Pengesaan terhadap
nama-nama dan sifat-
sifat Allah.
Definisi
Tauhid Asma' was Shifat
yaitu mengesakan Allah
dengan cara
menetapkan bagi Allah
nama-nama dan sifat-
sifat yang ditetapkan
sendiri oleh-Nya (dalam
firmannya) atau yang
disebutkan oleh Rasul-
Nya (dalam hadits),
tanpa mengilustrasikan
(Takyif), menyerupakan
dengan sesuatu
(Tamtsil),
menyimpangkan makna
(Tahrif), atau bahkan
menolak nama atau sifat
tersebut (Ta’thil).[1]
Landasan hukum
“Sesungguhnya Allah
memiliki sembilan puluh
sembilan nama,
barangsiapa
menghafalnya maka ia
akan masuk surga.” (HR.
at-Tirmidzi 3508)
Faedah
Dalam Al-Qur'an
disebutkan ayat yang
artinya
— Asy-Syuura: 11
Lafal ayat “Tidak ada
yang serupa dengan-
Nya,” merupakan
bantahan kepada orang
yang menyamakan sifat-
sifat Allah dengan sifat-
sifat makhluk.
Sedangkan lafal “Dan
Dia Maha Mendengar
lagi Maha Melihat,”
adalah bantahan kepada
orang yang menafikan
(mengingkari/menolak)
adanya sifat[2] bagi
Allah.
Sifat Tsubutiyyah
Sifat Dzaatiyyah adalah
sifat yang senantiasa
dan selamanya tetap
ada pada Diri Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Seperti, Hayaah (hidup),
Kalam (berbicara): ‘Ilmu
(mengetahui), Qudrah
(berkuasa), Iradah (ke-
inginan), Sami’
(pendengaran), Bashar
(penglihatan), Izzah
(kemuliaan,
keperkasaan), Hikmah
(kebijaksanaan): ‘Uluw
(ketinggian, di atas
makhluk): ‘Azhamah
(keagungan). Dan yang
termasuk dalam sifat ini
adalah Sifat Khabariyyah
seperti adanya wajah,
yadan (dua tangan) dan
‘ainan (dua mata).
Sifat Fi’liyyah adalah
sifat yang terikat
dengan masyi-ah
(kehendak) Allah Azza
wa Jalla, seperti Istiwa’
(bersemayam) di atas
‘Arsy dan Nuzul (turun)
ke langit terendah,
ataupun datang pada
hari Kiamat,
sebagaimana firman
Allah Azza wa Jalla: “Dan
datanglah Rabb-mu,
sedang Malaikat
berbaris-baris.” (Al-Fajr:
22)
Suatu sifat bisa
terpenuhi kedua-duanya
(sifat dzaatiyyah-
fi’liyyah) ditinjau dari
dua segi, yaitu asal
(pokok) dan
perbuatannya. Seperti
sifat Kalaam
(pembicaraan), apabila
ditinjau dari segi asal
atau pokoknya adalah
sifat dzaatiyyah karena
Allah Azza wa Jalla
selamanya akan tetap
berbicara, tetapi jika
ditinjau dari segi satu
persatu terjadinya
Kalaam adalah sifat
fi’liyyah karena terikat
dengan masyiah
(kehendak), dan Allah
Subhanahu wa Ta’ala
berbicara apa saja yang
Dia kehendaki jika Dia
menghendaki.
Sebagaimana firman-
Nya: “Sesungguhnya
perintah-Nya apabila Dia
menghendaki sesuatu
hanyalah berfirman
kepadanya: ‘Jadilah,’
maka terjadilah.”
(Yaasiin: 82)
Sifat Salbiyyah
Sifat Salbiyyah adalah
setiap sifat yang
dinafikan (ditolak) Allah
Subhanahu wa Ta’ala
bagi diri-Nya melalui Al-
Qur-an atau sabda
Rasul-Nya ﷺ. Dan
seluruh sifat ini adalah
sifat kekurangan dan
tercela, contohnya;
maut (kematian), naum
(tidur), jahl
(kebodohan), nis-yan
(kelupaan), ‘ajz
(kelemahan,
ketidakmampuan), ta’ab
(kelelahan). Sifat-sifat
tersebut wajib dinafikan
(ditolak) dari Allah Azza
wa Jalla, dengan disertai
penetapan sifat
kebalikannya secara
sempurna. Misalnya,
menafikan sifat maut
(mati) dan naum (tidur)
berarti telah
menetapkan
kebalikannya
bahwasanya Allah
adalah Dzat Yang Maha
Hidup, menafikan jahl
(kebodohan) berarti
menetapkan
bahwasanya Allah Maha
Mengetahui dengan
ilmu-Nya yang
sempurna.
Penyimpangannya Dari
Dalil
Rujukan
^ Berdasarkan
perkataan Ibnu
Taimiyyah: “Manhaj
Salaf dan para Imam
Ahlus Sunnah
mengimani Tauhid al-
Asma’ wash Shifat ialah
dengan menetapkan
apa-apa yang telah Allah
tetapkan atas Diri-Nya
dan telah ditetapkan
Rasul-Nya Shallallahu
‘alaihi wa sallam bagi-
Nya, tanpa tahrif dan
ta’thil serta tanpa takyif
dan tamtsil.
Menetapkan tanpa
tamtsil, menyucikan
tanpa ta’thil,
menetapkan semua
Sifat-Sifat Allah dan
menafikan persamaan
Sifat-Sifat Allah dengan
makhluk-Nya.”
^ Lihat Kitab
Syarah Lum’atul
I’tiqad oleh Muhammad
bin Shalih Al
Utsaimin hal 36