KELAS : 2 C PGMI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MATARAM
2021
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan limpahan rahmat-Nya maka Penulis bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat
waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah untuk memenuhi salah satu tugas
pada mata kuliah Akhlak Tasawuf yang membahas tentang “Taubat dan Ikhlas”. Semoga dengan
dibuatnya makalah ini dapat membantu menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca.
Melalui kata pengantar ini penulis terlebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bilamana isi makalah ini ada kekurangan baik dalam isi maupun penulisan.Terima
kasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER .........................................................................................................1
KATA PENGANTAR..................................................................................2
DAFTAR ISI ................................................................................................3
BAB I : PENDAHULUAN.........................................................................4
A. Latar Belakang.............................................................................4
B. Rumusan Masalah........................................................................4
C. Tujuan..........................................................................................5
BAB II : PEMBAHASAN...........................................................................6
A. Definisi taubat dan ikhlas............................................................6
B. Dalil Al-Qur’an dan Hadis tentang taubat dan ikhlas.................8
C. Contoh dan sikap perilaku taubat dan ikhlas...............................14
BAB III: PENUTUP…………………………………………………………15
A. Kesimpulan...............................................................................15
B. Saran.........................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Agama Islam diturunkan Allah SWT kepada Muhammad SAW untuk (rahmat dan
kesejahteraan) manusia, bahkan seluruh alam, supaya menjadi dasar pedoman hidup.
Setiap manusia hidup di dunia ini tidak terlepas dari berbuat dosa. Ada orang yang
melakukan perbuatan dosa secara sengaja dan ada pula yang tanpa disadari atau memang
tidak tahu sama sekali. Maka dalam hal ini Allah SWT memberi jalan kepada manusia
untuk memilih tetap dalam dosa atau ingin mendapatkan ampunan. Jika manusia memilih
mendapat ampunan, maka Allah telah memberi kesempatan kepada manusia untuk
bertaubat. Jika seseorang mendapat penyakit yang disebabkan oleh dosa-dosa yang
diperbuatnya, maka ia harus bertaubat. Itulah cara pengobatan yang Allah SWT berikan
kepada mereka yang mendapat penyakit secara metafisik. Karenanya jalan keluar bagi
orang yang berbuat dosa hanya bertaubat.
Taubat merupakan satu istilah yang sangat mudah diucapkan bagi semua orang, akan
tetapi sangan sulit untuk dilakukan atau dipraktekkan. Karena pada umumnya, manusia
melakukan dosa itu disebabkan oleh sesuatu yang kompleks, misalnya saja para Nabi,
para Wali, dan para Sufi banyak
Taubat dan ikhlas adalah dua serangkai yang saling isi mengisi, sebab taubat dilakukan
tanpa keikhlasan maka akan sia-sia, ikhlas dan tulus adalah sikap yang dilakukan tanpa
terbebani dengan apapun, sehingga sikap dan perilaku orang ikhlas itu berjalan dengan
apa adanya tidak harus ada syarat tertentu baru terlaksananya sesuatu kegiatan, melainkan
mengalir begitu saja seperti air menuju tempat yanglebih rendah.
Ungkapan taubat adalah kata pamungkas dari sikap seseorang yang paripurna dalam
pengakuan dirinya sebagai makhluk yang bergelimang dengan dosa dan noda yang
memposiskan dirinya pada tempat terendah, bahkan lebih hina dari hewan ternak, namun
memiliki segudang asa akan ampuna Ilahi Rabbi atas besarnya kasih sayang Allah
dibanding dengan sikap amarah-NYa. Sadar akan terpuruknya ia dari sikap perilaku
rendah yang dilakukannya, maka dengan segala kerendahan hati yang cemas penuh harap
ia mampu melahirkan sikap ikhlas terhadap ganjaran apapun yang ditimpaka Allah
kepadanya.
Ia dapat menerima segala macam konsekwensi dari kejahatan yang dilakukannya dengan
kesadaran yang amat dalam, sehingga tiada jalan lain yang meski ia tempuh kecuali
hanya pasrah dan ikhlas menerima ketentuan Allah atas dirinya dalam
mempertanggungjawabkan tindakan bodoh dan konyol yang pernah dilakukan-nya
dengan sebongkah harapan akan kasih sayang Ilahi yang tak bertepi itu.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan taubat
2. Apa yang dimaksud dengan ikhlas
3. Bagaimana perilaku taunat dan ikhlaS
C. Tujuan makalah
4
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan taubat dan apa itu ikhlas dan bagaimana
bunyi dalil dalil al quran dan hadis taubat dan ikhlas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Taubat
Tobat berasal dari kata bahasa Arab taba, artinya kembali. Orang yang bertobat kepada
Allah adalah orang yang kembali dari sesuatu menuju sesuatu, kembali dari sifat-sifat
yang tercela, kembali dari larangan Allah menuju perintah-Nya, kembali dari maksiat
menuju taat kembali dari segala yang dibenci Allah menuju yang diridai-Nya, kembali
dari yang saling bertentangan menuju yang saling menyenangkan kembali kepada Allah
setelah meninggalkan-Nya dan kembali taat setelah menentang-Nya.
Searti dengan kata täba adalah anda dan aba. Orang yang bertobat karena takut azab
Allah disebut ta'ib (bentuk isim fa il dari täba). Apabila karena malu disebut munib (isim
fa'il dari anāba), sedangkan apabila karena mengagungkan Allah Swt. disebut awwab.
Mengapa kita harus bertobat? Sebagian orang merencanakan untuk bertobat setelah umur
agak lanjut, atau setelah merasa puas memperturutkan hawa nafsu di masa mudanya.
Rencana seperti ini sangat spekulatif karena tidak seorang pun yang dapat menjamin
berumur panjang. Apabila seseorang berencana untuk bertobat setelah berumur 40 tahun,
misalnya, bagaimana jika pada umur 39 tahun ia meninggal dunia.
5
Rasulullah saw, adalah sebaik-baik manusia yang diciptakan oleh Allah Swt. Beliau tidak
pernah meninggalkan perintah Allah dan tidak pula pernah melanggar larangan-Nya,
Meskipun demikian, beliau selalu memohon ampunan kepada Allah Swt. Lantas,
bagaimana dengan kita? Manusia tidak akan luput dari kesalahan. tetapi sebaik-baik
orang yang berbuat salah adalah yang bertobat.
Roli Abdul Rohman, menjaga akidah dan akhlak, PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri. (Solo, 2017), hal. 140
1. Penggolongan Tobat
Secara umum, para ahli makrifat membagi tobat menjadi tiga bagian, yaitu faubah
al-'awaàm, taubah al-khds, dan taubalh akhaş al-khawds.
a. Taubah al-'awim (tobatnya manusia biasa), yaitu tobat manusia secara umum,
Seseorang tunduk dikarenakan dirinya telah melakukan perbuatan dosa. Ia
menyebut-nyebut dosa yang telah dilakukannya di hadapan Allah SWt.
b. Taubah al-khawas (tobat orang-orang khusus), yaitu tingkat tobat sebagai per nda
meningkatnya makrifat manusia kepada Allah. Manusia merasa malu dikarenakan
telah melakukan perbuatan-perbuatan yang makruh.
c. Taubah akhay al-khawas, yaitu tingkatan tobat yang paling tinggi, seperti tobatnya
Rasulullah saw, manakala beliau berkata, "Sesungguhnya ini adalah kebodohan pada
hatiku dan sesungguhnya aku akan memohon ampunan ke pada Allah sebanyak tujuh
puluh kali dalam sehari."
2. Tata Cara Bertobat
Untuk melakukan tobat yang sempurna, seseorang yang bersalah harus memenuhi lima
tahapan berikut.
a. Menyadari kesalahan, seorang tidak mungkin bertobat kalau tidak menyadari
kesalahan atau merasa bersalah. Seorang muslim harus memahami perintah yang wajib
diikuti dan larangan yang wajib ditinggalkan.
b. Menyesali kesalahan, sekalipun seseorang tahu bahwa ia bersalah, tetapi jikaia tidak
menyesal telah melakukannya maka orang tersebut belum dapat dikatakan bertobat,
apalagi jika ia bangga dengan kesalahannya itu.
c. Memohon ampun kepada Allah (istigfar), dengan keyakinan atau husnuzan bahwa
Allah Swt. akan mengampuninya. Semakin banyak dan sering seseo rang mengucapkan
istigfar kepada Allah Swt. maka itu makin baik.
d. Berjanji tidak akan mengulangi, janji itu harus keluar dari hati nuraninya dengan
sejujurnya, tidak hanya di mulut, sementara di dalam hati masih tersimpan niat untuk
mengerjakan dosa itu sewaktu-waktu.
e. Menutupi kesalahan dengan amal saleh, Allah Swt, berfirman dalam Surah Täha Ayat
82 yang artinya, "Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat, beriman dan
berbuat kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk."
Jika seseorang hendak bertobat dan ingin doanya bermanfaat baginya, ia harus
membersihkan hatinya. Ia harus menciptakan kondisi khuduk dan tunduk di ha dapan
6
Allah. Keadaan yang demikian ini akan muncul jika pengenalan terhadap Allah semakin
mendalam. Apabila pengenalan seorang manusia kepada Rabb-nya semakin mendalam
maka akan makin besar pula ia mendapati keadaan khuduk dan tunduk di hadapan Allah.
Roli Abdul Rohman, menjaga akidah dan akhlak, PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri. (Solo, 2017), hal. 141
a. Dosa yang berkaitan dengan hak Allah, seperti berkata dusta dan meminum khamar
yang termasuk dosa besar. Jika seseorang benar-benar memperbaiki dirinya maka Allah
Swt. pasti mengampuninya.
b. Dosa yang berkaitan dengan hak Allah yang wajib diganti atau diqada, seperti
meninggalkan salat, puasa, dan zakat, Apabila seseorang bertobat dan ber tekad
memperbaiki diri serta mengganti kewajiban yang telah ditinggalkan, Allah pasti akan
mengampuninya, betapa pun besarnya dosa yang ia miliki.
c. Dosa yang terkait dengan hak manusia yang tidak membutuhkan pengganti. Dosa jenis
ini seperti perbuatan mengumpat atau menggunjing. Jika seseorang bertobat dan tidak
mengumpat lagi, serta memperbaiki dirinya. Allah Swt. pasti akan mengampuninya.
d. Dosa yang berkaitan dengan hak manusia. Kategori dosa jenis ini di antaranya
memakan harta orang lain. Cara tobatnya adalah mengembalikan harta orang lain yang
telah digasabnya, kemudian menyesali dan tidak lagi memakan harta haram.
Sesungguhnya manusia dapat bertobat selam ia belum mati, Oleh karena itu, seseorang
tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah. Tidaklah berputus asa dari rahmat Allah,
kecuali jika in tidak beriman kepada Allah. Apabila seseorang mau bertobat dari dosanya
dan memperbaiki dirinya, serta bergetar hatinya dan menyesali apa yang telah
dilakukannya, Allah Swt. pasti mengampuninya.
7
Roli Abdul Rohman, menjaga akidah dan akhlak, PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri. (Solo, 2017), hal. 142
B. Definisi ikhlas
Kata Ikhlas dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai: hati yang bersih
(kejujuran); tulus hati (ketulusan hati) dan kerelaan. Sedangkan dalam bahasa Arab kata
ikhlas yang mempunyai pengertian tanqiyah asy-syai wa tahdzibuhu (mengosongkan
sesuatu dan membersihkannya). Ikhlas merupakan yang secara bahasa berarti yang tulus,
yang jujur, yang murni, yang bersih, dan yang jernih (shafa), naja wa salima (selamat),
washala (sampai), dan (memisahkan diri), atau berarti perbaikan dan pembersihan
sesuatu.
Secara etimologi, kata ikhlas dapat berarti membersihkan (bersih, jernih, suci dari
campuran dan pencemaran, baik berupa materi ataupun immateri). Sedangkan secara
terminologi, ikhlas mempunyai pengertian kejujuran hamba dalam keyakinan atau akidah
dan perbuatan yang hanya ditujukan kepada Allah. Kata ikhlas dalam Kamus Istilah
Agama diartikan dengan melakukan sesuatu pekerjaan semata-mata karena Allah, bukan
kerena ingin memperoleh keuntungan diri (lahiriah atau batiniah).
Ada beberapa pendapat ulama mengenai pengertian ikhlas:
1. Menurut pendapat Abu Thalib al- makki yang dikutip oleh luatul Chizanah
mengatakan bahwa ikhlas mempunyai arti pemurnian agama dari hawa nafsu dan
perilaku menyimpang, pemurnian amal dari bermacam-macam penyakit dan noda yang
tersembunyi, pemurnian ucapan dari kata-kata yang tidak berguna, dan pemurnian budi
pekerti dengan mengikuti apa yang dikehenaki oleh Tuhan.
2. Menurut al-Qusyairi, ikhlas adalah penunggalan al-Haqq dalam mengarahkan semua
orientasi ketaatan. Dia dengan ketaatannya dimaksudkan untuk mendekatkan diri pada
Allah semata tanpa yang lain, tanpa dibuat-buat, tanpa ditujukan untuk makhluk, tidak
untuk mencari pujian manusia atau maknamakna lain selain pendekatan diri pada Allah.
Bisa juga di artikan penjernihan perbuatan dari campuran semua makhluk atau
pemeliharaan sikap dari pengaruh-pengaruh pribadi.
3. Al-Ghazali menyatakan bahwa amal yang sakit adalah amal yang dilakukakn karena
mengharap imbalan surga. Bahkan menurut hakikatnya, bahwa tidak dikehendaki dengan
amal itu selain wajah Allah Swt. Dan itu adalah isyarat kepada keikhlasan orang-orang
yang benar (al-siddiqiin), yaitu keikhlasan mutlak
4. Muhammad `Abduh mengatakan ikhlas adalah ikhlas beragama untuk Allah Swt.
dengan selalu manghadap kepada-Nya, dan tidak mengakui kesamaan-Nya dengan
makhluk apapun dan bukan dengan tujuan khusus seperti menghindarkan diri dari
malapetaka atau untuk mendapatkan keuntungan serta tidak mengangkat selain dari-Nya
sebagai pelindung.
Dari definisi diatas, ikhlas merupakan kesucian hati dalam beribadah atau beramal untuk
menuju kepada Allah. Ikhlas adalah suasana kewajiban yang mencerminkan motivasi
bathin kearah beribadah kepada Allah dan kearah membersihkan hati dari kecenderungan
untuk melakukan perbuatan yang tidak menuju kepada Allah. Dengan satu pengertian,
ikhlas berarti ketulusan niat untuk berbuat hanya karena Allah. Seseorang dikatakan
memiliki sifat ikhlas apabila dalam melakukan perbuatan, ia selalu didorong oleh niat
8
untuk berbakti kepada Allah dan bentuk perbuatan itu sendiri dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya menurut hukum syariah. Sifat seperti ini senantiasa terwujud
baik dalam dimensi fikiran ataupun perbuatan. Dalam pandangan ilmu tasawuf, ikhlas
mempunyai tingkatan-tingkatan tersendiri. Pertama, Ikhlas Awam, yaitu dalam beribadah
kepada Allah, karena dilandasi perasaan rasa takut terhadap siksa Allah dan masih
mengharapkan pahala. Kedua, Ikhlas Khawas, yaitu beribadah kepada Allah karena
didorong dengan harapan supaya menjadi orang yang dekat dengan Allah, dan dengan
kedekatannya kelak ia mendapatkan sesuatu dari Allah SWT. Ketiga, Ikhlas Khawas
alKhawas yaitu beribadah kepada Allah karena atas kesadaran yang mendalam bahwa
segala sesuatu yang ada adalah milik Allah dan hanya Allah-lah Tuhan yang sebenar-
benarnya. Dari penjelasan diatas, tingkatan ikhlas yang pertama dan kedua masih
mengandung unsur pamrih (mengharap) balasan dari Allah, sementara tingkatan yang
ketiga adalah ikhlas yang benar-benar tulus dan murni karena tidak mengharapkan
sesuatu apapun dari Allah kecuali Ridha-Nya.
Roli Abdul Rohman, menjaga akidah dan akhlak, PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri. (Solo, 2017), hal. 146
Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah
engkau berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang engkau miliki, termasuk apa
yang engkau peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan
9
(demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak
perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara
laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut
hijrah bersamamu, dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi
kalau Nabi ingin menikahinya, sebagai kekhususan bagimu, bukan untuk semua
orang mukmin. Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka
tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki agar tidak menjadi
kesempitan bagimu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik). Dan orang-orang yang
mengambil pelindung selain Dia (berkata), “Kami tidak menyembah mereka
melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-
dekatnya.” Sungguh, Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang
mereka perselisihkan. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan
orang yang sangat ingkar.
Hadist Ikhlas ke 1
–ت ِ إنَّ َم‘‘ا األَ ْع َم‘‘ا ُل بِالنِّيَّا: ُول هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم يَقُو ُل َ ْت َرس ُ َس ِمع: ب رضي هللا عنه قَا َل ِ ع َْن ُع َم َر ْب ِن ْالخَطَّا
هَّللا َ ُ َ هَّللا َ ُ ْ
، ف ِهجْ َرت ‘هُ إلى ِ َو َر ُس ‘ولِ ِه، ف َمن كانَت ِهجْ َرتهُ إلى ِ َو َر ُس ‘ولِ ِه، ئ َما ن ََوىَ ْ َ ُ َّ
ٍ بِالنِّيَّ ِة – َوإِن َما لِك ِّل ا ْم ِر: َوفِي ِر َوايَ ٍة
َ َ
فَ ِهجْ َرتُهُ إلَى َما هَا َج َر إلَ ْي ِه، صيبُهَا أوْ ا ْم َرأ ٍة يَتَ َز َّو ُجهَاِ َُت ِهجْ َرتُهُ إلَى ُد ْنيَا ي
ْ َو َم ْن َكان.
Dari Umar Ibnul Khaththab Radiallahuanhu, ia berkata; Aku mendengar Rasulullah
Salaulahu Alaihi Wasalam bersabda: Amal itu tergantung dengan niatnya, dan bagi
setiap orang balasannya sesuai dengan apa yang di niatkannya. Barangsiapa berhijrah
dengan niat kepada Allah dan RasulNya, maka ia mendapatkan balasan hijrahnya
kepada Allah dan RasulNya, dan barangsiapa berhijrah dengan niat kepada
keuntungan dunia yang akan diperolehnya, atau wanita yang akan dinikahinya, maka
(ia mendapatkan balasan) hijrahnya kepada apa yang ia niatkan tersebut. [Hadist
Riwayat Bukhari & Muslim]
Hadist Ikhlas Ke 2
َ ِص َو ِر ُك ْم َو ٰل ِك ْن يَ ْنظُ ُر ا
لى َ ِ اِ َّن هللاَ الَ يَ ْنظُ ُر اِل َى اَجْ َسا ِم ُك ْم َوالَ ا: ال َرسُوْ ُل هللاِ ص
ُ لى َ َ ق:ع َْن اَبِى هُ َر ْي َرةَ رض قَا َل
مسلم.قُلُوْ بِ ُك ْم
10
Dari Abu Hurairah RadiAllahuanhum, ia berkata: Rasulullah SAW pernah
bersabda,“Sesungguhnya Allah tidak melihat (menilai) bentuk tubuhmu dan tidak
pula menilai kebagusan wajahmu, tetapi Allah melihat (menilai) keikhlasan hatimu”.
[HR. Muslim]
Hadist Ikhlas Ke 3
. َْس لَهَا بَابٌ َو الَ َك َّوةٌ لَخَ َر َج َع َملُهُ َكائِنًا َما َكان َ ص ْخ َر ٍة
َ ص َّما َء لَي ِ َو َر َوى ْالبُخ
ِ لَوْ اَ َّن اَ َح ُد ُك ْم يَ ْع َم ُل:َاريُّ َو ُم ْسلِ ٌم
َ فى
متفق عليه
“Seandainya salah seorang di antara kamu melakukan suatu perbuatan di dalam gua
yang tidak ada pintu dan lubangnya, maka amal itu tetap akan bisa keluar (tetap
dicatat oleh Allah) menurut keadaannya”. [HR. Bukhari dan Muslim]
Hadist Ikhlas Ke 4
ُإِ َّن هَّللا َ ال يَ ْقبَ ُل ِم ْن ْال َع َم ِل إِال َما َكانَ لَهُ خَ الِصًا َوا ْبتُ ِغ َي بِ ِه َوجْ هُه
“Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amalan kecuali yang murni hanya untuk-
Nya, dan dicari wajah Allah dengan amalan tersebut.” [HR. An-Nasa’I no. 3140,
dishahihkan Al-Albani]
ب فَأُولَئِكَ يَتُوبُ هَّللا ُ َعلَ ْي ِه ْم َو َكانَ هَّللا ُ َعلِي ًما َح ِكي ًما
ٍ نَّ َما التَّوْ بَةُ َعلَى هَّللا ِ لِلَّ ِذينَ يَ ْع َملُونَ السُّو َء بِ َجهَالَ ٍة ثُ َّم يَتُوبُونَ ِم ْن قَ ِري
ْت اآْل نَ َواَل الَّ ِذينَ يَ ُموتُونَ َوهُ ْم ُ ْض َر أَ َح َدهُ ُم ْال َمو
ُ ت قَا َل إِنِّي تُب َ ت َحتَّى إِ َذا َح ِ ت التَّوْ بَةُ لِلَّ ِذينَ يَ ْع َملُونَ ال َّسيِّئَا ِ * َولَ ْي َس
َ ُِكفَّا ٌر أُولَئ
ك أَ ْعتَ ْدنَا لَهُ ْم َع َذابًا أَلِي ًما
Sesungguhnya taubat kepada Allah itu hanya (pantas) bagi mereka yang melakukan
perbuatan buruk karena ketidaktahuan, kemudian segera bertaubat. Mereka itulah
yang Allah terima taubatnya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(17) Dan taubat itu tidaklah (diterima Allah) bagi mereka yang melakukan perbuatan
buruk hingga ketika ajal datang kepada seseorang di antara mereka, (barulah) dia
mengatakan, “Aku benar-benar bertaubat sekarang.” Dan tidak (pula diterima
11
taubat) dari orang-orang yang meninggal sedang mereka berada dalam kekafiran.
Bagi mereka itu telah Kami sediakan adzab yang sangat pedih. (18) – (Q.S An-Nisa:
17-18)
َ ُول ِإاَّل لِيُطَا َع بِإ ِ ْذ ِن هَّللا ِ َولَوْ أَنَّهُ ْم إِ ْذ ظَلَ ُموا أَ ْنفُ َسهُ ْم َجا ُءو
ك فَا ْستَ ْغفَرُوا هَّللا َ َوا ْستَ ْغفَ َر لَهُ ُم ال َّرسُو ُل ٍ َما أَرْ َس ْلنَا ِم ْن َرس
لَ َو َجدُوا هَّللا َ تَوَّابًا َر ِحي ًما
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul melainkan supaya ditaati dengan seizin
Allah. Dan sungguh, sekiranya mereka datang kepadamu (Muhammad) setelah
mendzalimi diri mereka sendiri, lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul
pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah sebagai
Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. – (Q.S An-Nisa: 64)
ٍ َربُّ ُك ْم أَ ْن يُ َكفِّ َر َع ْن ُك ْم َسيِّئَاتِ ُك ْم َويُ ْد ِخلَ ُك ْم َجنَّا َع َس ٰى يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا تُوبُوا إِلَى هَّللا ِ تَوْ بَةً نَصُوحًا
ت تَجْ ِري ِم ْن تَحْ تِهَا
12
يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى هَّللا ِ فَإِنِّي قَا َل صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم هّٰللا
َ َرس أَ َّن ُ َع ْنه ُ ض َي
َ ِ هَّللا ُول ِ َر ار اَ ْل ُم َزنِ ِّي
ٍ ْب ِن يَ َس اأْل َ َغ ِّر ع َْن
هَّلَل ُ أَ َش ُّد فَ َرحًا بِتَوْ بَ ِة َع ْب‘ ِد ِه ِحينَ يَتُ‘‘وبُ إِلَ ْي‘ ِه قَا َل صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم هّٰللا
َ ِ هَّللا َرسُو َل َع ْنهُ أَ َّن ُ ض َي ٍ َأَن ع َْن
ٍ ِ َمال ْب ِن س
ِ َر ك
13
- Menjaga diri agar tetap istikomah dalam mematuhi perintahnya an menjauhi
larangannya.
Contoh perilaku ikhlas
- Selalu ingat pentingnya ikhlas karena amal yang dikerjakan tidak dengan ikhlas
akan sia sia dan merugi.
- Tetap melakukan ibadah walaupun banyak celaan dari orang lain.
- Tidak merasa bangga jika perbuatan baiknya dipuji orang lain.
- Hendaknya ibadah yang kita lakukan diniatkan semata mata karena ALLAH SWT
dan mengharap ridhonya.
BAB III
14
PENUTUP
A. Kesimpulan
Taubat adalah (al-taubah) adalah suatu upaya yang dilakukan seorang untuk
membersihkan dirinya dari segala macam dosa yang menjadi penyebab manusia jauh dari
Tuhan. Ikhlas adalah suci dalam niat, bersih batin dalam beramal, tidak berpurapura,
lurus hati dalam bertindak, jauh dari riya dan kemegahan dalam berlaku berbuat,
mengharapkan ridha Allah semata-mata. Ikhlas merupakan amalan hati yang paling
utama dan paling tinggi dan paling pokok, Ikhlas merupakan hakikat dan kunci dakwah
para rasul sejak dahulu kala. Terbagi menjadi dua macam yaitu: pertama Taubat yang
diterima (Nasuha) adalah kembalinya seseorang dari perilaku dosa keperilaku yang baik
yang dianjurkanAllah. Kedua Taubat yang tidak diterima. Taubat itu tidak diterima lagi n
hanya karena ketika itu hukuman balasan telah tampak jelas di hadapannya, akan tetapi
karena di alam akhirat amal perbuatan dan aktivitas menuju kesempurnaan sudah tidak
mempunyai arti. Halhal yang merusak ikhlas yaitu: Riya, Takabur, Ghadab, dan Ujub.
Dalam hal-hal tersebut Allah sangant membencinya karena ia tidak mengakui bahwa
semua kenikmatan dan kebahagiaan di dunia itu sebenarnya datang dari Allah. Semoga
dengan adanya pembelajaran tentang taubat dan ikhlas bisa membuat kita lebih
meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT, karena bahwasanya kita hidup di dunia
hanya sementara, oleh karena itu bertaubatlah atas dosa-dosa yang anda perbuat dan
laksanakanlah perintah Allah dengan ikhlas.
B. Saran
Dalam menghadapi hidup hendaknya setiap orang memiliki perilaku-perilaku terpuji
salah satunya yaitu perilaku tobat dan ikhlas, karna bertobat merupakan suatu tindakan
yang meninggalkan secara langsung dosa yang sedang dilakukan. Orang yang ikhlas
adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan pribadi atau imbalan duniawi dari apa
yang dapat ia lakukan. Konsentrasi orang yang ikhlas cuma satu, yaitu bagaimana agar
apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT. Jadi ketika sedang memasukan uang ke
dalam kotak infaq, maka fokus pikiran kita tidak ke kiri dan ke kanan, tapi pikiran kita
terfokus bagaimana agar uang yang dinafkahkan itu diterima di sisi Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan dan Mukhtar Solihin. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2004.
Damanhuri, Akhlak Tasawuf, Banda Aceh: Penerbit Pena, 2010.
Drs. H. Thoyyib Sah Saputra, M.Pd, Drs. H. Wahyudin, M.Pd, 2009, aqidah akhlaq PT.Toha
Putra, Semarang.
15
Roli Abdul Romlah, 2017, Menjaga Akidah Dan Akhlak, PT. Tiga Serangkai Pustaka: semarang.
16