kemeja panjang berwarna putih yang sedikit di gulung dibagian tangannya dengan

kerudung berwarna merah yang dililit ke belakang. Tas dengan warna senada tak lupa

30 | G h a l i y a S i r i d h a
menjadi barang wajib yang ditentengnya dengan jaket berwarna orange yang digantung

di tangan sebelahnya.

Tiba di ruang tamu, ia melirik sedikit ke arah perempuan asing yang telah

membuatnya seolah tersambar petir di siang bolong. Ia segera memalingkan wajah dan

memberikan senyuman semu kepada ibu mertuanya.

“Noa keluar dulu ya mah, kang Ari udah nunggu di toko furniture.

Assalamualaikum”.

Naura keluar rumah sambil menahan gejolak batin yang bergemuruh. Ibu

mertuanya hanya diam mematung, memandang kepergian Naura menantunya yang

bergegas pergi dengan motor matic berwarna merah hendak menemui suaminya, Ari.

Seorang ibu yang terlihat masih muda dengan rambut ikal yang diikatnya itu

merasa tak enak hati pada menantunya. Wajahnya cemas, hatinya bertanya-tanya, aneh.

Mengapa tak ada reaksi apa-apa dari menantunya. Seolah semuanya baik-baik saja. Tapi

mustahil jika tak mendengar. Menantunya itu pun masih memenuhi janjinya untuk

menemui suami yang merupakan anaknya yang sudah terlebih dahulu pergi ke toko

furnitur karena pagi-pagi harus mengantar adiknya sekolah.

Sang ibu mertua kembali memerhatikan perempuan asing yang mengaku

selingkuhan anaknya tersebut masih menangis seolah menahan luka. Ia menatap lekat-

lekat wajah perempuan itu dengan tangan yang gemetar menahan tangis dan amarah.

Dilihatnya kulit yang kehitaman dengan rambut tergerai panjang menutupi

sebagian wajahnya yang menunduk, mata sembab yang terlihat menyipit karena tak

henti-hentinya mengeluarkan air mata terus menerus diusapkannya pada sebuah sapu

tangan yang ia genggam. Ingin rasanya sang ibu memaki si perempuan jalang dan juga

anaknya karena merasa iba kepada hati menantunya yang tersakiti.

“Sekarang lebih baik kamu pulang!!! Saya nggak mau liat kamu!! Perempuan

31 | G h a l i y a S i r i d h a
murahan!! Kamu sekarang sujud-sujud minta tolong, apa kamu dulu nggak mikir

perasaan istrinya waktu kamu selingkuh itu!!!”.

Pernyataan tegas dari seorang ibu yang pernah merasakan hal yang sama pun

membuat tangisan perempuan asing itu makin menjadi.

“Maafin saya bu.. maaf”.

“Pulang!!! Sebelum saya makin maki-maki kamu lebih baik pulang!!”. Sang ibu

berdiri dan menuju pintu sambil menunjuk keluar dan mengelus dada.

Si perempuan asing pun akhirnya pamit pulang dengan tatapan penuh

penyesalan, ia terus bersumpah bahwa tak ada kebohongan dalam perkataan yang ia

sampaikan.

***

Naura memandang lekat-lekat cincin pernikahan yang mengitari jemari

manisnya. Sudah lebih dari 2 tahun mereka terikat dalam janji suci pernikahan. Namun

selama itu pula mereka berdua masih tinggal terpisah. Naura yang harus kuliah

kebidanan di Ibu Kota terpaksa harus rela berpisah sementara dengan suaminya yang

berada di Cianjur Selatan yang terikat pekerjaan. Hanya 1 atau 2 minggu sekali mereka

baru sempat bertemu, baru jika Naura sedang libur panjang mereka bisa menghabiskan

waktu bersama.

Semuanya terasa indah pada satu tahun pertama pernikahan. Naura merasa

masuk dalam sebuah negeri dongeng bersama pangerannya yang selama ini ia puja.

Meski pernikahannya tergolong unik.

Naura yang kala itu sebagai mempelai wanita, tak bisa hadir di acara

pernikahannya sendiri karena tugas praktik di luar pulau yang tak bisa ia tinggalkan.

Meskipun demikian, Naura bersedia untuk dinikahkan dengan Ari, pangeran yang

32 | G h a l i y a S i r i d h a
selama ini ia puja meski dengan tanpa kehadirannya.

Ayah Naura mengambil peran sebagai wali atas pernikahan yang digelar dengan

sangat sederhana yang hanya disaksikan oleh keluarga dan sanak saudara serta kerabat

dekat. Semua terasa seperti mimpi bagi Naura setelah ia dikabarkan bahwa Ari sudah

menjadi suaminya yang sah.

Dalam perjalan Naura teringat masa-masa SMA dulu, ketika ia begitu mengagumi

sosok Ari sebagai senior di SMA-nya. Ari merupakan salah satu aktifis sekolah yang

pandai berorganisasi. Kata-katanya selalu memberi semangat pada junior dan rekan-

rekan di organisasi yang dipimpinnya.

Naura diam-diam mengaggumi sosok Ari yang menurutnya sempurna. Badannya

yang tegap dengan rambut yang sedikit panjang namun tetap memberi kesan

berwibawa, halisnya hitam dan tebal, kulitnya yang kecoklatan menambah kesan maco

pada dirinya. Selain itu kata-katanya selalu tegas namun tetap santun dan lembut, ia

jarang tersenyum, namun sekali senyum mampu membuat Naura berkhayal untuk bisa

bersanding dengannya.

Siapa sangka, gayung bersambut. Ternyata Naura tak bertepuk sebelah tangan.

Entah bagaimana sinyal yang dipancarkan berhasil menembus hati si pria pujaan.

Dirinya sering mendapati salam manis yang akhirnya berujung pada jalinan asmara

yang diidamkan.

***

“Teteh yakin bade nikah?”. Tanya ibu Naura dengan bahasa sunda yang halus.

“Yakin mah”. Jawab Naura mantap.

“Tapi teteh kelas 3 SMA keneh. Teu acan lulus”. (Tapi teteh masih kelas 3 SMA.

Belum lulus).

33 | G h a l i y a S i r i d h a
Mata Naura bergulir ke kanan dan ke kiri, memutar otak agar direstui.

“Tapi kang Ari atos damel mah, tos siap nganafkahan”. (Tapi kang Ari udah kerja

mah, udah siap memberi nafkah).

“Nya tapi bari kuliah. Riweuh gera”. (Ya tapi sambil kuliah, repot nanti). Ibu Naura

tetap merasa belum yakin 100% terhadap keputusan putrinya tersebut.

“Kang Ari ge nyariosna bade nguliahkeun teteh”. (Kang Ari juga bilangnya mau

nguliahin teteh).

Satu alasan kuat yang membuat Naura ingin segera menikah dengan Ari

disamping rasa cintanya terhadap Ari. Ia sadar bahwa keluarganya bukan dari keluarga

berada yang akan mampu membiayainya kuliah. Sedangkan cita-citanya menggebu

untuk menjadi seorang bidan yang bayarannya tak murah, dan Ari hadir seolah menjadi

malaikat penolong yang berjanji akan membiayainya kuliah jika menikah dengannya

nanti.

Ari terlahir dari keluarga yang cukup berada. Sejak sekolah ia sudah difasilitasi

mobil oleh orangtuanya. Meskipun bisa dikatakan ia anak brokenhome. Ayahnya

seringkali didapati ibunya sedang jalan bersama wanita lain. Alhasil kedua orangtuanya

sering bersitegang. Namun ibunya tetap memilih untuk tetap mempertahankan rumah

tangga. Alasannya klise, karena anak.

“Teteh.. nikah teh teu gampang..kudu..”. Belum selesai ibunya melanjutkan kata-

katanya, sang ayah langsung menimpali.

“Nya atos atuh nikahkeun we kumaha kahoyongna”. (Yaudah nikahin aja gimana

maunya).

Ibu Naura menghela napas panjang. Ia tahu bahwa ayahnya akan selalu

mengiyakan kemauan putri semata wayangnya tersebut.

“Tunangan heula we atuh nya, mamah sareng bapak teu acan aya acisna. Pan

34 | G h a l i y a S i r i d h a
kedah persiapan”. (Tunangan dulu aja ya, mamah sama bapak belum punya uangnya. Kan

harus persiapan).

Naura pun mengerti dan setuju. Bagi Naura, Ari seperti seorang pangeran yang

selalu ada dalam cerita negeri-negeri dongeng, ia selalu berharap bahwa ia bisa menjadi

seorang putri bagi pangeran impiannya tersebut.

Pernikahan pun akhirnya digelar setelah Naura memasuki masa kuliah, dan Ari

sebagai calon suami saat itu mencoba menepati janjinya untuk membantu membiayai

kuliah Naura, hanya ketika Naura sudah menjadi istrinya yang sah ia yang mengambil

alih untuk membiayai kuliah Naura sepenuhnya.

Seiring dengan kesibukan Naura sebagai mahasiswa dan asisten bidan yang

semakin bertambah. Sikap Ari, suaminya mulai berubah. Ari mulai banyak mencurigai

Naura. Ari menjadi sosok pencemburu dan pemarah. Bentakan demi bentakan sering ia

alamatkan kepada Naura hanya jika istrinya tersebut telat memberi kabar.

Saat bertemu pun bukan belaian rindu yang menggebu dalam balutan kasih,

bukan lagi kata-kata romantis yang sering membuat dirinya seolah terbang ke nirwana.

Namun cacian dan makian yang kini sering ia terima dari mulut suaminya menambah

goresan luka dalam hatinya yang rapuh.

“Kamu istri nggak tau malu! Pasti tadi kamu jalan sama laki-laki lain ya? Pasti

kamu selama ini bohongin aku ya?!”.

Tuduhan-tuduhan tak beralasan yang dilontarkan suaminya sungguh membuat

Naura sering tak habis pikir dengan jalan pikiran suaminya yang sudah tak waras dan

tak lagi berpikir jernih.

“Astaghfirullah kang, aku nggak pernah berbuat macem-macem diluar sana

apalagi jalan sama laki-laki lain. Waktu aku udah full buat kerja dan kuliah, nggak ada

hal lain”.

35 | G h a l i y a S i r i d h a
Namun sepanjang apapun penjelasan Naura, suaminya selalu membantah dan

tak percaya. Yang ada suaminya semakin emosi dan melontarkan cacian lainnya.

Seringkali Naura menangis dan merasa sudah tak sanggup lagi mempertahankan

pernikahannya. Pikirannya sering kalut jika ia sedang bersitegang dengan suaminya.

Namun ia mencoba terus bertahan, tak ingin semuanya kandas di tengah jalan.

***

Setibanya di toko furnitur Naura memarkirkan motornya dan melepaskan helm

pink bergambarkankan hello kitty yang merupakan kartun favoritnya. Sudah sejak

sebulan yang lalu mereka berdua merencanakan untuk membeli peralatan rumah

tangga yang akan mereka simpan di rumah baru yang baru saja selesai dibuat.

Naura terdiam sejenak dan berpikir. Memikirkan cara terbaik untuk bersikap

dalam kondisi seperti ini. Ia pejamkan matanya dan menarik napas panjang, terlihat

dahinya yang mengkerut dengan keringat yang sedikit mengucur serta tangan yang

mengepal menahan segala macam gejolak emosi jiwa. Ia pun membuka mata perlahan

dan beranjak dari motornya untuk memasuki toko.

Dari kejauhan, Ari suaminya sedang terlihat asik memilih kursi untuk menghiasi

ruang tamu di rumah baru. Ari belum menyadari bahwa istrinya telah sampai di depan

toko.

Mata Naura berkaca-kaca. Tak kuat menahan luka. Ia pun memilih untuk berbalik

arah dan kembali menuju parkiran. Dilepaskannya cincin pernikahan dan kemudian ia

titipkan kepada salah seorang penjaga toko yang dimintanya untuk memberikannya

kepada Ari.

Naura bergegas pergi dengan mengendarai motor dengan kecepatan tinggi,

memilih pulang ke rumah kedua orangtuanya yang berjarak sekitar 25 KM dari arah

36 | G h a l i y a S i r i d h a
kampung mertua. Ingin hati Naura mempertanyakan semuanya pada sang suami tapi

ternyata untuk sekedar menatap matanya pun Naura tak sanggup karena luka yang

telah ditorehkan Ari sudah terlalu dalam.

“Ceraikan Aku!!!” Sebuah pesan singkat permintaan perceraian Naura kirimkan

kepada suaminya di tengah perjalanan saat ia berhenti sejenak untuk beristirahat.

Hatinya sudah mantap untuk mengambil keputusan itu. Mungkin untuk menerima caci

maki serta bentakan demi bentakan Naura masih bisa bersabar. Namun jika sudah

menyangkut pengkhianatan atas kesetiaan, tak ada lagi kata maaf.

Terbersit perasaan malu pada Allah, karena dulu ia meminta seolah dengan

setengah memaksa untuk menjodohkannya dengan Ari, sang pangeran idaman. Namun

ternyata pangeran impiannya itu selama ini hanya memakai topeng dibalik pesonanya

yang terkesan sempurna.

Teleponnya berdering berkali-kali, Naura tak bergeming sedikitpun. Ia terus

melanjutkan perjalanan sambil melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan lenggang.

Sesampainya di rumah, orangtua Naura menghampirinya dengan perasaan

cemas. Ada sesuatu hal yang dirasa tak beres sedang terjadi menimpa anaknya tersebut.

“Naha tiba-tiba uih teh? Titadi si akang nelpon, aya naon?” (Kenapa tiba-tiba

pulang? Daritadi akang nelepn. Ada apa?). Tanya Ibu yang terlihat khawatir.

“Punten mah, teteh mah tos teu kiat ku sikapna kang Ari!” (Maaf mah, teteh udah

nggak kuat sama sikap kang Ari).

Naura menangis sejadi-jadinya di pelukan ibunya sambil terus mengucapkan

maaf.

“Eh kunaon? Sok atuh nyarios aya naon?”. (Eh kenapa? Ayo cerita ada apa?).

Naura hanya terisak, tak sanggup mengeluarkan kata-kata bahwa Ari telah

berselingkuh dan menghamili perempuan lain. Ia tahu orangtuanya pasti terluka. Ia

37 | G h a l i y a S i r i d h a
malu.

Tak lama seseorang terdengar mengetuk pintu. Ayah Noa pergi ke ruang tamu

untuk membukakannya. Dan seketika terdengar bunyi.. Plakkk!!!

“Kunaon maneh nyieun budak aing ceurik???” (Kenapa kamu bikin anak saya

nangis?).

Tanpa tahu alasan yang jelas, bapak tiba-tiba menampar keras wajah Ari dengan

bentakan bahasa sunda yang kasar. Bapak selalu begitu. Tak bisa melihat putri semata

wayangnya menangis. Beliau tak pernah peduli dan berpikir dua kali untuk memarahi

orang yang telah menyakiti putrinya. Saking sayang.

“Punten pak, Ari salah.. punten..”. Ari saat itu langsung tersungkur di kaki

ayahnya, berharap mendapat ampunan atas kesalahannya.

Naura dan ibunya keluar. Mata Naura mendelik, sedangkan ibunya langsung

membantu Ari untuk berdiri.

“Akang sareng teteh teh aya naon?” Tanya ibu Naura masih bersikap lembut.

Tiba-tiba Naura berbicara dengan suaranya yang parau sambil menatap Ari.

“Kang Ari kudu tanggung jawab, itu salah akang. Kasian anak yang lagi

dikandungan perempuan itu”.

“Perempuan saha ieu teh teteh?? Astaghfirullah..”. Kini ibu Naura yang tersungkur

menangis mendengar ucapan putrinya tersebut. Dadanya ikut sesak.

Sedangkan bapak wajahnya memerah, giginya saling beradu. Suaranya

menggelegar menyebut laki-laki biadab berulang kali. Ia kepalkan tangannya kuat-kuat

hendak memukul Ari berulang kali. Namun ibu Naura menahannya.

Ari berulangkali meminta maaf atas segala khilaf yang telah dilakukannya, ia

mengakui segala dosa yang telah diperbuat. Namun nasi sudah terlanjur menjadi bubur.

Ari harus menelan semua konsekuensi yang harus ia hadapi atas segala kesalahannya

38 | G h a l i y a S i r i d h a
Seringkali
Jika
Saat kita
jodoh
kitaberdo’a,
tidak
itu seperti
maka
sadar sejatinya
terhadap
membelikita
sinyal-sinyal
sepatu.
sedang memancarkan
Maka
yangkamu
telah energi
akan
Allah

berikan
dipertemukan
keIa alam
untuk semesta.
susuri kita.dengan
BisaPancaran
lingkungan jadi
sepatu
barunya.kita
yang
energi
telah
harganya
Menikmati ini
diperingati
tergantung
udara sesuai
sejukmelalui
dengan
pada
yang orang-orang
uang
gelombang
yangmasuk
menyelinap
selama ini. Kata talak pun terucap dengan berat hati.
disekitar
kamu
elektromagnetik
melalui kita.
miliki.
rongga Tapi
Jikayang
hidungkita
diahingga
tak
dihasilkan
memilih
bisa dimiliki,
untuk
oleh hati.
memenuhi itu
menjadi
artinyatuli
paru-parunya. uangmu
dan buta
belum
Terlihat terhadap
sesuai
gedung-gedung
Satu hal yang Naura pelajari dari kisah hidupnya, bahwa tak ada cinta yang
kebenaran.
dengan
berwarna Ibarat
harga
hijau kita
sepatu
sebagai sedang
yangmengirim
bangunan diinginkan. sebuahkokoh,
sekolah berdiri pesan, sebagus apapun
membentuk sebuah merk
lingkaran
hakiki selain kecintaan Tuhan kepada para hambaNya, dan ia pun banyak belajar bahwa
yang handphone-nya,
Memilih
Uang
mengitari pasangan
disini
sebuah jika
adalah
itu
tidak
mesjid salah
ilmu,
adasatunya
yang kepribadian
sinyal megah.
tampak maka
harusdan pesan
melihat
ketaatan.
tersebut
darimana
Pohon-pohon susah
yang ia berasal.
bahkan
mulai tumbuh
setiap manusia akan diuji dengan sesuatu yang dicintai.
Bukan
besartidak
berarti
akan
berjajar seberapa
sampai.
rapih banyak
Sinyal disini
sepanjang harta
jalan,adalah
yang iaenergi
memberi miliki,
yang
kesantapi dimiliki
seberapa
asri dan oleh baik
sejukhati.
didikanmata
sejauh
Maka sebelum menikah harus banyak mencari ilmu tentang
yang ia dapatPerlu
daridiketahui
kedua orangtuanya.
bahwa gelombang*** elektromagnet yg di hasilkan
memandang.
pernikahan, tentang psikologi gender, dsb, agar hidupmu bahagia karena
hati,
Seorang
Di 5000 anak
kali
belakang lipat
area itu adalah
dariyang
gedung gelombang
peniru yang
pikiran,
berwarna handal.
hijau hal ini
Sikap
terdapat bisabaik
area diukur
dan
untuk dengan
buruk
aneka jajanan
bisa saling memahami satu sama lain. Tak boleh menutup diri untuk
seorang
yang alatanak
bernama
tertata itu bukan
rapih Elektro
karena
dengan Ensefalo
diwariskan,
Grafikecil
stand-stand / EEG.
bukan karena
berwarna turunan.
putih sebagaiTapi karena Di
tempatnya.
perbaikan diri, dan dekati sang pemilih hati.
ia pandai mencopy
depannya Sedekah
sebuah paste
dan perbuatan
lapangansemua
volly tindakan
danbaik lainnya
dan perbuatan
lapangan pun merupakan
badminton orangtuanya
bentuk
yang selalu sejak
energi
tampak iabaru
Jika kamu ingin jodoh yang baik, maka harus bergaul dengan
masih
yang
karenakecilakan
lantaibahkan
mengakumulasi
sejakselalu
dasarnya dalamdijanin.
di
catalam
Ia mampu
semesta
setiap merekam
menjadi
semesternya. semuanya
energi baik
di alam
Gazebo-gazebo dan
kecil di
orang-orang baik. Karena orang baik hanya ada diantara orang-orang
bawah
menguat
sadarnya.
seputaran menjadi
lapangan sinyal
tempat magnet
para santripenarik energi
melepas penatlain.
saat jam istirahat sekolah tak
baik, dan orang baik hanya akan memilih orang-orang yang baik pula.
Maka ketika hendak
lupa mempercantik memilih
area setempat. pasangan,
Ruang sejatinya
UKS, ruang kita
musik, takruang
juga bolehserbaguna
buta dan pun
Maka disitulah terjadi sesuatu yang kita sebut dengan KEAJAIBAN.
tuli untuk
menjadi menilai di
pelengkap secara
sekitarobjektif,
area itu.menelusuri
Baru setelahasal-usulnya daritempat
itu, area pondok orang-orang
para santri

yang mengenalnya. Jikapun didapati terdapat kekurangan dalam pola asuh


menginap

yang ia dapat,
Hari demimaka komunikasikan
hari ia dan
nikmati sebagai berkomitmenlah
seorang untuk
santri. Ia mulai salingdengan
terbiasa belajarpola

memperbaiki diri dan


belajar di pesantren mau
yang untuk
cukup diajak menyembuhkan luka masa lalu.
padat.

KarenaPelangi
Disana mendidik anakseorang
memiliki bukan bapak
dari sejak
asuh.kecil,
Bapaktapi
asuhdari awal memilih
diperuntukkan khusus

pasangan.
bagi anak-anak yatim piatu. Ia begitu dihormati dan disegani, keilmuan agamanya tak

diragukan lagi. Ia sering mengisi pengajian santri selepas subuh ataupun maghrib. Tak

hanya anak-anak yatim piatu, semua santri sangat menghormatinya.

"Anggap saja saya adalah ayah kalian".

Kata-kata yang selalu ia ucapkan pada Pelangi dan anak-anak yatim piatu lainnya.

Semuanya begitu terasa nyaman pada awalnya. Hingga semuanya berubah menjadi

ancaman yang menakutkan.

39 | G h a l i y a S i r i d h a
***

Ternyata kejadian malam itu adalah awal mula semua kesengsaraan dimulai.

Setelah malam itu laki-laki yang ternyata bapak asuhnya tersebut sering memaksa

Pelangi untuk memenuhi nafsu bejadnya, mengancamnya dengan berbagai ancaman jika

tak patuh. Hal itu terjadi selama 1 tahun lamanya.

Pelangi tak berani berkata pada siapa-siapa. Ia hanya bisa mengutuk lelaki itu

dalam hati. Jika Pelangi merasa sudah tak tahan, ia selalu berteriak sekencang-

kencangnya seperti orang gila yang tak sadarkan diri. Semua santri mengira Pelangi

kesurupan.

Allah.. aku sudah tak mampu menahan semua sakit ini..

Hati wanita mana yang tak hancur saat kehormatannya direnggut, terlebih jika

itu dilakukan oleh iblis bertopeng alim. Bukan hanya hatinya saja yang hancur, nama

agama pun dipertaruhkan, diobrak-abrik oleh budak nafsu yang mengatas namakan

Tuhan. Naudzubillah.. sungguh jahannam.

Hingga di suatu pagi. Pelangi duduk terdiam disudut masjid sepulang mengaji

subuh. Ia menerawang langit yang begitu menakjubkan, dihiasi mentari yang mulai

menampakan wujudnya dengan penuh keanggunan. Memancarkan kehangatan dan

memberi semangat bagi jiwa-jiwa yang penuh harapan. Mengikis sisa-sisa langit malam

yang kelabu.

Pasti akan ada pelangi yang indah setelah hujan, seperti mentari yang muncul

selepas malam. Ya Allah.. Tolong aku..

Pelangi terisak dalam do’anya di pagi hari. Seketika saat ia membalikan badan,

seseorang telah berdiri di depannya dengan wajah yang tampak tersenyum anggun.

“Eh teh Nisa..”. Pelangi mengelus dada karena terkejut.

40 | G h a l i y a S i r i d h a
Teh Nisa adalah ketua bimbingan anak-anak yatim. Baginya teh Nisa adalah sosok

wanita lembut yang menjadi teladannya.

"Pelangi sayang, bisa kita bicara sebentar". Tatapan mata Teh Nisa terlihat begitu

serius meski ditutupi dengan senyuman.

"Iya teh boleh, ada apa ya?" tanyanya penasaran.

Jarang sekali rasanya teh Nisa mengajak ia berbicara serius seperti ini, biasanya

mereka hanya saling sapa tanpa banyak bicara. Teh Nisa mengajak Pelangi duduk santai

di atas lantai mesjid. Hanya mereka berdua disana. Semua santri sudah kembali ke

asrama masing-masing untuk persiapan sekolah.

"Pelangi, jujur ya sama teteh. Pelangi udah diperlakukan secara dzolim ya sama

Bapak pengasuh?" Tanyanya spontan.

Mata pelangi melebar, jantungnya berdebar kencang, mulutnya terkatup menelan

ludah. Namun mata tak bisa berbohong, air mata mulai menetes membasahi pipinya.

"Mungkin Pelangi heran, tapi Pelangi gak usah takut. Teteh tau semuanya".

Tiba-tiba dengan suara bergetar menahan tangis, teh Nisa melanjutkan

pembicaraannya.

"Teteh pun salah satu korbannya".

Tanpa bisa terbendung lagi, tangisan teh Nisa pun pecah. Dipeluknya Pelangi

dengan erat. Sekujur tubuh Pelangi terasa kaku, seakan tidak percaya dengan semua

yang baru saja ia dengar.

Dasar biadab!!! Makinya dalam hati.

"Teteh tau darimana?". Pelangi mulai membuka suara. Teh Nisa melepaskan

pelukannya.

"Teteh liat Pelangi malam itu, saat Pelangi di ajak ke atas jemuran oleh bapak

pengasuh. Tapi teteh takut, jadi teteh lari terus nangis di kamar sendiri. Teteh nggak bisa

41 | G h a l i y a S i r i d h a
nolong Pelangi. Maaf.. teteh takut". Teh Nisa menutupi wajahnya dengan penuh perasaan

bersalah.

"Teteh nyangka Pelangi pasti diperlakukan dzolim, sama seperti yang sering ia

lakukan kepada teteh. Teteh menutupinya selama ini karena teteh takut, tapi teteh

sendiri udah nggak kuat, batin teteh hancur rasanya. Teteh udah nggak punya semangat

hidup, teteh bingung..".

Tangisan Teh Nisa semakin menderu-deru, luapan emosi yang mungkin selama

ini terpendam keluar menjadi bentuk tangisan yang begitu mendalam. Pelangi mencoba

lebih tegar. Ia hapus semua tangisan yang selama ini melemahkannya.

"Menurut teteh apa yang seharusnya kita lakukan sekarang? Lapor polisi?”

Teh Nisa menghentikan tangisannya. Ia menatap langit sejenak untuk

memberhentikan air matanya yang jatuh.

“Lebih baik jangan dulu.. seminggu ini kita coba selidiki lebih jauh siapa lagi yang

jadi korban. Nanti kita kabur bareng-bareng terus nyari perlindungan, setelah itu baru

lapor polisi”.

Saran teh Nisa terasa lebih baik. Bisa jadi masih banyak korban yang sama-sama

sedang mengalami ketakutan yang sama.

“Teh, yuk kita mulai jadi wanita yang kuat. Udah bukan saatnya lagi nangis, tapi

kita harus ngambil tindakan. Bismillah.. Allah pasti nolong kita".

Selama satu minggu mereka mencari tahu, menggali informasi dan menapaki

kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

Pelangi dan teh Nisa mulai bertindak. Mencari bukti serta memancing

pembicaraan kepada setiap orang yang dirasa sebagai korban seperti mereka berdua.

Meyakinkan dan menguatkan bahwa mereka tak sendiri.

42 | G h a l i y a S i r i d h a
Akhirnya terkumpul kurang lebih 7 orang yang mau mengakui. Tanpa pikir

panjang pada malam harinya mereka sepakat untuk kabur dari pesantren dan mencari

perlindungan.

Hari itu merupakan hari yang paling menegangkan rasanya, namun atas

pertolongan Allah mereka mendapat pertolongan dari teman salah satu korban yang

ayahnya seorang Kyai.

Keesokan harinya pak Kyai tersebut menelpon polisi untuk menindak semuanya,

polisi pun mulai berdatangan dan mengkonfirmasi setiap korban. Atas izin Allah

semuanya terselesaikan meski masih tersisa trauma yang mendalam.

***

43 | G h a l i y a S i r i d h a
Salah satu ciri seseorang yang tidak bahagia dan memiliki luka batin

adalah ketika dia tidak bisa membahagiakan orang lain dan menjadi

pengacau di lingkungannya.

Orang-orang yang berperilaku jahat sudah pasti memiliki rekaman

masa lalu yang menyakitkan, dan ini sulit sekali disembuhkan kecuali

dirinya sendiri yang berkeinginan untuk menyembuhkan lukanya. Tapi

sayangnya, banyak orang yang berperilaku buruk tak sadar bahwa

perilakunya buruk. Dia menganggap hal itu biasa dan wajar. Jika hal ini
₰- Kisah Pelangi Part 2
terjadi, maka dia sudah termasuk dalam kategori memiliki gangguan
"Maka setelah ada kesulitan itu pasti ada kemudahan, dan setelah kesulitan itu
psikologis.
pasti ada kemudahan..." (Q.S Al-Insyirah: 5-6).
Jika kamu sedang dekat dengan seseorang (calon jodoh) yang sering

menyakiti kamu dengan kata-kata maupun perbuatannya,


Sudah merupakan janji Allah dalam al-qur’an yang tak mungkin dapat dipungkiri
mengecewakanmu dengan janji-janji yang diingkarinya. Meskipun ia selalu
bahwa setelah kesulitan itu pasti ada kemudahan, bahkan Allah tegaskan kalimatnya
meminta maaf, tapi jika dia terus mengulang lagi kesalahannya maka
hingga diulangi untuk kedua kalinya dalam ayat yang beruntun. Maka yakinlah bahwa
jangan pilih dia sebagai pendamping hidupmu. Secinta apapun kamu
akan ada pelangi setelah hujan!
terhadap dia, karena perilakunya yang buruk lama-lama akan mengikis rasa

cintamu dan akan menggoreskan luka batin terhadap anak-anakmu kelak.


***

Guruku tersayang.. Guruku tercintaa.. Tanpamu apa jadinya aku

Tak bisa baca tulis, mengerti banyak hal

Guruku terimakasih ku..

Nyanyian anak-anak SD itu menyentuh hati semua relawan. Sudah hampir 4

tahun terakhir Pelangi mengikuti komunitas sosial yang mengadakan program

sukarelawan mengajar ke SD – SD terpencil.

Rasa bahagia berbagi saat bersama komunitas yang diikutinya selama ini mampu

sejenak melupakan semua kesedihannya.

44 | G h a l i y a S i r i d h a
"Pelangi, makasih ya atas partisipasinya selama ini".

Suara itu membuat jantung Pelangi tiba-tiba berdebar, untuk kali pertamanya

pria itu memanggil namanya. Mulutnya melengkung membentuk senyuman. Perasaan

yang pernah bersemi seolah hadir kembali, membawa Pelangi pada kenangan lama

pada seseorang yang selalu ia sapa dengan sebutan pria hujan.

Astaghfirullah..

Segera Pelangi menepis semua rasa. Ia mencoba berpikir logis bahwa kata-kata

si pria hujan tak berarti apa-apa. Tiba-tiba suara handphone menyadarkan lamunannya.

Pelangi meminta izin untuk mengangkat telepon pada si pria hujan.

Rintik gerimis saling bersusulan menyentuh tanah. Suaranya cukup merdu,

membawa suasana menjadi syahdu. Namun merdunya suara hujan tak semerdu suara

orang yang menelpon dari seberang sana.

“Kamu jahat!!!”. Teriak pelangi kepada orang dibalik telepon.

Seketika handphone yang digenggam Pelangi terjatuh. Matanya berkaca-kaca.

Dadanya terasa sesak, seperti ada yang menekan kuat. Akhirnya ia pamit untuk segera

pulang. Ia tak habis pikir dengan apa yang baru saja didengarnya.

***

Jika hati berdesir saat dua orang insan manusia berlainan jenis saling beradu

tatap meski hanya sesaat, disebut apa lagi kalau bukan cinta? Rasanya cinta tak pernah

gagal untuk memporak porandakan akal sehat. Bak sebuah busur yang langsung

menancap melalui tatapan, akal sehat mampu terseret rasa menuju angan untuk

berdampingan seribu tahun lamanya.

Entah cintanya hanya bertepuk sebelah tangan atau hanya menjadi sebuah

angan. Namun pelangi terjebak dalam lamunan bersama pria yang baru saja berpapasan

45 | G h a l i y a S i r i d h a
dengannya. Seorang pria yang sudah ia kenal sejak pertama kali bergabung dengan

komunitas sosialnya. Orang-orang mengenalnya sebagai pria hujan, karena selalu

memberi semangat untuk berbagi dalam kegiatan sosial meski hujan deras sekalipun.

Tatapannya penuh kehangatan, senyumnya selalu membawa kedamaian. Rasanya tak

akan ada wanita yang tidak jatuh cinta kepadanya saat menatapnya.

”Pelangi kenalin, ini Riga”.

Suara seorang teman memecah lamunannya. Pelangi menoleh. Seorang pria

asing tersenyum padanya.

“Siapa ini Ra?”. Pelangi mencoba membalas senyumnya dan bertanya pada

Maura yang mengenalkannya.

“Dia yang bakal jadi partner kamu nyiapin acara hari ini. Riga ini Pelangi”. Ucap

Maura mengenalkan mereka berdua dalam kegiatan sosial hari itu.

“Cantik, seperti namanya”. Senyum Riga sambil menyalami.

“Makasih”. Jawabnya dengan ramah.

Paska lulus SMA, Pelangi langsung mencari kerja sambil meluangkan waktu

untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S1. Ia pun mulai menyisihkan sebagian

gajinya untuk membiayai kedua adiknya yang saat itu masih sekolah di bangku SMA. Ia

tak mau terus-terusan merepotkan uwa, ia merasa kasihan karena uwa sudah mulai

lanjut usia. Selain itu, Pelangi pun selalu berusaha menyibukkan diri dengan aktif

bergabung dalam komunitas sosial di bidang pendidikan.

Setelah berhasil kabur dari kejadian yang mencekam malam itu, semua korban

dibiayai oleh Kyai yang menolong mereka saat itu untuk melanjutkan sekolah hingga

lulus SMA di pondok pesantrennya.

Keluarganya tak ada yang tahu kejadian masa lalu Pelangi. Mereka menganggap

semuanya baik-baik saja. Urusan perpindahan sekolah Pelangi saat itu pun keluarganya

46 | G h a l i y a S i r i d h a
tak ada yang diberitahu. Pelangi tak pernah bercerita apapun kepada keluarganya soal

perkara itu. Takut jika hati mereka terluka.

Para korban yang dulu membersamai terdengar sudah mulai menemukan

jodohnya masing-masing. Termasuk teh Nisa, sosok wanita lemah lembut yang telah

menguatkannya mengambil langkah saat kejadian itu. Teh Nisa dipertemukan dengan

laki-laki shalih pilihan Allah yang mau menerima teh Nisa apa adanya.

***

“Kamu lagi apa?”

“Aku jemput ya”

“Makan yuk, aku udah depan kantor kamu”

“Kamu lagi ada masalah? Sini, cerita aja sama aku”.

Sejak perkenalan dengan Riga saat itu. Pelangi selalu dibanjiri dengan perhatian

darinya. Setiap hari, puluhan pesan Riga kirimkan untuk Pelangi.

Hingga suatu hari..

“Aku suka sama kamu, sejak pertama kali kita ketemu”. Ucap Riga dari balik

telepon.

“Tapi aku belum suka sama kamu”. Jawab Pelangi. Sebenarnya ia ragu karena

bayangan pria hujan masih terus menyelimutinya.

“Nanti juga suka”. Timpal Riga dengan pasti.

“Geer!!!”. Tawa mereka pun pecah.

Entah sejak kapan keduanya menjadi kian dekat. Padahal tak pernah ada

jawaban pasti terhadap ungkapan perasaan Riga. Dan tentang pria hujan, entahlah..

rasanya ia sudah tak mau berharap.

Seperti kata Riga, seiring dengan berjalannya waktu Pelangi semakin mudah

47 | G h a l i y a S i r i d h a
untuk membuka hati untuknya. Pelangi mencoba berpikir logis untuk memilih pria yang

terasa jauh lebih pasti. Banjiran perhatian dari Riga mampu mendobrak benteng

pertahanan hati yang selama ini tertutup rapat.

Jika penantian terhadap si pria hujan itu tak pernah membawakan hasil, maka

kini waktunya Pelangi untuk membuang perasaan yang ia rawat sejak satu tahun

lamanya dan menggantinya dengan cinta yang baru.

Pribadi Riga tak seperti pria hujan. Riga bukanlah pria lembut yang terlihat

dewasa dan mengayomi. Tapi Ia lebih berani mengekspresikan perasannya. Bagi

seorang wanita, seringkali kepastian dari seorang laki-laki adalah syarat utama untuk

memenangkan hatinya.

Terimakasih Riga karena sudah memberiku cinta..

***

“Kalau gak ada aku siapa yang mau bantu kamu buat biayain sekolah adik-adik

kamu? Makanya harus bersyukur ya! Hehehe”.

Nada Riga memang bercanda, namun Pelangi seringkali merasa kesal dengan

sikapnya yang sedikit angkuh.

Riga memang terlahir dari keluarga berada. Ia pun bekerja di salah satu

perusahaan maskapai ternama. Gajinya cukup besar. Seringkali Riga membantunya dan

keluarganya tanpa diminta.

“Kamu yakin sama Riga?”. Tanya Maura sahabat yang mengenalkan mereka

pertama kali.

“Belum tau sih ra”.

“Kenapa belum tau?”

“Aku bingung aja, soalnya Riga udah baik banget sama keluarga aku. Tapi.. masih

48 | G h a l i y a S i r i d h a
ada sikapnya yang aku kurang suka, cuma aku mikirnya emang manusia gak ada yang

sempurna kan”.

“Hmmm.. istikhoroh aja”. Saran Maura yang seringkali terucap saat Pelangi

merasa ragu.

Entah mengapa empat tahun perjalanan cinta keduanya belum cukup membuat

Pelangi yakin untuk bersanding dengan Riga dalam ikatan pernikahan. Banyak sikap

Riga yang masih terasa kurang cocok. Namun Pelangi lebih sering memilih untuk

menepis semua keraguan yang ada.

***

"Mungkin sebaiknya kalian segera menikah!" . Ucap Ayah Riga di sabtu siang saat

pelangi sedang datang berkunjung.

Jantung sepasang kekasih itu tiba-tiba berdebar.

Tibakah saatnya kini?. Guman Pelangi.

"Tapi.. kalau bisa tahun depan, soalnya segalanya kan harus dipersiapkan.

Terlebih ayah ingin nanti acara resepsinya meriah, karena banyak rekan kerja ayah

yang harus diundang. Sedangkan tabungan ayah untuk membantu pernikahan kalian

dirasa belum cukup". Lanjut ayah Riga.

Riga melirik ke arah Pelangi, lalu tersenyum tipis. Pelangi pun tak bisa berkata

apa-apa. Ia hanya tersenyum dan menganggukan kepala menandakan setuju dengan apa

yang diucapkan ayahnya.

Perasaan ragu pun berhembus lembut ke dalam hatinya. Terbersit pula perasaan

takut dalam diri Pelangi. Takut jika Riga dan keluarga tahu masa lalunya dan mereka tak

mau menerima.

49 | G h a l i y a S i r i d h a
Sambil menunggu hari itu tiba, sejak satu tahun sebelumnya mereka sudah

menyicil barang-barang untuk persiapan pernikahan. Mulai dari seserahan, mahar,

souvenir untuk tamu undangan, hingga foto-foto prewedding yang sudah jauh-jauh hari

dipersiapkan, semuanya untuk mempermudah acara yang akan dilakukan nanti.

Waktu menunjukkan pukul 20.00 malam. Selepas shalat Isya Pelangi

membaringkan tubuhnya yang lelah karena bekerja seharian. Tiba-tiba Naya adik

perempuan Pelangi masuk kamar Pelangi dengan setengah berteriak berlari menuju

kasur sambil sedikit melompat.

“Kak Pelangiiiii!!!”

Wajah Naya menegang, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat

dari layar handphone yang digenggamnya.

“Ini kayaknya Riga deh”. Naya menyodorkan Handphone-nya kepada Pelangi.

Jantung Pelangi berdetak tak menentu, wajahnya memucat. Ingin hatinya

menyangkal bahwa apa yang dia lihat di Intagram Story dari akun milik teman adiknya

tersebut bukanlah Riga. Namun terasa mustahil jika ada dua sosok Riga di muka bumi

ini dengan wajah yang sama persis.

Dilihatnya laki-laki itu telah berwifie ria bersama sekitar 7 orang lainnya yang

tak ia kenal. Sekilas foto tersebut terlihat biasa, namun bagi Pelangi yang melihat

seorang laki-laki melingkarkan tangan di atas pundak seorang wanita dengan begitu

erat dan terlihat mesra terasa sangat menyakitkan. Apalagi ia mengenali sosok tersebut

adalah Riga, calon suami yang sebentar lagi akan bersanding dengannya di pelaminan.

Pelangi mencoba menghubungi Riga dengan mengiriminya sebuah pesan, ia

mencoba untuk tetap bersikap tenang. Ia bertanya tentang kegiatan Riga pada hari itu,

namun Riga hanya membalas pesannya singkat.

50 | G h a l i y a S i r i d h a
"Aku capek, aku istirahat duluan ya, aku sayang kamu" Jawabannya padat, jelas

dan tanpa basa-basi.

Ada apa dengan Riga?

***

Jika banyak orang yang berkata sebelum menikah itu pasti ada ujiannya.

Mungkin ini ujian yang harus dilalui Pelangi. Hatinya tak menentu. Keraguannya terasa

semakin pekat. Perasaannya terlukai. Kepercayaannya ternodai. Namun semuanya

seolah harus ia abaikan. Banyak hati yang harus ia jaga.

"Udah putusin aja siiih! Masih banyak yang lain yang insyAllah lebih shaleh dan

setia" Saran Maura dengan nada kesal setelah mendengar cerita dari Pelangi.

“Gak tau diri tuh si Riga!”. Lanjut Maura.

Topik tentang Riga selalu menjadi topik hangat bagi mereka berdua, bagi Maura

perselingkuhan tidak ada kata ampun.

“Maaf ya dulu aku yang kenain kamu ke dia”. Jelas Maura menyesal.

“Eh bukan salah kamu kok. Aku yang mutusin buat kenal dia lebih jauh”.

Putusin? Mungkin kata-kata itu tak semudah dengan apa yang diucapkan.

Perasaannya memang teriris, namun Pelangi memiliki banyak pertimbangan. Terutama

pada janji pernikahan yang sudah terlanjur dipersiapkan. Semua persiapan sudah

dilakukan hampir 80%, jika harus putus ditengah jalan rasanya sayang.

“Aku gak enak sama orangtuanya. Orangtuanya udah banyak bantu buat nyiain

acara pernikahan kita nanti ra. Aku juga nggak mau ngecewin keluarga aku”.

"Belum nikah aja udah berani selingkuh apalagi nanti pas udah nikah? Tapi

terserah kamu sih. Kamu yang bakal ngejalaninnya" Terang Maura terbawa emosi.

51 | G h a l i y a S i r i d h a
Kata-kata Maura terasa benar adanya. Pelangi menghela napas panjang,

pundaknya terasa berat memikul beban, pikirannya jadi tidak fokus. Dalam

kebimbangan ia berbisik pada hatinya.

Kamu kuat Pelangi.. Ada Allah..

***

Ditengah guyuran hujan Pelangi berlari sambil menangis. Tangisaannya saling

beradu dengan suara riuh hujan yang semakin membesar. Kini lukanya bukan hanya

sekedar sayatan. Tapi sudah robek dan mengeluarkan darah lebih banyak.

“Kamu tega Riga!!!”. Ia pun berteriak sekencang-kencangnya.

Suara dari balik telepon yang sudah merobek hatinya itu ternyata Riga yang

entah mengapa tiba-tiba membatalkan rencana pernikahannya begitu saja tanpa alasan

yang jelas. Pelangi tak habis pikir dengan apa yang baru saja ia dengar dari balik

telepon.

Kok kamu tega Rigaa??? Apa karena perempuan itu?

“Allah itu maha baik. Jika dia tidak baik bagimu, maka Allah akan menjauhkannya

darimu dengan caraNya yang mungkin sedikit menyakitkan. Disitulah letak ujian

keimananmu kepada Allah dipertaruhkan! Bersyukur atau Kufur?”

Ceramah ustadz Khalid Basalamah yang ia dengar di youtube menampar keras

hatinya. Kini ia menangis karena malu. Kecintaan terhadap makhluknya membuatnya

lupa bahwa sejatinya Allah itu tak pernah mendzalimi hambanya. Allah lah yang telah

bermurah hati menjauhkan laki-laki yang mungkin tidak baik bagi dirinya dan untuk

kehidupannya kelak. Segera ia beristighfar dan mengucap syukur atas rahmat dan

pertolonganNya.

***

52 | G h a l i y a S i r i d h a
Pagi itu mentari terlihat menawan. Semilir angin meniup lembut tiap helaian

rambut. Suasana yang begitu anggun bak bidadari turun dari kayangan.

Tiga bulan berlalu sejak Riga membatalkan rencana pernikahan mereka, Pelangi

mulai mencoba bangkit. Mengawali hari-hari dengan penuh senyuman. Menyemangati

diri agar tidak menjadi magnet kesedihan.

“Assalamualaikum..”.

Terdengar suara ketukan pintu. Pelangi segera beranjak. Matanya membelalak,

jantungnya berdebar dengan pikiran penuh tanya, ia tak percaya dengan sosok yang ada

di depan matanya.

"Pria hujan? Eh Kak Iwan???". Pelangi segera menutup mulut dengan kedua

tangannya. Malu.

Pria itu tersenyum lembut. Si pria hujan yang bernama Iwan Priawan itu berdiri

di depan pintu rumahnya.

“Hallo.. Assalamualaikum”. Wajah manisnya menyapa ramah. Ia mengenakan

kemeja lengan pendek berwarna putih, menambah aura cahaya pada wajahnya.

“Waalaikumussalam.. masuk kak”. Pinta Pelangi mempersilahkan.

“Duduk dulu ya, aku ambilin dulu air minum”. Pelangi menuju dapur. Senyumnya

terasa seperti pelangi yang muncul selepas hujan. Entah apa yang membuat si pria

hujan datang. Pelangi merapikan dirinya di cermin. Ia mengelus dadanya untuk

meredakan suasana hatinya yang terlampau bahagia.

Santai Pelangi..!!! Gumamnya dalam hati.

“Ayo kak diminum”. Pelangi menghidangkan segelas teh manis dan sekaleng kue

kering. Ia pun kemudian duduk di hadapan si pria hujan. Wajahnya memerah.

“Oh iya makasih banyak. Maaf jadi ngerepotin”. Suara si pria hujan terdengar

malu-malu.

53 | G h a l i y a S i r i d h a
Suasana terasa kaku. Sejenak menjadi hening. Sang tamu pun berdehem, terlihat

tangannya yang dikepalkan menutupi perasaan gemetarnya. Ia mulai membuka

suaranya.

"Aku tahu kamu pasti kaget aku dateng kesini.. emm”.

Kata-katanya terhenti tiba-tiba. Tenggorokannya terasa tercekat. Ia tak bisa

mengendalikan jantungnya yang berdebar semakin kencang.

Di sisi lain terlihat Pelangi berusaha menahan diri untuk tetap terlihat santai.

Wajahnya berkedut. Sinyal getaran yang dipancarkan si pria hujan mampu tertangkap

oleh radar hati Pelangi.

“Maaf..”. Si pria meneguk lagi air di dalam gelas. Pelangi hanya tersenyum

menatapnya lucu.

“Aku tau rumah kamu dari Maura. Jadi iseng aja mampir kesini”. Jelas si pria

hujan sekaligus menjawab pertanyaan dalam benak Pelangi yang belum sempat

diajukkan.

“Aku kesini ngerasa waktunya pas aja sih, dan mungkin kamu bakal ngerasa hal

ini tiba-tiba”.

Kedua alis pelangi mengkerut. Ia tak begitu faham dengan apa yang dimaksud si

pria hujan.

“Sebenernya selama ini aku selalu nyari tau tentang kamu, tapi aku gak berani

deketin karena waktu itu kamu kabarnya udah mau nikah. Dan sejak kamu lari sambil

nangis setelah nerima telepon 3 bulan yang lalu itu aku dapet kabar lagi kalau kamu gak

jadi nikah. Maaf”.

Pelangi tertunduk, mengingat kejadian saat Riga membatalkan pernikahan

mereka tiba-tiba. Ia pun mengangkat kepalanya dan menatap si pria hujan sambil

tersenyum.

54 | G h a l i y a S i r i d h a
“Nggak apa-apa. Luka aku udah sembuh kok kak”.

Si pria hujan pun ikut tersenyum dan melanjutkan ucapannya.

“Alhamdulillah.. syukur kalau gitu. Sejak tau berita terbaru itu aku mulai

istikhoroh, dan akhirnya memberanikan diri buat datang dan meyakinkan diriku juga

kamu kalau kita mungkin bisa mulai menjalani hidup baru bersama”. Wajah si pria

hujan tiba-tiba memerah. Begitupun dengan Pelangi.

Entah angin darimana yang telah membawanya datang memberi kejutan serta

kebahagiaan yang sulit diucapkan oleh kata-kata. Mata Pelangi berkaca-kaca

menyaksikan hadiah terindah yang diberikan oleh-Nya setelah kesedihannya selama ini.

Sosok pria hujan yang selama ini ia dambakan dalam angan, kini hadir menjelma

bukan hanya sekedar menjadi jodoh impian, tapi sudah menjadi jodoh masa depan yang

sebentar lagi digenggam. Allah itu sangat adil, Allah itu sungguh Maha Penyayang.

Pelangi berpikir bahwa Allah sengaja mematahkan hatinya agar tidak terjatuh pada

lubang kesengsaraan bersama Riga.

Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?

Allah ulangi kata-kata itu hingga 31 kali dalam surah Ar-Rahman, menegaskan

kepada semua hambaNya bahwa nikmat Allah itu sangat besar, dan tak ada seorang pun

dari makhluknya di muka bumi ini yang Ia dzholimi.

Tak perlu menunggu waktu lama serta persiapan yang panjang, dua bulan

kemudian mereka berdua akhirnya dipersatukan dalam ikatan janji suci atas nama cinta

yang telah mereka jaga selama ini. Tak henti-hentinya Pelangi bertasbih dan bertakbir

dalam hati seraya memuji keMaha Kuasaan Allah. Dari dulu ia selalu meyakini bahwa

akan tiba saatnya sebuah pelangi terlihat begitu menawan menghiasi langit setelah

hujan.

***

55 | G h a l i y a S i r i d h a
3 ciri jodoh yang baik secara psikologis, jika rumah tanggamu ingin

bahagia:

- Dia tidak sanggup menyakiti kamu secara sengaja, dan ikhlas dengan

segala kekurangan kamu.

- Saling menyayangi, mencintai dan menghargai satu sama lain. Bukan

karena bangga terhadap sesuatu yang ada dalam dirimu atau karena

rasa kasihan dan tidak enak jika tidak menikahimu.

- Sudah tidak memiliki PR masa lalu dan bisa melengkapi

kekuranganmu.

56 | G h a l i y a S i r i d h a
₰- Sihir Cinta

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang

sebenar-benarnya) dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”.

(Q.S Al-Anbiya : 35)

Cinta memang memiliki kekuatan magis terhadap seseorang yang terkena

sihirnya. Karena cinta mampu menguatkan sekaligus juga dapat melemahkan. Padahal

cinta itu tak berbentuk, cinta pun tak terlihat. Namun karena cintalah yang membuat

kehidupan dibumi ini menjadi ada. Ya.. karena cintaNya lah kehidupan ini tercipta.

Kisah yang akan aku ceritakan ini adalah sebuah kisah tentang kehidupan

seseorang yang benar-benar terjerat dalam efek magis dari sihir cinta. Dimana ia harus

berjuang sekuat tenaga agar sihirnya tak melemahkannya, justru sebaliknya.. ia harus

mencari cara bagaimana agar cinta ini dapat membawanya pada keagungan cinta yang

sesungguhnya. Semoga, jika hari ini kau masih terjerat sihir cinta yang melemahkanmu,

maka bukalah hatimu agar mendapat kekuatan dari cinta yang baru.

***

Jika bisa ku memutar waktu, maka aku ingin berada pada masa itu. Menjadi

wanita yang mampu berpikir dengan logika bukan dengan rasa!!!

Jiwanya mengembara entah kemana, terpisah dari jasad yang mematung sejak 1

minggu yang lalu. Matanya terlihat sembab. Tak henti-hentinya air mata mengalir

dikedua pipinya. Kini Dawiya hanya bisa duduk termenung di balik jendela kamarnya,

memikirkan kebodohannya selama ini.

57 | G h a l i y a S i r i d h a
Sudah seminggu, tak sesuap nasipun masuk memberi energi. Hanya air putih

yang masuk ke dalam tubuhnya yang lesu. Ia terlihat lebih kurus, wajahnya muram tak

bergairah. Hari-harinya hanya diisi dengan penyesalan.

Seringkali orangtua Dawiya tampak cemas memikirkan kondisi anak keduanya

tersebut, tak jarang mereka mencoba menghibur Dawiya dengan mengajaknya liburan,

tapi Dawiya menolak.

“Mau sampe kapan kakak begini?” Tanya ummi di suatu pagi.

Kakak merupakan panggilannya di rumah untuk adik bungsunya. Ummi Dawiya

adalah seorang guru Madrasah Ibtidaiyah, beliau orang yang tegas dan berhati lembut.

Meski terkadang terlihat sedikit keras, namun beliau mudah tersentuh dan penyayang.

Beliau selalu berusaha hadir menjadi pelindung bagi ke 3 anaknya di tengah

kesibukannya menjadi seorang guru yang bukan hanya sibuk mengurusi siswanya tapi

juga sibuk memenuhi tugas administrasi yang juga sering dikerjakan di rumah.

“Udah.. nggak usah lagi disesali. Ikhlaskan dan yakini bahwa Allah akan

memberikan pengganti yang lebih baik untuk kakak”. Saran ummi melanjutkan.

Dawiya hanya tertunduk malu, karena ia merasa selama ini ia hanya bisa

merepotkan orangtuanya.

“Maafin kakak ummi”. Tangis Dawiya pun pecah. Ummi pun memeluk Dawiya

dengan penuh kasih sayang sambil mengusap lembut kepalanya, serta membesarkan

hati putrinya tersebut atas kejadian yang baru saja ia alami.

“Tenang.. semuanya baik-baik saja”.

***

“Assalamualaikum..”

Suara salam terdengar samar dari balik pintu rumah, menyelinap masuk ke celah

pintu dan jendela kamar Dawiya. Tak ada siapa-siapa di rumah. Ummi, abi serta adik

58 | G h a l i y a S i r i d h a
Dawiya sudah berangkat dengan rutinitas masing-masing dari jam 7 pagi. Sedangkan

kakak laki-lakinya sejak 2 tahun lalu sudah tinggal terpisah bersama istri dan anaknya.

Hanya Dawiya yang masih berselimut di kamar dengan earphone yang terpasang

ditelinga.

“Assalamualaikum.. kakaak”.

Untuk kedua kalinya salam itu terdengar dan terkesan menuntut dengan

ketukan pintu. Kini suara itu memanggil namanya seolah ia tahu bahwa yang ada di

dalam rumah itu adalah Dawiya.

Dawiya mengangkat sebelah alisnya. Meraba-raba suara yang samar terdengar

seperti ketukan pintu. Mengecilkan volume musik yang sedang didengarkan.

“Assalamualaikum.. kakaak ada di dalem kan???”.

Suaranya terdengar semakin jelas. Sepertinya Dawiya mengenali suara yang

memanggil namanya itu. Dawiya memilih untuk menutup telinganya.

Ah pasti si kang Herman

Kang Herman adalah seorang perantau asal Karawang yang menjadi staf Tata

Usaha di sekolah tempat umminya mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Negeri di Jakarta.

Ia sudah dianggap menjadi bagian dari keluarga Dawiya.

Awalnya kang Herman adalah seorang pedagang siomay yang menjadi langganan

umminya di sekolah. Hampir setiap hari ummi membeli siomaynya ketika jam istirahat

tiba. Ummi kagum terhadap sosok pemuda pekerja keras seperti kang Herman, terlebih

setelah tahu bahwa ia pun masih bersemangat kuliah di sela-sela waktu berdagangnya

dengan mengambil kelas karyawan.

Ummi Dawiya akhirnya tergerak untuk mengajukkan kang Herman kepada

kepala sekolah agar menjadikannya seorang staf di sekolah. Akhirnya kepala sekolah

59 | G h a l i y a S i r i d h a
pun menyetujuinya. Bahkan kang Herman difasilitasi kamar kecil di sudut sekolah agar

mudah dihubungi kapanpun jika dibutuhkan untuk kepentingan sekolah.

Tak jarang berbagai keperluan hidup sering ummi belikan untuk kang Herman.

Hal itu sudah terjadi sejak Dawiya masih menimba ilmu S1 di pulau Madura sambil

pesantren. Ummi sering berkata bahwa ia berbuat baik kepada kang Herman karena

ummi selalu teringat Dawiya yang juga sedang merantau di kota orang, dan ia hanya

berharap bahwa apapun kebaikan yang ia lakukan dapat juga dirasakan oleh anaknya di

seberang sana.

“Assalamualaikum.. kakaaak masih tidur kah?”

“Aaaarrghh!!!”

Dawiya pun beranjak dari kasurnya. Wajahnya kusut. Ia hentakkan kakinya saat

menginjak lantai. Ia ambil kerudung dibalik pintu sambil mendengus kencang. Alih-alih

Dawiya berniat pura-pura sedang tidak ada di rumah, namun ketukan pintu dan suara

yang semakin terdengar nyaring membuatnya malu dan takut terdengar tetangga.

“Apa sih kang? Berisik!!! Ganggu orang aja!”

Wajahnya merengut dengan mulut yang terlihat manyun. Ia bukakan daun pintu

hanya selebar bahu. Terlihat tangannya masih memegang gagang pintu, seperti tak rela

menerima tamu.

“Eh si kakak mah tong cemberut wae atuh bisi luntur geulisna coba”. Canda kang

Herman dengan melemparkan senyuman.

Nada ketus yang terlontar dari mulut Dawiya sudah dianggap biasa oleh pria

yang usianya 7 tahun lebih tua dari dirinya itu. Dawiya bisa jadi satu-satunya orang di

keluarganya yang selalu bersikap cuek dan ketus kepada kang Herman, seolah tak

pernah menerima kang Herman sebagai bagian dari kelurganya. Mungkin karena

selama ini sudah lama ia tidak tinggal di rumahnya sehingga tidak begitu akrab dengan

60 | G h a l i y a S i r i d h a
kang Herman, atau bisa juga karena merasa jelous dengan sikap perhatian keluarganya

kepada kang Herman yang baginya bukan siapa-siapa.

Dawiya yang ketika SMA pernah bersekolah di Sukabumi pun faham jika kang

Herman berbicara Bahasa sunda, meski kadang ia menimpalinya hanya bisa dengan

Bahasa sunda yang kasar.

“Teuing ah. Rek naon kang?”.

“Kebiasaan si kakak mah kalau pake Bahasa sunda suka kasar. Bade naon kitu

neng geulis!”

“Nya bade naon?!”. Meski halus, nadanya masih terdengar tinggi.

Bukannya marah, kang Herman justru tertawa kecil mendengar celotehan

Bahasa sunda yang diucapkan oleh orang Jakarta yang terdengar sedikit aneh baginya.

Dawiya semakin kesal dibuatnya dan hampir menutup pintu, namun kang Herman

mampu menahannya.

“Eh iya maaf atuh kak, nih akang bawain makanan disuruh ummi. Sekalian mau

ngambil komputer di rumah yang katanya rusak, mau coba dibenerin di sekolah”.

Dawiya pun mengambil bungkusan makanan yang dibawakan kang Herman. Ia

intip bungkusan makanan yang dimasukkan dalam keresek merah itu.

“Oh roti bakar.. ambil aja tuh sendiri komputernya!”. Kini ia bukakan pintu

seluruhnya, sambil menunjuk komputer yang dimaksud.

“Kok nggak bilang makasih?”. Tanya kang Herman dengan nada lembut.

“Ya nuhun!”. Sebenarnya bukan karena Dawiya lupa hingga harus diingatkan.

Tapi mulutnya mengatup karena gengsi.

“Nah gitu doong..”.

Sesaat setelah kang Herman membawa komputer dan hendak pergi. Langkah

kang Herman terhenti dan menoleh ke arah Dawiya.

61 | G h a l i y a S i r i d h a
“Kakak cantiknya ilang kalau murung terus, rugi banget nangisin orang yang

udah jelas-jelas nyakitin kita dan udah nggak peduli lagi sama kita. Mending air

matanya disimpen buat shalat malam sebagai tanda merajuk ke Allah buat ngasih

pengganti yang lebih baik”. Seketika kang Herman pun tersenyum sambil mengucapkan

salam.

Dawiya yang langsung tertegun dan merasa seperti tertampar keras hatinya oleh

ucapan kang Herman, merasa malu kepada Allah atas dirinya yang selama ini sudah

bersikap lemah. Segera ia pun mengucapkan istighfar seraya terus memohon kekuatan

kepada Allah.

***

Dawiya rebahkan tubuhnya di kursi ruang tamu. Menatap langit-langit dengan

tatapan kosong, sambil menikmati roti bakar yang dibawakan kang Herman. Tiba-tiba ia

teringat kejadian beberapa minggu lalu. Dawiya sering membawakan bungkusan nasi

kepada seorang duda beranak satu yang saat itu menjadi kekasihnya. Nasi bungkus dari

hasil mengendap-ngendap yang ia ambil dari rumahnya sendiri itu selalu ia

sembunyikan layaknya maling karena tak mau keluarganya tahu.

Mas Ridwan, panggilan Dawiya kepada sang kekasih yang dulu merupakan

gurunya ketika di pesantren Madura itu ikut merantau ke Jakarta tepat 2 minggu

setelah kelulusan Dawiya. Mereka yang menjalin kasih sejak Dawiya masih kuliah

semester 7 itu merasa hubungannya kini tak usah sembunyi-sembunyi lagi karena

aturan pesantren yang begitu ketat seperti dulu.

Namun angan kadang tak seindah kenyataan. Kehidupan sang duda yang

merantau ke Jakarta justru hanya menjadi parasit bagi Dawiya yang juga belum bekerja

saat itu. Dawiya bahkan rela menjual handphone pemberian orangtuanya hingga

62 | G h a l i y a S i r i d h a
mencari pinjaman kesana-kemari demi membantu kehidupan sang kekasih selama di

Jakarta.

“InsyaAllah nanti mas ganti ya. Maaf mas ngerepotin kamu terus”. Kata-katanya

yang lembut membuat Dawiya tersihir agar terus merasa iba.

“Iya nggak apa-apa. Kapan mas mau main ke rumah? Biar keluarga aku kenal

sama mas”. Ajak Dawiya dengan wajah penuh pengharapan.

“Nanti ya. Mas malu belum punya pekerjaan yang bisa dibanggakan”.

Dawiya menunduk lesu, jawabannya selalu membuat Dawiya gemas ingin

berkata. Nggak usah malu, yang penting kenal dulu!

Namun Dawiya tak bisa mengungkapkannya. Ia hanya berpikir mungkin

memang belum waktunya.

“Rahasiain dulu aja hubungan kita ini ya. InsyAllah nanti mas datang langsung

bawa mahar”.

Mata Dawiya selalu berbinar saat sang kekasih menyebut kata mahar ataupun

yang berhubungan dengan pernikahan diucapkan. Mungkin itulah alasan mengapa

Dawiya rela berkorban untuknya. Ada angan indah yang selalu disuguhkan di depan

mata. Tanpa sadar bahwa semua hanyalah ilusi. Ya terkadang hal itu menjadi salah satu

bentuk kelemahan wanita. Mudah diberi rayuan.

Sihir cinta dari sang kekasih mampu membuat Dawiya kehilangan akal sehatnya.

Dawiya sampai pernah meminjam KTP kakaknya untuk mengambil kredit motor demi

sang kekasih yang katanya baru diterima kerja di sebuah perusahaan swasta di Jakarta

yang jaraknya cukup jauh dari kontrakannya.

Sang kekasih berjanji untuk melakukan angsuran per bulannya. Namun belum

genap 1 bulan, laki-laki itu malah kabur membawa motor atas nama kakak Dawiya.

Sehingga kakak Dawiyalah yang menjadi sasaran penagihan hutang dari pihak bank.

63 | G h a l i y a S i r i d h a
Setelah diselidiki ternyata selama ini laki-laki yang ia cintai tersebut juga

merupakan seorang buronan polisi Madura yang memiliki segudang catatan kasus

penipuan.

Betapa hancur dan malunya Dawiya kepada keluarganya, ia merasa menjadi

wanita terbodoh yang tersihir cinta oleh seorang parasit.

Astaghfirullah..

Dawiya mengelus dadanya saat kenangan pahit itu muncul dalam ingatannya.

Dawiya pun bangkit dari kursi dan kini ia kepalkan tangannya serta menepukkannya ke

dada seraya berucap..

Bismillah.. Laa haula walaa kuwwata illa billahil’aliyyil’adzim..

***

“Kakak gimana kalau kakak nikah aja sama kang Herman?” Kata-kata ummi

membuat Dawiya tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Kang Herman yang saat itu sedang menikmati makan malam bersama dengan

keluarga Dawiya pun langsung tersedak makanan yang baru saja sampai ke

tenggorokan.

“Santai santai”. Ummi Dawiya tertawa dan segera memberikan segelas air

kepada kang Herman.

Mendengar pertanyaan ummi. Dawiya diam sejenak. Dilihatnya kang Herman

tertunduk malu dengan wajah harap-harap cemas atas jawaban Dawiya terhadap

pertanyaan umminya.

Sudah 6 bulan berlalu sejak kejadian menyesakkan itu. Dawiya mulai menjalani

hari-harinya dengan penuh semangat. Ia mulai menata ulang masa depannya kembali,

membuka lembaran baru, serta meyakini bahwa Allah telah menyiapkan kejutan

terindah di balik masalahnya. Kini ia bekerja disebuah kantor kecamatan Jakarta Barat.

64 | G h a l i y a S i r i d h a
Support keluarga menjadi bagian terpenting dalam hidupnya, dan ia sangat mensyukuri

itu.

Entah sejak kapan, Dawiya kini terasa semakin akrab dengan kang Herman.

Padahal dulu kehadiran kang Herman seolah tak ia sadari.

Berawal dari kedua orangtuanya yang sering menyuruh kang Herman untuk

menemani Dawiya saat hendak pergi. Awalnya Dawiya menolak, namun sejak kejadian

yang dialami Dawiya, orangtuanya selalu merasa khawatir dan tak mau sesuatu yang

tak diinginkan terjadi pada Dawiya. Dengan perasaan sedikit terpaksa akhirnya Dawiya

pun setuju.

Seiring dengan berjalannya waktu. Saat di perjalanan, Dawiya dan kang Herman

akhirnya sering bertukar cerita satu sama lain. Darisanalah Dawiya mulai mengenal

sosok kang Herman lebih dalam, membuatnya mengerti mengapa keluarganya sangat

menyayangi kang Herman.

Ummi Dawiya menangkap sinyal-sinyal cinta yang kuat dari mereka berdua,

akhirnya ummi meyakinkan keduanya untuk menjalin hubungan ke jenjang yang lebih

serius.

Seisi ruangan menjadi hening. Detak jarum jam terdengar lebih nyaring. Dawiya

terlihat berpikir. Gigi atasnya menggigit bibir bagian bawah. Mata Dawiya mengarah ke

ummi dan abinya. Terlihat dikedua wajah itu tersimpan harapan.

“InsyaAllah ummi, kalau ummi dan abi ridhonya seperti itu”. Senyum Dawiya

mengembang.

Kang Herman yang duduk tepat dihadapan Dawiya langsung menatapnya

dengan penuh bahagia, ia pun melemparkan senyuman cinta untuk Dawiya.

***

65 | G h a l i y a S i r i d h a
Seringkali wanita merasa dirinya selalu dipertemukan dengan laki-

laki yang tidak baik. Sebenarnya alasannya hanya satu, karena wanita

terlalu mudah percaya dan terlalu mudah jatuh cinta. Sedangkan laki-laki
₰- Pilihan
yang baik biasanya adalah laki-laki yang tidak cepat mengumbar
“Sesama mukmin adalah bersaudara, maka baginya tidak halal menawar barang
perasaannya. Karena ia tahu bahwa ia harus bertanggung jawab terhadap
yang telah ditawar (dibeli) oleh saudaranya, dan tidak halal meminang perempuang
perasaannya, dan tidak mau menyakiti wanitanya.
yang telah dipinang oleh saudaranya, kecuali bila saudaranya telah membatalkan
Dan seringkali, ketika wanita mengetahui kelakuan buruk dari
pinangan”
kekasihnya ia berusaha menutup-nutupi dan meyakinkan diri bahwa
(HR Bukhori & Muslim)
setelah menikah ia akan berubah. Tapi pada kenyataannya tak semudah

itu.. butuh
Kata usaha
siapa keras,
wanita dan halJustru
itu dipilih? itu akan sangatyang
wanitalah melelahkan.
memilih. Pada saat laki-laki

datang, hakikatnya mereka


Bisa saja justru sebagai
dia berubah.. tapi kandidat
bagaimanapilihan.
jika perubahannya terjadi
Lalu seperti
dalam 5 atau apakah kriteria
10 tahun pria yang
ke depan, akan dipilih
sedangkan dirimuoleh wanita
dan sebagai imam
anak-anakmu
masasudah
depannya kelak?
babak belurHanya
karenasatu jawabannya,
tersakiti. Kamu dan
dan kau bisa mengetahuinya
anak-anakmu dalam
nanti butuh
kisahlingkungan
ini. yang sehat, agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang

bahagia, yang sehat tanpa memiliki luka batin.


***
Beruntung ketika sebelum menikah hatimu telah Allah patahkan.
Ku tatap diriku di sebuah cermin, dan ku amati seluruh bagian wajah dari mulai
Karena Allah ingin kualitas hidupmu dan anak-anakmu lebih baik di
ujung dahi hingga ujung dagu, lalu ke bagian perbatasan antara kedua telinga.
kemudian hari.
Sempurna.

Bola mataku bergulir, ku tolehkan wajah ke kanan dan ke kiri sambil

mengangkat-angkat kedua alis, centil, dengan arah penglihatan yang tetap tertuju pada

cermin. Tak ada yang dirasa mengganggu, semua bagian wajah ku anggap tak memiliki

masalah.

66 | G h a l i y a S i r i d h a
Ku arahkan pandangan pada kedua alis. Ku tatap lekat-lekat jarak antara kedua

alis yang cukup dekat. Aku tersenyum. Ingatanku berkelana pada jaman sekolah dulu,

pembahasan tentang jarak alis yang selalu menjadi topik unik untuk diperbincangkan.

“Dry, alis kamu deket. Pasti jodohnya juga orang deket”. Ucap Diah, temanku di

SMA..

“Mitos itu”.

“Mitos juga tapi seringnya bener”. Jelas Diah meyakinkan.

“Masa? Masa bodooo.. hahaha”. Aku terkekeh. Merasa mitos itu sangat konyol.

Entah sejak kapan jarak alis menjadi penentu jarak jodoh. Lucunya, kadang mitos

itu justru menjadi sebuah keyakinan bagi sebagian orang atas dugaan terhadap jodoh

orang lain.

Ku tatap lagi jarak kedua alis di cermin. Menatap dengan cermat setiap guratan

bulu hitam yang terlukis indah di wajah. Dalam hatiku bertanya. Mungkinkah jodohku

memang dekat?

Aahh nggak nggak

Aku menggeleng-gelengkan kepala. Berkomat kamit sendiri. Hampir saja aku

meyakini mitos itu.

“Udah cantik, gak usah ngaca mulu. Yuk jalan lagi”. Suara itu mengejutkanku.

“Ah iya gung bentar”.

Aduh.. Aku mendesis sambil menepuk jidat.

Aku sedang berlibur bersama Agung, temanku. Sebenarnya kami tak berdua,

hanya saja yang lain sudah menunggu kami di alun-alun kota Sukabumi. Sedangkan aku

dan Agung harus menempuh perjalanan dari Bogor untuk bergabung bersama yang

lainnya.

67 | G h a l i y a S i r i d h a
Aku beranjak dari tempat duduk sambil menenteng ransel biru yang berisi

banyak makanan yang sudah aku persiapkan sebelumnya. Mengingat perjalanan Bogor

– Sukabumi yang cukup melelahkan. Belum lagi perjalanan selanjutnya menuju taman

wisata Geopark Ciletuh yang diperkirakan akan menghabiskan waktu sekitar 5 jam.

Butuh persiapan fisik dan logistik yang cukup untuk menjaga stamina selama di

perjalanan.

“Udah siap? Yuk naek! Yang lain udah nunggu katanya.” Ucap Agung sambil

menyodorkan helm.

Sejujurnya aku merasa tak enak hati karena harus pergi dengan Agung.

Sedangkan aku sadar bahwa aku telah memiliki kekasih. Tapi saat itu aku butuh

seseorang untuk diajak refreshing, dan kebetulan saat itu hanya Agung yang bisa

menemani.

“Dry, kamu masih sama cowok yang di Jepang itu?”. Tanya Agung tiba-tiba.

“Masih”. Jawabku singkat.

“Emang dia nggak marah kamu jalan sama aku?”

“Nggak, dia mah baik”.

Aku terpaksa berbohong. Benar kata Agung. Kekasihku yang sedang mengadu

nasib di negeri sakura itu pasti akan marah jika tahu aku sedang bersama laki-lak lain.

Tapi hubunganku dengannya sedang berada di ujung tanduk. Hubungan kami seperti

lilin kecil yang sebentar lagi padam. Aku lelah dan butuh refreshing.

Di sisi lain, aku tahu Agung menyukaiku. Tak mungkin ia akan rela capek-capek

menemani liburan jauh jika tak ada rasa apa-apa terhadapku. Ia tahu aku sudah

memiliki kekasih, namun entah mengapa ia seperti tak peduli. Mungkin bagi Agung

selama janur kuning belum melengkung maka ia masih punya banyak kesempatan

untuk terus berjuang.

68 | G h a l i y a S i r i d h a
***

Perjalananku dan Agung menuju taman wisata Geopark Ciletuh ternyata sudah

ditunggu oleh kawan-kawan MTMA Sukabumi. Semuanya berjumlah sekitar 5 motor

yang akan melakukan touring bersama.

Mataku menilik dari kejauhan, terlihat seseorang yang ku kenal berdiri di antara

perkumpulan kawan-kawan MTMA yang akan ikut melakukan touring.

“Kang Darusss!!!”. Teriakku pada sosok laki-laki berambut ikal dengan halis

tebal.

Aku yakin bahwa orang yang ku panggil namanya itu adalah kakak kelasku dulu

ketika di SMA.

“Eh Audry? Ikut touring juga?”

“Iya kang. Waah seneng banget ada yang kenal ternyata disini”.

“Muhun, alhamdulillah..”.

Kang Darus tetap sama, sopan dan santun. Aku jadi malu bersikap so asik

bertemu dengannya. Aku tersenyum sungkan.

Kang Darus menatap sekilas ke arah Agung. Ia melemparkan sedikit senyuman.

“Pacar?”. Tanyanya spontan. Membuatku ingin tertawa terbahak-bahak.

“Bukan kang, temen”. Jawabku mengklarifikasi.

“Ooh.. Hayu atuh takut keburu sore. Langsung lanjut ya perjalanannya!”. Seru

kang Darus padaku dan juga semua timnya.

Kang Darus adalah ketua touring kali ini. Aku tak menyangka, laki-laki pendiam

dan lembut seperti dia sungguh penuh kejutan. Ia bisa bersikap tegas dan terlihat

maskulin saat ia memimpin sesuatu.

Eh astaghfirullah.. Aku menampar pipiku pelan. Menyadarkan diri.

69 | G h a l i y a S i r i d h a
Semua bersiap dengan motor masing-masing. Ada sekitar 10 orang yang ikut,

dengan jumlah laki-laki dan perempuan yang hampir seimbang.

“Padahal bilang aja iya”. Ucap Agung tiba-tiba sambil pura-pura mengerucutkan

mulutnya.

“Iya apa?”

“Itu tadi aku pacar kamu”.

“Yeee!!!”. Aku memukul helm Agung dari belakang. Agung terkekeh.

***

Perjalaan yang begitu panjang dan melelahkan terbayar oleh pemandangan

berbagai air terjun yang menawan. Taman wisata Geopark – Ciletuh Sukabumi sebagai

destinasi wisata Sukabumi selain Pelabuhan Ratu dan Ujung Genteng yang telah lama

dikenal mampu menghadirkan pemandangan baru yang memanjakan mata para

traveler.

Subhanallah.. indah..

Aku asik ber-selfie ria di depan air terjun. Terlihat sedikit norak melihat

pemandangan yang sulit sekali ku dapatkan di daerah perkotaan. Anggota yang lain pun

terlihat berpencar dan sibuk dengan kamera masing-masing.

Ini baru namanya refreshing

Agung menyeriangai.

“Dry, aku istirahat dulu ya capek bawa motor”. Pinta Agung.

Ku lihat Agung meregangkan tubuhnya berkali-kali.

“Oh iya, tuh tiduran disana aja gung. Aku mau nikmatin pemandangan”. Aku

menunjuk sebuah batu besar yang teduh ditutupi pohon. Agung pun melenggang pergi

dengan jari membentuk tanda ok.

Terlihat didepanku, kang Darus sedang asik memotret pemandangan.

70 | G h a l i y a S i r i d h a
“Kang, mana pacarnya?”. Ku tepuk pundaknya perlahan.

Kang Darus menoleh. “Eh Audry, kaget. Pacar yang mana?”. Sebelah halisnya

terangkat.

“Yang tadi dibonceng, hehe”.

“Oh itu mah bukan pacar akang neng”. Kang Darus tersenyum. Senyumnya

membawa kedamaian.

Hmmm…

Aku duduk di batu pinggir sungai dan membuka tas yang penuh dengan

makanan. “Sekarang sibuk apa kang?”. Tanyaku sambil menawarkan makanan kepada

kang Darus.

“Ngajar di SDIT”. Kang Darus pun ikut duduk. Sesekali tangannya mengambil

cemilan yang ku tawarkan.

“Kamu gimana?”. Kang Darus bertanya balik sambil melemparkan batu kecil ke

arah sungai.

“Lagi nyusun skripsi kang”.

“Oh alhamdulillah, itu tadi temennya mana?”.

“Tuh lagi istirahat kang”.

Aku menunjuk Agung yang sedang duduk bersandar di bebatuan besar sambil

menutup wajahnya dengan sebelah tangan. Terlihat wajah lelah Agung yang harus

mengendarai motor sekitar 8 jam lamanya.

“Firasat akang temen kamu itu suka deh sama kamu”.

Aku tertawa. Dalam hati berkata, udah tau kelees.

“Kenapa nggak pacaran aja sama dia?”. Kali ini aku terkejut karena tak

menyangka kang Darus akan bertanya seperti itu.

71 | G h a l i y a S i r i d h a
“Nggak ah. Sekarang mah nyarinya bukan buat pacar. Tapi yang serius langsung

datang ke rumah”. Jawabku serius sambil tersenyum tipis.

Aku tahu Agung baik, aku pun sempat tertarik kepadanya. Tapi, selain

hubunganku dengan si pria di negeri sakura belum selesai, aku pun sudah tak mau

hanya berpacaran tak jelas. Lelah hati jika selalu berharap. Sudah cukup kenyang

dengan janji si pria di negeri sakura yang bilang akan segera melamar, tapi tak kunjung

datang meski ia sedang pulang liburan.

Usia yang semakin bertambah membuatku sadar, bahwa pacaran hanya

menghabiskan waktu, pikiran dan perasaan. Aku hanya sedang menunggu seseorang

yang benar-benar akan datang, meminta restu langsung pada kedua orangtuaku.

***

“Aku suka sama kamu”.

Setelah sekian lama akhirnya Agung menyatakan perasaannya melalui pesan

BBM.

Tanganku masih memegang handphone. Aku menggigit bibir. Tak tahu harus

menjawab apa.

“Kalau suka bilang aja sama orangtua”. Ku sisipkan emoji yang sedang

menjulurkan lidah.

Aku tak tau itu kode atau bukan. Yang pasti aku sudah tak mau berpacaran, dan

aku tak mau menyakiti Agung dengan penolakan.

“Tunggu aku sampai siap ya”. Ia menyisipkan emoji memelas. Aku malah tertawa.

Agung seangkatan denganku, dan aku mengerti karena ia masih kuliah dan

belum bekerja. Pasti belum siap untuk datang meminang langsung ke rumah.

“Siapa aja yang duluan yang direstui orangtua. Hehe ”. Aku tak bisa berjanji pada

siapa-siapa, takut jika janji itu tak bisa ku tepati. Tak lama kemudian pesan baru masuk

72 | G h a l i y a S i r i d h a
lagi di BBM.

“Nikah yuk”.

Pesan baru yang masuk membuat nafasku seolah terhenti. Detak jantungku

saling memburu. Tapi kali ini bukan dari Agung. Tertulis nama kang Darus yang

mengirim pesan.

Nikah? Bercanda ni orang.

Sejak pertemuannya saat touring dua bulan yang lalu, aku dan kang Darus jadi

cukup intens berkomunikasi melalui pesan BBM. Kami sering bertukar cerita. Kang

Darus yang cukup dewasa sangat asik diajak diskusi dan dimintai saran-sarannya. Kali

ini lagi-lagi kang Darus selalu memiliki sikap dan jalan pikiran yang tak bisa ditebak.

Aku tak membalas dan memilih menaruh handphone di atas kasur. Ku pikir dia

salah mengirim pesan. Tapi.. sesaat kemudian, ku lihat lagi handphone yang tergeletak

itu, dan membuka pesannya sekali lagi.

Ini maksudnya ke aku atau salah kirim ya? Aku harus jawab apa ya?

Jantungku berdebar. Aku menghela napas panjang, dan mengelus-elus dada.

Ah tau ah bingung!!!

Ku lemparkan lagi handphone ke atas kasur dan memilih untuk pergi keluar

kamar.

Sedikit waktu yang kau miliki


Luangkanlah untukku
Harap secepatnya datangi aku
S'kali ini ku mohon padamu
Ada yang ingin ku sampaikan..Sempatkanlah...

Suara dering telepon mengehentikan langkahku yang menuju keluar kamar. Nada

dering itu terdengar tak asing. Ah pasti dia.. Aku sengaja memasang nada dering telepon

73 | G h a l i y a S i r i d h a
lagu kecewa dari BCL untuk si dia yang masih berstastus sebagai kekasihku, meski

hubungan kami menggantung tak jelas.

“Assalamualaikum”. Sapaku dingin.

“Waalaikumussalam cantik.. lagi apa?”. Pertanyaan pertama yang selalu ditayakan

berulang selama kurang lebih 1 tahun pacaran. Klise..

“Lagi diem, ada apa?”. Aku menjawab ketus. Tak ada gombalan-gombalan yang

terlontar seperti dulu. Padahal saat cinta itu masih terasa hangat aku selalu menjawab

“Lagi mikirin kamu” dengan canda tawa bahagia.

“Masih marah ya??? Maaf yaa.. aa sayang neng”.

Aku diam tak menjawab. Cintaku untuknya mungkin telah pudar. Masalah-

masalah sepele seperti telat membalas pesan, lupa mengucapkan selamat tidur, telepon

tak terangkat, dan sikap overprotektif yang sering ia tunjukkan selalu menjadi pemicu

pertengkaran yang melelahkan.

Apa lebih baik putusin sekarang?

Belum aku sempat berucap, dia sudah memotong pembicaraan.

“Aa sebentar lagi pulang ke Indonesia, mau ngelamar neng”.

Bibirku gemetar, semakin tak bisa berkata-kata. Entah apa yang membuat hari

itu segalanya menjadi sulit.

“Mmmm.. nanti kita ngobrol lagi ya, aku mau ke kampus ngurusin wisuda lusa.

Udah dulu ya, assalamualaikum”. Aku mengalihkan pembicaraan dan langsung menutup

telepon.

Telepon berdering berkali-kali, namun aku enggan mengangkat. Kini aku hanya

duduk di atas kasur, bingung.

***

Semua orang bahagia merayakan kelulusan bersama orang-orang tercinta. Satu

74 | G h a l i y a S i r i d h a
sejarah besar yang tercatat dalam lembaran kisah perjalanan setiap orang dalam

perjuangan mencari ilmu. Termasuk aku yang lulus wisuda dengan predikat cumlaude.

Bu bidan, mungkin kini kata-kata itu yang akan sering ku dengar.

“Selamat Bu Bidan”. Agung datang membawa karangan bunga.

“Makasih ya gung”.

“Iya.. Eh orangtua kamu mana?”. Mata Agung berkeliaran mencari keberadaan

orangtuaku.

“Tadi pulang duluan”.

“Oh gitu, aku anter pulang gimana?”.

Aku berpikir sejenak. “Mmmm.. kalau nggak ngerepotin boleh”.

“Jelaslaaah..” Jawab Agung riang.

Dalam perjalanan kami tak banyak bicara, terasa sedikit kaku karena ungkapan

perasaan Agung dua hari yang lalu. Hingga tak terasa perjalanan pun sampai ke tujuan.

“Sini masuk dulu gung”. Pintaku basa-basi.

“Nggak usahlah nanti aja kalau udah waktunya”. Agung melambaikan tangan lalu

pergi. Hmmm..

Di dalam kamar, ku lihat bungkusan berwarna merah muda tersimpan di atas

meja belajar. Tertulis pengiriman dari Jepang.

Ku buka perlahan, di dalamnya terdapat boneka jepang dengan mata yang sipit

dan bibir yang membentuk senyuman. Lucu sekali. Ku lihat ada tombol on off berada di

bagian belakang boneka, dan ketika ku menekannya terdengar boneka itu bersuara..

“Sotsugyou Omedetou. Anata wo hokori ni omoimasu. Happy graduation” (Selamat

atas kelulusanmu, aku sangat bangga kepadamu).

Aku membuka handphone. 25 panggilan masuk tak terjawab dari dia di jepang

sana. Baru saja hendak mengirim pesan, handphone-ku berbunyi.

75 | G h a l i y a S i r i d h a
“Kok teleponnya nggak diangkat-angkat sih?”. Terdengar nada tinggi dari ujung

telepon tanpa memberi salam.

“Tadi seharian prosesi wisuda a, handphone di silent”.

“Selalu aja banyak alesan!”

Aku yang sedang lelah malah semakin dibuat geram. “Udah ah capek!!!” Tadinya

aku ingin mengucapkan terimakasih, tapi terlupakan karena sikapnya yang kasar.

“Maaf neng, kalau sedikit kasar. Padahal tadi cuma mau bilang selamat atas

kelulusannya. Semoga hadiahnya udah nyampe, maafin ya”. Nadanya memelas.

“Udahlah capek denger maaf terus. Lebih baik kita putus!”. Aku mendengus.

Emosinya yang membludak-bludak sungguh telah mengikis perasaan cintaku

terhadapnya. Segera ku tutup dan kumatikan handphone.

***

Selang beberapa menit, terdengar seseorang mengetuk pintu. Ku abaikan

ketukan itu dan lebih memilih berbaring di kasur dengan segala beban keputusan yang

harus segera ku ambil. Aku sadar bahwa dirinya tak boleh berlama-lama memainkan

perasaan orang.

“Neng ada tamu..”. Ibuku terdengar memangil.

“Siapa mah?”. Aku segera bangkit dari kasur dengan riasan yang masih tertempel

di wajah.

Belum selesai dengan segala kegalauan. Kini lagi-lagi jantungku dibuat berdebar

kencang saat ku melihat kang Darus duduk di ruang tamu.

“Kang Darus? Tau darimana rumah aku?”. Tanyaku penasaran.

“Ada deh, masa ngajak nikah nggak tau rumahnya”. Jawabnya santai sambil

terkekeh. Tenggorokanku tercekat.

76 | G h a l i y a S i r i d h a
“Kang Darus beneran serius?”.

“Kalau nggak serius akang nggak datang kesini”. Matanya mulai menatap dengan

serius.

Saat seseorang memberi bunga sebagai ungkapan cinta, ada juga yang memberi

janji dalam sebuah penantian. Disaat yang sama, satu orang berani memberi bukti,

bahwa cinta bukan hanya sekedar kata yang terucap tuk berikan bahagia. Tapi cinta

adalah tanggung jawab melalui pembuktian yang akan dibawa kehadapanNya kelak.

Aku kini yakin, pada siapa hatinya harus memilih.

***

Ciri-ciri jika dia bukan jodohmu:

- Sulit untuk mau saling memahami

- Masih ada perasaan ragu atau mengganjal dalam hati terhadap dia

- Ada minimal dua orang yang kurang/tidak setuju kepada calon

pasangan kamu

- Banyak halangan untuk bersatu

Jikapun kamu memaksa untuk menikah dengannya meskipun kamu tahu

tanda-tanda itu sudah kamu rasakan, maka jangan salahkan Tuhan jika

banyak sekali pekerjaan yang harus kamu lakukan untuk menciptakan

suasana pernikahan yang damai, bahagia dan penuh cinta.

77 | G h a l i y a S i r i d h a
-Karena jodoh itu pasti Tuhan permudah jalannya -
₰- Sebuah Kebenaran

“Wanita wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji

adalah untuk wanita-wanita yang keji pula. Dan wanita-wanita yang baik adalah untuk

laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula”.

(Q.S An-nur : 26)

***

Semua orang berlari di lorong yang tampak hening. Mendorong sebuah kasur

roda dengan seorang wanita yang tampak pucat diatasnya. Keringat mengucur dari

dahinya, menahan sakit. Darah terlihat membanjiri kasur yang bersepreikan kain

berwarna putih. Sepasang pria dan wanita yang masih tampak stylish di usianya yang

menginjak 40th tak henti-hentinya menangis sambil menyebut nama Allah. Tangisannya

menggema hingga menyelimuti seisi ruangan. Dua orang petugas mendorong kasur

roda di sebelah kanan dan kiri. Sedangkan satu orang lagi sibuk menempelkan oksigen

di atas hidung dan mulut korban.

“Kuat nak.. kamu pasti kuat”. Ucap wanita dengan cardigan putih dan jilbab yang

diikat ke belakang.

“Ya Allah lindungi anakku ya Allah”. Wanita itu terus meratap melihat putrinya

yang sedang merintih kesakitan.

Pintu IGD terbuka. Petugas langsung menghentikan langkah sang wali pasien

agar tak ikut masuk. Dokter jaga tak kalah gesit untuk segera melakukan pemeriksaan.

Dengan suara yang masih terisak keduanya terpaksa menunggu tepat di depan pintu.

Detak jarum jam di sudut dinding terdengar begitu nyaring, namun ritmenya

masih kalah dengan degup jantung yang terasa hendak merobek dada. Hanya harapan

yang menjadi penyejuk layaknya angin sepoi yang menghembus di tengah terik sebagai

penetralisir pikiran buruk yang berkecamuk.

78 | G h a l i y a S i r i d h a
“Mom, gimana kondisi Haza?”. Sepasang bola mata lain tampak tak kalah cemas

menanti kabar. Wanita bertubuh mungil dengan rambut panjang yang diikat

alakadarnya itu tiba-tiba sudah berdiri di hadapan ayah dan ibu korban dengan raut

wajah yang kusut. Keduanya menoleh, mata sang ibu beradu dengan wanita yang tak

lain adalah sahabat putrinya.

Sang ibu langsung memeluk wanita tersebut. “Do’akan Haza baik-baik aja ya

Syanum”.

Tak lama dokter pun keluar. Wajahnya penuh keringat seolah habis bertarung di

medan perang. Stetoskop melingkar di lehernya.

“Maaf pak bu, anak bapak dan ibu tak tertolong. Kondisinya sangat kritis karena

kehabisan darah. Mungkin akibat usaha aborsi yang dilakukannya. Sekali lagi mohon

maaf, kami sudah berusaha melakukan yang terbaik”.

Sang ibu ambruk tersungkur sambil memegang dada. Sesak. Sedangkan sang

ayah hanya berdiri mematung dengan air mata yang berjatuhan tak tertahankan.

Tangannya mengepal geram. Ingin tahu siapa yang telah menghamili putrinya tersebut.

Mereka tak percaya putri semata wayang mereka harus meninggal dalam kondisi

seperti itu. Keduanya tak tahu bahwa putrinya sedang hamil dan nekat melakukan

tindakan aborsi.

Syanum merangkul sang ibu. Tangannya gemetar, wajahnya memucat, air mata

tak henti-hentinya mengalir dikedua pipinya yang halus.

“Dudi.. ini pasti ulah si Dudi!!!”. Syanum bergumam kesal.

***

Memori Syanum..

Suasana kelas disebuah sekolah saat itu tampak hening. Menyatu dalam melodi

kedamaian sekolah yang terasa hangat. Sebuah tempat yang pernah menjadi tempat

79 | G h a l i y a S i r i d h a
perlindungan bagi pribadi-pribadi kecil yang sedang tumbuh. Sebuah tempat dimana

mereka tak perlu khawatir dengan dunia luar yang tampak garang, mencekam, dan

penuh perjuangan agar bisa mempertahankan eksistensi diri.

Setiap jiwa yang sedang tumbuh itu tak pernah tau apa yang akan terjadi pada

mereka esok hari ketika mereka harus menghadapi dunia di luar sekolah. Meski pada

umumnya mereka sangat menyukai jam pulang sekolah, namun pada kenyataannya

setelah dewasa mereka rindu dan ingin kembali ke dunia sekolah yang membuat

mereka merasa aman dan tak perlu memikirkan kehidupan yang rumit diluar sana.

Jika Doraemon itu nyata, aku ingin meminta mesin waktu untuk kembali ke dunia

sekolah waktu itu. Waktu pertama kali aku mengenal Haza.

“Hei kamu Syanum ya? Aku Haza”. Dengan ramah Haza menyapaku yang menjadi

murid pindahan saat itu. Senyuman hangat Haza mampu membuatku merasa diterima

dikelas baru.

Haza merupakan pribadi yang ceria dan mudah bergaul. Ia menyukai olahraga.

Terutama berenang yang menjadi olahraga favoritnya.

Sedangkan aku memiliki kepribadian yang bertolak belakang dengannya. Aku

seseorang yang introvert, tak banyak bicara, pemalu, dan juga sangat tertutup.

Hanya satu persamaan kami. Yaitu sama-sama merasa menjadi anak broken

home. Haza anak semata wayang yang terlahir dari keluarga berada, namun ia kurang

mendapatkan kasih sayang karena kedua orangtuanya yang terlalu sibuk dengan dunia

bisnisnya. Sedangkan aku memiliki keluarga yang tercerai berai. Aku tinggal bersama

ibu, ayah tiri dan saudara-saudara tiri. Aku selalu merasa dikucilkan, merasa tak pernah

diterima menjadi bagian dari keluarga baru ibuku.

Pertemanan kami kian erat ketika pertama kali Haza datang menghampiriku

yang sedang menangis disudut perpustakaan. Dadaku terasa sesak, napasku tersendat-

80 | G h a l i y a S i r i d h a
sendat. Beberapa menit yang lalu ibuku menelpon untuk tidak dulu pulang ke rumah

karena emosi ayah tiriku tak terkendali akibat pengaruh minum-minuman keras.

Seringkali ayah tiriku bersikap tak waras hingga membuatku ingin memakinya. Namun

ibu selalu menahanku.

“Syanum? Belum pulang?”. Kedua mata itu menatapku dengan hangat. Aku hanya

diam. Ku susut segera air mata yang membasahi kedua pipiku. Aku tau ia ingin bertanya

mengapa. Tapi ternyata dugaanku keliru.

“Eh berenang yuk? Kamu nggak ada acara kan hari ini?”. Ajak Haza tiba-tiba.

“Kalau aku lagi nangis aku paling suka berenang. Biar energi yang terbuangnya

nggak sia-sia. Udah gitu air dikolam saat kita berenang rasanya mampu menghapus air

mata kita dengan sendirinya. Coba rasain deh gimana enaknya. Gimana mau kan?”.

Haza tak pernah bertanya mengapa dan apa yang terjadi. Ia selalu mempunyai

cara untuk menghapus setiap duka. Aku tak bisa menolak. Aku butuh dia.

Sejak saat itulah kami menjalin persahabatan yang cukup erat. Hingga kami

melangkah ke dunia diluar gerbang sekolah yang penuh dengan misteri.

***

Memori Haza..

Malam itu langit tampak marah, petir menyambar silih berganti dengan hujan

deras yang disertai angin kencang. Suaranya memekakkan telinga. Kemarahan langit

malam itu mewakili hatiku yang juga sedang bergejolak. Kutimpali suara itu dengan

teriakkan sekuat tenaga.

Seperti biasa, rumah selalu sepi. Orangtuaku tak pernah pulang di bawah jam 1

malam. Asisten rumah tangga pun sedang pulang ke kampung halaman. Di dalam rumah

seluas 700m2 itu aku tak pernah merasakan kehangatan cinta keluarga yang

81 | G h a l i y a S i r i d h a
sesungguhnya.

Di dalam kamar aku mengurung diri. Ku hancurkan semua foto yang terpajang.

“Aku benci kalian semua!!! Aku benci kamu Syanum!!!”.

Persahabatan yang terjalin cukup lama seketika sirna saat salah satu merasa

dikhianati. Satu kenyataan pahit yang harus kuterima yaitu ketika kutahu bahwa

kekasihku mencintainya. Kecewa, hanya itu yang kurasa kini.

Mengapa Tuhan tak pernah rela jika aku memiliki cinta? Mengapa pada akhirnya

aku selalu membenci cinta? Cinta keluargaku, cinta sahabatku, dan cinta kekasihku.

Semuanya membuatku benci karena telah mencitai mereka.

Aku terkulai lemas. Sampai lupa bahwa aku belum makan sejak pagi. Ku usap

perut, dan teringat.. ada janin yang hidup dalam rahimku. Aku menagis sejadi-jadinya.

Aku bahkan benci untuk sekedar mencintai diri sendiri.

Aaaarghhhh…

Handphoneku tak henti-hentinya berdering. Sebuah telepon masuk dari nomor

yang tak dikenal. Ku tahu itu Syanum. Nomornya sudah ku hapus, tapi sialnya aku bisa

mengingatnya.

Pesan masuk membanjiri kotak masuk. Tapi tak kubuka satupun. Kumatikan

handphone, dan teriak lepas meluapkan rasa kecewa. Duniaku telah hancur. Aku tak

ingin hidup!!!

Waktu menunjukkan pukul 12.00 tengah malam. Petir tak berhenti menyambar.

Pikiranku semakin tak karuan. Kepalaku terasa sakit, seperti ada yang menusuk-nusuk.

Aku berjalan menuju dapur dengan sempoyongan. Dilihat ke arah meja makan, kosong.

Hanya ada buah-buahan segar.

Kulirik disampingnya ada sederetan pisau. Pikiranku mulai kacau. Syetan bukan

lagi berbisik, namun sudah menyuarakan dengan lantang bahwa mungkin dengan

82 | G h a l i y a S i r i d h a
bunuh diri kesedihanku akan berakhir.

Ku raih sebuah pisau, dan tanpa berpikir panjang ku tusukkan ke arah rahim.

Aaaaa.. aku merintih kesakitan. Sendiri, terkulai lemas di atas lantai.

***

Tangisan keluarga dan sahabat terasa begitu menyayat ketika mereka harus rela

melepas kepergian Haza siang itu yang perlahan mulai dimasukkan ke dalam liang lahat.

Banyak orang tak menyangka seorang gadis ceria seperti Haza meninggal dalam

keadaan yang mengenaskan. Bunuh diri.

Do’a-do’a kebaikan dan ceramah singkat seorang ustadz mampu menggetarkan

hati yang sadar bahwa kita semua pun akan mengalami hal yang sama, yaitu kematian.

Tinggal menunggu giliran.

Ibu Haza masih terlihat sangat emosional. Belum sepenuhnya menerima

kenyataan. Kedua tangannya tak lepas memegang papan bertuliskan almarhumah yang

tertancap di atas tanah, mengatakan berulang-ulang dengan lirih “maafkan ibu nak”.

Disisi lain, seorang sahabat yang juga masih tak percaya dengan kenyataan yang

terjadi, hadir dalam tangisan penuh penyesalan. Menyesal tidak ngotot untuk pergi

segera menemui Haza malam itu.

Terlihat seorang pria disampinganya tengah mengelus lengan Syanum untuk

mencoba menenangkan. Vigo, seorang laki-laki bertubuh tinggi besar dengan kumis

serta jenggot tipisnya yang telah menjadi tunangannya kini.

Mata Syanum melotot tajam saat ia mendapati seseorang bertubuh tinggi kurus

berada di antara kerumunan para pelayat. Baju dan kacamata serba hitam serta topi

yang menutupinya tak membuat Syanum lengah untuk tidak mengenalnya.

“Dudi!”. Tubuh Syanum bergegas menghampiri. Sedangkan Vigo yang tak

83 | G h a l i y a S i r i d h a
mengerti hanya mengikuti langkah Syanum.

Tangan Syanum refleks memukul pundak Dudi dari belakang.

“Kamu jahat dud!!! Semuanya gara-gara kamu!!!”. Dudi menoleh kaget. Keringat

mengucur dari dahinya.

“Ngapain kamu kesini???”. Teriak Syanum sambil terisak dan memukuli Dudi.

Dibalik kacamata hitamnya mata Dudi telah lama sembab sejak mengetahui

kematian Haza kekasihnya. Ia sadar bahwa ia telah membuat luka di hati Haza dengan

mencintai sahabatnya. Dudi hanya diam, saat Syanum menyalahkannya.

“Udah sayang.. kita pulang aja yuk. Kondisinya nggak tepat”. Vigo merangkul

Syanum. Namun matanya melirik Dudi tajam.

***

Ternyata selalu bermain berempat dengan kekasih, sahabat dan juga kekasih

sahabat itu tak sehat. Bisa jadi karena terlalu dekat akhirnya tak tahu lagi siapa yang

menyukai siapa, semuanya seolah melebur menjadi satu.

Sudah satu bulan setelah kematian Haza. Syanum tak pernah berhenti menangis

setiap kali membuka album kenangan bersama sahabatnya itu. Mereka berempat, Haza,

Dudi, Syanum dan Vigo hampir setiap hari pergi menghabiskan waktu bersama.

Dilihatnya foto-foto dan video mereka berempat yang selalu tertawa lepas. Tak tahu

bahwa dibalik itu ada hati yang mengingkari.

Syanum merasa terpukul dengan kematian Haza. Ia merasa ikut andil terhadap

kematian sahabatnya itu. Berawal dari curhat. Dudi dan Syanum seringkali curhat satu

sama lain saat mereka sedang ada masalah dengan kekasih masing-masing. Dudi tak

menyukai sifat Haza yang terlalu manja dan posesif. Sedangkan Syanum selalu merasa

kesal dengan Vigo yang seringkali tempramen pada hal-hal sepele.

Sadar akan perasaannya yang mulai tak menentu. Syanum mengajak Vigo untuk

84 | G h a l i y a S i r i d h a
segera bertunangan. Khawatir perasaannya kepada Dudi menjadi nyata.

Di sisi lain, Dudi pernah sekali mengungkapkan perasaanya kepada Syanum

melalui pesan Whatsapp sehari setelah Dudi dan Haza bertengkar 3 bulan yang lalu,

yang akhirnya diketahui Haza di hari kematiannya.

Tiba-tiba suara handphone-nya berbunyi. Tertulis panggilan dari Momy.

Panggilannya untuk ibu Haza.

“Assalamualaikum Mom ada apa?”. Sapa Syanum lembut.

Terdengar isakan tangis di ujung telepon. Syanum semakin penasaran.

“Waalaikumussalam.. Bisa dateng kesini nak?”. Suara itu terdengar terputus-

putus.

“Kesini kemana?”. Baru saja Syanum bertanya telepon mati tiba-tiba. Jaringan

error.

Tak lama kemudian sebuah alamat dikirimkan oleh ibu Haza. Syanum

mengernyitkan dahi. Kantor polisi?

Segera Syanum bergegas pergi menemui panggilan ibu Haza. Kakinya yang

lenjang dengan sepatu kets berwarna putih melangkah sedikit berlari. Namun

Langkahnya tiba-tiba terhenti saat tiba di kantor polisi.

Vigo??? Bola matanya membulat, suaranya terasa berat. Ia lihat tunangannya

berada disana dengan borgol melingkar dikedua tangannya.

“Ada apa ini?” Tanya Syanum. Air wajahnya menegang.

Vigo yang mendengar suara Syanum tersentak. Wajahnya memucat. Keringat

mengucur diseluruh wajah dan tubuhnya. Jantungnya berpacu tak berirama. Ia malu dan

takut menghadapi tunangannya tersebut.

Ibu Haza mendekati Syanum dan bicara perlahan. Terlihat ia menyeka air mata

dari wajahnya. Kedua tangannya kemudian mengelus-ngelus pundak Syanum.

85 | G h a l i y a S i r i d h a
“Syanum, maaf… kamu harus tau ini. Hasil analisis DNA janin menyatakan bahwa

DNA tersebut adalah milik Vigo. Momy juga nggak nyangka, maafin Haza ya nak.. maafin

anak momy. Biar Haza tenang disana”. Tangisannya kembali pecah.

Syanum melangkah mundur tak percaya. Tangannya menutupi bibirnya yang

gemetar. Ternyata selama ini Vigo dan Haza selingkuh dibelakangnya.

Vigo dijerat pasal 348 ayat (1) KUHP dalam kasus dugaan menyuruh tindak

aborsi, yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.

“Aku khilaf Syanum. Aku nggak sengaja”. Terdengar Vigo berteriak untuk

memberikan penjelasan kepada Syanum tunangannya.

Syanum memeluk Ibu Haza dengan erat, lalu pamit pergi dengan tatapan kosong.

***

Hari itu 3 bulan yang lalu..

“Kamu sekarang nggak pengertian!!!”. Teriak Haza sambil menunjuk-nunjuk laki-

laki dihadapannya.

“Sssstt!!! Jangan teriak-teriak! Malu ini tempat umum”. Laki-laki itu menarik

Haza keluar. “Kamu tuh kenapa sih? Kamu nggak sadar kalau kamu itu egois!!!”. Timpal

laki-laki itu kesal.

“Kamu yang sekarang berubah!!!

“Tau ah aku capek”. Laki-laki itu masuk melanjutkan pekerjaan paruh waktunya

sebagai seorang pelayan di sebuah café.

“Dudi!!!”. Haza meneriaki, namun tetap ia melenggang pergi.

Akhirnya Haza pergi menuju mobil honda jazz berwarna putih yang diparkir tak

jauh dari tempat ia berada dengan perasaan dongkol.

Di sisi lain, sepasang jemari lentik sedang memainkan jam pasir di atas kasur.

Berharap jam pasir itu segera membawanya ke alam mimpi. Tubuhnya lelah, namun hati

86 | G h a l i y a S i r i d h a
dan pikirannya terus hidup. Dadanya terus berdetak kencang, hatinya tak menentu. Ia

terus mencubiti pipinya yang tirus, meyakinkan dirinya bahwa dia memang masih

berada di dunia nyata.

Sepasang bola mata yang sipit itu melirik handphone yang tergeletak di meja

pinggir kasur, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ia raih

handphonenya, dan langsung dimatikan . Tak ingin percakapan itu makin berlanjut dan

jadi berbuntut.

Dudi gila nih kayaknya. Kenapa dia tiba-tiba bilang gitu?! . Gumamnya dalam hati.

Tepat setelah Haza dan Dudi bertengkar. Dudi yang dalam keadaan emosi

menelpon Syanum yang biasa menjadi teman curhatnya. Seperti biasa, setiap kali Dudi

dan Haza sedang mengalami masalah, Dudi terbiasa mengeluarkan semua kemelut

perasaanya pada Syanum.

Hari itu, mungkin dudi merasa sudah terlalu lelah, hingga akhirnya dia tak

sengaja berkata bahwa Syanum adalah sosok wanita pendamping yang dia harapkan.

Bukan Haza.

Jebreeet!!!

Suara pintu mobil ditutup keras. Haza pacu mobilnya kencang sambil menangis

menahan kesal.

“Nomor yang Anda hubungi sedang tidak aktif….”

“Ah kemana sih Syanum? Kok gak aktif?”. Haza mendengus. Kedua tanggannya

dilipat di atas setir mobil, menyangga kepala yang menunduk.

Tuk tuk tuk..

Terdengar seseorang mengetuk pintu kaca mobil yang ia parkir di depan

indomart area SPBU. Haza melirik. Vigo?

Vigo melambaikan tangannya sambil tersenyum dengan dua cangkir kopi hangat

87 | G h a l i y a S i r i d h a
dikedua tangannya.

Haza membuka kaca mobil. “Kok lu ada disini? lagi sama Syanum?”

Ia menggelengkan kepala. “Boleh gue masuk?”

“Oh iya”. Haza pun membukakan kunci pintu mobil sebelah kirinya.

“Hwaaa..” Vigo mengambil posisi santai.

”Gue tadi nggak sengaja liat lu sama Dudi kayaknya lagi berantem depan café”.

“Oh”. Haza tersenyum kecut. Kekesalannya tiba-tiba muncul kembali. “Terus lu

ngapain kesini?”.

“Nih minum dulu”. Vigo memberikan secangkir kopi hangat yang ia beli di

indomart.

“Tadinya emang gue ada perlu sama Dudi. Tapi kayaknya Dudi lagi sibuk banget,

jadinya ngikutin lu, soalnya keliatannya lu lagi galau banget. Kan bahaya, nyetir sendiri

lagi”.

Haza menyeringai. “Eh temenin gue yuk sekalian?”

“Kemana?”

Tanpa basa basi Haza memacu mobilnya. “Eh motor gue?” Vigo melirik motornya

yang terparkir depan indomart.

“Udah santai.. sebentar kok! Pake sabuknya!”. Haza langsung menaikkan

kecepatan mobilnya. Tangan Vigo reflek memegang handle pegangan tangan di dalam

mobil.

“Gila lu Za!!!”

“Hahaha.. cemen lu”. Haza tertawa puas. Vigo pun ikut tertawa.

Entah karena hati yang merasakan kekosongan, atau mungkin bisikan syetan

yang menyapa lembut melalui hembusan angin malam. Keduanya menghabiskan malam

berdua yang akhirnya membawa mereka hanyut dalam jurang dosa dan berakhir dalam

88 | G h a l i y a S i r i d h a
jurang penderitaan.

***

Dalam tubuh manusia itu terdapat sel, dan dalam sebutir sel

terdapat inti sel yang mengandung DNA. DNA ini cara kerjanya sama persis

seperti sebuah Handphone yaitu bisa Bluetooth.

Pada dasarnya kemampuan blutuetooth pada tubuh manusia ini

secara tidak sadar dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Maka tak

heran dalam hadist shahih dijelaskan bahwa perumpamaan orang yang

bergaul dengan orang baik seperti bergaul dengan penjual minyak wangi,

ia bukan penjualnya namun aromanya akan ikut menempel ditubuhnya.

Sedangkan perumpamaan orang yang bergaul dengan orang yang tidak

baik seperti bergaul dengan tukang pandai besi. Ia bukan pelakunya

namun tetap akan terkena asapnya.

Salah satu cara menilai calon untuk bakal jodoh kita adalah dengan

cara melihat dengan siapa ia bergaul. Karena meskipun dimata kita ia

baik, tapi jika lingkungannya tidak baik maka besar kemungkinan ia pun

akan terbawa menjadi orang yang tidak baik pula.

Sumber Referensi

- Grup diskusi komunitas hypnotherapi Master Mind Of Indonesia bersama pakar

hypnotherapis Bpk Hermawan GS, SE, MM, CHt, MCHt, CI, CCH, CT. MNLP

89 | G h a l i y a S i r i d h a
- Grup diskusi komunitas hypnotherapi rumah motivasi bersama specialist

happiness coach of life Leina Dewi Magdalena, CI, MCHt, MNLP.

- Buku Magnet Rezeki Ustadz Nasrullah

- Channel Youtube kuliah psikologi_DedySusantoPJ

Profil Penulis

Ghaliya Siridha adalah anak ke dua dari tiga

90 | G h a l i y a S i r i d h a
bersaudara yang lahir di Sukabumi tanggal 01 Mei 1993 ini merupakan lulusan Sarjana

Pendidikan dari STKIP Bina Mutiara Sukabumi. Saat ini ikut merantau bersama suami di

kota Bekasi sebagai seorang PNS di Direktorat Jendral Bea dan Cukai.

Aktivitas kini beserta suami membangun bisnis ghaliyahijab yang kini sedang

dirintis.

Sejak kecil menyukai dunia psikologi namun keadaan saat itu tak mendukung

untuk kuliah di jurusan psikologi. “Banyak Jalan Menuju Roma” adalah salah satu prinsip

hidup yang diyakini. Tak patah semangat akhirnya tahun 2015 mengikuti pelatihan

Hypnotherapi di Bandung yang diadakan oleh Master Mind Institute of Hypnotherapi

dan ikut menjadi bagian dari keluarga besar MMIH. Bergabung dengan komunitas

Hypnotherapi Rumah Motivasi Bandung sejak 2015 sebagai sarana mengasah keilmuan

dalam mengemas ilmu hypnotherapi untuk kepentingan dunia pendidikan.

Berbagai kegiatan seminar gratis sering dilaksanakan untuk beragam komunitas

serta sekolah-sekolah bersama Rumah Motivasi. Di antaranya : Hypno Teaching, Hypno

Parenting, Hypno Succsess, Hypno Learning, Quantum Rich, Happiness Coaching for

Amazing Life, dll.

Untuk kritik, saran atau sekedar ingin menyapa silahkan follow Facebook atau

Instagram Ghaliya Siridha. Dan untuk melihat-lihat koleksi hijab kami silahkan follow

Instagram ghaliyahijab.id. Terimakasih..

91 | G h a l i y a S i r i d h a

Anda mungkin juga menyukai