Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI CIVIL RELIGION DI INDONESIA


Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Pancasila
Dosen pengampu: Berlinda Galuh Pramudya Wardani, S.Pd., M.Pd.,

Oleh :
KELOMPOK 9
1. NOEVITA DIAN NAZARINA (202310370311395)
2. MARCELA SETIAWAN (202310370311393)
3. ACHMAD TITAN DEWA RUCI (202310370311394)
4. MOCHAMAD YAZID FIRDAUS (202310370311396)
5. MOHAMAD IKRAM NANI (202310370311397)

PROGRAM STUDI INFORMATIAKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH MALANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya, penyusunan makalah ini bisa dilakukan dengan lancar dan tanpa kekurangan satu
apa pun. Tak lupa, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu
Berlinda Galuh Pramudya Wardani, S.Pd., M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah Pancasila
dan bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 23 September 2023

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................ii


DAFTAR ISI .........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................1


1.1 LATAR BELAKANG ....................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................................................1
1.3 TUJUAN .........................................................................................................................1

BAB 2 PEMBAHASAN .......................................................................................................2


2.1 PERSPEKTIF TENTANG CIVIL RELIGION ..............................................................2
A. CIVIL RELIGION MENURUT JEAN JACQUES ROUSSEAU .............................2
B. CIVIL RELIGION DI AMERIKA OLEH ROBERT N. BELLAH ..........................3
2.2 PANCASILA SEBAGAI CIVIL RELIGION ................................................................3
2.3 CIVIL RELIGION SEBAGAI MODAL SOSIAL .........................................................4
2.4 KANDUNGAN PANCASILA SEBAGAI MORAL PUBLIK ......................................5

BAB 3 PENUTUP ................................................................................................................7


3.3 KESIMPULAN ...............................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................8

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebelum mendiskusikan tentang civil religion, terlebih dahulu akan dibahas tentang apa
yang dimaksud dengan plural. Sesungguhnya plural atau pluralisme sebagaimana yang telah
banyak dipahami adalah keanekaragaman, artinya dalam sebuah wilayah atau daerah atau Negara
terdapat berbagai macam (plural) apakah itu suku, bahasa, kebudayaan, bahkan juga agama. Lalu
kenapa wacana ini masih marak diperbincangkan, setidaknya ada lima alasan mengapa wacana
plualisme senantiasa dan tidak henti- hentinya diperbincangkan oleh setiap orang di muka bumi,
baik dari kalangan agamawan, rakyat sipil, seniman,politikus, cendekiawan, mahasiswa dan lain-
lain yaitu pertama, perlunya sosialisasi bahwa pada dasarnya semua agama dating untuk
mengajarkan dan menyebarkan perdamaian dalam kehidupan umat manusia; kedua, wacana
agama yang pluralis, toleran dan inklusif merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ajaran
agama,dan semangat inklusif adalah hukum Tuhan (sunnatullah) yang tidak bisa diubah,
dihalang-halangi, dan ditutupi.
Oleh karena itu, wacana pluralisme ini perlu dikembangkan di masyarakat luas. Hal ini
bukan untuk siapa-siapa melainkan demicita-cita agama itu sendiri, yaitu kehidupan yang penuh
kasih dan sayang antar sesama umat manusia; ketiga, ada kesenjangan antara cita-cita ideal
agama-agama dan realitas empirik kehidupan umat beragama ditengah masyarakat; keempat,
semakin menguatnya kecenderungan eksklusivisime dan toleransi sebagian umat beragama ;
kelima, perlu dicari upaya-upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan
kerukunan dan perdamaian antar umat manusia.

1.2 Rumusan Masalah


A. Bagaimana perspektif tentang civil religion di Indonesia ?
B. Bagaimana Pancasila sebagai civil religion ?
C. Kenapa civil religion sebagai modal sosial ?
D. Bagaimana penjelasan kandungan Pancasila sebagai moral publik ?

1.3 Tujuan
A. Untuk mengetahui perspektif tentang civil religion di Indonesia
B. Untuk mengetahui Pancasila sebagai civil religion
C. Untuk mengetahui alasan civil religion sebagai modal social

1
D. Menjelaskan kandungan Pancasila sebagai moral publik
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perspektif tentang civil religion


Buku yang ditulis oleh Geovanie ini membahas tentang civil religion (agama sipil)
dimana geovani lebih lanjut memulai pembahasan tentang diskursus tentang civil society yang
dibahas dan diperdebatkan oleh para akademisi. Tetapi menurut Jeffrie, diskursus ini sayangnya
tidak diikuti dengan hadirnya pembahasan tentang civil religion. Civil religion pertama kali
dikenalkan oleh Robert N. Bellah dengan konteks yang diangkat adalah Amerika. Pada masa itu,
para pemikir pencerahan Prancis berhadapan dengan agama yang ditafsirkansecara dominan dan
hegemonik oleh sistek klerikalisme yang sangat umum dikaitkan dengan rezim. Oleh karena itu,
civil religion di Perancis sejak awal memiliki ciri anti-klerikalisme sebagai protes terhadap
gereja yang terlembagakan secara kaku dan rigid (Geovanie, 2013).
Sebagai sebuah wacana historis (historical discourse), civil religion disinyalir pertama
kalinya berasal dari J.J. Rousseau dalam karya populernya “The Social Contract”. Menurut
Rousseau, civil religion merupakan eksistensi Tuhan, kehidupan yang akan datang, pahala bagi
kebajikan dan hukuman bagi sebaliknya serta penyingkiran sikap keagamaan yang toleran.
Menurut Geovanie, Tuhan dalam civil religion tidak hanya bersifat unitarian, namun bersifat
tegas yang lebih banyak terkait dengan pemerintah, hukum, dan hak jika dibandingkan dengan
penyelamatan dan cinta yang menjadi identitas sejati agama contohnya Kristen. Kristolog Olaf
Schumann lebih jauh menegaskan bahwa civil religion bukanlah sumber keagamaan bagi
seseorang darimana orang tersebut memperoleh pemahamannya akan identitasnya dan mengenai
kewajiban sosialnya. Sumber untuk itu tetap yaitu agama yang ada, dan civil religion tidak boleh
dan tidak mungkin berdaya untuk menjadi pengganti atas agama-agama tersebut (Geovanie,
2013).

A. Civil Religion Menurut Jean Jacques Rousseau


Menurut Lucas Swaine, Agama sipil (civil religion) merupakan profesi kepercayaan
publik yang bertujuan menanamkan nilai-nilai politik dan yang menetapkan dogma, ritus,
dan ritual bagi warga negara dari negara tertentu. Definisi agama sipil ini tetap konsisten
dengan perlakuan teoretis pertamanya yang berkelanjutan (yaitu dalam The Social Contract
karya JeanJacques Rousseau, 1762). Rousseau mendedikasikan bab kedua dari belakang dan
relatif panjang yang membahas diskusi tentang agama sipil, menguraikan unsur-unsur
konseptual sentralnya dan menekankan kepentingan normatifnya bagi tubuh politik yang
sehat. Tujuan agama sipil untuk Rousseau adalah untuk menumbuhkan sentimen
kemasyarakatan dan cinta tugas publik di antara warga negara, memperluas ikatan itu di

2
seluruh warga negara dan keanggotaannya sehingga penanaman yang berhasil diharapkan
bisa membantu menjaga stabilitas, ketertiban, dan kemakmuran bagi negara (Swaine, 2016).
B. Civil Religion di Amerika oleh Robert N. Bellah
Menurut Robert N. Bellah, pikir harus jelas dari teks bahwa saya memahami tradisi
sentral civil religion Amerika bukan sebagai bentuk pemujaan nasional tetapi sebagai
penundukkan bangsa pada prinsip-prinsip etis yang melampaui itu dalam hal yang
seharusnya. Saya yakin bahwa setiap bangsa dan setiap orang datang ke suatu bentuk atau
pemahaman religius diri sementara beberapa orang berpendapat bahwa Kekristenan adalah
iman nasional, dan yang lain bahwa gereja dan sinagog hanya merayakan agama yang
digeneralisasi dari "the American Way of Life" dimana hanya sedikit yang menyadari bahwa
sebenarnya ada civil religion yang terlembagakan dengan baik di Amerika (Bellah, 1991, p.
168).
Kritik terhadap konsep civil religion adalah dimana konsep ini merupakan konsep yang
cukup longgar karena memungkinkan untuk menafsirkan kegiatan nasionalistik sebagai
bagian dari civil religion. Tidak mungkin bahwa orang yang ikut serta dalam menonton acara
olahraga, atau bahkan 'kesetiaan berjanji' pada bendera sama berkomitmen dalam keyakinan
mereka terhadap Amerika seperti halnya orang yang secara tradisional beragama kepada
agama mereka. Untuk mengkritik konsep Amerikanisme Bellah secara khusus, jelas bahwa
tidak semua orang Amerika telah dipersatukan secara adil ke dalam bangsa Amerika dimana
muslim Amerika telah mengalami tingkat pengucilan yang sangat tinggi sejak 11 September
sebagai contohnya (Thompson, 2018). Persyaratan utama untuk mematahkan gagasan civil
religion adalah semua gagasan agama sebagai sesuatu yang pada dasarnya seperti agama
Kristen atau monoteisme lain mana pun saat ini. Berbicara tentang "agama" seolah-olah
bentuk yang sempurna adalah Kekristenan modern seperti berbicara tentang biologi seolah-
olah mamalia yang sempurna adalah homo sapiens. Pada saat yang sama, penting untuk tidak
melangkah terlalu jauh ke arah yang lain, dan untuk menganggap bahwa setiap kegiatan
sosial, dan setiap gerakan kehidupan batin, dapat digambarkan sebagai religius dalam arti
tertentu. Apa yang ditambahkan Bellah pada titik ini adalah bahwa dunia sehari-hari, yang
darinya agama menjanjikan untuk membebaskan kita tidaklah lebih nyata atau kurang
dibangun daripada yang kita akses melalui praktik-praktik keagamaan. Kehidupan sehari-hari
mungkin melibatkan berbagai jenis kognisi, tetapi dunia yang kita lihat melalui
mekanismenya sama banyaknya dengan produk pemenuhan keinginan seperti halnya surga
dan hanya selera makan yang membedakan diantaranya (Brown, 2013).

2.2 Pancasila sebagai civil religion


Civil religion sebagai nilai moral publik dalam upaya terciptanya tertib social, pada
konteks Indonesia telah termanifestasikan dalam Pancasila dimana dasar ontogis (struktur
terdalam) dari keberadaan Pancasila adalah kehendak mencari titik temu (“persetujuan’)
untuk menghadirkan kemaslahatan-kebahagiaan bersama dalam komunitas bangsa yang
majemuk. Nilai-nilai Pancasila sebagian merupakan hasil penyulingan dari nilai-nilai

3
universal agama-agama dan kepercayaan sebagaian lagi berasal dari gagasan “sekuler”
(humanism , nasionalisme, demokrasi, sosialisme) yang tidak bertentangan dan dapat
dipertemukan dengan nilai (ajaran dan etika) agama-agama. Pancasila merupakan titik temu
yang memungkinkan segala warna dan perbedaan bersatu, titik tumpu yang menjadi landasan
hukum, serta titik tuju ke mana bangsa ini diarahkan” (Yudi Latif, 2017).
Pancasila mengandung nilai-nilai kebangsaan yang meliputi lima nilai, masing-masing
adalah Nilai Religiusitas, Nilai kekeluargaan, Nilai Keselarasan, Nilai Kerakyatan dan
Keadilan (Dalam Materi Utama Implemntasi Nilai-Nilai Kebangsa Bersumber Dari
Pancasila, Lemhannas 2020) . Masing-masing nilai ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Nilai Religiusitas yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai religius dalam
keterkaitan individu dengan sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuatan sacral, suci,
agung, dan mulia. Memahami Ketuhanan sebagai pandangan hidup adalah mewujudkan
masyarakat nerketuhanan, yakni membangun masyarakat Indonesia yang memiliki jiwa
maupun semangat untuk mencapai ridho Tuhan dalam setiap perbuatan baik yang
dilakukannya. Nilai religius memiliki nilai-nilai spiritual yang tinggi berdasarkan agama dan
keyakinan yang dianutnya, memiliki toleransi yang tinggi terhadap pemeluk agama dan
kepercayaan lain yang tumbuh serta diakui di Indonesia.
Nilai kekeluargaan yang terkandung dalam Pancasila, adanya pengakuan bahwa bangsa
Indonesia merupakan satu keluarga besar yang memiliki perasaan senasib, sepenanggungan.
Antara individu yang satu dengan individu yang lain diikat oleh kesamaan sebagai bangsa
Indonesia. Karena kedudukan mereka sama dan sederajat, serta harus diperlakukan secara
adil dan beradab sesuai cita rasa kemanusiaan.
Pancasila yang merupakan rumusan persetujuan dari keragaman nilai (keagamaan, adat,
ideologi) demi kemaslahatan hidup bersama, mengandung nilai inti moral publik. Pancasila
dalam kerangka enam inti nilai moral publik nya Haidt dapat dijelaskan sebagai berikut, sila
pertama mewakili nilai sancity; sila kedua mewakili nilai care dan liberty; sila ketiga
mewakili nilai loyalty; sila keempat mewakili nilai authority; sila kelima mewakili nilai
fairness.Dalam Pancasila semua nilai inti diintegrasikan secar inklusif sebagai cerminan dari
pandangan hidup yang menghendaki keseimbangan antara manusia sebagai mahluk individu
dan sebagai mahluk social.
Pancasila sebagai civil religion memandang bahwa sumber-sumber mora privat dan
komunitas dapat melakukan pengisian dan dukungan terhadap perumusan Pancasila sebagai
moral publik. Tetapi disisi lain, meski Pancasila tidak bermaksud mengintervensi
pengembangan moral privat dan komunitas, namun bisa mencegah secra hikmat-bijaksana
pengembangn moral privat dan komunitas yang membahayakan kehidupan publik.

2.3 Civil religion sebagai modal sosial


Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Hadi Prabowo,
mengatakan Pancasila merupakan modal sosial sebagai perekat kesatuan bangsa.

4
"Pancasila mempunyai kekuatan integratif di mana Pancasila ini hendaknya dapat
menjadi perekat kesatuan bangsa. Demikian pula keanekaragaman budaya dan suku yang ada
adalah rahmat bagi bangsa Indonesia untuk selalu mengedepankan toleransi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara,"
kata Hadi, Usai membuka kegiatan Talkshow Nasional Is Me, Kemendagri Goes to
Campus di Kampus II Universitas Krida Wacana, Jakarta Barat, Senin (10/02/2020). Selain
sebagai dasar negara, Pancasila juga memberikan ruang dan menampung keberagaman pada
Bangsa Indonesia yang dipertemukan atas kehendak mewujudkan cita-cita bersama.
"Bahwa Pancasila tentunya perlu diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, karena Pancasila sebagai dasar negara dan alat pemersatu dan perjuangan bangsa
untuk memerdekakan diri dan memperjuangkan cita-cita bangsa,"
ujarnya. Pancasila sebagai ideologi bangsa juga dimaknai sebagai kepribadian bangsa
yang tercermin dari setiap sila maupun butir-butir yang terkandung di dalamnya.
"Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila adalah kepribadian bangsa Indonesia yang
tercermin dari kepribadian, aspek ekonomi maupun watak bangsa. Pancasila juga sebagai
sumber dari segala hukum dan sebagai landasan dalam perumusan kebijakan maupun hukum
di Indonesia," urainya.
Di samping itu, dengan adanya upaya untuk membumikan Pancasila dalam Talkshow
Nasional Is Me bagi generasi muda, diharapkan anak muda dapat mengimplementasikan
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Dengan adanya kegiatan yang berupaya membumikan Pancasila ini adalah merupakan
potensi bagi bangsa Indonesia karena didasarkan atas semangat generasi muda untuk
pemahaman dan juga implementasi terhadap kecintaan pada tanah air, bela negara, dan
wawasan kebangsaan," tegasnya.
Hadi berharap acara ini dapat memberikan motivasi, dan bekal bagi kaum milenial untuk
menghadapi era globalisasi dan tantangan global yang semakin dinamis. "Kaum muda adalah
pemimpin masa depan dan akan melestarikan keberlangsungan NKRI sehingga mampu
menghadapi tantangan globalisasi dan ideologi di luar Pancasila," pungkasnya.
cara Kemendagri Goes To Campus 'Nasional Is Me' diawali dengan Talkshow di Kampus
UKRIDA. Acara ini akan berlangsung di berbagai kampus di Jabodetabek hingga akhir 2020
untuk membumikan Pancasila pada kaum milenial.
Tak hanya itu, acara live Talkshow juga disiarkan secara serentak di 19 stasiun
radio di Indonesia.Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jendral Politik dan
Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, mengatakan dalam kehidupan bernegara, sikap
nasionalisme menjadi salah satu syarat mutlak yang wajib ditumbuh-suburkan.

5
“Apabila masyarakat khususnya milenial tidak memiliki rasa nasionalisme yang tinggi,
dikhawatirkan akan mengganggu pola pikir terutama pandangan kalangan muda mengenai
ideologi tanah air,” urainya.
2.4 Kandungan Pancasila Sebagai Moral Publik
Sila pertama meyakini bahwa kodrat keberadaan manusia merupakan perwujudan
istimewa dari semesta sebagai kristalisasi dari cinta kasih Tuhan (Yang Tak Terhingga).
Meski merupakan perwujudan istimewa dari semesta, manusia tetaplah merupakan bagian
dari semesta, yang dengan keistimewaannya itu tidaklah menghadirkan kerusakan (fasad)
bagi kebersamaan, melainkah harus dapat menjaga harmoni (maslahat-manfaat) bagi
kebersamaan. Sebagai bagian dari semesta, manusia bersifat terbatas, relatif dan tergantung,
sehingga memerlukan keterbukaan pada sesuatu yang transenden dan menjalin kerjasama
dengan yang lain. Keterbukaan pada yang transenden itu diperlukan untuk mencegak
absolutisme (memutlakan hal-hal yang imanen), yang dengan itu paham persamaan manusia
dan kerjasama dimungkinkan.
Sila kedua meyakini bahwa keberadaan manusia merupakan ada bersama. Manusia tidak
bisa berdiri sendiri, terkucil dari keberadaan yang lain. Untuk ada bersama dengan yang lain,
manusia tidak bisa tidak harus ada-bersama-dengan-cinta, dengan mengembangkan rasa
kemanusiaan yang adil dan beradab. Perjuangan kemanusiaan bangsa Indonesia,
dikembangkan melalui jalan eksternalisasi dan internalisasi. Keluar, bangsa kita harus
menggunakan segenap daya dan khazanah yang dimilikinya untuk secara bebas-aktif ‘ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial’, sebagaimana tertera pada (aline 4) Pembukaan UUD 1945. Kedalam, bangsa
kita harus menerima, apa yang disebut Muhammad Yamin, ‘benda ruhani berupa pengakuan
dan pemuliaan hak-azasi kemanusiaan’ (Yamin, 1956: 186-187).
Sila ketiga meyakini bahwa dalam ada bersama, manusia sebagai makhluk sosial
memerlukan ruang hidup yang konkrit dan pergaulan hidup dalam realitas kemajemukan.
Cara menghidupkan komunitas moral dengan cara meleburkan kepentingan pribadi/golongan
ke dalam kepentingan secara keseluruhan masyarakat bangsa yang mendiami tanah-air
sebagai geopolitik bersama itulah manusia mengembangkan rasa kebangsaan.
Dalam kaitan ini, cinta negeri (amore patria) merupakan basis moralitas yang penting.
Patriotisme berarti menempatkan kemaslahatan umum (bene commune) diatas kepentingan
lainnya dan dipandang sebagai kesalehan puncak. Melalui cinta negeri tergalilah kekuatan
semua komponen bangsa untuk mengambil keputusan berat mengorbankan semua demi
kepentingan semua.
Sila keempat meyakini bahwa dalam mengembangkan kehidupan bersama, cara
mengambil keputusan yang menyangkut masalah bersama ditempuh dengan semangat cinta
kasih. Ukuran utama dari cinta adalah saling menghormati. Cara menghormati manusia
dengan memandangnya sebagai subyek yang berdaulat, bukan obyek manipulasi,
eksploitisasi dan eksklusi, itulah yang disebut demokrasi dalam arti sejati.

6
Sila kelima meyakini bahwa keberadaan manusia adalah roh yang menjasmani. Secara
jasmaniah, manusia memerlukan papan, sandang, pangan, dan pelbagai kebutuhan material
lainnya. Perwujudan khusus kemanusiaan melalui cara mencintai sesama manusia dengan
berbagi kebutuhan jasmaniah secara fair itulah yang disebut dengan keadilan sosial
(Driyarkara, 2006: 831-865).

7
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada uraian tentang “civil religion di Indonesia’ tersebut di atas, dapat
diketahui bahwa konsep civil religion menginginkan tampilnya agama sipil pada aras nilai moral
atau etika sosial untuk mewujudkan makna general di dalam rumah kehidupan guna merajut
keberagamaan dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara
Republik Indonesia bukanlah agama, tidak bertentangan dengan agama dan tidak dapat
menggantikan kedudukan agama. Kendatipun begitu, penelitian ini berkesimpulan bahwa
Pancasila “dapat” menjadi “civil religion di Indonesia”, setidaknya sudah berkembang seiring
dengan kehendak rakyat yang mengarah, dan menempatkan Pancasila sebagai sandaran
transendental (agama sipil). Pancasila dengan lima silanya adalah gambaran riil tentang civil
religion.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan gambaran tentang prinsip utama di dalam
civil religion. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, demikian pula Sila Keadilan Sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia merupakan perwujudan dari konsep persaudaraan yang didasarkan atas
keadilan dan kemanusiaan. Kemudian Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan juga memberikan gambaran bahwa
demokrasi sebagai bagian penting dalam prinsip civil religion tercover di dalamnya. Pancasila,
selain dijadikan sebagai falsafah bangsa Indonesia dan sekaligus dasar negara, rumusan-
rumusannya juga digali dari nilai-nilai luhur budaya Indonesia, yang sudah tentu sejalan dengan
moralitas agama. Kondisi Indonesia dengan tingkat pluralitasnya yang cukup tinggi; beragam
suku, agama, ras, bahasa, dan golongan dapat menerima Pancasila sebagai konsensus
sosial/kesepakatan luhur yang menaungi kemajemukan. Pancasila sebagai agama sipil
membangkitkan kesadaran keberagamaan baru bahwa rakyat Indonesia harus bisa hidup bersama
(living together), berdampingan, penuh kedamaian (dār al-salām), berprinsip ukhuwah
Waṭaniyyah (persaudaraan sebangsa). Dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika menjadikan
semangat nasionalisme demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

8
DAFTAR PUSTAKA
https://fakta.news/kolom/pancasila-sebagai-moral-publik
https://infopublik.id/kategori/nasional-politik-hukum/402493/kemendagri-pancasila-jadi-
modal-sosial-perekat-kesatuan-bangsa
http://www.robertbellah.com/articles_5.htm
https://www.theguardian.com/commentisfree/2013/aug/26/what-is-religion-civil-state
https://daily.jstor.org/civil-religion/
https://tif.ssrc.org/2010/01/22/civil-religion-and-beyond/
https://www.britannica.com/topic/civil-religion
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5304/2/ART_I%20Made
%20Priana_pemahaman%20dan%20pemaknaan_fulltext.pdf

Anda mungkin juga menyukai