Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seperti yang dikatakan oleh para pelajar, mahasiswa, masyarakat beragama
dalam doa mereka, bahwa selalu meyakini diri bahwa Tuhan ada di dalam dan di luar.
Jika Tuhan hanya berada di dalam, maka kesucian batin diperlukan, itu sudah cukup.
Karena Tuhan juga berada di luar, maka kesucian lahir juga diperlukan. Dengan
demikian, karena Tuhan berada di dalam dan di luar, kita perlu memiliki kesucian lahir
dan batin. Kemudian barulah kita dapat menghayati kemaha-kuasaan Tuhan. Apakah
yang dimaksud dengan kesucian lahir ini ? Sudah tentu kesucian lahir ini, menyucikan
(membersihkan) badan dengan memakai pakaian yang bersih. Akan tetapi ada arti
yang lebih luas. Tempat tinggal kita harus bersih. Buku-buku yang kita baca harus
tetap bersih. Baik badan ataupun pikiran kita jangan dibiarkan menumpuk kotoran dan
sifat-sifat yang buruk. Bila kita mempunyai keyakinan yang kuat, bahwa prinsip
ketuhanan yang sama ada di setiap hati manusia, maka segala hambatan akan bisa
diatasi. Bila kita percaya sepenuhnya pada Tuhan yang bersemayam dalam diri kita,
maka segala sesuatu apa saja akan menjadi milik kita. Keyakinan merupakan kunci
dan dasar akar kehidupan spiritual. Jika kita memegang prinsip ketuhanan itu,
semuanya akan dapat kita selesaikan. Agar kita dapat menghayati ketuhanan yang
berada di mana-mana dalam kehidupan kita sehari-hari, kita harus melaksanakan
sadhana, mengembangkan rasa belas kasihan kepada semua makhluk. Juga kita harus
meningkatkan kesucian lahir dan batin, menjaga agar jasmani dan rohani selalu bersih
cemerlang. Hanya dengan demikianlah kita akan dapat menyadari prinsip ketuhanan
yang ada di mana-mana.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa maksud sloka dalam Rgveda yang berkaitan dengan Tuhan ada dimana-
mana dan Maha Kuasa?
1.2.2 Bagaimana Tuhan bisa dikatakan ada dimana-mana dan Maha Kuasa?

1
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui maksud sloka dalam Rgveda yang berkaitan dengan Tuhan
ada dimana-mana dan Maha Kuasa
1.3.2 Untuk mengetahui bahwa Tuhan ada dimana-mana dan Maha Kuasa

1.4 Manfaat
Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pembaca untuk menambah
pengetahuan tentang maksud sloka dalam Rgveda yang berkaitan dengan
Tuhan ada dimana-mana dan Maha Kuasa
1.4.2. Dapat menjadi informasi berharga bagi para penulis guna menciptakan tulisan
yang lebih bermanfaat bagi masyarakat untuk bisa mengetahui bahwa Tuhan
ada dimana-mana dan Maha Kuasa

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Tuhan dalam Weda


Berdasarkan kitab suci weda Tuhan /Brahman merupakan Acintya yaitu tak
terpikirkan. Tuhan itu hanya dapat diwujudkan melalui simbol atau nyasa, wujud
beliau dapat dihafalkan menurut fantasi manusia. Rahasia keilahiannya tersembunyi
dalam kabut rahasia pengetahuan manusia, sifat-sifat kerahasiaan itu dipikirkan ke
dalam bentuk nyasa dengan cara-cara simbolik yang disebut maya sakti. Nyasa yang
banyak dipakai dalam ajaran agama Hindu adalah simbol dengan garis-garis tertentu
yang disebut yantra (cakra) perpaduan warna, kembang dan warna-warna tertentu
secara arca yang wujud bentuknya kadang-kadang fantasi seperti yang kita lihat.
Dengan semakin berkembangnya peradaban dan kemampuan berpikir manusia,
ajaran agama Hindu mengalami pula perkembangan dalam penghayatan dan
pelaksanaannya. Dari politeisme ajaran agama Hindu berkembang menuju
monoteisme, pandangan yang mengakui dengan tegas hanya ada satu Tuhan yaitu
Brahman. Dalam Chandogya Upanishad dinyatakan : Om Tat Sat Ekam Eva
Adwityam Brahman artinya Hyang Widhi hanya satu tak ada duanya dan maha
sempurna. Dalam Kitab Suci Rg Veda disebutkan Om Ekam Sat Wiprah Bahuda
Wadanti artinya Hyang Widhi itu hanya satu, tetapi para arif bijaksana menyebut
dengan berbagai nama. Pandangan monoisme seperti ini tidaklah dipertentangkan
dengan pandangan sebelumnya karena dalam Weda sudah disebutkan Tuhan Yang
Maha Esa itu disebut pula dengan berbagai nama, Beliaulah pencipta (Brahma),
Beliau pula penopang dan pemelihara alam semesta beserta isinya (Wisnu), dan pada
saatnya melebur segala ciptaannya menuju asalnya (Siwa).
Dalam Rg. Veda, kitab Weda tertua disebutkan bahwa Tuhan atau Ida Sang
Hyang Widhi Wasa telah menciptakan alam semesta beserta isinya dan Beliau pula
yang menciptakan dewa-dewa untuk mengendalikannya. Sebagai ajaran yang terbuka,
Weda bagaikan tanah subur bagi persemian berbagai aliran dan pandangan filsafat.
Lambang-lambang dan gagasan dalam weda diberi pengertian dan makna baru tanpa
menggoncangkan kepercayaan lama.
2.2 Tuhan Ada dimana-mana dan Maha Kuasa
Kitab suci Weda dan kitab-kitab sastranya mengajarkan bahwa Tuhan itu Esa,
Mahakuasa dan ada di mana-mana. Manusia yang serba terbatas ini tidak akan mampu

3
memahami keesaan dan kemahakuasaan Tuhan itu atau disebut dalam kitab sastra
Bhuwanakosa menyatakan: Bhatara Siva sira vyapaka, sira suksma tan kneng
angen-angen kadyangganing akasa sira tan kagrahita dening manah muang indriya.
Artinya, Bhatara Siwa meresapi segala, Ia gaib tak dapat dipikirkan, Ia seperti
angkasa, tak terjangkau oleh pikiran dan indriya. Kutipan ini menyatakan bahwa
Bhatara Siwa meresapi segala, berada dimana-mana, meliputi segala. Dengan
demikian Ia pun hadir pula dalam pikiran dan Indriya, namun pikiran dan indriya
tidak mampu menggapai Ia. Demikianlah aspek imanen dan transenden Bhatara Siwa.
Namun manusia menurut ajaran Hindu wajib meyakini bahwa Tuhan itu maha-ada
(Wibhusakti), mahakuasa (Prabhusakti), mahatahu (Jnana Sakti) dan mahakerja
(Kriya Sakti). Selanjutnya bagaimana manusia mendayagunakan keyakinannya pada
Tuhan yang ada dimana-mana itu untuk menyelenggarakan hidupnya agar bisa
mewujudkan hidup yang bahagia lahir batin di dunia sekala ini sebagai landasan untuk
menuju dunia niskala.
Menurut keyakinan Hindu dunia niskala itu disebut Para Loka. Di Para Loka
itu ada dua bagian yang disebut sorga dan ada yang disebut neraka. Setiap orang
idealnya mengharapkan setelah hidup di dunia sekala ini akan menuju dunia niskala
yang disebut sorga. Untuk mencapai dunia yang disebut sorga itu harus berperilaku
yang senantiasa disertai bahwa Tuhan selalu sebagai menyaksikan perilakunya. Dalam
berniat, berpikir dan berkehendak saja Tuhan hendaknya diyakini mengetahuinya.
Apalagi berbicara dan bertindak nyata Tuhan pasti mengetahuinya. Kalau keyakinan
pada Tuhan yang selalu maha mengetahui ini kuat pada diri seseorang maka orang
tersebut tidak akan melanggar ajaran agama yang diyakini sabda Tuhan. Inilah yang
disebut sebagai keyakinan aktif pada Tuhan. Kalau keyakinannya itu pasif, hanya
percaya pada Tuhan sekadar percaya. Kepercayaan kepada Tuhan tidak disertai
dengan kesadaran untuk mendayagunakan keyakinannya itu untuk membenahi
berbagai langkah kehidupannya, maka kepercayaan pada Tuhan itu sia-sia saja.
Penerapan kehidupan beragama Hindu dalam berbagai aspeknya pada intinya untuk
senantiasa menanamkan keyakinan pada Tuhan agar benar-benar menjadi bagian yang
integral dalam diri pribadi setiap umat. Kalau keyakinan pada Tuhan Yang Esa dan
Mahakuasa itu ada dimana-mana sudah demikian menjiwai hidup seseorang maka
akan menjadi perilaku yang subha karma.
Dalam tradisi kehidupan beragama Hindu di Bali keberadaan Tuhan dimana-
mana itu telah divisualisasikan dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan yang

4
sakral. Seperti keberadaan Meru Tumpang Sebelas dan Tumpang Tiga di mandala
kelima Pura Penataran Agung Besakih itu. Mpu Kuturan telah menjadikan Pulau Bali
ini sebagai simbol Buwana Agung stana sakral Tuhan Yang Maha Esa yang disebut
sebagai Padma Bhuwana. Tuhan yang berada dimana-mana itu divisualisasikan
menjadi sembilan Kahyangan Jagat. Sembilan Khayangan Jagat ini simbol bahwa
tidak ada bagian alam ini tanpa kehadiran Tuhan. Tujuannya agar umat Hindu di Bali
dapat menghayati konsep Wyapi Wyapaka Nirwikara dengan metode visual. Namun
keberadaan tempat pemujaan Tuhan di sembilan penjuru Pulau Bali ini dipahami
dengan sikap pasif saja. Bahkan, banyak yang memahami bahwa Tuhan hanya ada di
tempat-tempat pemujaan itu saja. Di luar tempat pemujaan itu seolah-olah Tuhan tidak
hadir. Karena dianggap Tuhan hanya berstana di Pura saja maka di luar Pura kalau
mereka berbuat apa saja Tuhan tidak mengetahuinya. Apa lagi di ruang kerja, di kantor
keberadaan Tuhan dianggap pasif saja. Kalaupun mereka melakukan sesuatu yang
melanggar dharma seperti merekayasa uang rakyat untuk dikorupsi, diyakini Tuhan
tidak akan mengetahuinya. Tentunya akan berbeda bagi mereka yang demikian aktif
meyakini bahwa Tuhan berada dimana-mana dan maha mengetahui segala perilaku
manusia. Kayakinan yang demikian itu akan dapat berfungsi untuk mengontrol dirinya
secara sadar untuk tidak berbuat melanggar ajaran agama sabda Tuhan itu. Mereka
mentaati ajaran agama itu bukan karena takut semata, tetapi karena setiap perbuatan
yang baik pasti akan berpahala baik, demikian juga sebaliknya. Di samping tempat
pemujaan sebagai sarana sakral beragama Hindu melukiskan kehadiran Tuhan berada
dimana-mana juga banyak media beragama lainnya sebagai media sakral untuk
memotivasi umat Hindu agar secara aktif mengembangkan keyakinannya.
Seperti sarana beragama yang disebut banten. Dalam Lontar Yadnya Prakerti
ada dinyatakan bahwa banten itu Pinaka warna rupaning Ida Batara. Artinya,
banten itu sebagai simbol berbagai bentuk kemahakuasaan Tuhan Yang Maha
Pelindung. Banten Canang, misalnya. Dalam Banten Canang itu disimbolkan tiga
kemahakuasaan Tuhan yaitu Tuhan sebagai pencipta, sebagai pelindung dan sebagai
pelebur yang disebut sebagai Brahma, Wisnu dan Iswara. Ada Banten Kwangen
simbol Omkara sebagai panggilan sakral yang tertua pada Tuhan Yang Esa itu.
Tuhan juga disimbolkan dalam Banten Catur. Dalam Banten Catur ini Tuhan
disimbolkan memiliki Cadu Sakti seperti Wibhu Sakti, Prabhu Sakti, Jnana Sakti dan
Kriya Sakti. Demikian juga dalam Banten Dewa-Dewi Tuhan disimbolkan sebagai
pencipta Purusa dan Pradana. Banten Daksina yang disebut Yadnya Patni itu juga

5
lambang alam semesta stana terhormat Hyang Widhi Wasa. Hari raya keagamaan pun
sebagai media untuk mengingatkan umat Hindu agar senantiasa ingat dan sadar pada
keberadaan Tuhan secara aktif. Seperti saat Tumpek Wariga sebagai pemujaan Sang
Hyang Sangkara dewanya tumbuh-tumbuhan. Tumpek Landep sebagai pemujaan Sang
Hyang Pasupati, hari raya Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Paramesti Guru.
Tumpek Kandang sebagai pemujaan Hyang Rareangon.
Demikian banyak lagi media kegiatan keagamaan Hindu sebagai hari untuk
mengingatkan umat agar meyakini bahwa Tuhan itu Mahaesa, Mahakuasa dan berada
dimana-mana untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Dengan harapan bahwa
umat Hindu akan dapat lebih meningkatkan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Mha
Esa yang melingkupi seisi alam semesta di jagat raya ini.
Banyak gelar atau sebutan yang diberikan untuk rnenyebut nama Tuhan Yang
Maha Esa. Banyak pula kekuatan Tuhan ataupun kemahakuasaan-Nya. Tuhan juga
memiliki banyak bentuk atau wujud (bahu murti). Begitu pula dalam kaitannya
dengan keberadaan-Nya, bahwa Tuhan ada dimana mana (wyapi wyapaka). Tuhan
memiliki beragam sifat atau karakter (Saguna Brahman). Tuhan tidak bisa
menampakkan diri-Nya, maka Beliau digelari sebagai Tuhan yang bersifat Awyakta.
Dengan kata lain bahwa Tuhan juga memiliki sifat yang abstrak (maya). Memang
Tuhan sesungguhnya adalah tidak dapat memperlihatkan diri. Beliau sering juga
digelari sebagai Sang Hyang Niskala, oleh karena Beliau tidak dapat mewujudkan
diri-Nya dalam bentuk yang sebenarnya dan senyatanya. Begitulah keagungan dan
kebesaran dan Tuhan Yang Maha Esa di alam raya ini beserta dengan segala isinya.
Tuhan Yang Maha Esa memiliki kekuatan (sakti) untuk menciptakan segala
yang ada dan yang tidak ada ini (wahya adhyatmika). Apapun yang menjadi bagian
atau isi alam raya ini maka Beliaulah asalnya (Sangkan Paraning Dumadi). Beliau
juga yang menciptakan (ngutpeti) segala yang wujudnya besar ataupun yang tidak bisa
dilihat oleh indra penglihat manusia. Tuhan dapat melakukan perlindungan (raksatam)
serta memelihara (stithi) ciptaan Beliau. Namun demikian, bahwa Tuhan Yang Maha
Esa juga memiliki kemampuan yang maha dasyat dan hebat bagi segalanya, yakni
dapat menarik, mengembalikan, melebur, menghanguskan, dan mengembalikan
melalui kematian (mrtyu), oleh karena Beliau memiliki kekuatan sebagai rajanya maut
yang dinamai Pralina. Bilamana Tuhan telah menghendaki dan memberikan titah atau
sabda untuk menuju pada kelenyapan, maka hal itu tidak bisa ditolak dan tidak bisa
dimohon. Begitulah kekuatan maut Beliau (pralaya) yang secara pasti lambat laun

6
akan dialami oleh semua ciptaan di alam semesta ini. Sesuai makna sloka suci di atas
bahwa Tuhan Yang Maha Esa memiliki wujud yang tidak nyata atau Beliau tidak bisa
memperlihatkan diri-Nya (awyakta).
Sesungguhnya, setiap agama yang ada dan berkembang dimuka bumi ini,
bertitik tolak kepada kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Banyak hal yang
mendorong kita harus percaya terhadap adanya Tuhan itu dan berlaku secara alami.
Adanya gejala atau kejadian dan keajaiban di dunia ini, menyebabkan kepercayaan itu
semakin mantap. Semuanya itu pasti ada sebabnya, dan muara yang terakhir adalah
Tuhan Yang Maha Kuasa. Tuhanlah yang mengatur semuanya ini, Tuhan pula sebagai
penyebab pertama segala yang ada.
Kendati kita tidak boleh cepat-cepat percaya kepada sesuatu, namun percaya
itu penting dalam kehidupan ini. Banyak sekali kegiatan yang kita laksanakan dalam
kehidupan sehari-hari hanyalah berdasarkan kepercayaan saja. Setiap hari kita
menyaksikan matahari terbit dan tenggelam. Demikian pula adanya bulan dan bintang
yang hadir di langit dengan teratur. Belum lagi oleh adanya berbagai mahluk hidup
dan hal-hal lain yang dapat menjadikan kita semakin tertegun menyaksikannya.
Adanya pergantian siang menjadi malam, adanya kelahiran, usia tua, dan kematian,
semuanya ini mengantarkan kita harus percaya kepada Tuhan, bahwa Tuhanlah yang
merupakan sumber dari segala yang terjadi di alam semesta ini.
Karena agama itu adalah kepercayaan, maka dengan agama pula kita akan
merasa mempunyai suatu pegangan iman yang menambatkan kita pada satu pegangan
yang kokoh. Pegangan itu tiada lain adalah Tuhan, yang merupakan sumber dari
semua yang ada dan yang terjadi. Kepada-Nya-lah kita memasrahkan diri, karena
tidak ada tempat lain dari pada-Nya tempat kita kembali. Keimanan kepada Tuhan ini
merupakan dasar kepercayaan agama Hindu. Inilah yang menjadi pokok-pokok
keimanan agama Hindu. Percaya terhadap Tuhan, mempunyai pengertian yakin dan
iman terhadap Tuhan itu sendiri. Yakin dan iman ini merupakan pengakuan atas dasar
keyakinan bahwa sesungguhnya Tuhan itu ada, Maha Kuasa, Maha Esa dan Maha
segala-galanya. Tuhan Yang Maha Kuasa, yang disebut juga Hyang Widhi (Brahman),
adalah ia yang kuasa atas segala yang ada ini. Tidak ada apapun yang luput dari
Kuasa-Nya. Ia sebagai pencipta, sebagai pemelihara dan Pelebur alam semesta dengan
segala isinya. Tuhan adalah sumber dan awal, pertengahan serta akhir dari segala yang
ada.

7
Di dalam kitab suci Weda (Mantra Samhita), Tuhan Yang Maha Esa disebut
dengan berbagai nama dan menguasai seluruh alam semesta, seperti tersurat di dalam
mantra ini :
Sahasrasirsa purusah sahasraksah sahasrapat,
sa bhumim visato vrtva tyatistad dasangulam (Rgveda X.90.1)
Artinya :
Tuhan berkepala seribu, bermata seribu, berkaki seribu, Ia memenuhi bumi-bumi pada
semua arah, mengatasi kesepuluh penjuru.
Seribu dalam mantra Rg Veda di atas berarti tak terhingga. Tuhan berkepala tak
terhingga, bermata tak terhingga, bertangan tak terhingga. Semua kepala adalah
kepala-Nya, semua mata adalah mata-Nya, semua tangan adalah tangan-Nya.
Walaupun Tuhan tak dapat dilihat dengan mata biasa, tetapi Tuhan dapat dirasakan
kehadirannya dengan rasa hati, bagaikan garam dalam air. Ia tidak tampak, namun bila
dicicipi terasa adanya disana. Demikian pula seperti adanya api di dalam kayu,
kehadirannya seolah-olah tidak ada, tapi bila kayu ini digosok maka api akan muncul
(Sura,1998:1).
Di dalam Chandogya Upanisad terdapat sebuah percakapan yang sangat
menarik tentang kehadiran Tuhan Yang Maha Esa dimana-mana. Percakapan itu
merupakan percakapan seorang ayah (guru) dengan seorang anak (sisya). Anak itu
garam kepada ayahnya untuk menerangkan hakikat Tuhan Yang Maha Esa yang ingin
diketahuinnya. Sang ayah pun menerangkan dengan berbagai contoh yang mudah
dimengerti. Salah satu percakapan itu adalah demikian :
Lavanam etad udake vadhaya, atha ma
pratar upasidatha iti: sa ha tatha cakara,
tam hovaca yad dosa lavanam udake vadhah, anga tad ahareti,
tad havam rsya na viveda yatha vilinam, evam. (Chandogya Upanisad VI.13.1)
Artinya :
(Masukkanlah garam ini ke dalam air, dan datanglah padaku besok pagi. Ia
mengerjakan seperti yang diperintahkan. Ayahnya berkata kepadanya, Ambilkan aku
garam yang engkau masukkaan dalam air semalam. Anak itu mencari garam dalam
air, namun tidak menemukannya, karena tentunya garam itu telah larut.
Demikianlah Tuhan diumpamakan seperti garam yang telah larut dalam air, Ia
tidak tampak, namun bila dicicipi ada rasa asin. Di samping itu Tuhan juga
diumpamakan sebagai minyak di dalam tila, mentega dan dalam susu, api di dalam

8
kayu dan lain-lain. Bila api muncul dari kayu dengan jalan menggosok dengan kayu
juga, maka Tuhan akan dapat dirasakan kehadiran-Nya pada diri seseorang dengan
melaksanakan Yoga, Satya, Tapa, dan mengucapkan suara Om.
Sarvavyapinam atmanam ksire sarpir
Ivarpitamatma vidya-tapo mulam tad
Brahmopanisat param,
tad brahmopanisat param (Svetasvatara Upanisad I.16)
Artinya :
(Apabila seseorang telah dapat menyadari dan menghayati kenyataan bahwa Dia Yang
Maha Agung itu meliputi segala sesuatu seperti mentega yang telah terdapat di dalam
air susu, penghayatan itu diperoleh dengan jalan memegang teguh kenyataan dan
melakukan Tapa-Brata dengan tekun, maka berarti oraang tersebut telah manunggal
dengan Brahman. Demikianlah yang diterangkan oleh Upanisad tentang ajaran
Brahman)
Demikianlah Tuhan Yang Maha Ada meresapi segala ciptaan-Nya, berada
dalam diri setiap orang dan akan dapat dirasakan oleh mereka yang menyadari
kebenaran itu. Tuhan (Hyang Widhi), yang bersifat Maha Ada, juga berada di setiap
makhluk hidup, di dalam maupun di luar dunia (imanen dan transenden). Tuhan
meresapi di segala tempat dan ada dimana-mana (Wyapi Wyapaka), serta tidak berubah
dan kekal abadi (Nirwikara). Di dalam Upanisad disebutkan bahwa Hyang Widhi
adalah telinga dari semua telinga, pikiran dari segala pikiran, ucapan dari segala
ucapan, nafas dari segala nafas dan mata dari segala mata", namun Hyang Widhi itu
bersifat gaib (maha suksma) dan abstrak tetapi ada.
Eko devas sarva-bhutesu gudhas
sarva vyapi sarwa bhutantar-atma
karmadyajsas sarvabhutadhivasas
saksi ceta kevalo nirgunasca. (Svet. Up. VI.11)
Artinya :
Tuhan yang tunggal sembunyi pada semua mahluk, menyusupi segala, inti hidupnya
semua mahluk, hakim semua perbuatan yang berada pada semua mahluk, saksi yang
mengetahui, yang tunggal, bebas dari kualitas apapun.
Karena Tuhan berada di mana-mana, ia mengetahui segalanya. Tidak ada
sesuatu apapun yang ia tidak ketahui. Tidak ada apapun yang dapat disembunyikan
kepada-Nya. Tuhan adalah saksi agung akan segala yang ada dan terjadi. Karena

9
demikian sifat Tuhan, maka orang tidak dapat lari kemana pun untuk
menyembunyikan segala perbuatannya. Kemana pun berlari akan selalu berjumpa
dengan Dia. Tidak ada tempat sepi yang luput dari kehadiran-Nya. Kendati pun Tuhan
itu selalu hadir dan meresap di segala tempat, tetapi sukar dapat dilihat oleh mata
biasa. Indra kita hanya dapat menangkap apa yang dilihat, didengar, dikecap dan
dirasakan. Kemampuannya terbatas, sedangkan Tuhan (Hyang Widhi) adalah Maha
Sempurna dan tak terbatas.
Di dalam Weda disebutkan bahwa Tuhan (Hyang Widhi) tidak berbentuk
(nirupam), tidak bertangan dan berkaki (nirkaram nirpadam), tidak berpanca indra
(nirindryam), tetapi Tuhan (Hyang Widhi) dapat mengetahui segala yang ada pada
makhluk. Lagi pula Hyang Widhi tidak pernah lahir dan tidak pernah tua, tidak pernah
berkurang tidak juga bertambah, namun Beliau Maha Ada dan Maha Mengetahui
segala yang ada di alam semesta ini. Tuhan berkuasa atas semua dan Tunggal atau Esa
adanya. Karena Tuhan tidak terjangkau oleh pikiran, maka orang membayangkan
bermacam-macam sesuai dengan kemampuannya. Tuhan yang Tunggal (Esa) itu
dipanggilnya dengan banyak nama sesuai dengan fungsinya. Orang-orang
menyembah-Nya dengan bermacam-macam cara pada tempat yang berbeda-beda.
Kepada-Nyalah orang menyerahkan diri, mohon perlindungan dan petunjuk-Nya agar
ia menemukan jalan terang dalam mengarungi hidup ini.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
Dalam hal ini, bahwa kuncinya adalah karena Tuhan Yang Maha Esa
sesungguhnya telah hadir dimana-mana yang memenuhi seisi alam ini. Tuhan Yang
Maha Esa tidak perlu dikejar-kejar kesana-kemari. Tidak perlu yang jauh dan tidak
perlu yang membingungkan untuk mencari cara dalam menuju Beliau. Semua dan
bagian alam raya dan isinya tiada lain adalah Beliau juga. Bila Beliau dikatakan tidak
nyata ya benar adanya, namun Beliau bisa ditemukan. Bila semua insan manusia di
alam raya ini telah memiliki keyakinan yang utama (maha sraddha), maka semua jalan
pasti dapat dilalui menuju-Nya. Tidak ada istilah tiada jalan untuk bisa menemukan
Beliau. Dalam ketidakberwujudan Beliau (awyakta), tentu ada jalan (marga) untuk
sampai kepada-Nya.
Demikianlah Tuhan Yang Maha Ada meresapi segala ciptaan-Nya, berada
dalam diri setiap orang dan akan dapat dirasakan oleh mereka yang menyadari
kebenaran itu. Tuhan (Hyang Widhi), yang bersifat Maha Ada, juga berada di setiap
makhluk hidup, di dalam maupun di luar dunia (imanen dan transenden). Tuhan
meresapi di segala tempat dan ada dimana-mana (Wyapi Wyapaka), serta tidak berubah
dan kekal abadi (Nirwikara). Di dalam Upanisad disebutkan bahwa Hyang Widhi
adalah telinga dari semua telinga, pikiran dari segala pikiran, ucapan dari segala
ucapan, nafas dari segala nafas dan mata dari segala mata", namun Hyang Widhi itu
bersifat gaib (maha suksma) dan abstrak tetapi ada.

3.2 Saran
3.2.1 Diharapkan agar masyarakat dapat memahami maksud dari makalah ini dan
bisa menambah pengetahuan dan wawasan tentang maksud sloka dalam
Rgveda yang berkaitan dengan Tuhan ada dimana-mana dan Maha Kuasa
3.2.2 Diharapkan bagi penulis lain untuk mencari referensi yang lebih relevan
sebagai bahan dalam pembuatan makalah guna menciptakan tulisan yang lebih
bermanfaat mengenai bahwa Tuhan ada dimana-mana dan Maha Kuasa

11
DAFTAR PUSTAKA

Titib, I Made. 1994. Untaian Ratna Sari Upanisad. Denpasar: Yayasan Dharma Naradha
Titib, I Made.1996. Veda Sabda Suci Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya: Paramita
http://www.tejasurya.com/artikel-spiritual/filsafat/80-siwa-tatwa.html
http://rah-toem.blogspot.com/2011/12/mengenal-sifat-dan-kemahakuasaan-tuhan.html

12

Anda mungkin juga menyukai